Di dalam kamarnya, duduk bersandar di atas ranjang, Rosalia terus menunggu seandainya Ernest naik ke lantai dua rumah peristirahatan. Lalu menggedor pintu kamarnya sambil berteriak marah memanggil namanya. Tapi hal itu tidak terjadi sama sekali, terlalu hening, terlalu sepi, membuat ia ingin menangis. Tak lama, suara sedan terdengar di pekarangan rumah. Suara itu seolah bergerak menjauh, pergi menjauhi rumah peristirahatan. "Dia menyerah? Haha ... ternyata hanya begitu." Rosalia tertawa lirih, dan di penghujung tawanya, ia justru terisak pelan. Menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang, meringkuk, dan terus terisak di sana hingga ia tertidur. 1 jam kemudian, gagang pintu kamar Rosalia tiba-tiba bergerak turun. Berselang beberapa detik, pintu itu yang ternyata tidak terkunci bahkan didorong perlahan dari luar oleh sesosok tubuh tinggi besar. Sesaat, pria ini melemparkan pandangannya ke arah ranjang. Menatap cukup lama pada Rosalia yang telah tampak pulas, baru kemudian melangkah perlah
Ini sudah dua hari sejak terakhir Ernest datang menemui Rosalia di rumah peristirahatan milik Ayah mertuanya. Dan selama dua hari ini, suaminya itu sudah tidak pernah lagi mengganggu dirinya. Tidak menemuinya sama sekali. Membuat Rosalia menjadi bingung dan juga berpikir, apakah Ernest benar-benar telah menyerah padanya. "Ed, aku ingin kembali bekerja!" cetusnya di meja makan, saat ia sarapan pagi bersama Edward. Namun Edward hanya menatapnya dengan wajah seolah kurang yakin kalau ia sudah siap untuk bekerja. "Bagaimana tubuhmu, Rosi? Kau yakin ingin melakukan hal ini?"Rosalia mengangguk tegas, keseriusannya itu juga ia tunjukkan lewat tatapan matanya yang tertuju pada Edward. "Aku bosan, Ed," ungkapnya, mencoba menjelaskan alasan tentang mengapa ia memutuskan untuk pergi bekerja. Sesaat, ia sempat menangkap raut wajah Edward tiba-tiba tampak aneh. Seolah ada sesuatu yang sedang disembunyikan Edward darinya. Tapi apa? "Baik, tapi sebaiknya aku menghubungi Luis terlebih dahulu, b
"Seorang gadis kecil mabuk di Klub?"Di dance floor sebuah Klub Malam, Rosalia yang telah mabuk tanpa sengaja menabrak sesosok pria bertubuh tinggi besar. Seharusnya malam ini ia menghadiri pesta pertunangan Rose, sang kembaran, tapi ia justru memilih untuk pergi ke Klub Malam untuk merayakan kelulusannya bersama teman-temannya.Tidak hanya ingin merayakan kelulusan, Rosalia juga memiliki misi lain, ia ingin menanggalkan status perawannya yang selama ini selalu menjadi bahan olokan. "Kalau kamu sudah tahu aku mabuk, mengapa tidak membantuku?" Rosalia mengacuhkan ujaran sinis pria itu dan sama sekali tidak melepaskan pandangannya dari pria tersebut. “Ayo, Tuan … bantu aku!”Tapi, alih-alih membantunya, pria itu justru memasukkan kedua telapak tangannya ke dalam kantong celana yang dikenakannya. Sebelah alis pria itu terangkat naik, sementara bibirnya plat membentuk garis lurus."Hei, Tuan!" Rosalia mencembungkan pipinya, ingin rasanya ia memukul pria berwajah arogan itu. Tapi ia mengur
"Apa yang telah kulakukan semalam?" Pagi hari Rosalia terbangun dengan sekujur tubuh yang terasa remuk. Pria yang telah menghabiskan malam bersamanya sudah tidak lagi terlihat keberadaannya, meninggalkan ia seorang diri dengan masih berbalut selimut hotel.Di saat ia menemukan banyak jejak merah yang telah ditinggalkan oleh pria asing itu di sekujur tubuhnya, Rosalia pun meringis. "Seharusnya aku tidak mendengarkan ucapan teman-teman yang mengatakan bahwa malam pertama itu sangat indah." Ia mendengus, sedikit menyesal pada keputusannya. "Tapi, nasi sudah menjadi bubur." Rosalia yang sudah pasrah hanya bisa menunduk lesu. "Lagipula, bukankah aku akan segera pergi dari kota ini untuk melanjutkan pendidikanku? Anggap saja semalam hanyalah kesialan yang tidak perlu aku pikirkan."Di tengah-tengah lamunannya, suara bel kamar yang terdengar nyaring membuyarkan semua yang sedang ia pikirkan. Ia membalutkan selimut hotel pada tubuhnya untuk menutupi tubuhnya yang polos dan bergegas membuka pi
"Tidak, aku tidak mau Ayah!"Rosalia dengan tegas menolak. Mimpinya untuk lanjut kuliah dan meraih cita-cita tidak boleh kandas. Dan, jika ia menyetujui menjadi pengganti kakaknya, itu berarti ia harus mengatakan good bye pada kebebasan yang ia suka."Rosi!!"Kompak, ayah dan ibunya bereaksi atas penolakan Rosalia.Setelah permohonan ayahnya tidak mempan, kini gantian ibunya yang mengiba. "Rosi, Ibu mohon! Kamu harus memikirkan tentang kehormatan keluarga kita!"Rosalia mendesah panjang. Menerima pertunangan mungkin bisa membersihkan kembali nama Keluarga Heart. Tapi bagaimana jika calon suaminya pada akhirnya tahu kalau ia tidak lagi suci?Selain itu, Rosalia tahu kalau Keluarga Gail menjadikan keperawanan sebagai salah satu syarat untuk bisa bersanding dengan mereka.Di tengah desakan kedua orang tuanya, akhirnya Rosalia mengangguk, terpaksa menyetujui ide gila itu. Tapi tidak semudah itu, ia lalu mengajukan syarat kepada kedua orang tuanya bahwa ia ingin mengenal dan memilih sendiri
"Rosi, kamu sudah siap?!"Suara teriakan itu yang berasal dari Ibunya membuat Rosalia tergugu. Ia yang sedari tadi masih mencoba menghubungi Rose tetapi tidak membuahkan hasil, cepat-cepat memasukkan ponselnya ke dalam tas.Namun, tidak lama setelahnya, ia mendengar ponselnya berdering."Siapa yang menelponku!" Rosalia mengeluarkan kembali ponselnya, "Rose?" matanya berbinar kala melihat nama Rose tertera pada layar ponselnya. Dan sebelum ia sempat mengangkat panggilan itu, teriakan Ibunya kembali terdengar dari luar kamar."Rosi?!""Sebentar, Bu. Aku akan keluar sebentar lagi!" sahut Rosalia sambil berteriak juga.Tidak ingin Ibunya menjadi cemas, Rosalia terpaksa mereject telepon dari Rose. Ia memutuskan untuk mengirim pesan pada saudara kembarnya itu.[Nanti aku akan menghubungimu, Rose. Sekarang, aku harus pergi karena Ayah dan Ibu sudah menungguku.]Rosalia bergegas menyimpan kembali ponsel miliknya lalu pergi meninggalkan kamarnya.Ceklek!!"Kamu sudah siap?"Rosalia menganggukka
"Ernest?" Carlisle beranjak dari sofa dan melangkahkan kakinya untuk menghampiri Adik lelakinya yang jarang sekali pulang ke mansion milik keluarganya. "Mengapa tidak menelpon terlebih dahulu kalau ingin pulang?" Ia memeluk Adiknya itu sambil tertawa senang.Rosalia yang menyaksikan hal itu tentu saja sangat terkejut. Ia tidak pernah menduga kalau Ernest yang pernah ia temui di Klub ternyata memiliki hubungan dengan keluarga Gail."Maaf, aku mengejutkanmu, Kak."Mata Rosalia membelalak sempurna mendengar panggilan yang Ernest berikan pada Carlisle."Kakak? Jadi dia... Dia adalah Pimpinan Gail Group?" Sekujur tubuh Rosalia mendadak terasa dingin, seakan ruang tamu mansion keluarga Gail berubah menjadi freezer raksasa.Tanpa Rosalia duga... Tiba-tiba Ernest berpaling ke arahnya lalu menatapnya dengan tajam. Membuat detak jantungnya menjadi semakin tidak beraturan.Demi menghindari tatapan Ernest itu, Rosalia pun menundukkan kepalanya sambil meremas gaun yang ia kenakan. Ia membatin, "Oh
"Kumohon, Tuan Ernest!"Rosalia memejamkan matanya, ia tak sanggup melihat apa yang ingin Ernest lakukan kepada dirinya. Tapi... Satu menit, dua menit, hingga beberapa menit berlalu, ia yang berpikir bahwa Ernest akan menyentuhnya sontak mengerutkan kening ketika ia tidak lagi merasakan pergerakan Ernest. "Dia... Berhenti?" perlahan-lahan Rosalia membuka matanya, hanya sedikit. Mencoba mengintip apa yang sedang Ernest lakukan. Namun pria berparas dewasa dan tampan itu justru saat ini hanya diam dan sedang menatap ke arahnya. "Tu-Tuan Ernest?" kini Rosalia membuka lebar matanya. Ia hampir tak percaya bahwa saat ini netra Ernest yang tertuju padanya terlihat sangat sendu. Sayangnya itu tak berlangsung lama, karena Ernest segera mengubah ekspresinya setelah ia menegur Ernest. "Mengapa menangis? Apa kamu takut kalau aku akan menyentuhmu lagi?!"Nada suara Ernest terdengar kesal, seakan Ernest merasa tersinggung akan sikapnya. "A-aku...""Lihat itu!" Ernest membalikkan tubuh Rosalia yang
Ini sudah dua hari sejak terakhir Ernest datang menemui Rosalia di rumah peristirahatan milik Ayah mertuanya. Dan selama dua hari ini, suaminya itu sudah tidak pernah lagi mengganggu dirinya. Tidak menemuinya sama sekali. Membuat Rosalia menjadi bingung dan juga berpikir, apakah Ernest benar-benar telah menyerah padanya. "Ed, aku ingin kembali bekerja!" cetusnya di meja makan, saat ia sarapan pagi bersama Edward. Namun Edward hanya menatapnya dengan wajah seolah kurang yakin kalau ia sudah siap untuk bekerja. "Bagaimana tubuhmu, Rosi? Kau yakin ingin melakukan hal ini?"Rosalia mengangguk tegas, keseriusannya itu juga ia tunjukkan lewat tatapan matanya yang tertuju pada Edward. "Aku bosan, Ed," ungkapnya, mencoba menjelaskan alasan tentang mengapa ia memutuskan untuk pergi bekerja. Sesaat, ia sempat menangkap raut wajah Edward tiba-tiba tampak aneh. Seolah ada sesuatu yang sedang disembunyikan Edward darinya. Tapi apa? "Baik, tapi sebaiknya aku menghubungi Luis terlebih dahulu, b
Di dalam kamarnya, duduk bersandar di atas ranjang, Rosalia terus menunggu seandainya Ernest naik ke lantai dua rumah peristirahatan. Lalu menggedor pintu kamarnya sambil berteriak marah memanggil namanya. Tapi hal itu tidak terjadi sama sekali, terlalu hening, terlalu sepi, membuat ia ingin menangis. Tak lama, suara sedan terdengar di pekarangan rumah. Suara itu seolah bergerak menjauh, pergi menjauhi rumah peristirahatan. "Dia menyerah? Haha ... ternyata hanya begitu." Rosalia tertawa lirih, dan di penghujung tawanya, ia justru terisak pelan. Menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang, meringkuk, dan terus terisak di sana hingga ia tertidur. 1 jam kemudian, gagang pintu kamar Rosalia tiba-tiba bergerak turun. Berselang beberapa detik, pintu itu yang ternyata tidak terkunci bahkan didorong perlahan dari luar oleh sesosok tubuh tinggi besar. Sesaat, pria ini melemparkan pandangannya ke arah ranjang. Menatap cukup lama pada Rosalia yang telah tampak pulas, baru kemudian melangkah perlah
Malam hari, usai makan malam. Rosalia terus mengunci dirinya di dalam kamar, duduk termangu di atas ranjang sambil menyembunyikan wajahnya di antara kedua lututnya yang sengaja ia tekuk. Hari ini ia jengkel sekali, sangat jengkel atas semua yang telah Ernest lakukan padanya. Dan ... bagaimana bisa suaminya itu merayunya, menggodanya, menyentuhnya dengan tangan yang pernah menyentuh Barbara sebelumnya, tanpa merasa bersalah pada dirinya? Ernest anggap apa dirinya? 'Itu karena kau juga sengaja membiarkannya melakukan hal itu padamu, Rosi! Kau ... selalu takluk ketika Ernest menyentuhmu. Kau selalu menyerah di bawah kecupannya. Pria itu menyadarinya, Rosalia Heart! Dia mengetahui kelemahanmu!'Rosalia memiringkan kepalanya, mencoba mengacuhkan semua jeritan yang diteriakkan hatinya padanya. Meski ia tahu kalau semua itu memang benar adanya. Yah, ia memang selemah itu di hadapan Ernest. Itu benar, dan ia tidak menampiknya. Ia juga sadar kalau ia tidak bisa melihat sekelilingnya karena h
Perlahan-lahan, Edward membalikkan tubuhnya. Dan ia sontak membeku saat telah berhadapan sempurna dengan Pamannya. Sebab wajah Ernest kini tampak sangat menakutkan. Beberapa saat yang lalu, Ernest hampir berhasil melepaskan satu-satunya kain yang masih melekat di tubuh Rosalia, namun konsentrasinya tiba-tiba terganggu oleh suara bel. Selama beberapa saat ia mencoba untuk mengacuhkannya, tapi naasnya ... suara bel kedua justru membuat Rosalia seketika membuka matanya. Istrinya itu menatap lekat ke arahnya, ia bahkan melihat ada kebencian di wajah Rosalia saat itu. Dan lebih sialnya lagi, suara bel kembali terdengar. Semakin sering, hingga Rosalia yang semula telah terpengaruh oleh sentuhannya, langsung mendorong tubuhnya. Istrinya itu bahkan segera memunguti semua pakaiannya dan bergegas berlari ke kamar mandi. Keributan itu tentu saja membuat Ernest meradang. Karena gara-gara suara bel, gairahnya yang semula telah berada di puncak, akhirnya langsung terjun bebas akibat penolakan Ros
Pukul 11 siang, Edward, Ben, dan juga Elio tampak memasuki lobby hotel. Ketika ketiganya telah memasuki lift, Edward yang sudah menahan kesabarannya sejak turun dari mobil, langsung membuka mulutnya. "Ini terlalu siang!" protesnya pada Ben, "Kau dengar? Rosi pasti sangat kelaparan sekarang," sungutnya. Ben tidak menanggapi celotehan Edward itu, melainkan melirik arloji mewah yang melingkar di pergelangan tangannya. "Sekarang sudah pukul 11? Seharusnya saat ini Tuan sudah terbangun, 'kan? Dan juga sudah berbicara pada Nyonya, 'kan? Apa mereka baik-baik saja?" gumamnya pelan, ada keresahan di dalam nada suara Ben. Begitu pula kala ia melihat lampu lift yang menunjukkan pergantian lantai semakin mendekati lantai tempat di mana kamar Ernest berada. Tepat di saat lift tiba dan pintu lift telah terbuka, dengan wajah ragu ia keluar dari lift. Edward masih berkicau bak burung merpati yang belum diberi makan, namun Ben sengaja menulikan telinganya. Ia bahkan tidak mengerti sejak kapan Edwar
'Jangan!' erang hati Ernest, saat Rosalia tiba-tiba membuka piyama yang ia kenakan. Lalu mengusap tubuhnya yang memanas dengan menggunakan ... apapun itu, kini benda sialan itu sedang menari-nari di atas kulit tubuhnya. Membuat ia sontak menahan nafas ketika benda itu perlahan bergerak turun dan menyusuri perutnya. Menuju ke area ... "Bagaimana ini? Tubuh Ernest semakin panas, apa yang harus kulakukan sekarang? Dan di mana mereka?"Fiuh, Ernest menghela nafas lega. Karena bertepatan ia membuka matanya— di saat yang sama Rosalia tiba-tiba melemparkan pandangannya ke arah pintu kamar. Namun tangan istrinya itu masih mengusap perutnya, bahkan handuk yang Rosalia genggam di tangannya hampir menyentuh ... Ernest melirik benda lembut berwarna putih itu sambil kembali menahan nafas. Sebab, jika benda sialan itu sampai menyentuh miliknya, Rosalia pasti akan segera tahu kalau ia telah terjaga. 'Jangan ke sana! Ukh ....' Ia sontak merapatkan bibirnya kala jari kelingking Rosalia tiba-tiba me
"Sudah 30 menit berlalu, di mana mereka?" Rosalia beranjak dari tepian ranjang, berdiri tegak, lalu melemparkan pandangannya pada pintu kamar. Tanpa menyadari bahwa seseorang telah terjaga dan kini sedang menatap dirinya dengan wajah tak percaya. Pria tampan itu bahkan mengerjapkan matanya, seolah ia sedang bermimpi saat ini. 'Baby? Apa yang terjadi? Mengapa dia ... Dia ada di dalam kamarku?' monolog Ernest dalam hati, tanpa melepaskan pandangannya dari tubuh ramping Rosalia yang sedang membelakangi dirinya. Well, ia sebenarnya sudah bangun sejak merasakan ranjang yang ia tiduri berderit pelan. Saat itu ia menemukan Rosalia tengah mencoba untuk beranjak dari pinggir ranjang. Namun istrinya itu tampak tidak menyadari kalau ia sudah terjaga. Dan sekarang, ia justru sedang berpikir keras tentang apa yang telah terjadi semalam? Mengapa ia sampai tidak tahu kalau Rosalia telah datang ke kamar hotelnya? Dan juga ... dari mana istrinya ini tahu di mana ia menginap? Apakah itu Elio yang tel
Setelah hampir dua jam menunggu Dokter yang Ben katakan akan segera datang, dan sambil mengusap wajah Ernest dengan handuk hangat, Rosalia yang tak sabar akhirnya kembali membuka mulutnya."Di mana Dokternya? Apa kau benar-benar telah menghubunginya, Ben?" sungutnya, seiring ia berpaling pada Asisten suaminya yang justru tidak berani menatap matanya. Aneh, sangat aneh.Keanehan itu juga dirasakan oleh Edward dan Elio. Hanya saja, Elio tidak berani berbicara pada Ben. Selain itu, posisinya hanyalah penjaga rumah. Apa haknya untuk mempertanyakan apa yang telah Ben perbuat, sedangkan pria itu memiliki status yang lebih tinggi darinya?Berbeda dengan Elio, Edward justru segera menarik lengan Ben. Membawa pria itu menjauh dari Rosalia yang terus mengikuti Ben dengan tatapan matanya.Di dekat sofa, Edward langsung melepaskan lengan Ben. Ia bahkan memukul lengan itu seraya berbisik, "Hei, kau ... apa benar kau sudah memanggil Dokter?" gerutunya.Namun Ben, entah apa yang terjadi? Tiba-tiba p
"Apa yang terjadi, Ben?" dengan langkah lebar Rosalia menghampiri Ben yang menyambutnya di lobby hotel. Di belakangnya, Edward dan Elio bergegas mengejar dirinya. "Kita bertemu lagi, Nyonya," sapa Ben seraya menundukkan kepalanya. Usai melakukan hal itu, ia lalu melemparkan pandangannya pada Edward dan Elio. Kemudian mengangguk pada kedua pria itu dan berpaling kembali pada Rosalia. "Maaf, Nyonya. Seharusnya aku tidak menakuti Nyonya seperti ini," cetusnya. "Dan Tuan, mungkin Tuan juga akan marah padaku nanti jika Tuan bangun dan mengetahui apa yang telah kulakukan pada Nyonya. Tapi masalahnya ...." Ben diam sejenak, menurunkan pandangannya juga memasang wajah cemas. Ekspresi Ben itu tentu saja membuat Rosalia menjadi semakin takut. Sementara Edward dan Elio, justru saling bertukar pandang, bertanya-tanya dalam hati apakah telah terjadi sesuatu yang buruk terhadap Ernest? "Ben?!" desak Rosalia, dengan suara sedikit meninggi. Namun setelahnya, ia justru menghela nafas kala menemukan