Di bandara, Edward dan Rosalia disambut oleh Anton yang telah menunggu di sana. Dengan sigap Asisten berwajah keras ini langsung menurunkan semua tas Edward dan Rosalia dari bagasi mobil. Untuk membawa Rosalia memasuki bandara, ia bahkan telah mempersiapkan sebuah kursi roda atas permintaan Edward. "Ed, ini... Terlalu berlebihan!" tukas Rosalia canggung saat Edward menggendongnya dan menempatkannya ke atas kursi roda. "Turuti aku, Rosi. Kata Dokter, kamu belum boleh terlalu banyak bergerak. Jika tidak... Sebaiknya kita kembali saja ke rumah sakit." "Tidak, tidak." Sahut Rosalia cepat, sembari tersenyum kaku dan melambaikan kedua tangannya di hadapan Edward. Sedikit bingung terhadap perubahan sikap pria ini yang tiba-tiba menjadi terlalu over protektif pada dirinya. Masuk ke bagian dalam bandara, ia lalu ditinggalkan oleh Edward tak jauh dari Keponakan suaminya itu ketika Edward dan Anton sibuk mengurus bagasi serta chek in. Sambil menunggu Edward, ia pun mengedarkan pandangannya
Setelah menerima semua photo dari Edward, Anton dengan cepat melarikan mobilnya. Namun ia bukan pergi menuju mansion Tuan Gail tua, melainkan pergi ke mansion Ernest. Untungnya, ketika ia tiba, Ernest masih berada di mansionnya. Penampilan Bos besarnya itu tampak sangat berantakan, tidak terlihat seperti Ernest yang selama ini ia kenal. Semula, ia merasa ragu untuk menyerahkan semua photo yang ia bawa kepada Ernest. Namun, kedatangannya yang tak biasa telah terlanjur disadari oleh Bosnya itu. Hingga ia terpaksa mengajak sang Bos untuk berbicara empat mata. Dan Ernest membawanya ke dalam ruangan kantornya yang terdapat di lantai 2 mansion. Di dalam ruang kantor Ernest, dengan sangat hati-hati— Anton menyerahkan semua photo yang dibawanya pada Bosnya itu. Setelah memperingatkan Ernest terlebih dahulu kalau photo-photo itu telah dilihat oleh istri Bosnya ini. Dan sesuai dugaannya, Ernest langsung marah besar ketika Bosnya itu melihat semua photo yang telah ia serahkan. "Jadi... Rosi
Pukul 7 malam di mansion Ernest. Di depan pintu mansion, Anne menyambut Ernest yang baru datang sambil menundukkan kepalanya."Tuan Ernest, Asisten Anton." Sapanya pada Majikannya dan juga Anton yang mengikuti sang Majikan. "Apakah Tuan ingin makan malam dipersiapkan sekarang, Tuan Ernest?" lontarnya, ketika Ernest mengacuhkan dirinya. "Aku tidak akan makan, Ann." Sahut Ernest. "Tapi Tuan belum makan sejak pagi, dan jika Tuan tidak makan sekarang— Apakah Tuan yakin Tuan mampu menghadapi Nona Isabelle?" celetuk Anne tak mau kalah, tetap bersikeras untuk meminta Ernest agar mau mengisi perutnya. "Ckk!!" decak Ernest sebal, sambil membalikkan tubuhnya ke arah Anne. "Sebenarnya apa mau mu, Ann?" dengusnya gusar. "Tidak banyak, Tuan." Jawab Anne, "Aku, hanya ingin Tuan makan! Karena sejak kemarin semua pelayan di mansion ini juga telah kehilangan selera makannya karena Nyonya juga tidak bersedia makan. Dan sekarang Tuan..." Ia lalu menjeda kalimatnya, namun dekik kemarahan tampak di ba
"Kamu akan pergi? Bukankah kamu baru saja pulang?" Rose memperhatikan Oliver yang tengah mengenakan kemeja ke tubuhnya. Kemarin malam, ia tahu kalau Rosalia mengalami masalah hingga Adiknya itu hampir kehilangan anak yang ada di dalam kandungannya. Dan Oliver, suaminya ini dari Gail Group langsung ke rumah sakit tanpa memberitahu dirinya terlebih dahulu. Oliver bahkan baru pulang setelah larut malam. Awalnya, ia sempat merasa sangat cemburu, ia pikir Oliver menemui seorang wanita di luar sana hingga Suaminya ini terlambat pulang. Namun Oliver berkata jujur padanya. Dan tanpa perlu ia minta— Melihat ia sedang merajuk, Oliver segera menjelaskan padanya bahwa Suaminya ini pulang terlambat demi melihat keadaan Adiknya yang telah bertengkar dengan Ernest Gail. Lebih tepatnya dengan mantan dari suami Adiknya itu. Rose tahu bagaimana rasanya berada di posisi Rosalia, karena ia pun merasakan hal yang sama terhadap Adiknya itu yang mendapatkan perhatian lebih dari suaminya ketimbang dirinya
Zurich, Swiss. Pukul 11 malam. "Rosi?" Edward melangkah ke arah Rosalia yang sedang mengamati keindahan kota Zurich di malam hari dari jendela lantai 2. Saat ini, wanita cantik itu sedang duduk di atas kursi roda seperti permintaannya, agar Rosalia tidak terlalu banyak bergerak. Sebab beberapa saat yang lalu, Rosalia telah memaksa untuk membersihkan tubuhnya seorang diri setibanya mereka di rumah peristirahatan milik Kakeknya ini yang dijaga oleh sepasang suami istri paruh baya. Benar, memang sebanyak itu kekayaan yang dimiliki oleh Kakeknya. Dan sebagian besarnya berkat kerja keras Pamannya, Ernest Gail. Hingga di beberapa kota besar di Eropa, keluarganya pasti memiliki satu rumah peristirahatan di sana. "Hei, Rosi! Kamu melamun lagi, ada apa?" tegurnya, setibanya ia di samping Rosalia. Karena hal itulah yang ia lihat dari wanita ini sekarang. Rosalia, sedang memperhatikan keindahan Kota Zurich dengan tatapan kosong. Hal itu sudah terjadi sejak ia dan Rosalia tiba di Kota ini be
Kota L pukul 3.39 pagi, beberapa mobil tampak memasuki mansion Ernest. Melewati gerbang dan akhirnya berhenti di depan bangunan mansion. Dari mobil pertama, keluar Ernest bersama Anton, Ben, dan juga Bill. Dan dari mobil kedua keluar Oliver bersama Leo. Sedangkan dari mobil-mobil lainnya, keluar para Bodyguard Ernest yang malam ini sengaja dikerahkan untuk menyapu bersih Kota L demi menemukan keberadaan Isabelle. "Sebenarnya di mana wanita brengsek itu bersembunyi?" dengus Ernest, sambil melangkahkan kakinya untuk memasuki mansionnya. Ia sempat menoleh sebentar pada Anne yang telah membukakan pintu untuknya, baru kemudian melanjutkan kembali langkahnya. Tidak hanya Ernest, kelima pria yang mengikuti dirinya juga ikut menoleh pada Anne, bahkan mengangguk pada wanita paruh baya itu sebelum mengikuti sang empunya rumah masuk ke dalam mansion. Setelah melewati Anne, Oliver yang sudah tidak tahan lagi menutup mulutnya, akhirnya menyeletuk. "Paman, mengapa tidak meminta bantuan Kakek?"
Tiba di dalam ruang kerjanya, Ernest menoleh ke arah Anton, "Di mana semua peralatanmu?" tanyanya. "A-ada di mobil, Tuan Ernest." Jawab Anton, ia lalu menundukkan kepalanya ketika melihat Ernest mengerutkan keningnya. "Saya akan segera kembali, Tuan." Ujarnya, kemudian bergegas keluar dari ruangan Ernest. Tingkah bawahannya itu membuat Ernest hanya bisa geleng-geleng kepala saat melihatnya. "Huh!" dengusnya gusar, sembari melangkahkan kakinya ke arah kursi kerjanya. Di kursi itu, ia pun menjatuhkan bokongnya, menyandarkan punggungnya yang terasa lelah di sana. Bahkan, ia juga mencoba memejamkan matanya selama beberapa saat sampai Anton kembali ke ruangannya. 10 menit berselang, Anton muncul dengan 1 tas laptop dan 1 kotak peralatan miliknya. Ernest mengintipnya dengan hanya membuka sedikit matanya yang terasa perih karena mengantuk. "Sekarang, kau pasti tahu 'kan apa yang harus kau lakukan?" lontarnya. Anton menganggukkan kepalanya, lalu membawa semua peralatan miliknya ke ara
Pukul 8 pagi di Kota Zurich. Suara desisan pelan terlepas dari bibir Rosalia kala cahaya matahari pertama jatuh di atas wajahnya. Semula, ia mencoba untuk mengacuhkannya dengan menarik selimut ke atas agar ia bisa menutupi wajahnya, namun gerakan itu sontak terhenti. Ia bahkan reflek membuka matanya di saat ia merasakan tubuhnya kini sedang dipeluk dengan sangat erat. "Edward?" ia tergugu kala menyadari bahwa Edward kini berada tepat di sampingnya, di atas ranjang yang sama dengannya. Keponakan suaminya itu bahkan tidur dalam posisi miring ke arahnya, lengan kanan Edward memeluk pinggangnya, sedangkan lengan kiri Edward berada di bawah kepalanya. 'A-apa yang terjadi?!' pekik hatinya panik, tanpa melepaskan pandangannya dari wajah Edward yang sangat dekat dengan wajahnya. Hembusan nafas Edward terasa di keningnya, membuat wajahnya sontak merona. 'Tu-tunggu dulu, semalam bukankah dia... Dia sudah pergi dari kamar ini? Lalu mengapa..." Rosalia mengernyitkan keningnya, mencoba menging
Ini sudah dua hari sejak terakhir Ernest datang menemui Rosalia di rumah peristirahatan milik Ayah mertuanya. Dan selama dua hari ini, suaminya itu sudah tidak pernah lagi mengganggu dirinya. Tidak menemuinya sama sekali. Membuat Rosalia menjadi bingung dan juga berpikir, apakah Ernest benar-benar telah menyerah padanya. "Ed, aku ingin kembali bekerja!" cetusnya di meja makan, saat ia sarapan pagi bersama Edward. Namun Edward hanya menatapnya dengan wajah seolah kurang yakin kalau ia sudah siap untuk bekerja. "Bagaimana tubuhmu, Rosi? Kau yakin ingin melakukan hal ini?"Rosalia mengangguk tegas, keseriusannya itu juga ia tunjukkan lewat tatapan matanya yang tertuju pada Edward. "Aku bosan, Ed," ungkapnya, mencoba menjelaskan alasan tentang mengapa ia memutuskan untuk pergi bekerja. Sesaat, ia sempat menangkap raut wajah Edward tiba-tiba tampak aneh. Seolah ada sesuatu yang sedang disembunyikan Edward darinya. Tapi apa? "Baik, tapi sebaiknya aku menghubungi Luis terlebih dahulu, b
Di dalam kamarnya, duduk bersandar di atas ranjang, Rosalia terus menunggu seandainya Ernest naik ke lantai dua rumah peristirahatan. Lalu menggedor pintu kamarnya sambil berteriak marah memanggil namanya. Tapi hal itu tidak terjadi sama sekali, terlalu hening, terlalu sepi, membuat ia ingin menangis. Tak lama, suara sedan terdengar di pekarangan rumah. Suara itu seolah bergerak menjauh, pergi menjauhi rumah peristirahatan. "Dia menyerah? Haha ... ternyata hanya begitu." Rosalia tertawa lirih, dan di penghujung tawanya, ia justru terisak pelan. Menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang, meringkuk, dan terus terisak di sana hingga ia tertidur. 1 jam kemudian, gagang pintu kamar Rosalia tiba-tiba bergerak turun. Berselang beberapa detik, pintu itu yang ternyata tidak terkunci bahkan didorong perlahan dari luar oleh sesosok tubuh tinggi besar. Sesaat, pria ini melemparkan pandangannya ke arah ranjang. Menatap cukup lama pada Rosalia yang telah tampak pulas, baru kemudian melangkah perlah
Malam hari, usai makan malam. Rosalia terus mengunci dirinya di dalam kamar, duduk termangu di atas ranjang sambil menyembunyikan wajahnya di antara kedua lututnya yang sengaja ia tekuk. Hari ini ia jengkel sekali, sangat jengkel atas semua yang telah Ernest lakukan padanya. Dan ... bagaimana bisa suaminya itu merayunya, menggodanya, menyentuhnya dengan tangan yang pernah menyentuh Barbara sebelumnya, tanpa merasa bersalah pada dirinya? Ernest anggap apa dirinya? 'Itu karena kau juga sengaja membiarkannya melakukan hal itu padamu, Rosi! Kau ... selalu takluk ketika Ernest menyentuhmu. Kau selalu menyerah di bawah kecupannya. Pria itu menyadarinya, Rosalia Heart! Dia mengetahui kelemahanmu!'Rosalia memiringkan kepalanya, mencoba mengacuhkan semua jeritan yang diteriakkan hatinya padanya. Meski ia tahu kalau semua itu memang benar adanya. Yah, ia memang selemah itu di hadapan Ernest. Itu benar, dan ia tidak menampiknya. Ia juga sadar kalau ia tidak bisa melihat sekelilingnya karena h
Perlahan-lahan, Edward membalikkan tubuhnya. Dan ia sontak membeku saat telah berhadapan sempurna dengan Pamannya. Sebab wajah Ernest kini tampak sangat menakutkan. Beberapa saat yang lalu, Ernest hampir berhasil melepaskan satu-satunya kain yang masih melekat di tubuh Rosalia, namun konsentrasinya tiba-tiba terganggu oleh suara bel. Selama beberapa saat ia mencoba untuk mengacuhkannya, tapi naasnya ... suara bel kedua justru membuat Rosalia seketika membuka matanya. Istrinya itu menatap lekat ke arahnya, ia bahkan melihat ada kebencian di wajah Rosalia saat itu. Dan lebih sialnya lagi, suara bel kembali terdengar. Semakin sering, hingga Rosalia yang semula telah terpengaruh oleh sentuhannya, langsung mendorong tubuhnya. Istrinya itu bahkan segera memunguti semua pakaiannya dan bergegas berlari ke kamar mandi. Keributan itu tentu saja membuat Ernest meradang. Karena gara-gara suara bel, gairahnya yang semula telah berada di puncak, akhirnya langsung terjun bebas akibat penolakan Ros
Pukul 11 siang, Edward, Ben, dan juga Elio tampak memasuki lobby hotel. Ketika ketiganya telah memasuki lift, Edward yang sudah menahan kesabarannya sejak turun dari mobil, langsung membuka mulutnya. "Ini terlalu siang!" protesnya pada Ben, "Kau dengar? Rosi pasti sangat kelaparan sekarang," sungutnya. Ben tidak menanggapi celotehan Edward itu, melainkan melirik arloji mewah yang melingkar di pergelangan tangannya. "Sekarang sudah pukul 11? Seharusnya saat ini Tuan sudah terbangun, 'kan? Dan juga sudah berbicara pada Nyonya, 'kan? Apa mereka baik-baik saja?" gumamnya pelan, ada keresahan di dalam nada suara Ben. Begitu pula kala ia melihat lampu lift yang menunjukkan pergantian lantai semakin mendekati lantai tempat di mana kamar Ernest berada. Tepat di saat lift tiba dan pintu lift telah terbuka, dengan wajah ragu ia keluar dari lift. Edward masih berkicau bak burung merpati yang belum diberi makan, namun Ben sengaja menulikan telinganya. Ia bahkan tidak mengerti sejak kapan Edwar
'Jangan!' erang hati Ernest, saat Rosalia tiba-tiba membuka piyama yang ia kenakan. Lalu mengusap tubuhnya yang memanas dengan menggunakan ... apapun itu, kini benda sialan itu sedang menari-nari di atas kulit tubuhnya. Membuat ia sontak menahan nafas ketika benda itu perlahan bergerak turun dan menyusuri perutnya. Menuju ke area ... "Bagaimana ini? Tubuh Ernest semakin panas, apa yang harus kulakukan sekarang? Dan di mana mereka?"Fiuh, Ernest menghela nafas lega. Karena bertepatan ia membuka matanya— di saat yang sama Rosalia tiba-tiba melemparkan pandangannya ke arah pintu kamar. Namun tangan istrinya itu masih mengusap perutnya, bahkan handuk yang Rosalia genggam di tangannya hampir menyentuh ... Ernest melirik benda lembut berwarna putih itu sambil kembali menahan nafas. Sebab, jika benda sialan itu sampai menyentuh miliknya, Rosalia pasti akan segera tahu kalau ia telah terjaga. 'Jangan ke sana! Ukh ....' Ia sontak merapatkan bibirnya kala jari kelingking Rosalia tiba-tiba me
"Sudah 30 menit berlalu, di mana mereka?" Rosalia beranjak dari tepian ranjang, berdiri tegak, lalu melemparkan pandangannya pada pintu kamar. Tanpa menyadari bahwa seseorang telah terjaga dan kini sedang menatap dirinya dengan wajah tak percaya. Pria tampan itu bahkan mengerjapkan matanya, seolah ia sedang bermimpi saat ini. 'Baby? Apa yang terjadi? Mengapa dia ... Dia ada di dalam kamarku?' monolog Ernest dalam hati, tanpa melepaskan pandangannya dari tubuh ramping Rosalia yang sedang membelakangi dirinya. Well, ia sebenarnya sudah bangun sejak merasakan ranjang yang ia tiduri berderit pelan. Saat itu ia menemukan Rosalia tengah mencoba untuk beranjak dari pinggir ranjang. Namun istrinya itu tampak tidak menyadari kalau ia sudah terjaga. Dan sekarang, ia justru sedang berpikir keras tentang apa yang telah terjadi semalam? Mengapa ia sampai tidak tahu kalau Rosalia telah datang ke kamar hotelnya? Dan juga ... dari mana istrinya ini tahu di mana ia menginap? Apakah itu Elio yang tel
Setelah hampir dua jam menunggu Dokter yang Ben katakan akan segera datang, dan sambil mengusap wajah Ernest dengan handuk hangat, Rosalia yang tak sabar akhirnya kembali membuka mulutnya."Di mana Dokternya? Apa kau benar-benar telah menghubunginya, Ben?" sungutnya, seiring ia berpaling pada Asisten suaminya yang justru tidak berani menatap matanya. Aneh, sangat aneh.Keanehan itu juga dirasakan oleh Edward dan Elio. Hanya saja, Elio tidak berani berbicara pada Ben. Selain itu, posisinya hanyalah penjaga rumah. Apa haknya untuk mempertanyakan apa yang telah Ben perbuat, sedangkan pria itu memiliki status yang lebih tinggi darinya?Berbeda dengan Elio, Edward justru segera menarik lengan Ben. Membawa pria itu menjauh dari Rosalia yang terus mengikuti Ben dengan tatapan matanya.Di dekat sofa, Edward langsung melepaskan lengan Ben. Ia bahkan memukul lengan itu seraya berbisik, "Hei, kau ... apa benar kau sudah memanggil Dokter?" gerutunya.Namun Ben, entah apa yang terjadi? Tiba-tiba p
"Apa yang terjadi, Ben?" dengan langkah lebar Rosalia menghampiri Ben yang menyambutnya di lobby hotel. Di belakangnya, Edward dan Elio bergegas mengejar dirinya. "Kita bertemu lagi, Nyonya," sapa Ben seraya menundukkan kepalanya. Usai melakukan hal itu, ia lalu melemparkan pandangannya pada Edward dan Elio. Kemudian mengangguk pada kedua pria itu dan berpaling kembali pada Rosalia. "Maaf, Nyonya. Seharusnya aku tidak menakuti Nyonya seperti ini," cetusnya. "Dan Tuan, mungkin Tuan juga akan marah padaku nanti jika Tuan bangun dan mengetahui apa yang telah kulakukan pada Nyonya. Tapi masalahnya ...." Ben diam sejenak, menurunkan pandangannya juga memasang wajah cemas. Ekspresi Ben itu tentu saja membuat Rosalia menjadi semakin takut. Sementara Edward dan Elio, justru saling bertukar pandang, bertanya-tanya dalam hati apakah telah terjadi sesuatu yang buruk terhadap Ernest? "Ben?!" desak Rosalia, dengan suara sedikit meninggi. Namun setelahnya, ia justru menghela nafas kala menemukan