"Maaf, aku sudah membuat kalian menungguku lagi!" di hadapan Ernest, Oliver, dan Edward yang tengah duduk mengelilingi meja makan, Rosalia menundukkan kepalanya. Karena untuk ke sekian kalinya ia telah membuat ketiga lajang dari keluarga Gail itu harus menunggunya lagi untuk makan bersama. Tidak ada jawaban yang ia dapatkan, bahkan ketika ia mengangkat kepalanya... Ernest dan Edward tampak saling tatap dengan wajah penuh permusuhan. Hanya Oliver saja yang tengah menatapnya sambil tersenyum ramah. "Duduklah, Rose!" tukas Oliver sambil memberi isyarat pada salah seorang pelayan yang berada di dekatnya agar menarikkan kursi kosong yang berada tepat di sampingnya untuk Rosalia. Pelayan wanita itu mengangguk patuh dan bergegas melaksanakan perintah Oliver. Ia, menggeser kursi yang berada di samping Oliver lalu mempersilakan Rosalia untuk menempati kursi tersebut. "Terima kasih!" lontar Rosalia pada pelayan wanita itu sembari tersenyum, sebelum ia menjatuhkan bokongnya di atas kursi yang
Rosalia tengah termangu menatap ke tengah kolam renang saat seseorang memasuki area kolam renang. Orang itu yang tak lain adalah Edward, telah memperhatikan Rosalia cukup lama dari balik jendela kaca hingga ia memutuskan untuk menghampirinya. "Jadi... Bagaimana pendapatmu tentang tinggal bersama dengan 3 pria lajang dari keluarga Gail?!" teriaknya lantang. Teriakan itu sontak saja menyentakkan Rosalia dari lamunannya dan membuatnya reflek mengangkat wajahnya untuk melihat siapa yang baru saja berteriak padanya. Ketika ia menyadari siapa pria itu, ia pun berdecak pelan. "Ckk, apa yang ingin kamu dengar, Ed?" tukasnya sebal, "Upss, sorry. Seharusnya aku memanggilmu Tuan Edward, ya?" lanjutnya lagi, namun ada nada sinis yang terlontar dari ucapannya itu. Hal itu tentu saja disadari oleh Edward yang langsung mendelikkan matanya. "Kamu hebat, Nona Rose. Tetapi mengapa aku merasa jika kata-kata ini sangat tidak cocok dengan kepribadianmu yang dulu?" sindirnya. Tanpa mengacuhkan Rosalia
"Pagi, Ernest, Oliver, Edward!" sapa Rosalia sambil tersenyum. Pagi ini, ia sengaja bangun pagi-pagi sekali setelah semalam ia berbicara pada Rose. [Kamu tidak pernah mengatakan apapun padaku tentang Edward, Rose. Mengapa? Apakah karena kamu telah jatuh cinta padanya karena itu kamu memintaku untuk memilih Oliver? Agar aku tidak mengganggu pria yang kamu sukai?][Maaf, Rosi. Bukan itu maksudku!][Bukan? Kalau begitu apakah semua yang telah Edward katakan padaku tadi adalah kebohongan?][Rosi, aku...][Mengapa Edward, Rose? Katamu Edward bukan pria yang baik.][Aku tahu, Rosi. Tapi itu yang aku suka dari Edward. Dia tidak pernah menutupi keburukannya, dia juga selalu melakukan apapun yang disukainya tanpa memikirkan pendapat orang lain. Dia sangat bebas, dan aku... Aku ingin seperti Edward, Rosi. Aku ingin bebas sepertimu!][Kamu salah, Rose. Aku sama sekali tidak merasa bebas sekarang! Kamu tahu? Perjodohan ini...][Jalani perjodohan itu dengan perlahan, Rosi.][Atau... Mengapa kamu
"Tentu saja, mengapa tidak?" Oliver tersenyum pada Rosalia, "Kebetulan aku juga telah mengurus semua yang kamu perlukan untuk mendaftar di sana. Tapi semua berkas yang kamu butuhkan saat ini ada di tangan Asistenku, Leo. Jadi, bagaimana jika kamu ikut bersamaku terlebih dahulu ke Gail Industries?" tanyanya. "Aku? Ke Gail Industries?" Rosalia mengerjapkan kedua mata indahnya. Untuk sesaat hal itu membuat Oliver tertegun ketika bulu mata Rosalia yang lentik dan tebal melambai-lambai di hadapannya dengan gerakan menggoda. "Oliver, hei!" Rosalia menjentikkan jarinya di hadapan Oliver yang tengah termangu. Ctekk!! Apa yang Rosalia lakukan-- Berhasil menyadarkan Oliver dari kekagumannya terhadap gadis belia itu. Dulu, sewaktu ia beberapa kali bertemu Rose yang memiliki kecantikan sama dengan Rosalia atau bahkan terlihat lebih cantik dari Rosalia yang tidak pernah mengenakan make up pada wajahnya, ia belum pernah mengagumi Rose seperti kekagumannya terhadap Rosalia sekarang. Seperti ada
"Jelaskan! Ada apa, Leo?" Sebelum memberikan informasi yang dibutuhkan oleh Oliver, Leo mengajak Oliver dan Rosalia untuk memasuki lift khusus Pimpinan Gail Industries terlebih dahulu. Setelah menutup pintu lift, ia baru membuka mulutnya. "Klien dari Positano sedang menunggu Tuan di ruang rapat sekarang," terangnya sambil memiringkan tubuhnya ke arah Oliver yang berdiri tepat di sampingnya. Rosalia mendengarkan percakapan itu dari belakang Oliver dengan wajah acuh tak acuh. Ia juga tidak terlalu peduli, karena baginya percakapan antara Oliver dan Leo sama sekali tidak ada hubungannya dengan dirinya. Selain itu, kedatangannya ke Gail Industries juga karena bujukan Oliver, mungkin lebih tepatnya-- Ia dipaksa untuk mengikuti Oliver ke Gail Group. "Berkas dari Gail Group, bagaimana? Sudahkah kamu memeriksanya?""Sudah, Tuan Oliver. Tuan Ernest juga sudah menyetujui pengembangan di wilayah Positano. Bahkan Tuan Ernest telah meminta Tuan untuk pergi ke sana!"Beberapa saat kemudian, lift
"Tung-tunggu dulu, maksudmu Oliver akan mengantarku untuk mendaftar di LKG?" Rosalia mengerutkan keningnya. "Benar, Nona." Sahut Leo, ia menganggukkan kepalanya di hadapan Rosalia, "Tapi, Nona Rose. Sebenarnya ini hanya pendaftaran ulang saja, karena nama Nona telah terdaftar di LKG sebagai salah satu Mahasiswi baru di sana." Terangnya. "Eng, maaf. A-aku tidak mengerti," tukas Rosalia semakin bingung. Menyadari bahwa ia yang telah membuat kernyitan di kening Rosalia menjadi semakin terlihat, Leo mencoba tersenyum pada gadis belia itu. "Sebaiknya hal ini Nona tanyakan saja pada Tuan Oliver nanti, kebetulan saya harus segera ke ruang rapat." Cetusnya. Ia lalu menundukkan kepalanya pada Rosalia dan berpamitan pada gadis belia itu. Rosalia menatap kepergian Leo dengan wajah bingung. Setelah Leo menghilang di balik pintu ruangan Oliver-- Ia langsung mengalihkan pandangannya pada berkas yang telah Leo berikan sebelumnya padanya. Berkas tersebut tampak seperti map tebal berlogo Universit
"Bisakah kita membicarakannya sambil duduk?""Tentu." Oliver menggedikkan bahunya, dan sambil menautkan alisnya ia lalu mengajak Rosalia ke sofa yang terdapat di dalam ruangan kantornya. Setelah ia dan Rosalia telah duduk saling berhadapan-- Ia pun menatap Rosalia dengan wajah penasaran. "Ada apa, Rose. Kamu terlihat sangat misterius sekali. Apakah sesuatu telah terjadi ketika kamu menungguku tadi?" selidiknya. Rosalia tidak langsung menanggapinya, ia hanya menatap Oliver sedikit lebih lama sebelum ia mengatakan sebuah kejujuran yang menurutnya mungkin saja akan membuat Oliver sangat terkejut. Atau... Mungkin juga tidak. Bukankah sebelumnya pria ini sudah curiga padanya? "Oliver." Sebelum ia melanjutkan ucapannya, Rosalia mengambil nafas sejenak dan menghembuskannya secara perlahan. "Aku tidak mengerti mengapa kamu melakukan hal ini padaku!" lontarnya. "Melakukan apa?" Oliver mengerutkan keningnya, ia semakin tidak mengerti apa yang ingin Rosalia katakan padanya. "Ini tentang...
Dua jam berselang, di Universitas LKG. Rosalia telah berada di parkiran Universitas ini bersama Oliver. Dari kejauhan, ia melihat bangunan Universitas LKG tampak mewah bak Istana Raja-raja Eropa terdahulu. Meski designnya seolah ketinggalan zaman, namun setiap ukiran pada dinding luar betonnya sangatlah indah dan menawan. Menyusuri jalan menuju ke Universitas, di kiri-kanan jalan terhampar padang rumput yang luas. Ada beberapa batang pohon sengaja ditanam di sana, dan di bawah pohon-pohon itu menjadi tempat bagi para Mahasiswa LKG untuk belajar bersama.Di sisi lain, terdapat juga lapangan bola dan lapangan basket khusus bagi para Mahasiswa, begitu juga arena lari memutar. Terlihat beberapa Mahasiswa pria sedang berolah raga di arena lari tersebut. Di saat Rosalia melintas bersama Oliver para Mahasiswi saling berbisik sambil tersenyum malu-malu menatap Oliver. "Hei, Oliver. Sepertinya kamu cukup terkenal di sini," selorohnya pada Oliver tanpa bisa menyembunyikan senyumnya. Oliver h
Ini sudah dua hari sejak terakhir Ernest datang menemui Rosalia di rumah peristirahatan milik Ayah mertuanya. Dan selama dua hari ini, suaminya itu sudah tidak pernah lagi mengganggu dirinya. Tidak menemuinya sama sekali. Membuat Rosalia menjadi bingung dan juga berpikir, apakah Ernest benar-benar telah menyerah padanya. "Ed, aku ingin kembali bekerja!" cetusnya di meja makan, saat ia sarapan pagi bersama Edward. Namun Edward hanya menatapnya dengan wajah seolah kurang yakin kalau ia sudah siap untuk bekerja. "Bagaimana tubuhmu, Rosi? Kau yakin ingin melakukan hal ini?"Rosalia mengangguk tegas, keseriusannya itu juga ia tunjukkan lewat tatapan matanya yang tertuju pada Edward. "Aku bosan, Ed," ungkapnya, mencoba menjelaskan alasan tentang mengapa ia memutuskan untuk pergi bekerja. Sesaat, ia sempat menangkap raut wajah Edward tiba-tiba tampak aneh. Seolah ada sesuatu yang sedang disembunyikan Edward darinya. Tapi apa? "Baik, tapi sebaiknya aku menghubungi Luis terlebih dahulu, b
Di dalam kamarnya, duduk bersandar di atas ranjang, Rosalia terus menunggu seandainya Ernest naik ke lantai dua rumah peristirahatan. Lalu menggedor pintu kamarnya sambil berteriak marah memanggil namanya. Tapi hal itu tidak terjadi sama sekali, terlalu hening, terlalu sepi, membuat ia ingin menangis. Tak lama, suara sedan terdengar di pekarangan rumah. Suara itu seolah bergerak menjauh, pergi menjauhi rumah peristirahatan. "Dia menyerah? Haha ... ternyata hanya begitu." Rosalia tertawa lirih, dan di penghujung tawanya, ia justru terisak pelan. Menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang, meringkuk, dan terus terisak di sana hingga ia tertidur. 1 jam kemudian, gagang pintu kamar Rosalia tiba-tiba bergerak turun. Berselang beberapa detik, pintu itu yang ternyata tidak terkunci bahkan didorong perlahan dari luar oleh sesosok tubuh tinggi besar. Sesaat, pria ini melemparkan pandangannya ke arah ranjang. Menatap cukup lama pada Rosalia yang telah tampak pulas, baru kemudian melangkah perlah
Malam hari, usai makan malam. Rosalia terus mengunci dirinya di dalam kamar, duduk termangu di atas ranjang sambil menyembunyikan wajahnya di antara kedua lututnya yang sengaja ia tekuk. Hari ini ia jengkel sekali, sangat jengkel atas semua yang telah Ernest lakukan padanya. Dan ... bagaimana bisa suaminya itu merayunya, menggodanya, menyentuhnya dengan tangan yang pernah menyentuh Barbara sebelumnya, tanpa merasa bersalah pada dirinya? Ernest anggap apa dirinya? 'Itu karena kau juga sengaja membiarkannya melakukan hal itu padamu, Rosi! Kau ... selalu takluk ketika Ernest menyentuhmu. Kau selalu menyerah di bawah kecupannya. Pria itu menyadarinya, Rosalia Heart! Dia mengetahui kelemahanmu!'Rosalia memiringkan kepalanya, mencoba mengacuhkan semua jeritan yang diteriakkan hatinya padanya. Meski ia tahu kalau semua itu memang benar adanya. Yah, ia memang selemah itu di hadapan Ernest. Itu benar, dan ia tidak menampiknya. Ia juga sadar kalau ia tidak bisa melihat sekelilingnya karena h
Perlahan-lahan, Edward membalikkan tubuhnya. Dan ia sontak membeku saat telah berhadapan sempurna dengan Pamannya. Sebab wajah Ernest kini tampak sangat menakutkan. Beberapa saat yang lalu, Ernest hampir berhasil melepaskan satu-satunya kain yang masih melekat di tubuh Rosalia, namun konsentrasinya tiba-tiba terganggu oleh suara bel. Selama beberapa saat ia mencoba untuk mengacuhkannya, tapi naasnya ... suara bel kedua justru membuat Rosalia seketika membuka matanya. Istrinya itu menatap lekat ke arahnya, ia bahkan melihat ada kebencian di wajah Rosalia saat itu. Dan lebih sialnya lagi, suara bel kembali terdengar. Semakin sering, hingga Rosalia yang semula telah terpengaruh oleh sentuhannya, langsung mendorong tubuhnya. Istrinya itu bahkan segera memunguti semua pakaiannya dan bergegas berlari ke kamar mandi. Keributan itu tentu saja membuat Ernest meradang. Karena gara-gara suara bel, gairahnya yang semula telah berada di puncak, akhirnya langsung terjun bebas akibat penolakan Ros
Pukul 11 siang, Edward, Ben, dan juga Elio tampak memasuki lobby hotel. Ketika ketiganya telah memasuki lift, Edward yang sudah menahan kesabarannya sejak turun dari mobil, langsung membuka mulutnya. "Ini terlalu siang!" protesnya pada Ben, "Kau dengar? Rosi pasti sangat kelaparan sekarang," sungutnya. Ben tidak menanggapi celotehan Edward itu, melainkan melirik arloji mewah yang melingkar di pergelangan tangannya. "Sekarang sudah pukul 11? Seharusnya saat ini Tuan sudah terbangun, 'kan? Dan juga sudah berbicara pada Nyonya, 'kan? Apa mereka baik-baik saja?" gumamnya pelan, ada keresahan di dalam nada suara Ben. Begitu pula kala ia melihat lampu lift yang menunjukkan pergantian lantai semakin mendekati lantai tempat di mana kamar Ernest berada. Tepat di saat lift tiba dan pintu lift telah terbuka, dengan wajah ragu ia keluar dari lift. Edward masih berkicau bak burung merpati yang belum diberi makan, namun Ben sengaja menulikan telinganya. Ia bahkan tidak mengerti sejak kapan Edwar
'Jangan!' erang hati Ernest, saat Rosalia tiba-tiba membuka piyama yang ia kenakan. Lalu mengusap tubuhnya yang memanas dengan menggunakan ... apapun itu, kini benda sialan itu sedang menari-nari di atas kulit tubuhnya. Membuat ia sontak menahan nafas ketika benda itu perlahan bergerak turun dan menyusuri perutnya. Menuju ke area ... "Bagaimana ini? Tubuh Ernest semakin panas, apa yang harus kulakukan sekarang? Dan di mana mereka?"Fiuh, Ernest menghela nafas lega. Karena bertepatan ia membuka matanya— di saat yang sama Rosalia tiba-tiba melemparkan pandangannya ke arah pintu kamar. Namun tangan istrinya itu masih mengusap perutnya, bahkan handuk yang Rosalia genggam di tangannya hampir menyentuh ... Ernest melirik benda lembut berwarna putih itu sambil kembali menahan nafas. Sebab, jika benda sialan itu sampai menyentuh miliknya, Rosalia pasti akan segera tahu kalau ia telah terjaga. 'Jangan ke sana! Ukh ....' Ia sontak merapatkan bibirnya kala jari kelingking Rosalia tiba-tiba me
"Sudah 30 menit berlalu, di mana mereka?" Rosalia beranjak dari tepian ranjang, berdiri tegak, lalu melemparkan pandangannya pada pintu kamar. Tanpa menyadari bahwa seseorang telah terjaga dan kini sedang menatap dirinya dengan wajah tak percaya. Pria tampan itu bahkan mengerjapkan matanya, seolah ia sedang bermimpi saat ini. 'Baby? Apa yang terjadi? Mengapa dia ... Dia ada di dalam kamarku?' monolog Ernest dalam hati, tanpa melepaskan pandangannya dari tubuh ramping Rosalia yang sedang membelakangi dirinya. Well, ia sebenarnya sudah bangun sejak merasakan ranjang yang ia tiduri berderit pelan. Saat itu ia menemukan Rosalia tengah mencoba untuk beranjak dari pinggir ranjang. Namun istrinya itu tampak tidak menyadari kalau ia sudah terjaga. Dan sekarang, ia justru sedang berpikir keras tentang apa yang telah terjadi semalam? Mengapa ia sampai tidak tahu kalau Rosalia telah datang ke kamar hotelnya? Dan juga ... dari mana istrinya ini tahu di mana ia menginap? Apakah itu Elio yang tel
Setelah hampir dua jam menunggu Dokter yang Ben katakan akan segera datang, dan sambil mengusap wajah Ernest dengan handuk hangat, Rosalia yang tak sabar akhirnya kembali membuka mulutnya."Di mana Dokternya? Apa kau benar-benar telah menghubunginya, Ben?" sungutnya, seiring ia berpaling pada Asisten suaminya yang justru tidak berani menatap matanya. Aneh, sangat aneh.Keanehan itu juga dirasakan oleh Edward dan Elio. Hanya saja, Elio tidak berani berbicara pada Ben. Selain itu, posisinya hanyalah penjaga rumah. Apa haknya untuk mempertanyakan apa yang telah Ben perbuat, sedangkan pria itu memiliki status yang lebih tinggi darinya?Berbeda dengan Elio, Edward justru segera menarik lengan Ben. Membawa pria itu menjauh dari Rosalia yang terus mengikuti Ben dengan tatapan matanya.Di dekat sofa, Edward langsung melepaskan lengan Ben. Ia bahkan memukul lengan itu seraya berbisik, "Hei, kau ... apa benar kau sudah memanggil Dokter?" gerutunya.Namun Ben, entah apa yang terjadi? Tiba-tiba p
"Apa yang terjadi, Ben?" dengan langkah lebar Rosalia menghampiri Ben yang menyambutnya di lobby hotel. Di belakangnya, Edward dan Elio bergegas mengejar dirinya. "Kita bertemu lagi, Nyonya," sapa Ben seraya menundukkan kepalanya. Usai melakukan hal itu, ia lalu melemparkan pandangannya pada Edward dan Elio. Kemudian mengangguk pada kedua pria itu dan berpaling kembali pada Rosalia. "Maaf, Nyonya. Seharusnya aku tidak menakuti Nyonya seperti ini," cetusnya. "Dan Tuan, mungkin Tuan juga akan marah padaku nanti jika Tuan bangun dan mengetahui apa yang telah kulakukan pada Nyonya. Tapi masalahnya ...." Ben diam sejenak, menurunkan pandangannya juga memasang wajah cemas. Ekspresi Ben itu tentu saja membuat Rosalia menjadi semakin takut. Sementara Edward dan Elio, justru saling bertukar pandang, bertanya-tanya dalam hati apakah telah terjadi sesuatu yang buruk terhadap Ernest? "Ben?!" desak Rosalia, dengan suara sedikit meninggi. Namun setelahnya, ia justru menghela nafas kala menemukan