Beranda / CEO / 30 Hari Mengejar Sang Milyarder / Bab 3 : Permintaan Maaf

Share

Bab 3 : Permintaan Maaf

Penulis: Adrienne Hera
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Suruh dia keluar, David.”

Suara berat itu berhasil menambah kesan mencekam di ruangan itu. David yang tengah berdiri di sisi Aiden pun berdehem kecil, melirik ke arah Joanna yang sedari dua puluh menit yang lalu terus berdiri empat langkah di depan meja Aiden, menundukkan kepala dengan kedua kakinya yang gemetar. Keringatnya menetes di tengah ruangan yang dingin dan jantungnya tidak berhenti berdetak kencang. Telapak tangannya juga berkeringat, merematnya kuat di sisi tubuh. Tenggorokannya juga terasa kering. Situasi ini mengingatkan Joanna bertahun-tahun lalu saat ia lupa mengerjakan tugas dari dosen. Tapi, ini versi yang lebih parah. Joanna merasa ingin buang air kecil saking takutnya.

Joanna ingin menertawakan nasibnya sendiri. Siapa dirinya? Cinderella abad ini yang baru beberapa saat lalu salah melempar sepatu kacanya?

“Joanna, kau bisa keluar. Aku akan memanggilmu jika ada hal yang harus kau kerjakan,” ucap David akhirnya ketika Joanna sama sekali tidak mengangkat kepala dan tidak melihat kode matanya.

Joanna menggeleng seperti anak kecil. “Saya belum meminta maaf dengan benar dan Mr. William belum memaafkan saya. Sebelum mendapatkan maaf, saya tidak bisa pergi, Sir. Maafkan saya.” Joanna berusaha keras mengendalikan suaranya yang nyaris gemetar. Demi Tuhan, ia ketakutan. Ia bahkan tidak berani menatap wajah Aiden yang pasti masih tampak bekas luka hasil lemparan heels-nya. Tepat beberapa menit setelah kejadian memalukan itu, Aiden meminta Andrew untuk pergi, lalu Aiden dengan tatapan marahnya langsung masuk begitu saja ke ruangannya tanpa memedulikan Joanna yang menahan malu dan takut. Aiden bahkan hanya mengelap darah yang keluar dari lukanya tanpa membiarkan David mengobatinya. Lalu, selama dua puluh menit ke belakang, mereka sudah membahas pekerjaan, sementara Joanna masih berdiri di tempatnya untuk memohon ampunan sekali pun Aiden benar-benar memberikan aura tidak bersahabat. Pria itu benar-benar menyeramkan.

“Kau tuli? Atau kau mau ku pecat saja?”

“Jangan! Saya mohon jangan pecat saya...”

Kedua mata Joanna sudah berkaca-kaca. Sungguh, ia takut sekali. Perempuan itu bahkan sudah berani mendongak, menatap Aiden penuh permohonan. “Saya akan lakukan apa pun, asal jangan pecat saya, Sir.”

Demi Tuhan, ini masih hari pertamanya bekerja. Joanna tidak mau dipecat.

“Keluar.”

“Tapi—“

“Aku masih berusaha bersabar mengingat kau seorang wanita. Cepat keluar sebelum aku kehilangan kendaliku.” Suara rendah penuh penekanan itu benar-benar terdengar seperti neraka di telinga Joanna. Perempuan itu tidak punya pilihan lain.

“Baik. Permisi, Sir.”

Lalu, Joanna keluar dari ruangan.

***

“Anda tidak mau mengobati luka Anda terlebih dahulu, Sir?”

Ini sudah kesekian kali David menawarkan. Jika sebelumnya Aiden hanya menolak, kali ini pria itu menatapnya tajam. “Pulanglah, David. Soal lukaku itu bukan ranahmu.”

Baiklah, David memilih menutup mulut. David berkali-kali bergidik ngeri saat menghadapi Aiden hari ini, tepatnya setelah insiden sepatu. Auranya lebih mencekam daripada sebelumnya. Total ada tiga pertemuan yang Aiden hadiri hari ini dan ketiganya berjalan dengan suasana yang mengerikan. Tidak ada yang berani menegur sapa. David bahkan meminta Joanna untuk tidak menampakkan diri terlebih dahulu di depan Aiden jika perempuan itu mau aman.

Kini, jam kerja sudah usai. Di luar sana langit telah menggelap, tetapi Aiden tampak tidak berniat beranjak dari kursi kebesarannya. Pria itu masih berkutat dengan laptop, kertas, dan pena. David sebagai asistennya pun tidak punya nyali untuk pulang lebih dulu sekali pun Aiden yang meminta.

“Saya bisa menunggu, Sir.”

“Ku bilang pulang. Jam kerjamu sudah habis.”

“Tapi—“

“Apa kau mau ku beri ancaman yang sama, David?”

Ancaman yang sama seperti yang pria itu berikan pada Joanna. Pemecatan.

David merasa ngeri. Pada akhirnya, pria itu mengangguk. “Baik, Sir. Jika ada yang Anda perlukan, Anda bisa langsung menghubungi saya.”

Aiden tidak menjawab, memilih kembali fokus pada pekerjaannya. Pria itu memperbaiki letak kacamata yang bertengger di hidungnya tak lama setelah David keluar. Di belakangnya terdapat dinding kaca yang menampakkan view kota saat malam, penuh cahaya lampu-lampu dari gedung-gedung pencakar langit. Aiden tidak tertarik. Pria itu memilih untuk segera menyelesaikan pekerjaannya hingga semua itu selesai pada pukul sembilan malam.

“I’m going home now,” ujar Aiden melalui sambungan telepon, langsung mematikannya tanpa mengatakan apa pun lagi.

Aiden tidak tahu sejak kapan langit berubah mendung. Tepat ketika pria itu tiba di basement, hujan tampak mengguyur deras. Aiden langsung masuk ke dalam mobil bernilai ratusan ribu dollar miliknya, mengendarai mobil itu keluar dari basement. Namun, seorang perempuan yang tengah berjongkok tak jauh dari pintu masuk membuat Aiden memberhentikan mobil, melihat ke arah perempuan itu melalui kaca jendela mobil yang mulai diguyur hujan. Walau begitu, Aiden bisa mengenali perempuan itu. Seorang perempuan ceroboh yang membuat harinya sial.

Si sekretaris baru itu—Joanna Stephanie.

Tidak. Aiden tidak turun atau bahkan menawari tumpangan. Pria itu justru kembali tancap gas, menjauh dari sana. Keberadaan Joanna yang sedang meringkuk kedinginan tampak sama sekali tidak mengganggunya. Dengan raut tanpa ekspresi, Aiden pergi begitu saja.

***

“Aku tidak mau kembali ke Canada. Tidakkah papa mendengarku? Aku tidak mau!”

Joanna masih sempat berteriak di tengah derasnya hujan. Memang nasib sial. Ketika ia ingin memesan taksi, hujan yang awalnya hanya gerimis malah turun lebih deras. Tidak ada satu pun taksi yang mau berhenti atau menerima pesanannya. Sekarang, ia terjebak di halte tak jauh dari gedung utama William Company. Pakaiannya basah, rambutnya juga lepek. Intinya, penampilannya berantakan, tidak serapih ketika tiba pagi tadi. Lupakan saja. Setidaknya, penampilannya sama berantakan dengan nasibnya hari ini. Benar-benar sial.

Di tengah suasana hatinya yang sudah buruk itu, Joanna mati-matian menahan kekesalan ketika suara papanya kembali terdengar melalui sambungan telepon.

“Apa papa memberimu pilihan?”

“Tapi, papa tidak bisa memaksaku! Aku tidak akan mau kembali sekeras apa pun papa membujukku untuk pergi!” Joanna tetap bersikeras. Persetan, ia tidak akan mengalah kali ini. Joanna suka di sini. Canada dan segala tekanan dari papanya sudah lebih dari cukup untuk membuatnya depresi. Joanna ingin bebas dari papanya yang otoriter.

“Oh, ya? Kalau begitu kau mau pilihan, ‘kan? Kalau begitu baik. Papa memberimu dua pilihan. Kembali ke Canada dan menikah dengan pria yang sudah papa tetapkan, atau tetap di sana dan dapatkan calon suami yang berada jauh di atas pria itu.”

Joanna sukses tercengang.

“Pilihan macam apa itu?! Papa benar-benar ingin menjodohkanku?! Wtf?!”

“Jaga bicaramu dan jangan terlalu dini untuk melayangkan protes. Karena waktumu hanya satu bulan. Lebih dari itu, papa akan menyeretmu sampai ke Canada bahkan ke atas altar. Kau tahu jika kau membutuhkan pria kaya untuk bertahan hidup, ‘kan? Hidupmu akan terjamin jika kau mengikuti ucapan papa. Pertimbangkan sebelum waktumu benar-benar habis, Joanna.”

Joanna belum sempat membuka mulutnya untuk melayangkan protes kedua ketika sambungan telepon tiba-tiba saja terputus. Bagus, bahkan pria otoriter itu telah mematikan telepon tanpa mendengarkannya dulu. Sekarang kesialan apalagi yang perlu Joanna ratapi? Apa ia perlu menangis berguling-guling di bawah derasnya hujan sekarang?

“ARGH, SIAL! MENYEBALKAN!”

“PAPA DAN SI BAJINGAN ANDREW, SEMUANYA MENYEBALKAN!”

“AKU BENCI KALIAN!”

Joanna berteriak layaknya orang gila, mengeluarkan semua emosi.

Calon suami.

Sekarang Joanna harus mencari calon suami agar papanya tidak menyeretnya ke sana. Namun, dengan syarat seperti itu, bagaimana Joanna bisa melakukannya?! Apa di abad ini ada pangeran yang bisa ia nikahi?!

Persetan dengan pangeran. Ini bukan waktunya untuk bermain-main. Joanna menjambak rambutnya sendiri. Segala pemikiran rumit muncul di kepala Joanna saat ini, membuat kepalanya nyaris pecah. Baru kali ini dalam hidup perempuan itu kehilangan akal yang sebelumnya tidak pernah habis. Sekarang, apa yang harus ia lakukan?

***

“Mr. Anderson, berapa lama lagi aku harus menganggur seperti ini? Apa benar-benar tidak ada pekerjaan untukku?”

Pukul delapan pagi.

Sudah dari pukul delapan pagi Joanna datang ke kantor, memastikan ia tidak terlambat lagi dan memicu masalah baru. Namun, hingga waktu menunjukkan pukul sebelas pun, ia belum melakukan apa-apa. Tidak ada kesibukan apa pun, pekerjaan yang harus ia selesaikan pun tidak ada. David yang sedari pagi memang sudah kewalahan mencari alasan pun mulai menampilkan ringisan kecil.

“Maaf, Joanna. Bukannya aku tidak mau memberikan pekerjaan, tetapi Mr. William tidak ingin melihatmu hari ini. Beliau bahkan tidak ingin kau datang, tetapi aku lupa memberitahumu dan kau datang lebih awal dari jam kerja.”

Joanna tercengang. Posisinya yang semula menopang dagu di atas meja pun mulai menegakkan tubuh. “Jadi, Anda berbohong? Jadi, karena Mr. William tidak mau melihat saya, Anda tidak memberi saya pekerjaan sedari pagi dan bahkan meminta saya tetap berada di ruangan ini?” Perempuan itu mengerjap tidak percaya, apalagi ketika David mengangguk, membenarkan perkataannya.

“Benar. Jadi, lebih baik kau tidak keluar dari ruangan ini, setidaknya untuk hari ini.”

Joanna menganga. “Tapi, kenapa? Apa karena kejadian kemarin?”

“Mungkin.”

Kalau iya, Joanna tidak bisa berkutik. Padahal, hari ini ia berniat untuk kembali meminta maaf dan bertanggung jawab atas tindakannya walau itu tidak sengaja. Tapi, Aiden malah memintanya untuk tidak memunculkan wajah, bahkan sampai membuat David harus membuatnya diam di dalam ruangan yang terletak satu lantai di bawah ruangan Aiden dan di samping ruangan David. Joanna bahkan sampai harus nekat keluar dan menghampiri David di ruangannya untuk bertanya secara langsung.

“Tapi, saya harus meminta maaf. Jika begini, bagaimana saya bisa meminta maaf?”

Joanna memelas.

“Tidak perlu. Mr. William juga tidak akan membutuhkan permintaan maafmu. Anggap saja ini sebagai pelajaran bagimu untuk lebih berhati-hati dan tidak membuat masalah lagi. Itu pun jika kau masih bekerja di sini.”

Joanna mengernyit. “Apa maksud Anda? Saya dipecat?”

David mengedikkan bahu, beranjak berdiri sembari merapikan lembaran kertas yang hendak ia bawa ke hadapan Aiden. “Jangan bertanya padaku karena aku sendiri pun tidak tahu. Keputusan ada di tangan Mr. William. Jadi, lebih baik kau banyak berdoa untuk nasibmu.”

Saking terkejutnya, Joanna hanya bisa diam ketika David berlalu melewatinya, keluar dari ruangan.

Tidak. Tidak boleh seperti ini. Joanna harus melakukan sesuatu.

“Apa pun?”

Nyatanya, Joanna benar-benar nekat.

Perempuan itu nekat keluar dari ruangan dan masuk ke dalam kandang harimau. Sekaranng, ia berdiri tegang tepat di hadapan Aiden Cairo William—pria yang saat ini tengah menghunusnya dengan tatapan tajam, seakan ingin membunuh. Joanna hanya bisa menunduk sekali pun ia tidak main-main dengan ucapannya beberapa saat lalu—bahwa ia sanggup melakukan apa pun untuk mendapatkan maaf dari Aiden. Ia patut bersyukur ketika pria itu tidak mengusirnya lagi atau membentaknya. Atasannya itu cenderung tenang walau kedua matanya selalu menatap tajam.

“Benar, apapun. Asal jangan pecat saya, Sir.” Karena Joanna membutuhkan pekerjaan ini untuk keberlangsungan hidupnya. Ia sudah jatuh miskin sekarang. Untuk tetap bisa hidup, ia perlu bekerja. Apalagi, ini masih hari kedua. Joanna tidak bisa membiarkan kecerobohannya kemarin membuatnya kehilangan pekerjaan.

“Hidupku ada di tanganmu, Mr. William. Jangan pecat aku ... setidaknya sampai aku menemukan solusi dari pilihan menjebak yang papa berikan.”

Joanna memejamkan mata, memohon dalam hati.

“Alright.”

Joanna membuka matanya, mengembangkan senyum tanpa sadar ketika mendengar itu. Perempuan itu bahkan berani untuk mulai mendongak sejak memasuki ruangan ini, membuatnya dapat melihat plester luka di pelipis Aiden, terlihat lebih menyeramkan ketika dipadukan dengan wajah tegas dan tatapan bak elang. Aih, apa lukanya separah itu?

“Hal pertama yang harus kau lakukan adalah menjauh dari hadapanku. Hal lain akan kau lakukan mulai besok. Jadi, bersiaplah.”

Bab terkait

  • 30 Hari Mengejar Sang Milyarder   Bab 4 : Hukuman

    Kehausan, kelaparan, kelahan, dan kesialan yang menimpanya bertubi-tubi—termasuk kejadian dimana kakinya terjerembab ke dalam lubang lumpur, membuat kaki, celana, dan sepatunya kotor. Entah yang keberapa kali Joanna mengelap peluh yang mengucur di pelipisnya karena cuaca yang sangat terik.“Joanna! Cepatlah, nanti kita tertinggal!”Sialan.Joanna tidak tahu harus melampiaskan kemana rasa kesalnya yang tersimpan selama dua hari ini karena ia tahu ini disebabkan oleh kecerobohannya sendiri. Joanna menatap punggung Aiden dan David yang sudah beberapa langkah di depannya, ditemani oleh pengelola proyek yang dan satu orang lelaki yang senantiasa memegang payung untuk Aiden. Joanna mencebikkan bibir. Perempuan itu seratus persen yakin bahwa Aiden sengaja melakukan ini. Sebagai hukuman untuknya, Aiden sengaja memberinya penderitaan beruntun selama ia ikut meninjau proyek selama dua hari di tempat antah berantah ini. Tidak tahu pastinya dimana, tetapi tempat ini seolah tidak punya peradaba

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • 30 Hari Mengejar Sang Milyarder   Bab 5 : Target Joanna

    Aiden memang harus melewati satu-satunya jalan yang ada di tepi hutan untuk bisa keluar dari area proyek dan memenuhu urusannya. Namun, siapa sangka jika sekarang ia malah menemukan sesuatu yang tidak diduga.Joanna.Sekretaris ceroboh dan menyebalkannya itu ada di depan matanya. Tidak, bukan itu yang membuat Aiden nyaris melompat keluar dari mobil begitu melihatnya, melainkan karena beberapa orang bersenjata yang ada di sekeliling perempuan itu. Tidak perlu penasaran mengapa Aiden tidak melangsungkan niatnya untuk keluar dari mobil—malah diam di dalam dengan jarak beberapa meter, mengamati keadaan di depannya.Sepertinya justru para begal itu yang tengah membutuhkan bantuan.Aiden menajamkan mata, yakin betul bahwa yang tengah bertarung di depan sana benar-benar Joanna. Perempuan itu dengan tangan kosong berhasil menumbangkan tiga dari lima orang begal. Ah, tidak. Sekarang perempuan itu bahkan mencuri senjata mereka sebagai alat perlindungannya. Tidak ada yang menyangka bahwa Joa

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • 30 Hari Mengejar Sang Milyarder   Bab 6 : Hari Pertama Misi

    “Astaga, kau tidak apa-apa?”Joanna kembali ke penginapan dengan keadaan yang tidak terlalu buruk. Baju kotornya sudah diganti dengan kaus dan jeans. Ia juga sudah membersihkan diri. Namun, ternyata itu tidak cukup baik di mata David. Setelah menghilang selama beberapa jam, tentu saja laki-laki itu tidak tahan untuk tidak bertanya.“Saya tidak apa-apa.”“Tidak apa-apa bagaimana? Dahimu lebam.”Ah, benarkah? Joanna meraba dahinya, meringis kecil ketika merasakan sedikit sakit. Namun, itu bukan apa-apa. Ia sendiri bahkan belum menyadari adanya luka lebam ini jika saja David tidak menyadarinya lebih dulu.Joanna terdiam sejenak, melirik Aiden yang sudah menghilang di balik lift. Laki-laki itu lebih dulu pergi ke kamarnya, sementara David tetap bersama Joanna di lobby. Joanna membiarkannya saja. Anggap saja ini adalah hari terakhir ia memberi David Cairo William kelonggaran. Joanna pastikan setelah ini laki-laki angkuh itu tidak akan bisa hidup tenang. Aiden tidak akan bernapas lega

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • 30 Hari Mengejar Sang Milyarder   Bab 7 : Misi

    Joanna sedang menjalankan tugasnya sebagai notulen sekarang, mendengarkan jalannya rapat dengan seksama. Di depan sana—tepat di depan layar proyektor, sudah ada presentator yang tengah menyampaikan rancangan ide baru, ini terkait dengan sektor perhotelan yang juga berada di bawah naungan William Company. Salah satu hotel terbesar dengan kemajuan terpesat mereka akan membuka cabang baru di wilayah lain. Sesekali, Joanna mencuri pandang ke arah Aiden yang duduk di kursi paling ujung sebagai pemimpin rapat, tampak memperhatikan layar proyektor dengan wajah seriusnya. Ah, memangnya sejak kapan Aiden si pria kaku itu menanggalkan raut seriusnya? Wajahnya jarang sekali menampakkan ekspresi, tetapi perintah-perintah menyebalkan selalu sukses keluar dari mulutnya. Tapi, sekali pun sedang kesal Joanna tidak bisa mengabaikan kesempurnaan wajah Aiden bahkan dalam kondisi apa pun. Dari tempatnya duduk saat ini—di deretan kursi sebelah kanan—Joanna bisa melihat dengan jelas rahang dan struktur waj

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • 30 Hari Mengejar Sang Milyarder   Bab 8 : Ciuman Pipi

    Joanna tidak lagi bisa bersembunyi atau mencari-cari alasan lagi. Mau tidak mau suka tidak suka pada akhirnya ia harus bertemu dengan Andrew Jefferson—mantan kekasihnya. Seakan tidak pernah terjadi apa pun, seakan tidak pernah saling mengenal, Joanna memasang raut datar, tidak bereaksi lebih selama duduk di meja yang sama dengan Aiden dan Andrew. Perempuan itu menjalankan tugasnya sebagai sekretaris, menyiapkan keperluan berkas dan mengeluarkan suara jika Aiden bertanya. Namun, Joanna tidak bodoh bahwa selama berada di ruang VIP ini, Andrew selalu mencuri pandang ke arahnya beberapa kali. Joanna memilih untuk bersikap tidak peduli dan berharap pertemuan ini akan cepat berakhir. Tetapi, sepertinya tidak bisa secepat itu. Dari yang ia lihat, hubungan antara Andrew dan Aiden tidak hanya sebagai rekan kerja. Sepertinya mereka teman.“Nona Joanna, berikan berkas revisi kontraknya pada Mr. Jefferson.”Dengan tetap bersikap profesional, Joanna menuruti ucapan Aiden, tentunya tanpa menatap

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • 30 Hari Mengejar Sang Milyarder   Bab 9 : Tuntutan Untuk Menikah

    “Hai, Lily. Kemarilah.”Joanna memutuskan untuk memanfaatkan jeda makan siang untuk menjemput Lily ke sekolahnya, membawanya ke apartemen beserta Bibi May yang akan menyusul. Panggilan Joanna membuat seorang anak perempuan yang tengah berdiri di depan gerbang lantas menoleh. Lalu, senyumnya terpasang lebar.“AUNTY!”“Hey, jangan berlari! Nanti kau jatuh!”Joanna terkekeh kecil ketika Lily tidak mengindahkan ucapannya, terus berlari hingga sampai ke pelukannya. Joanna sudah bersimpuh untuk menyambut anak itu. “Kau sangat merindukanku, ya?”“Sangat! Sangat! Sangat! Mama bilang aunty sangat sibuk sekarang!”“Hm, kau benar. Aku sangat sibuk. Tapi, untuk beberapa hari ke depan kau akan melihatku setiap hari. Apa kau senang?”Lily mengurai pelukannya, lantas mengangguk antusias dan tersenyum lebar hingga menampakkan deretan giginya. Ah, anak itu sangat manis. Namun, baru beberapa saat senyumannya memudar. “Kapan mama dan papa akan pulang?”“Tidak akan lama. Jangan sedih. Katanya kau

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • 30 Hari Mengejar Sang Milyarder   Bab 10 : Latar Belakang Aiden Yang Tersembunyi

    Kali ini, Joanna menyempatkan diri untuk mengantar Lily ke sekolah. Sebenarnya ada Bibi May, tetapi Joanna memilih untuk mengantar gadis kecil itu sendiri mengingat sekolahnya searah dengan kantornya. “Besok weekend dan aunty libur. Kau mau pergi jalan-jalan, Lily?” Lily tersenyum lebar. “Tentu!” Joanna terkekeh, mengusap pelan puncak kepala Lily. “Baiklah. Besok kita jalan-jalan sepuasnya.” Joanna lalu mengulurkan kotak bekal yang pagi-pagi tadi ia buat. “Ini makan siangmu. Jangan lupa dihabiskan, okay? Di dalamnya juga ada cookies yang aunty buat kemarin.” Lily mengangguk, menerima kotak bekal itu. “Ruby!” Lily yang tidak sengaja melihat Ruby berjalan memasuki gerbang pun langsung memanggil dengan nada cerianya, membuat Ruby yang di sana lantas menoleh dan ikut tersenyum dan menghampiri. “Ah, kebetulan sekali.” Joanna tersenyum cerah, mengulurkan paperbag berisi cookies. “Aunty juga membuatkan cookies untuk Ruby. Kalian bisa memakannya bersama nanti.” Ruby tersen

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • 30 Hari Mengejar Sang Milyarder   Bab 11 : Sebuah Kesempatan

    “Naik apa kau kemari?”Joanna memainkan kuku-kuku indahnya, tampak tidak peduli. “Taksi.”Suara decakan terdengar. Seorang pria paruh baya yang kini tengah menggendong Lily menatap putrinya tak habis pikir. “Kau semiskin itu sekarang? Tidak punya mobil?”“Ya, memang. Salah papa sendiri mengapa meminta aku untuk menjemput papa.”“Dasar anak kurangajar.”“I am. Setidaknya menjadi miskin dan kurangajar membuat papa berhenti merepotkanku. Tapi, tampaknya hari ini aku terpaksa direpotakan sekali lagi.”Jika tidak ingat bahwa Joanna adalah putrinya, mungkin pria paruh baya itu sudah benar-benar melemparnya ke dasar laut. “Kau ini!” Hardin menggeram. Pria paruh baya yang masih tampak gagah di usianya yang menginjak kepala lima itu selalu dibuat mengerang kesal begitu berhadapan dengan Joanna—putri pembangkangnya.“Sekarang dimana hadiahku? Balasan karena aku telah mau repot-repot menjemput papa ke sini,” ujar Joanna, enggan membuang waktu. Sekilas perempuan itu melihat ke arah Lily ya

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29

Bab terbaru

  • 30 Hari Mengejar Sang Milyarder   Bab 15 : Adriana Harvey

    Ah, sial.Entah berapa kali Joanna melayangkan umpatannya. Hujan sedang turun deras-derasnya. Sialnya, tidak ada taksi yang mau menerima pesanannya di saat seperti ini. Seharusnya dia langsung pulang saja tadi, bukannya malah mampir ke minimarket terlebih dahulu. Ah, tidak. Memang seharusnya sedari awal ia tidak perlu makan malam di kediaman Hardin Madison. Sejak awal ia harusnya tetap keukeuh menolak.Joanna hanya diam di pinggiran minimarket, berdiri seraya mengulurkan tangan untuk menangkap tetesan hujan. Joanna bahkan tidak memedulikan pakaiannya yang basah. Lagipula, ia sudah lebih dulu basah kuyup saat turun dari taksi begitu tiba di minimarket tadi. Sekarang, ia mulai kedinginan.“Aunty Joanna!”Joanna menyipitkan mata, meragukan pendengarannya sendiri yang baru saja mendengar sebuah suara memanggilnya dengan nada ceria. Namun, ternyata Joanna tidak salah. Di depan sana—di pinggir jalan depan minimarket, Joanna melihat sebuah mobil yang tampak asing. Namun, kepala seseorang

  • 30 Hari Mengejar Sang Milyarder   Bab 14 : Joanna dan Keluarganya

    “Apa ini?”“Makanan.”“Ya, aku tahu. Tapi, dalam rangka apa kau membeli makanan sebanyak ini?”“Dalam rangka aku sedang senang,” jawab Joanna tanpa menghilangkan senyuman dii wajahnya. Perempuan itu telah menghabiskan banyak uang untuk membeli beberapa cup kopi dan makanan untuk dibagikan kepada staff kantor. Namun, Joanna sama sekali tidak menyesal. Ia sedang senang. Joanna hanya ingin membagi kesenangannya saja.“Dasar aneh.” David mencibir, tak ayal laki-laki itu mencomot kopi dan makanan itu, sisanya dibagikan pada staff yang lain. “Besok lusa Mr. William memiliki jadwal perjalanan bisnis, ke Manila. Seperti biasa, kau harus ikut.”Joanna mengangguk antusias. “Tentu!”Hari ini, Joanna harus mengerjakan pekerjaannya dengan cepat. Ia harus mengurus Lily walau siang ini Bibi May yang menjemput bocah itu ke sekolah. “Apa Mr. William memiliki tamu penting? Aku lihat beberapa orang masuk ke ruangan beliau tadi.”David mengangguk. “Beberapa orang dari BlueChips Interprise.”“Ada

  • 30 Hari Mengejar Sang Milyarder   Bab 13 : Keberhasilan Joanna

    Aiden pikir, Joanna akan berhenti mengejarnya seperti orang gila setelah mengetahui fakta tentang Ruby. Aiden pikir, Joanna akan menyerah dan berhenti membuatnya geram karena tingkahnya. Tapi, ternyata tidak. Joanna tetap melanjutkan usahanya untuk mengobrak-abrik perasaan Aiden, sekali pun sampai detik ini laki-laki itu belum terpengaruh.Awalnya, Aiden berniat untuk meminta orang suruhannya saja yang menjemput Ruby. Namun, ia urungkan. Aiden takut Joanna bertingkah di luar nalar atau mungkin orang suruhannya bisa menakuti Ruby. Enggan membuat putrinya merasa bertanya-tanya, maka dengan berat hati Aiden turun tangan sendiri, pergi ke sebuah gedung apartemen tempat perempuan gila itu menculik putrinya.Aiden menghela napas gusar. Laki-laki itu tahu bahwa Joanna tidak akan menyakiti Ruby. Namun, Aiden lebih takut perempuan itu mencemari pikiran Ruby, menjejalinya dengan pengaruh-pengaruh buruk. Tetapi, ternyata ketakutan itu tidaklah terjadi. Begitu menekan bel unit apartemen dan pin

  • 30 Hari Mengejar Sang Milyarder   Bab 12 : Menculik Ruby

    Suara langkah kaki yang terdengar konstan beradu dengan lantai keramik, berhasil menarik perhatian seorang gadis kecil yang tengah bermain dengan nanny-nya. Sosok sang ayah yang tampak di matanya membuat gadis itu berbinar, langsung meninggalkan bonekanya dan berlari ke arah seorang laki-laki yang baru saja menginjakkan kaki ke mansion yang jarang ia kunjungi. Setelah mendengar teriakan gadis kecil itu yang memanggilnya dengan nada gembira, kedua kakinya dipeluk erat.“Papa pulang!”Seulas senyum yang jarang sekali terlihat di wajah kaku Aiden kali ini muncul, sangat menawan. Laki-laki itu mengangkat Ruby—putrinya ke gendongannya. “Apa yang kau lakukan? Sedang apa sekarang?”“Bermain!”“Oh, ya? Bolehkah papa bergabung?”Aiden belum mendapat jawaban. Ruby justru memeluk erat lehernya, seakan tidak mau lepas. Hal itu membuat Aiden merasa bersalah. Seharusnya ia lebih sering mengunjungi putrinya, tidak terus berkutat dengan pekerjaan. Ruby bahkan merengek untuk ikut menjemputnya di

  • 30 Hari Mengejar Sang Milyarder   Bab 11 : Sebuah Kesempatan

    “Naik apa kau kemari?”Joanna memainkan kuku-kuku indahnya, tampak tidak peduli. “Taksi.”Suara decakan terdengar. Seorang pria paruh baya yang kini tengah menggendong Lily menatap putrinya tak habis pikir. “Kau semiskin itu sekarang? Tidak punya mobil?”“Ya, memang. Salah papa sendiri mengapa meminta aku untuk menjemput papa.”“Dasar anak kurangajar.”“I am. Setidaknya menjadi miskin dan kurangajar membuat papa berhenti merepotkanku. Tapi, tampaknya hari ini aku terpaksa direpotakan sekali lagi.”Jika tidak ingat bahwa Joanna adalah putrinya, mungkin pria paruh baya itu sudah benar-benar melemparnya ke dasar laut. “Kau ini!” Hardin menggeram. Pria paruh baya yang masih tampak gagah di usianya yang menginjak kepala lima itu selalu dibuat mengerang kesal begitu berhadapan dengan Joanna—putri pembangkangnya.“Sekarang dimana hadiahku? Balasan karena aku telah mau repot-repot menjemput papa ke sini,” ujar Joanna, enggan membuang waktu. Sekilas perempuan itu melihat ke arah Lily ya

  • 30 Hari Mengejar Sang Milyarder   Bab 10 : Latar Belakang Aiden Yang Tersembunyi

    Kali ini, Joanna menyempatkan diri untuk mengantar Lily ke sekolah. Sebenarnya ada Bibi May, tetapi Joanna memilih untuk mengantar gadis kecil itu sendiri mengingat sekolahnya searah dengan kantornya. “Besok weekend dan aunty libur. Kau mau pergi jalan-jalan, Lily?” Lily tersenyum lebar. “Tentu!” Joanna terkekeh, mengusap pelan puncak kepala Lily. “Baiklah. Besok kita jalan-jalan sepuasnya.” Joanna lalu mengulurkan kotak bekal yang pagi-pagi tadi ia buat. “Ini makan siangmu. Jangan lupa dihabiskan, okay? Di dalamnya juga ada cookies yang aunty buat kemarin.” Lily mengangguk, menerima kotak bekal itu. “Ruby!” Lily yang tidak sengaja melihat Ruby berjalan memasuki gerbang pun langsung memanggil dengan nada cerianya, membuat Ruby yang di sana lantas menoleh dan ikut tersenyum dan menghampiri. “Ah, kebetulan sekali.” Joanna tersenyum cerah, mengulurkan paperbag berisi cookies. “Aunty juga membuatkan cookies untuk Ruby. Kalian bisa memakannya bersama nanti.” Ruby tersen

  • 30 Hari Mengejar Sang Milyarder   Bab 9 : Tuntutan Untuk Menikah

    “Hai, Lily. Kemarilah.”Joanna memutuskan untuk memanfaatkan jeda makan siang untuk menjemput Lily ke sekolahnya, membawanya ke apartemen beserta Bibi May yang akan menyusul. Panggilan Joanna membuat seorang anak perempuan yang tengah berdiri di depan gerbang lantas menoleh. Lalu, senyumnya terpasang lebar.“AUNTY!”“Hey, jangan berlari! Nanti kau jatuh!”Joanna terkekeh kecil ketika Lily tidak mengindahkan ucapannya, terus berlari hingga sampai ke pelukannya. Joanna sudah bersimpuh untuk menyambut anak itu. “Kau sangat merindukanku, ya?”“Sangat! Sangat! Sangat! Mama bilang aunty sangat sibuk sekarang!”“Hm, kau benar. Aku sangat sibuk. Tapi, untuk beberapa hari ke depan kau akan melihatku setiap hari. Apa kau senang?”Lily mengurai pelukannya, lantas mengangguk antusias dan tersenyum lebar hingga menampakkan deretan giginya. Ah, anak itu sangat manis. Namun, baru beberapa saat senyumannya memudar. “Kapan mama dan papa akan pulang?”“Tidak akan lama. Jangan sedih. Katanya kau

  • 30 Hari Mengejar Sang Milyarder   Bab 8 : Ciuman Pipi

    Joanna tidak lagi bisa bersembunyi atau mencari-cari alasan lagi. Mau tidak mau suka tidak suka pada akhirnya ia harus bertemu dengan Andrew Jefferson—mantan kekasihnya. Seakan tidak pernah terjadi apa pun, seakan tidak pernah saling mengenal, Joanna memasang raut datar, tidak bereaksi lebih selama duduk di meja yang sama dengan Aiden dan Andrew. Perempuan itu menjalankan tugasnya sebagai sekretaris, menyiapkan keperluan berkas dan mengeluarkan suara jika Aiden bertanya. Namun, Joanna tidak bodoh bahwa selama berada di ruang VIP ini, Andrew selalu mencuri pandang ke arahnya beberapa kali. Joanna memilih untuk bersikap tidak peduli dan berharap pertemuan ini akan cepat berakhir. Tetapi, sepertinya tidak bisa secepat itu. Dari yang ia lihat, hubungan antara Andrew dan Aiden tidak hanya sebagai rekan kerja. Sepertinya mereka teman.“Nona Joanna, berikan berkas revisi kontraknya pada Mr. Jefferson.”Dengan tetap bersikap profesional, Joanna menuruti ucapan Aiden, tentunya tanpa menatap

  • 30 Hari Mengejar Sang Milyarder   Bab 7 : Misi

    Joanna sedang menjalankan tugasnya sebagai notulen sekarang, mendengarkan jalannya rapat dengan seksama. Di depan sana—tepat di depan layar proyektor, sudah ada presentator yang tengah menyampaikan rancangan ide baru, ini terkait dengan sektor perhotelan yang juga berada di bawah naungan William Company. Salah satu hotel terbesar dengan kemajuan terpesat mereka akan membuka cabang baru di wilayah lain. Sesekali, Joanna mencuri pandang ke arah Aiden yang duduk di kursi paling ujung sebagai pemimpin rapat, tampak memperhatikan layar proyektor dengan wajah seriusnya. Ah, memangnya sejak kapan Aiden si pria kaku itu menanggalkan raut seriusnya? Wajahnya jarang sekali menampakkan ekspresi, tetapi perintah-perintah menyebalkan selalu sukses keluar dari mulutnya. Tapi, sekali pun sedang kesal Joanna tidak bisa mengabaikan kesempurnaan wajah Aiden bahkan dalam kondisi apa pun. Dari tempatnya duduk saat ini—di deretan kursi sebelah kanan—Joanna bisa melihat dengan jelas rahang dan struktur waj

DMCA.com Protection Status