Dalam perjalanan menuju mansion Pamannya, Edward mengulum senyum saat merasakan bahwa Rosalia yang sedang duduk di boncengannya berusaha untuk menjaga jarak darinya. Tidak hanya merenggangkan duduknya, Rosalia bahkan lebih memilih untuk mendekap map dan tas tangannya ketimbang memeluk pinggangnya. Tapi, pakaian yang Rosalia kenakan hari ini untuk membalut tubuhnya yang memiliki bentuk hampir mendekati kata sempurna-- Membuat ia sempat tak berkedip kala Rosalia tiba di hadapannya.Well, sebenarnya gadis belia itu tidak mengenakan baju sexy atau gaun indah seperti yang sering dikenakan oleh putri Bangsawan lainnya. Hanya tanktop dengan lapisan luar kemeja yang dipadu padankan dengan jeans tebal merk salah satu brand ternama. Namun, karena semua pakaian itu sesuai dengan sizenya, lekuk tubuh Rosalia tampak semakin sempurna di matanya. Tidak hanya itu, untuk sepatunya-- Rosalia juga memakai booth kulit semata kaki yang bertumit rendah. Hingga tampilan gadis belia itu baginya sangat mirip
"Ssst!! Untuk Tuan dan Nona yang di sana, tolong jangan berisik!"Teguran itu yang berasal dari Penjaga Murbei Library langsung membuat Edward dan Rosalia menutup rapat mulut mereka. "Pergilah, Ed!" Usir Rosalia sekali lagi sambil kembali melangkahkan kakinya menuju salah satu kursi kosong yang terdapat di Murbei Library.Tapi, dengan santainya Edward mengikuti Rosalia lalu menjatuhkan bokongnya pada kursi yang berada tepat di samping gadis belia itu. Untungnya hari ini Murbei Library tidak terlalu ramai, dan dari 20 deret meja yang terdapat di sini-- Hanya 3 meja saja yang diisi oleh Pengunjung Murbei Library. Kebanyakan dari mereka tampak masih seusia Rosalia."Bukankah sudah kukatakan aku akan pulang sendiri, nanti?" Rosalia lagi-lagi berbicara dan masih dengan suara yang sangat pelan agar ia tidak kembali ditegur oleh Penjaga Murbei Library yang terlihat sesekali melirik ke arahnya dan juga Edward."Aku tidak akan pergi!" balas Edward, "Dan daripada kamu membaca buku tidak bergun
Satu jam kemudian, di halaman mansion Ernest. Rosalia bergegas turun dari boncengan Edward dan segera berlari kecil memasuki mansion di saat Edward sedang mengunci motornya. Melewati pintu masuk, ia melepaskan helm dari kepalanya lalu memberikannya pada Anne yang berada tak jauh dari ambang pintu, seakan kepala pelayan mansion Ernest itu telah tahu kapan dia akan tiba. "Nona, Tuan telah meminta anda untuk ke kamar Tuan jika anda telah datang." Kata Anne sopan. Rosalia mengerutkan keningnya, 'Apa aku tidak salah dengar?' pikirnya. Ia yang tadinya sedang melangkahkan kakinya bahkan langsung menghentikan langkahnya kemudian membalikkan tubuhnya menghadap Anne. "Kapan Tuan Ernest mengatakannya?" tanyanya pada wanita paruh baya itu. Dengan sikap profesionalnya sebagai kepala pelayan, Anne pun melangkah menghampiri Rosalia. Ia juga memanggil seorang pelayan yang kebetulan lewat lalu memberikan helm yang Rosalia titipkan padanya. Baru setelah itu ia melangkah kembali mendekati gadis beli
"Kamu brengsek, Edward Gail!!" teriaknya. Usai meneriaki Edward, Rosalia pun berlari menaiki anak tangga menuju ke lantai 2.Edward yang ditinggalkan, hanya diam sambil menyentuh pipinya yang telah ditampar oleh Rosalia tadi. Di saat ia mengangkat wajahnya, ia melemparkan tatapan sayu pada Rosalia yang terburu-buru ingin masuk ke dalam kamarnya. Tapi gadis belia itu tampak berhenti sejenak di depan kamar kemudian menggerakkan lengannya ke arah pipinya seolah sedang mengusap air mata. Menyaksikan hal itu, Edward kembali mengepalkan kedua tangannya dengan sangat keras hingga kuku-kukunya melukai telapak tangannya. Namun rasa sakit pada telapak tangannya itu sama sekali tidak ia hiraukan. "Brengsek!! Kamu memang pria brengsek, Edward!!" gumamnya pada dirinya sendiri. Setelah melihat Rosalia masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintu dengan keras, Edward langsung membalikkan tubuhnya dan pergi meninggalkan mansion. Tanpa diketahui olehnya, pertengkarannya dengan Rosalia-- Ternyata telah
"Aku sudah pernah melihat tubuhmu tanpa tertutup oleh sehelai benang pun.""Tapi waktu itu aku sedang mabuk," cicit Rosalia sambil mengerucutkan bibirnya. Ernest tidak mengacuhkan kata-kata Rosalia itu dan terus menatap gadis belia itu dengan kekesalan yang hampir memuncak. "Masih tidak mengganti pakaianmu? Apakah kamu ingin agar aku yang menggantikannya?!" geramnya, ia bahkan mendelikkan matanya pada Rosalia yang menurutnya sangat keras kepala dan sangat sulit untuk diatur. "I-itu tidak perlu!" Dengan cepat Rosalia beranjak dari atas sofa, ia juga mencengkram erat handuk yang sedang membalut tubuhnya. Kemudian mengelilingi meja yang berada di depan sofa dan melewati Ernest. "Ke mana?!" lontar Ernest dingin. Padahal ia baru saja meminta Rosalia untuk segera mengganti pakaiannya, namun gadis belia ini justru beranjak dari sofa. "Ke kamar mandi, apa kamu pikir aku sudah stres sehingga begitu saja membuka pakaianku di hadapanmu? Jangan lupa! Kamu adalah seorang pria dewasa!""Kamu ju
Di dalam kamar Oliver, sang empunya kamar saat ini tengah melirik arloji mewah yang melingkar di pergelangan tangan kirinya."Sudah pukul 11. 45?" Kedua alis Oliver menyatu ke tengah ketika ia mengetahui tanpa terasa waktu makan siang sudah hampir tiba, tapi dua orang yang ia tunggu tak juga datang menemuinya di dalam kamarnya. 'Apa yang terjadi? Apakah Edward melakukan sesuatu lagi yang hingga membuat Miss Heart tidak ingin pergi bersamanya?' pikirnya, seiring ia melemparkan pandangannya ke arah pintu kamar. Sedikit berharap kalau ia akan mendengar suara ketukan dari sana."Ke mana Edward?" dengusnya tak sabar. Setelah apa yang ia harapkan tak juga terjadi, Oliver pun meregangkan tubuhnya yang sedikit lelah karena terlalu banyak duduk sepanjang pagi hingga siang hari. Usai merelax kan semua ototnya yang terasa kaku, ia segera beranjak dari sofa dan pergi meninggalkan kamarnya.Di luar, ia menyusuri selasar lantai dua dan terus berjalan hingga ia tiba di depan anak tangga. Di tempat t
Sore hari, Ben masih menemani Ernest untuk menenangkan Bosnya itu yang masih marah terhadap Edward. Dan demi mengalihkan perhatian Ernest, ia mengusulkan pada Ernest untuk kembali melacak keberadaan dari Kontraktor yang telah menipu Oliver. Di tengah-tengah kesibukannya, mendadak ia menerima telpon dari Bill, Saudaranya."Ada apa, Kak?" tanyanya saat ia mengangkat panggilan dari Bill. [Ben, apakah saat ini kamu sedang bersama Ernest? Jika benar, katakan pada si gila itu untuk membayar tagihan Keponakannya padaku! Aku benar-benar tidak mengerti mengapa Paman dan Keponakan ini selalu menggangguku jika sedang terlibat dalam masalah, huft!]"Apakah yang Kakak maksud adalah Tuan Edward?" Ben melirik Ernest, meski terlihat cuek-- Ia tahu bahwa Bosnya itu sedang menguping percakapannya dengan Bill. [Yah, dia. Siapa lagi? Pukul 12 siang, dia tiba-tiba datang ke Apartemenku dan memaksaku untuk membuka Klub, padahal kamu tahu, kan jika kunci Klub bukan berada di tanganku? Dan si bocah sialan
Malam hari, beberapa jam setelah ia dihantar ke mansion Ernest-- Edward terbangun di dalam kamarnya dengan merasakan sakit yang sangat pada kepalanya. Ketika ia berusaha bangkit untuk duduk di atas kasur empuk yang selama 6 malam ini telah menjadi tempat untuk ia melepaskan lelahnya, ia pun mengerang pelan sambil menyentuh kepalanya."Aaarghh!" erangnya sekali lagi lalu memukul samping kepalanya untuk meredakan rasa pusing yang sedang melandanya. Tak lama berselang, otaknya pun bereaksi. Ia yang semula hanya terfokus pada sakit yang ia rasakan pada kepalanya, kini mulai mengamati ruangan tempat ia terbangun.Setelah mengenali bahwa ruangan ini adalah kamarnya di mansion Pamannya, ia pun berpikir tentang siapa yang telah membawanya pulang dari Klub Malam milik Bill."Mengapa aku tidak mengingat apapun? Apakah Bill yang telah mengantarku pulang?" gumamnya.Di saat Edward masih termangu, dari arah pintu kamar tiba-tiba terdengar suara ketukan yang disusul oleh suara Anne."Tuan Edward, Tu
Ini sudah dua hari sejak terakhir Ernest datang menemui Rosalia di rumah peristirahatan milik Ayah mertuanya. Dan selama dua hari ini, suaminya itu sudah tidak pernah lagi mengganggu dirinya. Tidak menemuinya sama sekali. Membuat Rosalia menjadi bingung dan juga berpikir, apakah Ernest benar-benar telah menyerah padanya. "Ed, aku ingin kembali bekerja!" cetusnya di meja makan, saat ia sarapan pagi bersama Edward. Namun Edward hanya menatapnya dengan wajah seolah kurang yakin kalau ia sudah siap untuk bekerja. "Bagaimana tubuhmu, Rosi? Kau yakin ingin melakukan hal ini?"Rosalia mengangguk tegas, keseriusannya itu juga ia tunjukkan lewat tatapan matanya yang tertuju pada Edward. "Aku bosan, Ed," ungkapnya, mencoba menjelaskan alasan tentang mengapa ia memutuskan untuk pergi bekerja. Sesaat, ia sempat menangkap raut wajah Edward tiba-tiba tampak aneh. Seolah ada sesuatu yang sedang disembunyikan Edward darinya. Tapi apa? "Baik, tapi sebaiknya aku menghubungi Luis terlebih dahulu, b
Di dalam kamarnya, duduk bersandar di atas ranjang, Rosalia terus menunggu seandainya Ernest naik ke lantai dua rumah peristirahatan. Lalu menggedor pintu kamarnya sambil berteriak marah memanggil namanya. Tapi hal itu tidak terjadi sama sekali, terlalu hening, terlalu sepi, membuat ia ingin menangis. Tak lama, suara sedan terdengar di pekarangan rumah. Suara itu seolah bergerak menjauh, pergi menjauhi rumah peristirahatan. "Dia menyerah? Haha ... ternyata hanya begitu." Rosalia tertawa lirih, dan di penghujung tawanya, ia justru terisak pelan. Menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang, meringkuk, dan terus terisak di sana hingga ia tertidur. 1 jam kemudian, gagang pintu kamar Rosalia tiba-tiba bergerak turun. Berselang beberapa detik, pintu itu yang ternyata tidak terkunci bahkan didorong perlahan dari luar oleh sesosok tubuh tinggi besar. Sesaat, pria ini melemparkan pandangannya ke arah ranjang. Menatap cukup lama pada Rosalia yang telah tampak pulas, baru kemudian melangkah perlah
Malam hari, usai makan malam. Rosalia terus mengunci dirinya di dalam kamar, duduk termangu di atas ranjang sambil menyembunyikan wajahnya di antara kedua lututnya yang sengaja ia tekuk. Hari ini ia jengkel sekali, sangat jengkel atas semua yang telah Ernest lakukan padanya. Dan ... bagaimana bisa suaminya itu merayunya, menggodanya, menyentuhnya dengan tangan yang pernah menyentuh Barbara sebelumnya, tanpa merasa bersalah pada dirinya? Ernest anggap apa dirinya? 'Itu karena kau juga sengaja membiarkannya melakukan hal itu padamu, Rosi! Kau ... selalu takluk ketika Ernest menyentuhmu. Kau selalu menyerah di bawah kecupannya. Pria itu menyadarinya, Rosalia Heart! Dia mengetahui kelemahanmu!'Rosalia memiringkan kepalanya, mencoba mengacuhkan semua jeritan yang diteriakkan hatinya padanya. Meski ia tahu kalau semua itu memang benar adanya. Yah, ia memang selemah itu di hadapan Ernest. Itu benar, dan ia tidak menampiknya. Ia juga sadar kalau ia tidak bisa melihat sekelilingnya karena h
Perlahan-lahan, Edward membalikkan tubuhnya. Dan ia sontak membeku saat telah berhadapan sempurna dengan Pamannya. Sebab wajah Ernest kini tampak sangat menakutkan. Beberapa saat yang lalu, Ernest hampir berhasil melepaskan satu-satunya kain yang masih melekat di tubuh Rosalia, namun konsentrasinya tiba-tiba terganggu oleh suara bel. Selama beberapa saat ia mencoba untuk mengacuhkannya, tapi naasnya ... suara bel kedua justru membuat Rosalia seketika membuka matanya. Istrinya itu menatap lekat ke arahnya, ia bahkan melihat ada kebencian di wajah Rosalia saat itu. Dan lebih sialnya lagi, suara bel kembali terdengar. Semakin sering, hingga Rosalia yang semula telah terpengaruh oleh sentuhannya, langsung mendorong tubuhnya. Istrinya itu bahkan segera memunguti semua pakaiannya dan bergegas berlari ke kamar mandi. Keributan itu tentu saja membuat Ernest meradang. Karena gara-gara suara bel, gairahnya yang semula telah berada di puncak, akhirnya langsung terjun bebas akibat penolakan Ros
Pukul 11 siang, Edward, Ben, dan juga Elio tampak memasuki lobby hotel. Ketika ketiganya telah memasuki lift, Edward yang sudah menahan kesabarannya sejak turun dari mobil, langsung membuka mulutnya. "Ini terlalu siang!" protesnya pada Ben, "Kau dengar? Rosi pasti sangat kelaparan sekarang," sungutnya. Ben tidak menanggapi celotehan Edward itu, melainkan melirik arloji mewah yang melingkar di pergelangan tangannya. "Sekarang sudah pukul 11? Seharusnya saat ini Tuan sudah terbangun, 'kan? Dan juga sudah berbicara pada Nyonya, 'kan? Apa mereka baik-baik saja?" gumamnya pelan, ada keresahan di dalam nada suara Ben. Begitu pula kala ia melihat lampu lift yang menunjukkan pergantian lantai semakin mendekati lantai tempat di mana kamar Ernest berada. Tepat di saat lift tiba dan pintu lift telah terbuka, dengan wajah ragu ia keluar dari lift. Edward masih berkicau bak burung merpati yang belum diberi makan, namun Ben sengaja menulikan telinganya. Ia bahkan tidak mengerti sejak kapan Edwar
'Jangan!' erang hati Ernest, saat Rosalia tiba-tiba membuka piyama yang ia kenakan. Lalu mengusap tubuhnya yang memanas dengan menggunakan ... apapun itu, kini benda sialan itu sedang menari-nari di atas kulit tubuhnya. Membuat ia sontak menahan nafas ketika benda itu perlahan bergerak turun dan menyusuri perutnya. Menuju ke area ... "Bagaimana ini? Tubuh Ernest semakin panas, apa yang harus kulakukan sekarang? Dan di mana mereka?"Fiuh, Ernest menghela nafas lega. Karena bertepatan ia membuka matanya— di saat yang sama Rosalia tiba-tiba melemparkan pandangannya ke arah pintu kamar. Namun tangan istrinya itu masih mengusap perutnya, bahkan handuk yang Rosalia genggam di tangannya hampir menyentuh ... Ernest melirik benda lembut berwarna putih itu sambil kembali menahan nafas. Sebab, jika benda sialan itu sampai menyentuh miliknya, Rosalia pasti akan segera tahu kalau ia telah terjaga. 'Jangan ke sana! Ukh ....' Ia sontak merapatkan bibirnya kala jari kelingking Rosalia tiba-tiba me
"Sudah 30 menit berlalu, di mana mereka?" Rosalia beranjak dari tepian ranjang, berdiri tegak, lalu melemparkan pandangannya pada pintu kamar. Tanpa menyadari bahwa seseorang telah terjaga dan kini sedang menatap dirinya dengan wajah tak percaya. Pria tampan itu bahkan mengerjapkan matanya, seolah ia sedang bermimpi saat ini. 'Baby? Apa yang terjadi? Mengapa dia ... Dia ada di dalam kamarku?' monolog Ernest dalam hati, tanpa melepaskan pandangannya dari tubuh ramping Rosalia yang sedang membelakangi dirinya. Well, ia sebenarnya sudah bangun sejak merasakan ranjang yang ia tiduri berderit pelan. Saat itu ia menemukan Rosalia tengah mencoba untuk beranjak dari pinggir ranjang. Namun istrinya itu tampak tidak menyadari kalau ia sudah terjaga. Dan sekarang, ia justru sedang berpikir keras tentang apa yang telah terjadi semalam? Mengapa ia sampai tidak tahu kalau Rosalia telah datang ke kamar hotelnya? Dan juga ... dari mana istrinya ini tahu di mana ia menginap? Apakah itu Elio yang tel
Setelah hampir dua jam menunggu Dokter yang Ben katakan akan segera datang, dan sambil mengusap wajah Ernest dengan handuk hangat, Rosalia yang tak sabar akhirnya kembali membuka mulutnya."Di mana Dokternya? Apa kau benar-benar telah menghubunginya, Ben?" sungutnya, seiring ia berpaling pada Asisten suaminya yang justru tidak berani menatap matanya. Aneh, sangat aneh.Keanehan itu juga dirasakan oleh Edward dan Elio. Hanya saja, Elio tidak berani berbicara pada Ben. Selain itu, posisinya hanyalah penjaga rumah. Apa haknya untuk mempertanyakan apa yang telah Ben perbuat, sedangkan pria itu memiliki status yang lebih tinggi darinya?Berbeda dengan Elio, Edward justru segera menarik lengan Ben. Membawa pria itu menjauh dari Rosalia yang terus mengikuti Ben dengan tatapan matanya.Di dekat sofa, Edward langsung melepaskan lengan Ben. Ia bahkan memukul lengan itu seraya berbisik, "Hei, kau ... apa benar kau sudah memanggil Dokter?" gerutunya.Namun Ben, entah apa yang terjadi? Tiba-tiba p
"Apa yang terjadi, Ben?" dengan langkah lebar Rosalia menghampiri Ben yang menyambutnya di lobby hotel. Di belakangnya, Edward dan Elio bergegas mengejar dirinya. "Kita bertemu lagi, Nyonya," sapa Ben seraya menundukkan kepalanya. Usai melakukan hal itu, ia lalu melemparkan pandangannya pada Edward dan Elio. Kemudian mengangguk pada kedua pria itu dan berpaling kembali pada Rosalia. "Maaf, Nyonya. Seharusnya aku tidak menakuti Nyonya seperti ini," cetusnya. "Dan Tuan, mungkin Tuan juga akan marah padaku nanti jika Tuan bangun dan mengetahui apa yang telah kulakukan pada Nyonya. Tapi masalahnya ...." Ben diam sejenak, menurunkan pandangannya juga memasang wajah cemas. Ekspresi Ben itu tentu saja membuat Rosalia menjadi semakin takut. Sementara Edward dan Elio, justru saling bertukar pandang, bertanya-tanya dalam hati apakah telah terjadi sesuatu yang buruk terhadap Ernest? "Ben?!" desak Rosalia, dengan suara sedikit meninggi. Namun setelahnya, ia justru menghela nafas kala menemukan