Home / Romansa / 30 Hari Mengejar Sang Milyarder / Bab 6 : Hari Pertama Misi

Share

Bab 6 : Hari Pertama Misi

Author: Adrienne Hera
last update Last Updated: 2024-10-06 00:47:31

“Astaga, kau tidak apa-apa?”

Joanna kembali ke penginapan dengan keadaan yang tidak terlalu buruk. Baju kotornya sudah diganti dengan kaus dan jeans. Ia juga sudah membersihkan diri. Namun, ternyata itu tidak cukup baik di mata David. Setelah menghilang selama beberapa jam, tentu saja laki-laki itu tidak tahan untuk tidak bertanya.

“Saya tidak apa-apa.”

“Tidak apa-apa bagaimana? Dahimu lebam.”

Ah, benarkah? Joanna meraba dahinya, meringis kecil ketika merasakan sedikit sakit. Namun, itu bukan apa-apa. Ia sendiri bahkan belum menyadari adanya luka lebam ini jika saja David tidak menyadarinya lebih dulu.

Joanna terdiam sejenak, melirik Aiden yang sudah menghilang di balik lift. Laki-laki itu lebih dulu pergi ke kamarnya, sementara David tetap bersama Joanna di lobby. Joanna membiarkannya saja. Anggap saja ini adalah hari terakhir ia memberi David Cairo William kelonggaran. Joanna pastikan setelah ini laki-laki angkuh itu tidak akan bisa hidup tenang. Aiden tidak akan bernapas lega setelah meremehkannya seperti tadi. Joanna adalah tipe orang pedendam dan ia sudah menetapkan Aiden sebagai targetnya.

David sudah mempersiapkan tenaga medis andai kata Joanna tiba dalam keadaan yang tidak baik-baik saja. Namun, yang ia lihat Joanna tampak baik, walau wajahnya sedikit pucat dan terdapat luka lebam di dahinya.

“Dan luka apalagi itu yang di lenganmu?”

Ah, satu luka lagi. David baru menyadarinya.

Joanna melirik luka goresan di lengannya yang sudah dibalut kain kasa.

“Bukan apa-apa, hanya luka gores kecil. Tidak perlu khawatir, Sir.”

David berdecak. “Jangan berbicara formal padaku jika kita tidak sedang dalam lingkungan kerja. Panggil saja namaku.”

Joanna terkekeh kecil, tersenyum menggoda. “Baiklah, David. Kau baik sekali padaku. Kukira kau tipe Personal Assistant yang garang.”

David mendelik. “Jangan melucu. Lebih baik biarkan saja dokter tetap memeriksamu setelah ini. Keadaanmu harus membaik saat kita pulang besok pagi. Aku sungguh panik begitu mendengar kau hilang. Kukira kau ditelan binatang buas di dalam hutan,” ucapnya sedikit bercanda. Joanna berdecak kesal. “Ucapanmu buruk sekali. Tapi, tenang saja. Aku tidak akan mati karena pekerjaan yang dilimpahkan Mr. William terlalu banyak untuk kutinggal begitu saja. Bukankah beliau akan kesusahan tanpaku nantinya?”

David tahu itu hanya candaan, maka ia tertawa kecil.

“Ya, kau benar.”

“Aku dan tim pencarian baru menghentikan pencarian kami begitu Mr. William menghubungiku bahwa kau sudah ditemukan. Aku sendiri bingung bagaimana bisa beliau menemukanmu. Tapi, untung saja keadaanmu tidak seburuk yang kuduga.”

Joanna tersenyum kecil. “Aku tersesat tadi. Salahkan aku karena aku terlalu ceroboh. Terimakasih karena telahh mengkhawatirkanku.”

***

“Kau?”

Aiden mengangkat satu alisnya ketika ia malah mendapati bangku penumpang yang harusnya ditempati oleh David malah diduduki oleh Joanna. Sementara perempuan yang duduk di samping supir itu lantas menoleh ke jok belakang, tersenyum manis tanpa dosa. “Mr. Anderson yang baik hati tidak tega jika saya yang masih terluka duduk berdempetan dengan staff lain di mobil satunya, jadi beliau memberikan posisinya untuk menemani Anda di mobil ini. Memangnya kenapa, Sir? Apakah Anda keberatan?”

“Harusnya tidak, ‘kan? Mengingat saya bukan orang yang penting hingga Anda keberatan jika saya ada di dekat Anda,” lanjut Joanna langsung dengan menekankan kata ‘penting’ seolah sedang menyindir Aiden. Sementara laki-laki itu tidak mengubah wajah datarnya, mengangkat alis seolah bertanya-tanya sejak kapan Joanna seberani ini dan sejak kapan perempuan itu menjadi banyak bicara di depannya.

“Apa kita bisa jalan sekarang, Sir? Lebih cepat kita berangkat, maka lebih cepat pula kita akan tiba,” ujar Joanna lagi dengan tampang tanpa rasa bersalah. Aiden memilih tidak memedulikannya, memberi kode pada supir untuk langsung melajukan kendaraan. Menanggapi ocehan Joanna adalah hal yang sia-sia. Aiden memilih fokus pada tab-nya, memeriksa email yang masuk.

“Ah, itu sangat menarik, Sir. Ku dengar juga di sana ada banyak sekali rusa. Lahannya penuh rerumputan dan di musim gugur seperti sekarang sepanjang jalan setapak akan dipenuhi oleh daun kering yang berguguran.”

“Rusa sudah over populasi di sana, Nona. Di sana bahkan ada tradisi memburu rusa di musim gugur untuk dijadikan santapan dan hal itu dilegalkan oleh pemerintah demi menekan populasi rusa yang jika terlalu banyak akan merusak banyak tumbuhan.”

“Astaga, sayang sekali. Aku jadi kasihan dengan rusa-rusa itu.”

“Banyak penduduk yang pro kontra dengan hal ini.”

“Kalau begitu anggap saja aku tim kontra. Bukankah itu sama sekali tidak berprikehewanan? Aku ngeri membayangkannya.”

Konsentrasi Aiden terpaksa terpecah ketika sepanjang perjalanan ia malah mendengar suara obrolan Joanna dan supir di sampingnya. Selain karena ocehan tidak berguna Joanna, Aiden tanpa sengaja berpikir betapa mudahnya Joanna berbincang dengan orang lain. Aiden bahkan yakin jika perempuan gila itu baru mengenal sang supir hari ini tetapi ia sudah mengoceh panjang lebar hingga memecah konsentrasi Aiden. Selain gila, Joanna juga konyol. Apa itu berperikehewanan? Sangat aneh. Namun, Aiden tetaplah Aiden. Laki-laki itu tetap bersikap tidak peduli.

“Hari ini Anda memiliki satu jadwal rapat, Sir. Apakah Anda ingin menghadirinya atau menundanya di lain hari?” Sebelum pulang, mereka lebih dulu menuju kantor. Begitu tiba setelah beberapa jam perjalanan, Joanna langsung mengekori Aiden layaknya seorang sekretaris. Memang sejak hari pertama bekerja ini adalah hal yang harus ia lakukan—mengekori kemana pun Aiden pergi selama jam kerja.

Sembari berjalan menuju lift dengan David dan Joanna di belakangnya, Aiden melirik perempuan itu. “Serahkan tugasmu hari ini pada David, berlaku untuk beberapa hari ke depan. Kau ku liburkan.”

Bukannya mengangguk patuh atau bersikap formal seperti biasa, Joanna justru tersenyum menggoda, mempercepat langkahnya untuk berjalan beriringan di sisi Aiden sementara David masih berjalan di belakang mereka sembari menatap layar tab. Laki-laki itu sedang tidak terlalu fokus dengan interaksi antara Aiden dan Joanna.

“Kenapa begitu? Apa Anda mengkhawatirkan saya? Anda berpikir saya sedang tidak sehat hingga Anda meminta saya untuk libur?” oceh Joanna dengan penuh percaya diri, tidak mengindahkan raut sangsi yang Aiden tunjukkan. Tentu saja perempuan itu berbisik. Jika tidak, David pasti bisa mendengar ucapannya.

“Kau gila?”

“Tidak, saya hanya memiliki luka gores kecil dan sedikit pusing, bukan gila. Jadi, Anda tidak perlu meliburkan saya. Sebagai sekretaris, saya memang harus berada di sisi Anda selama bekerja, bukan? Tidak perlu mengkhawatirkan keadaan saya, Sir,” ucap Joanna tanpa menghilangkan kepercayaan dirinya. Aiden menatapnya datar. Alih-alih menanggapi Joanna yang menurutnya sudah tidak waras, Aiden memilih mempercepat laju langkahnya menuju lift. Sementara Joanna terkikik geli, segera menyusul Aiden, begitu juga David.

“Anda tahu, Sir? Wajah Anda itu sangat menyeramkan. Sayang sekali wajah setampan itu tidak dihiasi oleh ekspresi. Jangan terlalu kaku atau burung pun akan terbang menjauh begitu melihat Anda.” Entah keberanian dari mana, Joanna mengomentari wajah Aiden walau dengan diselipkan pujian. Tentu saja suaranya masih berbisik. Untungnya, David belum fokus dengan pembicaraan mereka.

“Bukankahh kau semakin berani sekarang?” ucap Aiden tanpa melihat perempuan absurd di sampingnya itu. Aiden tetap mempertahankan raut tenangnya.

“Kenapa? Apa jantung Anda berdebar kencang karena keberanian saya? Atau kah saya harus melakukan hal lebih dari ini? Lagipula, berada di sekitar Anda sangat membosankan dan monoton. Saya hanya ingin mencairkan suasana,” balas Joanna tanpa takut. Aih, sepertinya mentalnya sudah setebal baja sekarang. Joanna juga sedikit bingung mengapa ia bisa seberani ini. Namun, peduli setan. Sudah terlanjur. Aiden juga sudah mengetahui tingkah bar-barnya saat menghajar para begal itu. Tidak ada gunanya menjaga image sekarang.

“Membosankan? Kebetulan aku ingin mendepakmu keluar dari perusahaanku, menggantimu dengan sekretaris yang lebih berkompeten dan tidak menyusahkan sepertimu,” ucap Aiden dengan kalimat pedasnya. Aiden memang berbicara lebih lebar, tetapi tetap saja mendengarnya membuat Joanna waspada. Namun, perempuan itu pintar menyembunyikan ekspresi. Joanna justru tersenyum jenaka. “Ah, iyakah? Tapi, Anda tidak akan menemukan pengganti sekretaris secantik dan seseksi saya, Sir. Anda akan menyesal jika memecat saya.”

“Tidak waras.”

Lagi-lagi, Aiden mengatai Joanna gila. Namun, bukannya tersinggung, perempuan itu justru tersenyum puas. Menggoda dan mengerjai laki-laki sekaku Aiden dengan ucapan absurd-nya ternyata cukup menyenangkan. Joanna jadi ketagihan sekali pun Aiden hanya meresponnya dengan kalimat singkat, pedas, atau bahkan menyebutnya gila. Anggap saja ia memang gila. Lagipula, ini adalah hari pertamanya.

Hari pertama dari 30 hari misinya dalam membuat Aiden Cairo William takluk.

“Maaf, Sir. Izin mengingatkan bahwa besok Anda memiliki janji temu dengan Mr. Jefferson. Janji ini dibuat dua minggu yang lalu dan saya belum memasukkannya ke jadwal Anda,” ucap David begitu mereka berada di dalam lift menuju lantai teratas gedung ini. Ucapan David itu membuat Joanna terdiam, sementara Aiden meliriknya sebentar.

“Pukul berapa?”

“Pukul tiga sore di GardenViews Eatery, Sir.”

Aiden mengangguk. “Nona Joanna, kau tidak mau diliburkan, bukan? Maka pada pertemuan besok kau harus ikut.”

Rahang Joanna seakan jatuh ketika mendengar hal itu, apalagi ketika melihat Aiden dengan santai keluar dari lift begitu berdenting, seakan ucapannya itu tidak berpengaruh apa-apa bagi Joanna.

Laki-laki sialan! Pasti dia sengaja! Joanna ingin sekali memukulnya!

Related chapters

  • 30 Hari Mengejar Sang Milyarder   Bab 7 : Misi

    Joanna sedang menjalankan tugasnya sebagai notulen sekarang, mendengarkan jalannya rapat dengan seksama. Di depan sana—tepat di depan layar proyektor, sudah ada presentator yang tengah menyampaikan rancangan ide baru, ini terkait dengan sektor perhotelan yang juga berada di bawah naungan William Company. Salah satu hotel terbesar dengan kemajuan terpesat mereka akan membuka cabang baru di wilayah lain. Sesekali, Joanna mencuri pandang ke arah Aiden yang duduk di kursi paling ujung sebagai pemimpin rapat, tampak memperhatikan layar proyektor dengan wajah seriusnya. Ah, memangnya sejak kapan Aiden si pria kaku itu menanggalkan raut seriusnya? Wajahnya jarang sekali menampakkan ekspresi, tetapi perintah-perintah menyebalkan selalu sukses keluar dari mulutnya. Tapi, sekali pun sedang kesal Joanna tidak bisa mengabaikan kesempurnaan wajah Aiden bahkan dalam kondisi apa pun. Dari tempatnya duduk saat ini—di deretan kursi sebelah kanan—Joanna bisa melihat dengan jelas rahang dan struktur waj

    Last Updated : 2024-10-07
  • 30 Hari Mengejar Sang Milyarder   Bab 8 : Ciuman Pipi

    Joanna tidak lagi bisa bersembunyi atau mencari-cari alasan lagi. Mau tidak mau suka tidak suka pada akhirnya ia harus bertemu dengan Andrew Jefferson—mantan kekasihnya. Seakan tidak pernah terjadi apa pun, seakan tidak pernah saling mengenal, Joanna memasang raut datar, tidak bereaksi lebih selama duduk di meja yang sama dengan Aiden dan Andrew. Perempuan itu menjalankan tugasnya sebagai sekretaris, menyiapkan keperluan berkas dan mengeluarkan suara jika Aiden bertanya. Namun, Joanna tidak bodoh bahwa selama berada di ruang VIP ini, Andrew selalu mencuri pandang ke arahnya beberapa kali. Joanna memilih untuk bersikap tidak peduli dan berharap pertemuan ini akan cepat berakhir. Tetapi, sepertinya tidak bisa secepat itu. Dari yang ia lihat, hubungan antara Andrew dan Aiden tidak hanya sebagai rekan kerja. Sepertinya mereka teman.“Nona Joanna, berikan berkas revisi kontraknya pada Mr. Jefferson.”Dengan tetap bersikap profesional, Joanna menuruti ucapan Aiden, tentunya tanpa menatap

    Last Updated : 2024-10-08
  • 30 Hari Mengejar Sang Milyarder   Bab 9 : Tuntutan Untuk Menikah

    “Hai, Lily. Kemarilah.”Joanna memutuskan untuk memanfaatkan jeda makan siang untuk menjemput Lily ke sekolahnya, membawanya ke apartemen beserta Bibi May yang akan menyusul. Panggilan Joanna membuat seorang anak perempuan yang tengah berdiri di depan gerbang lantas menoleh. Lalu, senyumnya terpasang lebar.“AUNTY!”“Hey, jangan berlari! Nanti kau jatuh!”Joanna terkekeh kecil ketika Lily tidak mengindahkan ucapannya, terus berlari hingga sampai ke pelukannya. Joanna sudah bersimpuh untuk menyambut anak itu. “Kau sangat merindukanku, ya?”“Sangat! Sangat! Sangat! Mama bilang aunty sangat sibuk sekarang!”“Hm, kau benar. Aku sangat sibuk. Tapi, untuk beberapa hari ke depan kau akan melihatku setiap hari. Apa kau senang?”Lily mengurai pelukannya, lantas mengangguk antusias dan tersenyum lebar hingga menampakkan deretan giginya. Ah, anak itu sangat manis. Namun, baru beberapa saat senyumannya memudar. “Kapan mama dan papa akan pulang?”“Tidak akan lama. Jangan sedih. Katanya kau

    Last Updated : 2024-10-09
  • 30 Hari Mengejar Sang Milyarder   Bab 10 : Latar Belakang Aiden Yang Tersembunyi

    Kali ini, Joanna menyempatkan diri untuk mengantar Lily ke sekolah. Sebenarnya ada Bibi May, tetapi Joanna memilih untuk mengantar gadis kecil itu sendiri mengingat sekolahnya searah dengan kantornya. “Besok weekend dan aunty libur. Kau mau pergi jalan-jalan, Lily?” Lily tersenyum lebar. “Tentu!” Joanna terkekeh, mengusap pelan puncak kepala Lily. “Baiklah. Besok kita jalan-jalan sepuasnya.” Joanna lalu mengulurkan kotak bekal yang pagi-pagi tadi ia buat. “Ini makan siangmu. Jangan lupa dihabiskan, okay? Di dalamnya juga ada cookies yang aunty buat kemarin.” Lily mengangguk, menerima kotak bekal itu. “Ruby!” Lily yang tidak sengaja melihat Ruby berjalan memasuki gerbang pun langsung memanggil dengan nada cerianya, membuat Ruby yang di sana lantas menoleh dan ikut tersenyum dan menghampiri. “Ah, kebetulan sekali.” Joanna tersenyum cerah, mengulurkan paperbag berisi cookies. “Aunty juga membuatkan cookies untuk Ruby. Kalian bisa memakannya bersama nanti.” Ruby tersen

    Last Updated : 2024-10-10
  • 30 Hari Mengejar Sang Milyarder   Bab 11 : Sebuah Kesempatan

    “Naik apa kau kemari?”Joanna memainkan kuku-kuku indahnya, tampak tidak peduli. “Taksi.”Suara decakan terdengar. Seorang pria paruh baya yang kini tengah menggendong Lily menatap putrinya tak habis pikir. “Kau semiskin itu sekarang? Tidak punya mobil?”“Ya, memang. Salah papa sendiri mengapa meminta aku untuk menjemput papa.”“Dasar anak kurangajar.”“I am. Setidaknya menjadi miskin dan kurangajar membuat papa berhenti merepotkanku. Tapi, tampaknya hari ini aku terpaksa direpotakan sekali lagi.”Jika tidak ingat bahwa Joanna adalah putrinya, mungkin pria paruh baya itu sudah benar-benar melemparnya ke dasar laut. “Kau ini!” Hardin menggeram. Pria paruh baya yang masih tampak gagah di usianya yang menginjak kepala lima itu selalu dibuat mengerang kesal begitu berhadapan dengan Joanna—putri pembangkangnya.“Sekarang dimana hadiahku? Balasan karena aku telah mau repot-repot menjemput papa ke sini,” ujar Joanna, enggan membuang waktu. Sekilas perempuan itu melihat ke arah Lily ya

    Last Updated : 2024-10-11
  • 30 Hari Mengejar Sang Milyarder   Bab 12 : Menculik Ruby

    Suara langkah kaki yang terdengar konstan beradu dengan lantai keramik, berhasil menarik perhatian seorang gadis kecil yang tengah bermain dengan nanny-nya. Sosok sang ayah yang tampak di matanya membuat gadis itu berbinar, langsung meninggalkan bonekanya dan berlari ke arah seorang laki-laki yang baru saja menginjakkan kaki ke mansion yang jarang ia kunjungi. Setelah mendengar teriakan gadis kecil itu yang memanggilnya dengan nada gembira, kedua kakinya dipeluk erat.“Papa pulang!”Seulas senyum yang jarang sekali terlihat di wajah kaku Aiden kali ini muncul, sangat menawan. Laki-laki itu mengangkat Ruby—putrinya ke gendongannya. “Apa yang kau lakukan? Sedang apa sekarang?”“Bermain!”“Oh, ya? Bolehkah papa bergabung?”Aiden belum mendapat jawaban. Ruby justru memeluk erat lehernya, seakan tidak mau lepas. Hal itu membuat Aiden merasa bersalah. Seharusnya ia lebih sering mengunjungi putrinya, tidak terus berkutat dengan pekerjaan. Ruby bahkan merengek untuk ikut menjemputnya di

    Last Updated : 2024-10-12
  • 30 Hari Mengejar Sang Milyarder   Bab 13 : Keberhasilan Joanna

    Aiden pikir, Joanna akan berhenti mengejarnya seperti orang gila setelah mengetahui fakta tentang Ruby. Aiden pikir, Joanna akan menyerah dan berhenti membuatnya geram karena tingkahnya. Tapi, ternyata tidak. Joanna tetap melanjutkan usahanya untuk mengobrak-abrik perasaan Aiden, sekali pun sampai detik ini laki-laki itu belum terpengaruh.Awalnya, Aiden berniat untuk meminta orang suruhannya saja yang menjemput Ruby. Namun, ia urungkan. Aiden takut Joanna bertingkah di luar nalar atau mungkin orang suruhannya bisa menakuti Ruby. Enggan membuat putrinya merasa bertanya-tanya, maka dengan berat hati Aiden turun tangan sendiri, pergi ke sebuah gedung apartemen tempat perempuan gila itu menculik putrinya.Aiden menghela napas gusar. Laki-laki itu tahu bahwa Joanna tidak akan menyakiti Ruby. Namun, Aiden lebih takut perempuan itu mencemari pikiran Ruby, menjejalinya dengan pengaruh-pengaruh buruk. Tetapi, ternyata ketakutan itu tidaklah terjadi. Begitu menekan bel unit apartemen dan pin

    Last Updated : 2024-10-13
  • 30 Hari Mengejar Sang Milyarder   Bab 14 : Joanna dan Keluarganya

    “Apa ini?”“Makanan.”“Ya, aku tahu. Tapi, dalam rangka apa kau membeli makanan sebanyak ini?”“Dalam rangka aku sedang senang,” jawab Joanna tanpa menghilangkan senyuman dii wajahnya. Perempuan itu telah menghabiskan banyak uang untuk membeli beberapa cup kopi dan makanan untuk dibagikan kepada staff kantor. Namun, Joanna sama sekali tidak menyesal. Ia sedang senang. Joanna hanya ingin membagi kesenangannya saja.“Dasar aneh.” David mencibir, tak ayal laki-laki itu mencomot kopi dan makanan itu, sisanya dibagikan pada staff yang lain. “Besok lusa Mr. William memiliki jadwal perjalanan bisnis, ke Manila. Seperti biasa, kau harus ikut.”Joanna mengangguk antusias. “Tentu!”Hari ini, Joanna harus mengerjakan pekerjaannya dengan cepat. Ia harus mengurus Lily walau siang ini Bibi May yang menjemput bocah itu ke sekolah. “Apa Mr. William memiliki tamu penting? Aku lihat beberapa orang masuk ke ruangan beliau tadi.”David mengangguk. “Beberapa orang dari BlueChips Interprise.”“Ada

    Last Updated : 2024-10-14

Latest chapter

  • 30 Hari Mengejar Sang Milyarder   Bab 15 : Adriana Harvey

    Ah, sial.Entah berapa kali Joanna melayangkan umpatannya. Hujan sedang turun deras-derasnya. Sialnya, tidak ada taksi yang mau menerima pesanannya di saat seperti ini. Seharusnya dia langsung pulang saja tadi, bukannya malah mampir ke minimarket terlebih dahulu. Ah, tidak. Memang seharusnya sedari awal ia tidak perlu makan malam di kediaman Hardin Madison. Sejak awal ia harusnya tetap keukeuh menolak.Joanna hanya diam di pinggiran minimarket, berdiri seraya mengulurkan tangan untuk menangkap tetesan hujan. Joanna bahkan tidak memedulikan pakaiannya yang basah. Lagipula, ia sudah lebih dulu basah kuyup saat turun dari taksi begitu tiba di minimarket tadi. Sekarang, ia mulai kedinginan.“Aunty Joanna!”Joanna menyipitkan mata, meragukan pendengarannya sendiri yang baru saja mendengar sebuah suara memanggilnya dengan nada ceria. Namun, ternyata Joanna tidak salah. Di depan sana—di pinggir jalan depan minimarket, Joanna melihat sebuah mobil yang tampak asing. Namun, kepala seseorang

  • 30 Hari Mengejar Sang Milyarder   Bab 14 : Joanna dan Keluarganya

    “Apa ini?”“Makanan.”“Ya, aku tahu. Tapi, dalam rangka apa kau membeli makanan sebanyak ini?”“Dalam rangka aku sedang senang,” jawab Joanna tanpa menghilangkan senyuman dii wajahnya. Perempuan itu telah menghabiskan banyak uang untuk membeli beberapa cup kopi dan makanan untuk dibagikan kepada staff kantor. Namun, Joanna sama sekali tidak menyesal. Ia sedang senang. Joanna hanya ingin membagi kesenangannya saja.“Dasar aneh.” David mencibir, tak ayal laki-laki itu mencomot kopi dan makanan itu, sisanya dibagikan pada staff yang lain. “Besok lusa Mr. William memiliki jadwal perjalanan bisnis, ke Manila. Seperti biasa, kau harus ikut.”Joanna mengangguk antusias. “Tentu!”Hari ini, Joanna harus mengerjakan pekerjaannya dengan cepat. Ia harus mengurus Lily walau siang ini Bibi May yang menjemput bocah itu ke sekolah. “Apa Mr. William memiliki tamu penting? Aku lihat beberapa orang masuk ke ruangan beliau tadi.”David mengangguk. “Beberapa orang dari BlueChips Interprise.”“Ada

  • 30 Hari Mengejar Sang Milyarder   Bab 13 : Keberhasilan Joanna

    Aiden pikir, Joanna akan berhenti mengejarnya seperti orang gila setelah mengetahui fakta tentang Ruby. Aiden pikir, Joanna akan menyerah dan berhenti membuatnya geram karena tingkahnya. Tapi, ternyata tidak. Joanna tetap melanjutkan usahanya untuk mengobrak-abrik perasaan Aiden, sekali pun sampai detik ini laki-laki itu belum terpengaruh.Awalnya, Aiden berniat untuk meminta orang suruhannya saja yang menjemput Ruby. Namun, ia urungkan. Aiden takut Joanna bertingkah di luar nalar atau mungkin orang suruhannya bisa menakuti Ruby. Enggan membuat putrinya merasa bertanya-tanya, maka dengan berat hati Aiden turun tangan sendiri, pergi ke sebuah gedung apartemen tempat perempuan gila itu menculik putrinya.Aiden menghela napas gusar. Laki-laki itu tahu bahwa Joanna tidak akan menyakiti Ruby. Namun, Aiden lebih takut perempuan itu mencemari pikiran Ruby, menjejalinya dengan pengaruh-pengaruh buruk. Tetapi, ternyata ketakutan itu tidaklah terjadi. Begitu menekan bel unit apartemen dan pin

  • 30 Hari Mengejar Sang Milyarder   Bab 12 : Menculik Ruby

    Suara langkah kaki yang terdengar konstan beradu dengan lantai keramik, berhasil menarik perhatian seorang gadis kecil yang tengah bermain dengan nanny-nya. Sosok sang ayah yang tampak di matanya membuat gadis itu berbinar, langsung meninggalkan bonekanya dan berlari ke arah seorang laki-laki yang baru saja menginjakkan kaki ke mansion yang jarang ia kunjungi. Setelah mendengar teriakan gadis kecil itu yang memanggilnya dengan nada gembira, kedua kakinya dipeluk erat.“Papa pulang!”Seulas senyum yang jarang sekali terlihat di wajah kaku Aiden kali ini muncul, sangat menawan. Laki-laki itu mengangkat Ruby—putrinya ke gendongannya. “Apa yang kau lakukan? Sedang apa sekarang?”“Bermain!”“Oh, ya? Bolehkah papa bergabung?”Aiden belum mendapat jawaban. Ruby justru memeluk erat lehernya, seakan tidak mau lepas. Hal itu membuat Aiden merasa bersalah. Seharusnya ia lebih sering mengunjungi putrinya, tidak terus berkutat dengan pekerjaan. Ruby bahkan merengek untuk ikut menjemputnya di

  • 30 Hari Mengejar Sang Milyarder   Bab 11 : Sebuah Kesempatan

    “Naik apa kau kemari?”Joanna memainkan kuku-kuku indahnya, tampak tidak peduli. “Taksi.”Suara decakan terdengar. Seorang pria paruh baya yang kini tengah menggendong Lily menatap putrinya tak habis pikir. “Kau semiskin itu sekarang? Tidak punya mobil?”“Ya, memang. Salah papa sendiri mengapa meminta aku untuk menjemput papa.”“Dasar anak kurangajar.”“I am. Setidaknya menjadi miskin dan kurangajar membuat papa berhenti merepotkanku. Tapi, tampaknya hari ini aku terpaksa direpotakan sekali lagi.”Jika tidak ingat bahwa Joanna adalah putrinya, mungkin pria paruh baya itu sudah benar-benar melemparnya ke dasar laut. “Kau ini!” Hardin menggeram. Pria paruh baya yang masih tampak gagah di usianya yang menginjak kepala lima itu selalu dibuat mengerang kesal begitu berhadapan dengan Joanna—putri pembangkangnya.“Sekarang dimana hadiahku? Balasan karena aku telah mau repot-repot menjemput papa ke sini,” ujar Joanna, enggan membuang waktu. Sekilas perempuan itu melihat ke arah Lily ya

  • 30 Hari Mengejar Sang Milyarder   Bab 10 : Latar Belakang Aiden Yang Tersembunyi

    Kali ini, Joanna menyempatkan diri untuk mengantar Lily ke sekolah. Sebenarnya ada Bibi May, tetapi Joanna memilih untuk mengantar gadis kecil itu sendiri mengingat sekolahnya searah dengan kantornya. “Besok weekend dan aunty libur. Kau mau pergi jalan-jalan, Lily?” Lily tersenyum lebar. “Tentu!” Joanna terkekeh, mengusap pelan puncak kepala Lily. “Baiklah. Besok kita jalan-jalan sepuasnya.” Joanna lalu mengulurkan kotak bekal yang pagi-pagi tadi ia buat. “Ini makan siangmu. Jangan lupa dihabiskan, okay? Di dalamnya juga ada cookies yang aunty buat kemarin.” Lily mengangguk, menerima kotak bekal itu. “Ruby!” Lily yang tidak sengaja melihat Ruby berjalan memasuki gerbang pun langsung memanggil dengan nada cerianya, membuat Ruby yang di sana lantas menoleh dan ikut tersenyum dan menghampiri. “Ah, kebetulan sekali.” Joanna tersenyum cerah, mengulurkan paperbag berisi cookies. “Aunty juga membuatkan cookies untuk Ruby. Kalian bisa memakannya bersama nanti.” Ruby tersen

  • 30 Hari Mengejar Sang Milyarder   Bab 9 : Tuntutan Untuk Menikah

    “Hai, Lily. Kemarilah.”Joanna memutuskan untuk memanfaatkan jeda makan siang untuk menjemput Lily ke sekolahnya, membawanya ke apartemen beserta Bibi May yang akan menyusul. Panggilan Joanna membuat seorang anak perempuan yang tengah berdiri di depan gerbang lantas menoleh. Lalu, senyumnya terpasang lebar.“AUNTY!”“Hey, jangan berlari! Nanti kau jatuh!”Joanna terkekeh kecil ketika Lily tidak mengindahkan ucapannya, terus berlari hingga sampai ke pelukannya. Joanna sudah bersimpuh untuk menyambut anak itu. “Kau sangat merindukanku, ya?”“Sangat! Sangat! Sangat! Mama bilang aunty sangat sibuk sekarang!”“Hm, kau benar. Aku sangat sibuk. Tapi, untuk beberapa hari ke depan kau akan melihatku setiap hari. Apa kau senang?”Lily mengurai pelukannya, lantas mengangguk antusias dan tersenyum lebar hingga menampakkan deretan giginya. Ah, anak itu sangat manis. Namun, baru beberapa saat senyumannya memudar. “Kapan mama dan papa akan pulang?”“Tidak akan lama. Jangan sedih. Katanya kau

  • 30 Hari Mengejar Sang Milyarder   Bab 8 : Ciuman Pipi

    Joanna tidak lagi bisa bersembunyi atau mencari-cari alasan lagi. Mau tidak mau suka tidak suka pada akhirnya ia harus bertemu dengan Andrew Jefferson—mantan kekasihnya. Seakan tidak pernah terjadi apa pun, seakan tidak pernah saling mengenal, Joanna memasang raut datar, tidak bereaksi lebih selama duduk di meja yang sama dengan Aiden dan Andrew. Perempuan itu menjalankan tugasnya sebagai sekretaris, menyiapkan keperluan berkas dan mengeluarkan suara jika Aiden bertanya. Namun, Joanna tidak bodoh bahwa selama berada di ruang VIP ini, Andrew selalu mencuri pandang ke arahnya beberapa kali. Joanna memilih untuk bersikap tidak peduli dan berharap pertemuan ini akan cepat berakhir. Tetapi, sepertinya tidak bisa secepat itu. Dari yang ia lihat, hubungan antara Andrew dan Aiden tidak hanya sebagai rekan kerja. Sepertinya mereka teman.“Nona Joanna, berikan berkas revisi kontraknya pada Mr. Jefferson.”Dengan tetap bersikap profesional, Joanna menuruti ucapan Aiden, tentunya tanpa menatap

  • 30 Hari Mengejar Sang Milyarder   Bab 7 : Misi

    Joanna sedang menjalankan tugasnya sebagai notulen sekarang, mendengarkan jalannya rapat dengan seksama. Di depan sana—tepat di depan layar proyektor, sudah ada presentator yang tengah menyampaikan rancangan ide baru, ini terkait dengan sektor perhotelan yang juga berada di bawah naungan William Company. Salah satu hotel terbesar dengan kemajuan terpesat mereka akan membuka cabang baru di wilayah lain. Sesekali, Joanna mencuri pandang ke arah Aiden yang duduk di kursi paling ujung sebagai pemimpin rapat, tampak memperhatikan layar proyektor dengan wajah seriusnya. Ah, memangnya sejak kapan Aiden si pria kaku itu menanggalkan raut seriusnya? Wajahnya jarang sekali menampakkan ekspresi, tetapi perintah-perintah menyebalkan selalu sukses keluar dari mulutnya. Tapi, sekali pun sedang kesal Joanna tidak bisa mengabaikan kesempurnaan wajah Aiden bahkan dalam kondisi apa pun. Dari tempatnya duduk saat ini—di deretan kursi sebelah kanan—Joanna bisa melihat dengan jelas rahang dan struktur waj

DMCA.com Protection Status