"Eng, Tuan Ernest...""Panggil aku Ernest!" sela Ernest cepat sambil memicingkan matanya pada Rosalia, dan di detik berikutnya ia menggelengkan kepalanya. "Mengapa, Rosalia?""Apa?" tidak mengerti dengan maksud ucapan Ernest, Rosalia menatap Ernest dengan kening berkernyit. "Apa aku ini pria brengsek di matamu?" ucap Ernest lirih. "Hah?! Ma-maaf, aku tidak mengerti.""Tatapan matamu, di restoran tadi tatapan matamu padaku seakan aku ini adalah seorang bajingan." Ernest menghela nafas sesaat lalu tersenyum getir. Di saat yang sama, tatapan matanya perlahan-lahan meredup, ia juga melepaskan Rosalia dari kungkungannya dan bahkan membalikkan tubuhnya untuk membelakangi Rosalia. Ada rasa sakit yang tiba-tiba hadir mengisi relung hatinya tatkala ia mengingat bagaimana Rosalia menatapnya siang ini di resto setelah Rosalia mendengar ucapan dari wanita gila yang datang mengganggu kencannya. Padahal baru kali ini ia benar-benar sangat tertarik pada seorang wanita, namun ia tidak mengerti meng
Sore hari, di saat keadaan mansion sepi... Rosalia meninggalkan kamarnya dengan hanya mengenakan pakaian santai. Saat menuju ke area kolam renang, ia berpapasan dengan Anne, wanita paruh baya itu menunduk hormat padanya. Dan tanpa mengatakan apapun pergi begitu saja dengan raut wajah suram. Rosalia mengernyit melihat tingkah Anne itu sembari bertanya-tanya dalam hati, apakah sebelumnya ia pernah menyinggung Anne tanpa sadar? Karena tingkah Anne sama sekali tidak bersahabat seperti biasanya. Sebelum Anne menjauh, demi mengobati rasa penasarannya, ia lalu memanggil Anne. "Tunggu, Anne!" teriaknya sembari memutar tubuhnya kemudian mengejar Anne. Anne menghentikan langkahnya, tanpa mengurangi rasa hormatnya terhadap Rosalia... Ia pun memutar tubuhnya menghadap Rosalia dan kembali menundukkan kepalanya. "Ada apa, Nona Rose?" tanyanya datar. Rosalia semakin mengerutkan keningnya, "Emm... Anne. Maaf, apakah aku telah melakukan sesuatu yang sudah membuatmu merasa tersinggung?"Anne terse
Bill terbahak keras, "Sudah kuduga, ternyata otakmu itu masih bekerja dengan baik!" ujarnya. Ernest hanya mendengus, ia memajukan tubuhnya ke depan lalu dengan cepat merebut botol whisky dari tangan Sahabatnya itu. Curr!! Untuk ke sekian kalinya ia memenuhi gelasnya dengan whisky. Setelah itu ia menempatkan botol whisky di samping gelas miliknya kemudian meraih gelas tersebut untuk menenggak isinya. Glekk!! Glekk!! Hanya dua teguk yang membasahi kerongkongannya, namun Ernest merasa tubuhnya sudah mulai terbakar oleh hawa panas. Di saat ia meletakkan gelas kembali ke atas meja, ia pun melirik dua botol whisky yang kini telah kosong. "Hmmm... Apakah aku yang telah menghabiskan isi dari kedua botol ini?" celetuknya. "Kamu pikir siapa lagi?!" sungut Bill sembari mencibir sebal. "Oh? Tapi mengapa aku belum juga mabuk?" rutuk Ernest, ia mengangkat tangannya untuk memijat pelipisnya. Bill yang memperhatikan hal itu lagi-lagi menggelengkan kepalanya. "Bung, kamu sudah terlalu mabuk!"
Di dalam remang-remang cahaya room, tampak Ernest sedang bersandar pada sofa. Separuh kancing kemejanya telah terbuka, sementara gelas kosong bekas whisky masih berada di genggaman tangannya. Melihat keadaan Bosnya itu, Ben berpaling pada Bill yang tengah menunduk sambil memijat pelipisnya. "Mengapa Kakak membiarkannya kembali seperti dulu?!" geramnya. Bill tertawa sinis mendengar ocehan Adiknya itu, "Harusnya kamu menanyakan ini pada wanita yang telah kamu bawa ke sini," gumamnya. Ia menurunkan tangannya, mengangkat wajahnya lalu melemparkan pandangannya pada Rosalia. Tidak mengerti apa yang terjadi, Rosalia justru mengerutkan keningnya di saat ia menerima tatapan tajam Bill juga ujaran sinis yang terlontar dari mulut pria itu. Jika dinilai dari usianya, seharusnya usia Bill saat ini tak jauh berbeda dengan Ernest. Dan dari ucapan Bill, ia menebak kalau Bill kemungkinan adalah Sahabat dekat Ernest. "Jadi Ernest memperkerjakan Adik Sahabatnya sebagai Asistennya?" diam-diam ia meli
"Hei, Rosalia. Aku..." Ernest mencoba meraih lengan Rosalia yang beranjak cepat dari atas pangkuannya. Sayangnya ia gagal, ia bahkan hanya bisa termangu menatap Rosalia yang melangkah tergesa-gesa ke arah pintu room. Brakk!! Suara pintu room yang ditutup dengan keras, membuat Ernest terlonjak dari sofa. "Ah, sial!" rutuknya, "Dia pasti marah lagi padaku." Ia memijat keningnya yang terasa berputar dikarenakan sedikit mabuk. Ya, ia baru saja berbohong pada Rosalia dengan mengatakan bahwa 4 botol whisky sama sekali tidak berpengaruh padanya. Nyatanya, itu cukup untuk membuat pandangannya berputar. Gara-gara hal ini juga ia tidak bisa beranjak dari sofa untuk mengejar Rosalia. "Alkohol sialan!" umpat Ernest, ketika ia merasakan kepalanya semakin pusing. Berselang 5 menit, dari arah pintu room... Pintu tiba-tiba terbuka. Bill masuk sendiri sambil menatap Ernest dengan wajah bingung. "Kamu bajingan, bung!" cetusnya gemas. Bagaimana ia tidak menyebut Ernest sebagai bajingan? Dua jam yan
"Nona Rose?"Empat kepala menengadah ke atas menatap Rosalia, di sisi lain... Rosalia dengan amat sangat terpaksa menegakkan tubuhnya sambil tersenyum kikuk. 'Bagus sekali, Edward Gail!' umpatnya dalam hati. "Hahaha... Aku ketahuan!" Rosalia menatap satu persatu keempat pria yang kini sedang memperhatikan dirinya. Tapi... 'Apa ini? Mengapa mata mereka tertuju pada...' Ia menurunkan pandangannya, melihat ke arah pakaian yang ia kenakan. Menyadari apa yang sedang diperhatikan oleh Oliver, Edward, Ernest, dan... Sahabat Ernest yang charming tapi belum ia ketahui namanya, ia sontak berteriak dan berlari masuk ke dalam kamar. Reaksi Rosalia itu mengundang senyum dari ketiga pria yang tengah menatapnya, terkecuali Ernest. Netranya yang berwarna hazel justru berkilat marah. Ia cemburu... Ia cemburu pada kedua Keponakannya dan juga Bill yang telah melihat Rosalia dalam piyama tidurnya. Sebenarnya pakaian Rosalia sangat sederhana, hanya dalaman tali satu dengan celana pendek dan piyama panj
Ceklekk!! "Rose?"Rosalia tertegun di hadapan Oliver yang tiba-tiba menegurnya setelah ia membuka pintu kamarnya. "O-Oliver?" gumamnya terbata. "Sepertinya bukan hanya aku yang kesulitan memejamkan mata malam ini, bukan?" seloroh Oliver. Rosalia hanya tersenyum kikuk mendengar kalimat tersebut. Meskipun dilontarkan Oliver seolah candaan, entah mengapa ia merasa sedikit tersindir. Dan sebelum menjawab ucapan Oliver itu, ia diam-diam melirik piyama tidurnya terlebih dahulu. Ia takut jika ia masih belum mengikatnya secara sempurna sebelum keluar dari kamar tadi. 'Thanks God,' batinnya setelah ia mengetahui bahwa piyamanya telah terpasang dengan rapi. "Eng, Oliver. Apa yang kamu lakukan di sini?" tanyanya kemudian seiring ia mengangkat wajahnya untuk menatap Oliver. Oliver tidak segera menjawab pertanyaannya itu, tapi Rosalia melihat jika pria yang biasa memasang wajah dingin itu kini sedang tersenyum padanya. Ya, sesuatu yang sangat aneh sebenarnya karena ia bisa melihat banyak sen
"Jadi kamu benar-benar membenci statusmu sebagai putri Bangsawan yang harus terikat pertunangan dengan seseorang yang tidak kamu sukai?"Rosalia menghela nafas mengingat kata-kata Oliver ini ketika ia bertemu Oliver di ruang makan. Ernest tidak terlihat, hanya ada Edward dan Oliver yang menemaninya untuk sarapan bersama. Belakangan, ia baru tahu dari Ben yang datang ke mansion untuk menemui Ernest setelah kepergian Oliver dan Edward. Menurut Ben, hari ini Ernest telah menghubunginya bahwa Ernest tidak akan pergi ke Gail Group karena kurang sehat. "Apakah Tuan Ernest sakit gara-gara semalam?" selidiknya sembari mensejajari langkah Ben yang tengah menaiki anak tangga menuju kamar Ernest. "Benar, Nona." Jawab Ben, ia menganggukkan kepalanya lalu mempercepat langkahnya. Sebab pagi ini sewaktu menghubunginya, Ernest telah memintanya untuk menangani semua pekerjaan Bosnya itu di Gail Group. Karena itu Ben terpaksa harus memanfaatkan waktunya seefektif mungkin. Menyaksikan Ben yang seolah
Ini sudah dua hari sejak terakhir Ernest datang menemui Rosalia di rumah peristirahatan milik Ayah mertuanya. Dan selama dua hari ini, suaminya itu sudah tidak pernah lagi mengganggu dirinya. Tidak menemuinya sama sekali. Membuat Rosalia menjadi bingung dan juga berpikir, apakah Ernest benar-benar telah menyerah padanya. "Ed, aku ingin kembali bekerja!" cetusnya di meja makan, saat ia sarapan pagi bersama Edward. Namun Edward hanya menatapnya dengan wajah seolah kurang yakin kalau ia sudah siap untuk bekerja. "Bagaimana tubuhmu, Rosi? Kau yakin ingin melakukan hal ini?"Rosalia mengangguk tegas, keseriusannya itu juga ia tunjukkan lewat tatapan matanya yang tertuju pada Edward. "Aku bosan, Ed," ungkapnya, mencoba menjelaskan alasan tentang mengapa ia memutuskan untuk pergi bekerja. Sesaat, ia sempat menangkap raut wajah Edward tiba-tiba tampak aneh. Seolah ada sesuatu yang sedang disembunyikan Edward darinya. Tapi apa? "Baik, tapi sebaiknya aku menghubungi Luis terlebih dahulu, b
Di dalam kamarnya, duduk bersandar di atas ranjang, Rosalia terus menunggu seandainya Ernest naik ke lantai dua rumah peristirahatan. Lalu menggedor pintu kamarnya sambil berteriak marah memanggil namanya. Tapi hal itu tidak terjadi sama sekali, terlalu hening, terlalu sepi, membuat ia ingin menangis. Tak lama, suara sedan terdengar di pekarangan rumah. Suara itu seolah bergerak menjauh, pergi menjauhi rumah peristirahatan. "Dia menyerah? Haha ... ternyata hanya begitu." Rosalia tertawa lirih, dan di penghujung tawanya, ia justru terisak pelan. Menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang, meringkuk, dan terus terisak di sana hingga ia tertidur. 1 jam kemudian, gagang pintu kamar Rosalia tiba-tiba bergerak turun. Berselang beberapa detik, pintu itu yang ternyata tidak terkunci bahkan didorong perlahan dari luar oleh sesosok tubuh tinggi besar. Sesaat, pria ini melemparkan pandangannya ke arah ranjang. Menatap cukup lama pada Rosalia yang telah tampak pulas, baru kemudian melangkah perlah
Malam hari, usai makan malam. Rosalia terus mengunci dirinya di dalam kamar, duduk termangu di atas ranjang sambil menyembunyikan wajahnya di antara kedua lututnya yang sengaja ia tekuk. Hari ini ia jengkel sekali, sangat jengkel atas semua yang telah Ernest lakukan padanya. Dan ... bagaimana bisa suaminya itu merayunya, menggodanya, menyentuhnya dengan tangan yang pernah menyentuh Barbara sebelumnya, tanpa merasa bersalah pada dirinya? Ernest anggap apa dirinya? 'Itu karena kau juga sengaja membiarkannya melakukan hal itu padamu, Rosi! Kau ... selalu takluk ketika Ernest menyentuhmu. Kau selalu menyerah di bawah kecupannya. Pria itu menyadarinya, Rosalia Heart! Dia mengetahui kelemahanmu!'Rosalia memiringkan kepalanya, mencoba mengacuhkan semua jeritan yang diteriakkan hatinya padanya. Meski ia tahu kalau semua itu memang benar adanya. Yah, ia memang selemah itu di hadapan Ernest. Itu benar, dan ia tidak menampiknya. Ia juga sadar kalau ia tidak bisa melihat sekelilingnya karena h
Perlahan-lahan, Edward membalikkan tubuhnya. Dan ia sontak membeku saat telah berhadapan sempurna dengan Pamannya. Sebab wajah Ernest kini tampak sangat menakutkan. Beberapa saat yang lalu, Ernest hampir berhasil melepaskan satu-satunya kain yang masih melekat di tubuh Rosalia, namun konsentrasinya tiba-tiba terganggu oleh suara bel. Selama beberapa saat ia mencoba untuk mengacuhkannya, tapi naasnya ... suara bel kedua justru membuat Rosalia seketika membuka matanya. Istrinya itu menatap lekat ke arahnya, ia bahkan melihat ada kebencian di wajah Rosalia saat itu. Dan lebih sialnya lagi, suara bel kembali terdengar. Semakin sering, hingga Rosalia yang semula telah terpengaruh oleh sentuhannya, langsung mendorong tubuhnya. Istrinya itu bahkan segera memunguti semua pakaiannya dan bergegas berlari ke kamar mandi. Keributan itu tentu saja membuat Ernest meradang. Karena gara-gara suara bel, gairahnya yang semula telah berada di puncak, akhirnya langsung terjun bebas akibat penolakan Ros
Pukul 11 siang, Edward, Ben, dan juga Elio tampak memasuki lobby hotel. Ketika ketiganya telah memasuki lift, Edward yang sudah menahan kesabarannya sejak turun dari mobil, langsung membuka mulutnya. "Ini terlalu siang!" protesnya pada Ben, "Kau dengar? Rosi pasti sangat kelaparan sekarang," sungutnya. Ben tidak menanggapi celotehan Edward itu, melainkan melirik arloji mewah yang melingkar di pergelangan tangannya. "Sekarang sudah pukul 11? Seharusnya saat ini Tuan sudah terbangun, 'kan? Dan juga sudah berbicara pada Nyonya, 'kan? Apa mereka baik-baik saja?" gumamnya pelan, ada keresahan di dalam nada suara Ben. Begitu pula kala ia melihat lampu lift yang menunjukkan pergantian lantai semakin mendekati lantai tempat di mana kamar Ernest berada. Tepat di saat lift tiba dan pintu lift telah terbuka, dengan wajah ragu ia keluar dari lift. Edward masih berkicau bak burung merpati yang belum diberi makan, namun Ben sengaja menulikan telinganya. Ia bahkan tidak mengerti sejak kapan Edwar
'Jangan!' erang hati Ernest, saat Rosalia tiba-tiba membuka piyama yang ia kenakan. Lalu mengusap tubuhnya yang memanas dengan menggunakan ... apapun itu, kini benda sialan itu sedang menari-nari di atas kulit tubuhnya. Membuat ia sontak menahan nafas ketika benda itu perlahan bergerak turun dan menyusuri perutnya. Menuju ke area ... "Bagaimana ini? Tubuh Ernest semakin panas, apa yang harus kulakukan sekarang? Dan di mana mereka?"Fiuh, Ernest menghela nafas lega. Karena bertepatan ia membuka matanya— di saat yang sama Rosalia tiba-tiba melemparkan pandangannya ke arah pintu kamar. Namun tangan istrinya itu masih mengusap perutnya, bahkan handuk yang Rosalia genggam di tangannya hampir menyentuh ... Ernest melirik benda lembut berwarna putih itu sambil kembali menahan nafas. Sebab, jika benda sialan itu sampai menyentuh miliknya, Rosalia pasti akan segera tahu kalau ia telah terjaga. 'Jangan ke sana! Ukh ....' Ia sontak merapatkan bibirnya kala jari kelingking Rosalia tiba-tiba me
"Sudah 30 menit berlalu, di mana mereka?" Rosalia beranjak dari tepian ranjang, berdiri tegak, lalu melemparkan pandangannya pada pintu kamar. Tanpa menyadari bahwa seseorang telah terjaga dan kini sedang menatap dirinya dengan wajah tak percaya. Pria tampan itu bahkan mengerjapkan matanya, seolah ia sedang bermimpi saat ini. 'Baby? Apa yang terjadi? Mengapa dia ... Dia ada di dalam kamarku?' monolog Ernest dalam hati, tanpa melepaskan pandangannya dari tubuh ramping Rosalia yang sedang membelakangi dirinya. Well, ia sebenarnya sudah bangun sejak merasakan ranjang yang ia tiduri berderit pelan. Saat itu ia menemukan Rosalia tengah mencoba untuk beranjak dari pinggir ranjang. Namun istrinya itu tampak tidak menyadari kalau ia sudah terjaga. Dan sekarang, ia justru sedang berpikir keras tentang apa yang telah terjadi semalam? Mengapa ia sampai tidak tahu kalau Rosalia telah datang ke kamar hotelnya? Dan juga ... dari mana istrinya ini tahu di mana ia menginap? Apakah itu Elio yang tel
Setelah hampir dua jam menunggu Dokter yang Ben katakan akan segera datang, dan sambil mengusap wajah Ernest dengan handuk hangat, Rosalia yang tak sabar akhirnya kembali membuka mulutnya."Di mana Dokternya? Apa kau benar-benar telah menghubunginya, Ben?" sungutnya, seiring ia berpaling pada Asisten suaminya yang justru tidak berani menatap matanya. Aneh, sangat aneh.Keanehan itu juga dirasakan oleh Edward dan Elio. Hanya saja, Elio tidak berani berbicara pada Ben. Selain itu, posisinya hanyalah penjaga rumah. Apa haknya untuk mempertanyakan apa yang telah Ben perbuat, sedangkan pria itu memiliki status yang lebih tinggi darinya?Berbeda dengan Elio, Edward justru segera menarik lengan Ben. Membawa pria itu menjauh dari Rosalia yang terus mengikuti Ben dengan tatapan matanya.Di dekat sofa, Edward langsung melepaskan lengan Ben. Ia bahkan memukul lengan itu seraya berbisik, "Hei, kau ... apa benar kau sudah memanggil Dokter?" gerutunya.Namun Ben, entah apa yang terjadi? Tiba-tiba p
"Apa yang terjadi, Ben?" dengan langkah lebar Rosalia menghampiri Ben yang menyambutnya di lobby hotel. Di belakangnya, Edward dan Elio bergegas mengejar dirinya. "Kita bertemu lagi, Nyonya," sapa Ben seraya menundukkan kepalanya. Usai melakukan hal itu, ia lalu melemparkan pandangannya pada Edward dan Elio. Kemudian mengangguk pada kedua pria itu dan berpaling kembali pada Rosalia. "Maaf, Nyonya. Seharusnya aku tidak menakuti Nyonya seperti ini," cetusnya. "Dan Tuan, mungkin Tuan juga akan marah padaku nanti jika Tuan bangun dan mengetahui apa yang telah kulakukan pada Nyonya. Tapi masalahnya ...." Ben diam sejenak, menurunkan pandangannya juga memasang wajah cemas. Ekspresi Ben itu tentu saja membuat Rosalia menjadi semakin takut. Sementara Edward dan Elio, justru saling bertukar pandang, bertanya-tanya dalam hati apakah telah terjadi sesuatu yang buruk terhadap Ernest? "Ben?!" desak Rosalia, dengan suara sedikit meninggi. Namun setelahnya, ia justru menghela nafas kala menemukan