"Nona Rose?"Empat kepala menengadah ke atas menatap Rosalia, di sisi lain... Rosalia dengan amat sangat terpaksa menegakkan tubuhnya sambil tersenyum kikuk. 'Bagus sekali, Edward Gail!' umpatnya dalam hati. "Hahaha... Aku ketahuan!" Rosalia menatap satu persatu keempat pria yang kini sedang memperhatikan dirinya. Tapi... 'Apa ini? Mengapa mata mereka tertuju pada...' Ia menurunkan pandangannya, melihat ke arah pakaian yang ia kenakan. Menyadari apa yang sedang diperhatikan oleh Oliver, Edward, Ernest, dan... Sahabat Ernest yang charming tapi belum ia ketahui namanya, ia sontak berteriak dan berlari masuk ke dalam kamar. Reaksi Rosalia itu mengundang senyum dari ketiga pria yang tengah menatapnya, terkecuali Ernest. Netranya yang berwarna hazel justru berkilat marah. Ia cemburu... Ia cemburu pada kedua Keponakannya dan juga Bill yang telah melihat Rosalia dalam piyama tidurnya. Sebenarnya pakaian Rosalia sangat sederhana, hanya dalaman tali satu dengan celana pendek dan piyama panj
Ceklekk!! "Rose?"Rosalia tertegun di hadapan Oliver yang tiba-tiba menegurnya setelah ia membuka pintu kamarnya. "O-Oliver?" gumamnya terbata. "Sepertinya bukan hanya aku yang kesulitan memejamkan mata malam ini, bukan?" seloroh Oliver. Rosalia hanya tersenyum kikuk mendengar kalimat tersebut. Meskipun dilontarkan Oliver seolah candaan, entah mengapa ia merasa sedikit tersindir. Dan sebelum menjawab ucapan Oliver itu, ia diam-diam melirik piyama tidurnya terlebih dahulu. Ia takut jika ia masih belum mengikatnya secara sempurna sebelum keluar dari kamar tadi. 'Thanks God,' batinnya setelah ia mengetahui bahwa piyamanya telah terpasang dengan rapi. "Eng, Oliver. Apa yang kamu lakukan di sini?" tanyanya kemudian seiring ia mengangkat wajahnya untuk menatap Oliver. Oliver tidak segera menjawab pertanyaannya itu, tapi Rosalia melihat jika pria yang biasa memasang wajah dingin itu kini sedang tersenyum padanya. Ya, sesuatu yang sangat aneh sebenarnya karena ia bisa melihat banyak sen
"Jadi kamu benar-benar membenci statusmu sebagai putri Bangsawan yang harus terikat pertunangan dengan seseorang yang tidak kamu sukai?"Rosalia menghela nafas mengingat kata-kata Oliver ini ketika ia bertemu Oliver di ruang makan. Ernest tidak terlihat, hanya ada Edward dan Oliver yang menemaninya untuk sarapan bersama. Belakangan, ia baru tahu dari Ben yang datang ke mansion untuk menemui Ernest setelah kepergian Oliver dan Edward. Menurut Ben, hari ini Ernest telah menghubunginya bahwa Ernest tidak akan pergi ke Gail Group karena kurang sehat. "Apakah Tuan Ernest sakit gara-gara semalam?" selidiknya sembari mensejajari langkah Ben yang tengah menaiki anak tangga menuju kamar Ernest. "Benar, Nona." Jawab Ben, ia menganggukkan kepalanya lalu mempercepat langkahnya. Sebab pagi ini sewaktu menghubunginya, Ernest telah memintanya untuk menangani semua pekerjaan Bosnya itu di Gail Group. Karena itu Ben terpaksa harus memanfaatkan waktunya seefektif mungkin. Menyaksikan Ben yang seolah
Anne mengacuhkan ucapan Rosalia, dan dengan sedikit memaksa... Ia menyerahkan nampan yang berisi sup mushroom, roti tawar, dan segelas teh Inggris ke tangan Rosalia. "Anne?" Rosalia mendelikkan matanya ketika ia harus menerima nampan tersebut dengan amat sangat terpaksa. Tapi... Yang dilakukan Anne selanjutnya justru membuatnya mendengus sebal. Tanpa peduli bahwa ia keberatan, Anne malah mendorong punggungnya agar ia segera pergi mengantarkan makanan ke kamar Ernest. "Bagaimana jika dia menolakku?" sungutnya."Nona Rose, Nona tidak akan tahu sebelum mencobanya, kan?" tukas Anne sembari tersenyum tipis.Dengan menekuk wajahnya, akhirnya Rosalia bersedia menuruti permintaan Anne. Dan walaupun ia sedikit mencemaskan Ernest yang mungkin akan mengusirnya, tapi ia sama sekali tidak berkutik di hadapan Anne yang sangat keras kepala. Berselang beberapa saat, setibanya di hadapan kamar Ernest. Untuk sesaat ia merasa ragu untuk memanggil Ernest. "Bagaimana ini? Bukankah dia sedang marah pada
"Kamu menarik, Rosalia Heart. Mungkin karena itu kedua Keponakanku mulai memperhatikanmu." ujar Ernest sembari tersenyum tipis, ia lalu menyusun sendok makannya di dalam mangkuk dalam keadaan terbuka. Rosalia memperhatikan hal itu. Meski hatinya senang Ernest menghabiskan semua yang khusus ia masakan untuk pria arogan itu, namun Rosalia enggan menunjukkan rasa senangnya. Ia, tidak ingin Ernest kembali menggodanya jika pria mesum itu sampai melihat ekspresi senang di wajahnya. "Mengapa diam?""Eh?" Rosalia mengalihkan pandangannya dari mangkuk sup yang telah kosong ke wajah Ernest. "Kamu tahu etika itu, bukan?" tunjuk Ernest pada sendoknya, "Itu artinya aku menginginkan semangkuk sup mushroom lagi dengan 2 roti tawar.""Aku tahu," jawab Rosalia ketus, "Tapi maaf, aku bukan pelayanmu. Seharusnya kamu bersukur aku bersedia mengantarkan semua ini padamu!" dengusnya sambil menyusun mangkuk bekas sup dan piring kecil bekas tempat roti ke atas nampan. Setelah semua tersusun rapi, ia langs
"Sudah puas melihatnya? Atau haruskah aku ke sana agar kamu bisa melihatku dengan lebih jelas lagi?""Cih." Rosalia mengerucutkan bibirnya. Tidak bisa ia pungkiri jika sindiran itu berhasil membuat wajahnya terasa panas. Ia bahkan yakin sekali kalau saat ini wajahnya terlihat memerah di hadapan Ernest, buktinya pria dingin dan arogan itu kini tampak sedang menahan senyumnya. "Mengapa menyalahkanku?" lontarnya sebal, "Sudah jelas ini salahmu karena telah seenaknya masuk ke dalam kamarku dengan pakaian yang berantakan," tambahnya lagi. "Pakaianku berantakan?" Ernest mengangkat sebelah alisnya kemudian berkata, "Ini piyama, Rosalia Heart. Apakah menurutmu aku harus selalu tampil rapi bahkan di mansionku sendiri?" demi apapun ia benar-benar tidak mengerti maksud dari ucapan Rosalia tadi. Lagipula, sejak kapan piyama akan terlihat rapi? "Piyamamu dari bahan sutra!""Lalu...""Kancingnya terlalu banyak yang terbuka!" cetus Rosalia yang tidak lagi bisa menahan geramnya. Usai mengatakan hal
"Kamu pikir aku takut dengan ancamanmu?" Rosalia mengangkat sebelah alisnya, tapi ia mulai ragu untuk meneruskan apa yang ingin ia lakukan. Maaf saja, ia bukan gadis nakal yang pernah menyentuh milik pria sebelumnya. Tadinya ia hanya bermaksud ingin menakuti Ernest. "Jauhkan tanganmu dari kepalaku, jika tidak... Aku tidak akan segan untuk memutus jalur berkembang biakmu!"Ernest langsung mengangkat tangannya bak tersangka yang sedang ditodong senjata oleh pihak berwajib. "Baiklah, kamu menang!" cetusnya sebal. Rosalia mengulum senyumnya, ia sama sekali tidak menduga jika Ernest akan menyerah secepat ini. Perlahan-lahan, ia mengangkat wajahnya. Namun ia tidak segera beranjak dari pangkuan Ernest, melainkan menatap pria dewasa mesum itu sambil tersenyum nakal. "Good Man," ujarnya sambil menepuk pipi Ernest, membuat Ernest yang menerima tepukan itu langsung menautkan kedua alisnya. "Kamu sangat berani, Rosalia Heart. Apa kamu sadar sedang bermain api dengan siapa?!" dengus Ernest. "O
"Maaf, aku sudah membuat kalian menungguku lagi!" di hadapan Ernest, Oliver, dan Edward yang tengah duduk mengelilingi meja makan, Rosalia menundukkan kepalanya. Karena untuk ke sekian kalinya ia telah membuat ketiga lajang dari keluarga Gail itu harus menunggunya lagi untuk makan bersama. Tidak ada jawaban yang ia dapatkan, bahkan ketika ia mengangkat kepalanya... Ernest dan Edward tampak saling tatap dengan wajah penuh permusuhan. Hanya Oliver saja yang tengah menatapnya sambil tersenyum ramah. "Duduklah, Rose!" tukas Oliver sambil memberi isyarat pada salah seorang pelayan yang berada di dekatnya agar menarikkan kursi kosong yang berada tepat di sampingnya untuk Rosalia. Pelayan wanita itu mengangguk patuh dan bergegas melaksanakan perintah Oliver. Ia, menggeser kursi yang berada di samping Oliver lalu mempersilakan Rosalia untuk menempati kursi tersebut. "Terima kasih!" lontar Rosalia pada pelayan wanita itu sembari tersenyum, sebelum ia menjatuhkan bokongnya di atas kursi yang
Ini sudah dua hari sejak terakhir Ernest datang menemui Rosalia di rumah peristirahatan milik Ayah mertuanya. Dan selama dua hari ini, suaminya itu sudah tidak pernah lagi mengganggu dirinya. Tidak menemuinya sama sekali. Membuat Rosalia menjadi bingung dan juga berpikir, apakah Ernest benar-benar telah menyerah padanya. "Ed, aku ingin kembali bekerja!" cetusnya di meja makan, saat ia sarapan pagi bersama Edward. Namun Edward hanya menatapnya dengan wajah seolah kurang yakin kalau ia sudah siap untuk bekerja. "Bagaimana tubuhmu, Rosi? Kau yakin ingin melakukan hal ini?"Rosalia mengangguk tegas, keseriusannya itu juga ia tunjukkan lewat tatapan matanya yang tertuju pada Edward. "Aku bosan, Ed," ungkapnya, mencoba menjelaskan alasan tentang mengapa ia memutuskan untuk pergi bekerja. Sesaat, ia sempat menangkap raut wajah Edward tiba-tiba tampak aneh. Seolah ada sesuatu yang sedang disembunyikan Edward darinya. Tapi apa? "Baik, tapi sebaiknya aku menghubungi Luis terlebih dahulu, b
Di dalam kamarnya, duduk bersandar di atas ranjang, Rosalia terus menunggu seandainya Ernest naik ke lantai dua rumah peristirahatan. Lalu menggedor pintu kamarnya sambil berteriak marah memanggil namanya. Tapi hal itu tidak terjadi sama sekali, terlalu hening, terlalu sepi, membuat ia ingin menangis. Tak lama, suara sedan terdengar di pekarangan rumah. Suara itu seolah bergerak menjauh, pergi menjauhi rumah peristirahatan. "Dia menyerah? Haha ... ternyata hanya begitu." Rosalia tertawa lirih, dan di penghujung tawanya, ia justru terisak pelan. Menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang, meringkuk, dan terus terisak di sana hingga ia tertidur. 1 jam kemudian, gagang pintu kamar Rosalia tiba-tiba bergerak turun. Berselang beberapa detik, pintu itu yang ternyata tidak terkunci bahkan didorong perlahan dari luar oleh sesosok tubuh tinggi besar. Sesaat, pria ini melemparkan pandangannya ke arah ranjang. Menatap cukup lama pada Rosalia yang telah tampak pulas, baru kemudian melangkah perlah
Malam hari, usai makan malam. Rosalia terus mengunci dirinya di dalam kamar, duduk termangu di atas ranjang sambil menyembunyikan wajahnya di antara kedua lututnya yang sengaja ia tekuk. Hari ini ia jengkel sekali, sangat jengkel atas semua yang telah Ernest lakukan padanya. Dan ... bagaimana bisa suaminya itu merayunya, menggodanya, menyentuhnya dengan tangan yang pernah menyentuh Barbara sebelumnya, tanpa merasa bersalah pada dirinya? Ernest anggap apa dirinya? 'Itu karena kau juga sengaja membiarkannya melakukan hal itu padamu, Rosi! Kau ... selalu takluk ketika Ernest menyentuhmu. Kau selalu menyerah di bawah kecupannya. Pria itu menyadarinya, Rosalia Heart! Dia mengetahui kelemahanmu!'Rosalia memiringkan kepalanya, mencoba mengacuhkan semua jeritan yang diteriakkan hatinya padanya. Meski ia tahu kalau semua itu memang benar adanya. Yah, ia memang selemah itu di hadapan Ernest. Itu benar, dan ia tidak menampiknya. Ia juga sadar kalau ia tidak bisa melihat sekelilingnya karena h
Perlahan-lahan, Edward membalikkan tubuhnya. Dan ia sontak membeku saat telah berhadapan sempurna dengan Pamannya. Sebab wajah Ernest kini tampak sangat menakutkan. Beberapa saat yang lalu, Ernest hampir berhasil melepaskan satu-satunya kain yang masih melekat di tubuh Rosalia, namun konsentrasinya tiba-tiba terganggu oleh suara bel. Selama beberapa saat ia mencoba untuk mengacuhkannya, tapi naasnya ... suara bel kedua justru membuat Rosalia seketika membuka matanya. Istrinya itu menatap lekat ke arahnya, ia bahkan melihat ada kebencian di wajah Rosalia saat itu. Dan lebih sialnya lagi, suara bel kembali terdengar. Semakin sering, hingga Rosalia yang semula telah terpengaruh oleh sentuhannya, langsung mendorong tubuhnya. Istrinya itu bahkan segera memunguti semua pakaiannya dan bergegas berlari ke kamar mandi. Keributan itu tentu saja membuat Ernest meradang. Karena gara-gara suara bel, gairahnya yang semula telah berada di puncak, akhirnya langsung terjun bebas akibat penolakan Ros
Pukul 11 siang, Edward, Ben, dan juga Elio tampak memasuki lobby hotel. Ketika ketiganya telah memasuki lift, Edward yang sudah menahan kesabarannya sejak turun dari mobil, langsung membuka mulutnya. "Ini terlalu siang!" protesnya pada Ben, "Kau dengar? Rosi pasti sangat kelaparan sekarang," sungutnya. Ben tidak menanggapi celotehan Edward itu, melainkan melirik arloji mewah yang melingkar di pergelangan tangannya. "Sekarang sudah pukul 11? Seharusnya saat ini Tuan sudah terbangun, 'kan? Dan juga sudah berbicara pada Nyonya, 'kan? Apa mereka baik-baik saja?" gumamnya pelan, ada keresahan di dalam nada suara Ben. Begitu pula kala ia melihat lampu lift yang menunjukkan pergantian lantai semakin mendekati lantai tempat di mana kamar Ernest berada. Tepat di saat lift tiba dan pintu lift telah terbuka, dengan wajah ragu ia keluar dari lift. Edward masih berkicau bak burung merpati yang belum diberi makan, namun Ben sengaja menulikan telinganya. Ia bahkan tidak mengerti sejak kapan Edwar
'Jangan!' erang hati Ernest, saat Rosalia tiba-tiba membuka piyama yang ia kenakan. Lalu mengusap tubuhnya yang memanas dengan menggunakan ... apapun itu, kini benda sialan itu sedang menari-nari di atas kulit tubuhnya. Membuat ia sontak menahan nafas ketika benda itu perlahan bergerak turun dan menyusuri perutnya. Menuju ke area ... "Bagaimana ini? Tubuh Ernest semakin panas, apa yang harus kulakukan sekarang? Dan di mana mereka?"Fiuh, Ernest menghela nafas lega. Karena bertepatan ia membuka matanya— di saat yang sama Rosalia tiba-tiba melemparkan pandangannya ke arah pintu kamar. Namun tangan istrinya itu masih mengusap perutnya, bahkan handuk yang Rosalia genggam di tangannya hampir menyentuh ... Ernest melirik benda lembut berwarna putih itu sambil kembali menahan nafas. Sebab, jika benda sialan itu sampai menyentuh miliknya, Rosalia pasti akan segera tahu kalau ia telah terjaga. 'Jangan ke sana! Ukh ....' Ia sontak merapatkan bibirnya kala jari kelingking Rosalia tiba-tiba me
"Sudah 30 menit berlalu, di mana mereka?" Rosalia beranjak dari tepian ranjang, berdiri tegak, lalu melemparkan pandangannya pada pintu kamar. Tanpa menyadari bahwa seseorang telah terjaga dan kini sedang menatap dirinya dengan wajah tak percaya. Pria tampan itu bahkan mengerjapkan matanya, seolah ia sedang bermimpi saat ini. 'Baby? Apa yang terjadi? Mengapa dia ... Dia ada di dalam kamarku?' monolog Ernest dalam hati, tanpa melepaskan pandangannya dari tubuh ramping Rosalia yang sedang membelakangi dirinya. Well, ia sebenarnya sudah bangun sejak merasakan ranjang yang ia tiduri berderit pelan. Saat itu ia menemukan Rosalia tengah mencoba untuk beranjak dari pinggir ranjang. Namun istrinya itu tampak tidak menyadari kalau ia sudah terjaga. Dan sekarang, ia justru sedang berpikir keras tentang apa yang telah terjadi semalam? Mengapa ia sampai tidak tahu kalau Rosalia telah datang ke kamar hotelnya? Dan juga ... dari mana istrinya ini tahu di mana ia menginap? Apakah itu Elio yang tel
Setelah hampir dua jam menunggu Dokter yang Ben katakan akan segera datang, dan sambil mengusap wajah Ernest dengan handuk hangat, Rosalia yang tak sabar akhirnya kembali membuka mulutnya."Di mana Dokternya? Apa kau benar-benar telah menghubunginya, Ben?" sungutnya, seiring ia berpaling pada Asisten suaminya yang justru tidak berani menatap matanya. Aneh, sangat aneh.Keanehan itu juga dirasakan oleh Edward dan Elio. Hanya saja, Elio tidak berani berbicara pada Ben. Selain itu, posisinya hanyalah penjaga rumah. Apa haknya untuk mempertanyakan apa yang telah Ben perbuat, sedangkan pria itu memiliki status yang lebih tinggi darinya?Berbeda dengan Elio, Edward justru segera menarik lengan Ben. Membawa pria itu menjauh dari Rosalia yang terus mengikuti Ben dengan tatapan matanya.Di dekat sofa, Edward langsung melepaskan lengan Ben. Ia bahkan memukul lengan itu seraya berbisik, "Hei, kau ... apa benar kau sudah memanggil Dokter?" gerutunya.Namun Ben, entah apa yang terjadi? Tiba-tiba p
"Apa yang terjadi, Ben?" dengan langkah lebar Rosalia menghampiri Ben yang menyambutnya di lobby hotel. Di belakangnya, Edward dan Elio bergegas mengejar dirinya. "Kita bertemu lagi, Nyonya," sapa Ben seraya menundukkan kepalanya. Usai melakukan hal itu, ia lalu melemparkan pandangannya pada Edward dan Elio. Kemudian mengangguk pada kedua pria itu dan berpaling kembali pada Rosalia. "Maaf, Nyonya. Seharusnya aku tidak menakuti Nyonya seperti ini," cetusnya. "Dan Tuan, mungkin Tuan juga akan marah padaku nanti jika Tuan bangun dan mengetahui apa yang telah kulakukan pada Nyonya. Tapi masalahnya ...." Ben diam sejenak, menurunkan pandangannya juga memasang wajah cemas. Ekspresi Ben itu tentu saja membuat Rosalia menjadi semakin takut. Sementara Edward dan Elio, justru saling bertukar pandang, bertanya-tanya dalam hati apakah telah terjadi sesuatu yang buruk terhadap Ernest? "Ben?!" desak Rosalia, dengan suara sedikit meninggi. Namun setelahnya, ia justru menghela nafas kala menemukan