"Ssst!! Untuk Tuan dan Nona yang di sana, tolong jangan berisik!"Teguran itu yang berasal dari Penjaga Murbei Library langsung membuat Edward dan Rosalia menutup rapat mulut mereka. "Pergilah, Ed!" Usir Rosalia sekali lagi sambil kembali melangkahkan kakinya menuju salah satu kursi kosong yang terdapat di Murbei Library.Tapi, dengan santainya Edward mengikuti Rosalia lalu menjatuhkan bokongnya pada kursi yang berada tepat di samping gadis belia itu. Untungnya hari ini Murbei Library tidak terlalu ramai, dan dari 20 deret meja yang terdapat di sini-- Hanya 3 meja saja yang diisi oleh Pengunjung Murbei Library. Kebanyakan dari mereka tampak masih seusia Rosalia."Bukankah sudah kukatakan aku akan pulang sendiri, nanti?" Rosalia lagi-lagi berbicara dan masih dengan suara yang sangat pelan agar ia tidak kembali ditegur oleh Penjaga Murbei Library yang terlihat sesekali melirik ke arahnya dan juga Edward."Aku tidak akan pergi!" balas Edward, "Dan daripada kamu membaca buku tidak bergun
Satu jam kemudian, di halaman mansion Ernest. Rosalia bergegas turun dari boncengan Edward dan segera berlari kecil memasuki mansion di saat Edward sedang mengunci motornya. Melewati pintu masuk, ia melepaskan helm dari kepalanya lalu memberikannya pada Anne yang berada tak jauh dari ambang pintu, seakan kepala pelayan mansion Ernest itu telah tahu kapan dia akan tiba. "Nona, Tuan telah meminta anda untuk ke kamar Tuan jika anda telah datang." Kata Anne sopan. Rosalia mengerutkan keningnya, 'Apa aku tidak salah dengar?' pikirnya. Ia yang tadinya sedang melangkahkan kakinya bahkan langsung menghentikan langkahnya kemudian membalikkan tubuhnya menghadap Anne. "Kapan Tuan Ernest mengatakannya?" tanyanya pada wanita paruh baya itu. Dengan sikap profesionalnya sebagai kepala pelayan, Anne pun melangkah menghampiri Rosalia. Ia juga memanggil seorang pelayan yang kebetulan lewat lalu memberikan helm yang Rosalia titipkan padanya. Baru setelah itu ia melangkah kembali mendekati gadis beli
"Kamu brengsek, Edward Gail!!" teriaknya. Usai meneriaki Edward, Rosalia pun berlari menaiki anak tangga menuju ke lantai 2.Edward yang ditinggalkan, hanya diam sambil menyentuh pipinya yang telah ditampar oleh Rosalia tadi. Di saat ia mengangkat wajahnya, ia melemparkan tatapan sayu pada Rosalia yang terburu-buru ingin masuk ke dalam kamarnya. Tapi gadis belia itu tampak berhenti sejenak di depan kamar kemudian menggerakkan lengannya ke arah pipinya seolah sedang mengusap air mata. Menyaksikan hal itu, Edward kembali mengepalkan kedua tangannya dengan sangat keras hingga kuku-kukunya melukai telapak tangannya. Namun rasa sakit pada telapak tangannya itu sama sekali tidak ia hiraukan. "Brengsek!! Kamu memang pria brengsek, Edward!!" gumamnya pada dirinya sendiri. Setelah melihat Rosalia masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintu dengan keras, Edward langsung membalikkan tubuhnya dan pergi meninggalkan mansion. Tanpa diketahui olehnya, pertengkarannya dengan Rosalia-- Ternyata telah
"Aku sudah pernah melihat tubuhmu tanpa tertutup oleh sehelai benang pun.""Tapi waktu itu aku sedang mabuk," cicit Rosalia sambil mengerucutkan bibirnya. Ernest tidak mengacuhkan kata-kata Rosalia itu dan terus menatap gadis belia itu dengan kekesalan yang hampir memuncak. "Masih tidak mengganti pakaianmu? Apakah kamu ingin agar aku yang menggantikannya?!" geramnya, ia bahkan mendelikkan matanya pada Rosalia yang menurutnya sangat keras kepala dan sangat sulit untuk diatur. "I-itu tidak perlu!" Dengan cepat Rosalia beranjak dari atas sofa, ia juga mencengkram erat handuk yang sedang membalut tubuhnya. Kemudian mengelilingi meja yang berada di depan sofa dan melewati Ernest. "Ke mana?!" lontar Ernest dingin. Padahal ia baru saja meminta Rosalia untuk segera mengganti pakaiannya, namun gadis belia ini justru beranjak dari sofa. "Ke kamar mandi, apa kamu pikir aku sudah stres sehingga begitu saja membuka pakaianku di hadapanmu? Jangan lupa! Kamu adalah seorang pria dewasa!""Kamu ju
Di dalam kamar Oliver, sang empunya kamar saat ini tengah melirik arloji mewah yang melingkar di pergelangan tangan kirinya."Sudah pukul 11. 45?" Kedua alis Oliver menyatu ke tengah ketika ia mengetahui tanpa terasa waktu makan siang sudah hampir tiba, tapi dua orang yang ia tunggu tak juga datang menemuinya di dalam kamarnya. 'Apa yang terjadi? Apakah Edward melakukan sesuatu lagi yang hingga membuat Miss Heart tidak ingin pergi bersamanya?' pikirnya, seiring ia melemparkan pandangannya ke arah pintu kamar. Sedikit berharap kalau ia akan mendengar suara ketukan dari sana."Ke mana Edward?" dengusnya tak sabar. Setelah apa yang ia harapkan tak juga terjadi, Oliver pun meregangkan tubuhnya yang sedikit lelah karena terlalu banyak duduk sepanjang pagi hingga siang hari. Usai merelax kan semua ototnya yang terasa kaku, ia segera beranjak dari sofa dan pergi meninggalkan kamarnya.Di luar, ia menyusuri selasar lantai dua dan terus berjalan hingga ia tiba di depan anak tangga. Di tempat t
Sore hari, Ben masih menemani Ernest untuk menenangkan Bosnya itu yang masih marah terhadap Edward. Dan demi mengalihkan perhatian Ernest, ia mengusulkan pada Ernest untuk kembali melacak keberadaan dari Kontraktor yang telah menipu Oliver. Di tengah-tengah kesibukannya, mendadak ia menerima telpon dari Bill, Saudaranya."Ada apa, Kak?" tanyanya saat ia mengangkat panggilan dari Bill. [Ben, apakah saat ini kamu sedang bersama Ernest? Jika benar, katakan pada si gila itu untuk membayar tagihan Keponakannya padaku! Aku benar-benar tidak mengerti mengapa Paman dan Keponakan ini selalu menggangguku jika sedang terlibat dalam masalah, huft!]"Apakah yang Kakak maksud adalah Tuan Edward?" Ben melirik Ernest, meski terlihat cuek-- Ia tahu bahwa Bosnya itu sedang menguping percakapannya dengan Bill. [Yah, dia. Siapa lagi? Pukul 12 siang, dia tiba-tiba datang ke Apartemenku dan memaksaku untuk membuka Klub, padahal kamu tahu, kan jika kunci Klub bukan berada di tanganku? Dan si bocah sialan
Malam hari, beberapa jam setelah ia dihantar ke mansion Ernest-- Edward terbangun di dalam kamarnya dengan merasakan sakit yang sangat pada kepalanya. Ketika ia berusaha bangkit untuk duduk di atas kasur empuk yang selama 6 malam ini telah menjadi tempat untuk ia melepaskan lelahnya, ia pun mengerang pelan sambil menyentuh kepalanya."Aaarghh!" erangnya sekali lagi lalu memukul samping kepalanya untuk meredakan rasa pusing yang sedang melandanya. Tak lama berselang, otaknya pun bereaksi. Ia yang semula hanya terfokus pada sakit yang ia rasakan pada kepalanya, kini mulai mengamati ruangan tempat ia terbangun.Setelah mengenali bahwa ruangan ini adalah kamarnya di mansion Pamannya, ia pun berpikir tentang siapa yang telah membawanya pulang dari Klub Malam milik Bill."Mengapa aku tidak mengingat apapun? Apakah Bill yang telah mengantarku pulang?" gumamnya.Di saat Edward masih termangu, dari arah pintu kamar tiba-tiba terdengar suara ketukan yang disusul oleh suara Anne."Tuan Edward, Tu
"Gadis kecil itu sama sekali tidak memiliki prestasi seperti Rose, Ernest. Tapi... Jika itu yang kamu inginkan, kamu boleh berkenalan dengan Rose terlebih dahulu. Untuk kali ini akan Ayah ikuti keinginanmu itu. Kamu, dan juga kedua Keponakanmu boleh melakukan perkenalan sesuai kesepakatan yang telah Carlisle janjikan pada Alston. Hanya saja, gadis yang berada di mansionmu saat ini-- Dia harus segera pulang! Kelak, Rose lah yang akan tinggal bersama kalian.""Lalu bagaimana jika aku menolak Rose seandainya dia memilihku?""Kamu tidak bisa melakukannya, Ernest!! Perjodohan ini tidak membutuhkan persetujuanmu! Dan Ayah, Ayah ingin agar kamu menerima Rose jika nanti pilihannya jatuh padamu, hal ini juga berlaku untuk Oliver dan juga Edward!"Keputusan final pun akhirnya dilontarkan oleh Tuan Gail tua, membuat Ernest yang mengingat keputusan Ayahnya itu-- Berkali-kali menghembuskan nafas kasar dalam perjalanan pulang menuju mansion miliknya. "Paman!" tegur Oliver yang samar-samar mendenga