Pukul 3 sore, di rumah sakit. "Apa itu pakaianku?" Rosalia menatap 1 tas berukuran sedang yang Ben letakkan pada kursi di samping ranjangnya. Dan dari tas itu, ia lalu mengalihkan pandangannya pada Ben. "Benar, Nyonya." Aku Ben, "Aku memintanya dari Anne. Dia bahkan memintaku untuk mengatakan sesuatu pada Nyonya," Tukasnya, kemudian diam sejenak sambil menatap sayu pada Rosalia. "Apakah Nyonya harus pergi? Lalu bagaimana dengan Tuan Ernest?" lontarnya, berharap Rosalia mau memikirkan kembali tentang keputusannya yang ingin meninggalkan Kota L. "Dia?" Rosalia menggigit bibirnya. Setelahnya, ia pun tersenyum pada Ben. Seraut senyum getir yang terpaksa ia sunggingkan di bibirnya demi menanggapi ucapan Ben tadi. "Aku butuh waktu, Ben. Setelah semua yang Ernest lakukan padaku, kau pasti tahu 'kan bahwa tidak mudah untukku memaafkan Ernest?"Ben mengangguk pelan, ia— Tentu saja mengerti apa yang Rosalia rasakan saat ini. Sebuah kemarahan, yang bahkan ia sendiri juga ikut merasakannya. Ke
Di bandara, Edward dan Rosalia disambut oleh Anton yang telah menunggu di sana. Dengan sigap Asisten berwajah keras ini langsung menurunkan semua tas Edward dan Rosalia dari bagasi mobil. Untuk membawa Rosalia memasuki bandara, ia bahkan telah mempersiapkan sebuah kursi roda atas permintaan Edward. "Ed, ini... Terlalu berlebihan!" tukas Rosalia canggung saat Edward menggendongnya dan menempatkannya ke atas kursi roda. "Turuti aku, Rosi. Kata Dokter, kamu belum boleh terlalu banyak bergerak. Jika tidak... Sebaiknya kita kembali saja ke rumah sakit." "Tidak, tidak." Sahut Rosalia cepat, sembari tersenyum kaku dan melambaikan kedua tangannya di hadapan Edward. Sedikit bingung terhadap perubahan sikap pria ini yang tiba-tiba menjadi terlalu over protektif pada dirinya. Masuk ke bagian dalam bandara, ia lalu ditinggalkan oleh Edward tak jauh dari Keponakan suaminya itu ketika Edward dan Anton sibuk mengurus bagasi serta chek in. Sambil menunggu Edward, ia pun mengedarkan pandangannya
Setelah menerima semua photo dari Edward, Anton dengan cepat melarikan mobilnya. Namun ia bukan pergi menuju mansion Tuan Gail tua, melainkan pergi ke mansion Ernest. Untungnya, ketika ia tiba, Ernest masih berada di mansionnya. Penampilan Bos besarnya itu tampak sangat berantakan, tidak terlihat seperti Ernest yang selama ini ia kenal. Semula, ia merasa ragu untuk menyerahkan semua photo yang ia bawa kepada Ernest. Namun, kedatangannya yang tak biasa telah terlanjur disadari oleh Bosnya itu. Hingga ia terpaksa mengajak sang Bos untuk berbicara empat mata. Dan Ernest membawanya ke dalam ruangan kantornya yang terdapat di lantai 2 mansion. Di dalam ruang kantor Ernest, dengan sangat hati-hati— Anton menyerahkan semua photo yang dibawanya pada Bosnya itu. Setelah memperingatkan Ernest terlebih dahulu kalau photo-photo itu telah dilihat oleh istri Bosnya ini. Dan sesuai dugaannya, Ernest langsung marah besar ketika Bosnya itu melihat semua photo yang telah ia serahkan. "Jadi... Rosi
Pukul 7 malam di mansion Ernest. Di depan pintu mansion, Anne menyambut Ernest yang baru datang sambil menundukkan kepalanya."Tuan Ernest, Asisten Anton." Sapanya pada Majikannya dan juga Anton yang mengikuti sang Majikan. "Apakah Tuan ingin makan malam dipersiapkan sekarang, Tuan Ernest?" lontarnya, ketika Ernest mengacuhkan dirinya. "Aku tidak akan makan, Ann." Sahut Ernest. "Tapi Tuan belum makan sejak pagi, dan jika Tuan tidak makan sekarang— Apakah Tuan yakin Tuan mampu menghadapi Nona Isabelle?" celetuk Anne tak mau kalah, tetap bersikeras untuk meminta Ernest agar mau mengisi perutnya. "Ckk!!" decak Ernest sebal, sambil membalikkan tubuhnya ke arah Anne. "Sebenarnya apa mau mu, Ann?" dengusnya gusar. "Tidak banyak, Tuan." Jawab Anne, "Aku, hanya ingin Tuan makan! Karena sejak kemarin semua pelayan di mansion ini juga telah kehilangan selera makannya karena Nyonya juga tidak bersedia makan. Dan sekarang Tuan..." Ia lalu menjeda kalimatnya, namun dekik kemarahan tampak di ba
"Kamu akan pergi? Bukankah kamu baru saja pulang?" Rose memperhatikan Oliver yang tengah mengenakan kemeja ke tubuhnya. Kemarin malam, ia tahu kalau Rosalia mengalami masalah hingga Adiknya itu hampir kehilangan anak yang ada di dalam kandungannya. Dan Oliver, suaminya ini dari Gail Group langsung ke rumah sakit tanpa memberitahu dirinya terlebih dahulu. Oliver bahkan baru pulang setelah larut malam. Awalnya, ia sempat merasa sangat cemburu, ia pikir Oliver menemui seorang wanita di luar sana hingga Suaminya ini terlambat pulang. Namun Oliver berkata jujur padanya. Dan tanpa perlu ia minta— Melihat ia sedang merajuk, Oliver segera menjelaskan padanya bahwa Suaminya ini pulang terlambat demi melihat keadaan Adiknya yang telah bertengkar dengan Ernest Gail. Lebih tepatnya dengan mantan dari suami Adiknya itu. Rose tahu bagaimana rasanya berada di posisi Rosalia, karena ia pun merasakan hal yang sama terhadap Adiknya itu yang mendapatkan perhatian lebih dari suaminya ketimbang dirinya
Zurich, Swiss. Pukul 11 malam. "Rosi?" Edward melangkah ke arah Rosalia yang sedang mengamati keindahan kota Zurich di malam hari dari jendela lantai 2. Saat ini, wanita cantik itu sedang duduk di atas kursi roda seperti permintaannya, agar Rosalia tidak terlalu banyak bergerak. Sebab beberapa saat yang lalu, Rosalia telah memaksa untuk membersihkan tubuhnya seorang diri setibanya mereka di rumah peristirahatan milik Kakeknya ini yang dijaga oleh sepasang suami istri paruh baya. Benar, memang sebanyak itu kekayaan yang dimiliki oleh Kakeknya. Dan sebagian besarnya berkat kerja keras Pamannya, Ernest Gail. Hingga di beberapa kota besar di Eropa, keluarganya pasti memiliki satu rumah peristirahatan di sana. "Hei, Rosi! Kamu melamun lagi, ada apa?" tegurnya, setibanya ia di samping Rosalia. Karena hal itulah yang ia lihat dari wanita ini sekarang. Rosalia, sedang memperhatikan keindahan Kota Zurich dengan tatapan kosong. Hal itu sudah terjadi sejak ia dan Rosalia tiba di Kota ini be
Kota L pukul 3.39 pagi, beberapa mobil tampak memasuki mansion Ernest. Melewati gerbang dan akhirnya berhenti di depan bangunan mansion. Dari mobil pertama, keluar Ernest bersama Anton, Ben, dan juga Bill. Dan dari mobil kedua keluar Oliver bersama Leo. Sedangkan dari mobil-mobil lainnya, keluar para Bodyguard Ernest yang malam ini sengaja dikerahkan untuk menyapu bersih Kota L demi menemukan keberadaan Isabelle. "Sebenarnya di mana wanita brengsek itu bersembunyi?" dengus Ernest, sambil melangkahkan kakinya untuk memasuki mansionnya. Ia sempat menoleh sebentar pada Anne yang telah membukakan pintu untuknya, baru kemudian melanjutkan kembali langkahnya. Tidak hanya Ernest, kelima pria yang mengikuti dirinya juga ikut menoleh pada Anne, bahkan mengangguk pada wanita paruh baya itu sebelum mengikuti sang empunya rumah masuk ke dalam mansion. Setelah melewati Anne, Oliver yang sudah tidak tahan lagi menutup mulutnya, akhirnya menyeletuk. "Paman, mengapa tidak meminta bantuan Kakek?"
Tiba di dalam ruang kerjanya, Ernest menoleh ke arah Anton, "Di mana semua peralatanmu?" tanyanya. "A-ada di mobil, Tuan Ernest." Jawab Anton, ia lalu menundukkan kepalanya ketika melihat Ernest mengerutkan keningnya. "Saya akan segera kembali, Tuan." Ujarnya, kemudian bergegas keluar dari ruangan Ernest. Tingkah bawahannya itu membuat Ernest hanya bisa geleng-geleng kepala saat melihatnya. "Huh!" dengusnya gusar, sembari melangkahkan kakinya ke arah kursi kerjanya. Di kursi itu, ia pun menjatuhkan bokongnya, menyandarkan punggungnya yang terasa lelah di sana. Bahkan, ia juga mencoba memejamkan matanya selama beberapa saat sampai Anton kembali ke ruangannya. 10 menit berselang, Anton muncul dengan 1 tas laptop dan 1 kotak peralatan miliknya. Ernest mengintipnya dengan hanya membuka sedikit matanya yang terasa perih karena mengantuk. "Sekarang, kau pasti tahu 'kan apa yang harus kau lakukan?" lontarnya. Anton menganggukkan kepalanya, lalu membawa semua peralatan miliknya ke ara