Pukul 9 malam... "Beristirahatlah di kamarmu, Rosi." Bujuk Edward, di pinggir kolam renang. Karena sejak sore, Rosalia sangat kekeh ingin menunggu Pamannya di tempat ini. Tanpa mengacuhkan tubuhnya yang telah terlihat kelelahan. Rosalia hanya menggeleng pelan, lalu diam-diam melirik ke balik pundak Edward. Menembus jendela kaca ke arah ruang tamu mansion. Namun, ia masih juga belum menemukan tanda-tanda bahwa suaminya telah pulang. Menyadari hal itu, rasa pusing sontak menderanya. Seiring pikiran-pikiran buruk mulai menyerbu benaknya tentang apa yang sedang Ernest lakukan di luar sana bersama Isabelle. "Aku tidak bisa menunggu lagi, Ed." Ujarnya kemudian seraya beranjak dari kursi di pinggir kolam. Saat ia mencoba menegakkan tubuhnya, pandangannya tiba-tiba berputar dan menjadi gelap gulita. Sekeras apapun ia mengeraskan betisnya agar tetap berdiri, ia akhirnya terhuyung ke belakang. Saat itu, ia merasakan sebuah tangan kekar menangkap pinggangnya. "Rosi, bisakah kamu jangan ker
Di dalam mobil yang sedang ia larikan seperti orang kesetanan, Edward sesekali menatap cemas pada Rosalia yang tengah duduk di sampingnya. Wajah cantik itu kini tampak semakin putih bak selembar kertas. Sementara keringat dingin terus memenuhi kening Rosalia. "Rosi?" Ia menyentuh punggung tangan Rosalia yang terus mengusap perutnya, mencoba menenangkan wanita cantik itu dari rasa sakit yang tengah Rosalia rasakan saat ini. "Bertahanlah, oke? Aku tahu kamu mampu melakukannya," tukasnya, sembari meremas tangan Rosalia dengan lembut. "Ed, bayiku...""Hei, Rosi. Dengar! Bayimu akan selamat, kamu juga akan baik-baik saja. Tenanglah, oke?" usai menyelesaikan kalimatnya, Edward segera mempercepat laju mobilnya. ***Dua jam kemudian, saat ini Edward tengah menunggu Rosalia yang sedang mendapatkan penanganan, di depan ruang gawat darurat. Dan dari luar rumah sakit, 3 pria berlari tergesa-gesa memasuki lobby rumah sakit. Lima menit kemudian, sebuah mobil berhenti mendadak di parkiran rumah
Pukul 11.30 malam, di mansion Ernest. "Di mana Tuan Ernest, Ann?" James yang baru saja tiba langsung melangkah masuk ke dalam mansion sambil memasang wajah datar ketika Anne membukakan pintu mansion untuknya. "Sepertinya... Tuan ada di kamarnya, James." Sahut Anne sembari menutup pintu mansion kemudian mengajak James menuju kamar Ernest yang terletak di lantai 2 mansion."Katakan padaku! Apa yang sebenarnya terjadi di sini? Mengapa Tuan Besar memintaku untuk mengusir seseorang dari sini?" Seiring mengikuti langkah Anne yang membawanya ke lantai 2 mansion, James menatap punggung wanita paruh baya itu dengan wajah serius. "Orang itu— Bukankah kau telah bertemu dengannya pagi ini di depan lobby rumah sakit?" celetuk Anne, kemudian menghela nafas dan menggelengkan kepalanya. Dua jam yang lalu, ia lah yang telah menghubungi Tuan Gail tua tentang perihal kedatangan Isabelle bersama Majikannya ke mansion ini. Saat itu, ia menjelaskan bahwa tingkah Ernest tampak aneh. Dan yang lebih parah
Waktu kini telah menunjukkan pukul 2 malam, dan di sebuah pemakaman umum— Di depan satu makam yang dikelilingi oleh pagar batu setinggi mata kaki. Di hadapan makam itu berdiri James bersama dua pria yang sengaja ia bawa dari mansion Ernest. Kedua pria itu adalah para Bodyguard Ernest, dan dengan kekuasaan yang ia miliki sebagai Asisten Tuan Gail tua— Kedua pria itu terpaksa harus mengikuti perintahnya. "Gali!" titahnya, pada kedua Bodyguard yang masing-masing telah memegang sekop di tangan mereka.Nama di batu nisan sudah tampak buram karena termakan usia, ditambah dengan cahaya minim di area sekitar makam— Membuat kedua Bodyguard muda itu tidak mengetahui makam siapa yang telah mereka gali. Hanya James, ya hanya James yang tahu siapa pemilik makam itu saat matanya lurus menatap pada batu nisan. "Aku tidak mengira jika akhirnya aku harus meminta bantuan pada seonggok tulang belulang," dengusnya.Tak lama berselang, ia pun mengalihkan pandangannya pada kedua Bodyguard yang telah mul
Diam, tergugu, menatap tak percaya pada Ernest. Hanya itu yang bisa Rosalia lakukan kala suaminya itu muncul di depan pintu ruang rawat inap yang ia tempati. Bersamaan dengan itu, semua yang telah Ernest lakukan semalam padanya mulai berkelebat satu persatu di dalam benaknya. Di mana Ernest mendorongnya dengan kasar, menatapnya dengan tajam tanpa memikirkan buat hati mereka. "Ed, katakan pada Pamanmu kalau aku tidak ingin bertemu dengannya!"Edward tentu saja sangat terkejut mendengar keputusan Rosalia itu, bahkan tanpa sadar ia langsung memalingkan wajahnya. Menatap wanita cantik itu dengan mata membola tak percaya. "Rosi?" tegurnya, mencoba memastikan bahwa apa yang baru ia dengar sama sekali tidak salah. Namun, melihat tatapan sayu Rosalia yang tampak tegas, juga anggukan pelan yang Rosalia berikan, ia pun akhirnya mengerti kalau saat ini wanita kesayangannya ini sedang membutuhkan waktu untuk sendiri. "Baiklah, kalau itu yang kamu inginkan." Edward menghela nafas, kemudian be
"Mengapa kalian membawaku ke sini?!" protes Ernest pada kedua Sahabatnya yang tengah duduk bersamanya. Saat ini, ia dan juga Bill serta Gabriel, sedang berada di sebuah kafe tak jauh dari rumah sakit tempat Rosalia dirawat. Bill melirik Gabriel sebelum ia menjawab pertanyaan Ernest itu. Sementara yang dilirik, dengan tenangnya menyesap kopi panas yang baru saja disuguhkan padanya. Gemas melihat tingkah Sahabatnya itu, Bill pun menendang kaki Gabriel. Membuat Gabriel menyemburkan kopi yang telah terlanjur masuk ke dalam mulutnya. "Panas, panas." Gabriel dengan cepat meletakkan cawan kopinya ke atas meja lalu mengipasi mulutnya. Yang karena tingkah Bill tadi membuatnya tanpa sengaja menyesap kopi tersebut dengan satu kali sesapan. "Sial kau, Bung!!" protesnya kemudian, sembari melemparkan tatapan kesal pada Bill. Bill hanya melengos, merapatkan bibirnya agar tidak tertawa. Di samping Gabriel, Ernest memijat pelipisnya melihat tingkah kedua Sahabatnya itu. "Seriuslah!"Brakk!! Ia m
"Bagaimana? Kau sudah tahu ke mana Ernest pergi?" tanya Isabelle, pada pria yang sedang berbicara dengannya di ponsel. Semalam, ketika ia diusir dari mansion Ernest. Dengan kasarnya para Bodyguard Tuan Besar Gail membuangnya di tengah kota. Membuat ia jadi bahan tontonan para pria hidung belang. Juga membuat dendamnya pada pria berusia senja itu semakin menjadi. Karena itu, ia yang telah bekerja sama dengan dua penjahat kelas kakap. Kini ingin semakin melancarkan aksinya demi menghancurkan kekuasaan keluarga Gail di Kota L ini. "Pria itu pergi ke sebuah rumah sakit beberapa saat yang lalu, Nona. Aku pikir dia pembalap yang sangat handal, aku hampir tidak bisa mengejar laju mobilnya. Untungnya rumah sakit itu tidak terlalu jauh dari mansion miliknya, Nona.""Sudah kau selidiki siapa yang dia temui di rumah sakit itu?" tanya Isabelle lagi. "Aku sempat mengikutinya selama 2 jam, dan dia berhenti di depan sebuah ruangan. Tapi dia diusir dari ruangan itu oleh dua orang pria. Tak lama,
Pukul 3 sore, di rumah sakit. "Apa itu pakaianku?" Rosalia menatap 1 tas berukuran sedang yang Ben letakkan pada kursi di samping ranjangnya. Dan dari tas itu, ia lalu mengalihkan pandangannya pada Ben. "Benar, Nyonya." Aku Ben, "Aku memintanya dari Anne. Dia bahkan memintaku untuk mengatakan sesuatu pada Nyonya," Tukasnya, kemudian diam sejenak sambil menatap sayu pada Rosalia. "Apakah Nyonya harus pergi? Lalu bagaimana dengan Tuan Ernest?" lontarnya, berharap Rosalia mau memikirkan kembali tentang keputusannya yang ingin meninggalkan Kota L. "Dia?" Rosalia menggigit bibirnya. Setelahnya, ia pun tersenyum pada Ben. Seraut senyum getir yang terpaksa ia sunggingkan di bibirnya demi menanggapi ucapan Ben tadi. "Aku butuh waktu, Ben. Setelah semua yang Ernest lakukan padaku, kau pasti tahu 'kan bahwa tidak mudah untukku memaafkan Ernest?"Ben mengangguk pelan, ia— Tentu saja mengerti apa yang Rosalia rasakan saat ini. Sebuah kemarahan, yang bahkan ia sendiri juga ikut merasakannya. Ke
Ini sudah dua hari sejak terakhir Ernest datang menemui Rosalia di rumah peristirahatan milik Ayah mertuanya. Dan selama dua hari ini, suaminya itu sudah tidak pernah lagi mengganggu dirinya. Tidak menemuinya sama sekali. Membuat Rosalia menjadi bingung dan juga berpikir, apakah Ernest benar-benar telah menyerah padanya. "Ed, aku ingin kembali bekerja!" cetusnya di meja makan, saat ia sarapan pagi bersama Edward. Namun Edward hanya menatapnya dengan wajah seolah kurang yakin kalau ia sudah siap untuk bekerja. "Bagaimana tubuhmu, Rosi? Kau yakin ingin melakukan hal ini?"Rosalia mengangguk tegas, keseriusannya itu juga ia tunjukkan lewat tatapan matanya yang tertuju pada Edward. "Aku bosan, Ed," ungkapnya, mencoba menjelaskan alasan tentang mengapa ia memutuskan untuk pergi bekerja. Sesaat, ia sempat menangkap raut wajah Edward tiba-tiba tampak aneh. Seolah ada sesuatu yang sedang disembunyikan Edward darinya. Tapi apa? "Baik, tapi sebaiknya aku menghubungi Luis terlebih dahulu, b
Di dalam kamarnya, duduk bersandar di atas ranjang, Rosalia terus menunggu seandainya Ernest naik ke lantai dua rumah peristirahatan. Lalu menggedor pintu kamarnya sambil berteriak marah memanggil namanya. Tapi hal itu tidak terjadi sama sekali, terlalu hening, terlalu sepi, membuat ia ingin menangis. Tak lama, suara sedan terdengar di pekarangan rumah. Suara itu seolah bergerak menjauh, pergi menjauhi rumah peristirahatan. "Dia menyerah? Haha ... ternyata hanya begitu." Rosalia tertawa lirih, dan di penghujung tawanya, ia justru terisak pelan. Menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang, meringkuk, dan terus terisak di sana hingga ia tertidur. 1 jam kemudian, gagang pintu kamar Rosalia tiba-tiba bergerak turun. Berselang beberapa detik, pintu itu yang ternyata tidak terkunci bahkan didorong perlahan dari luar oleh sesosok tubuh tinggi besar. Sesaat, pria ini melemparkan pandangannya ke arah ranjang. Menatap cukup lama pada Rosalia yang telah tampak pulas, baru kemudian melangkah perlah
Malam hari, usai makan malam. Rosalia terus mengunci dirinya di dalam kamar, duduk termangu di atas ranjang sambil menyembunyikan wajahnya di antara kedua lututnya yang sengaja ia tekuk. Hari ini ia jengkel sekali, sangat jengkel atas semua yang telah Ernest lakukan padanya. Dan ... bagaimana bisa suaminya itu merayunya, menggodanya, menyentuhnya dengan tangan yang pernah menyentuh Barbara sebelumnya, tanpa merasa bersalah pada dirinya? Ernest anggap apa dirinya? 'Itu karena kau juga sengaja membiarkannya melakukan hal itu padamu, Rosi! Kau ... selalu takluk ketika Ernest menyentuhmu. Kau selalu menyerah di bawah kecupannya. Pria itu menyadarinya, Rosalia Heart! Dia mengetahui kelemahanmu!'Rosalia memiringkan kepalanya, mencoba mengacuhkan semua jeritan yang diteriakkan hatinya padanya. Meski ia tahu kalau semua itu memang benar adanya. Yah, ia memang selemah itu di hadapan Ernest. Itu benar, dan ia tidak menampiknya. Ia juga sadar kalau ia tidak bisa melihat sekelilingnya karena h
Perlahan-lahan, Edward membalikkan tubuhnya. Dan ia sontak membeku saat telah berhadapan sempurna dengan Pamannya. Sebab wajah Ernest kini tampak sangat menakutkan. Beberapa saat yang lalu, Ernest hampir berhasil melepaskan satu-satunya kain yang masih melekat di tubuh Rosalia, namun konsentrasinya tiba-tiba terganggu oleh suara bel. Selama beberapa saat ia mencoba untuk mengacuhkannya, tapi naasnya ... suara bel kedua justru membuat Rosalia seketika membuka matanya. Istrinya itu menatap lekat ke arahnya, ia bahkan melihat ada kebencian di wajah Rosalia saat itu. Dan lebih sialnya lagi, suara bel kembali terdengar. Semakin sering, hingga Rosalia yang semula telah terpengaruh oleh sentuhannya, langsung mendorong tubuhnya. Istrinya itu bahkan segera memunguti semua pakaiannya dan bergegas berlari ke kamar mandi. Keributan itu tentu saja membuat Ernest meradang. Karena gara-gara suara bel, gairahnya yang semula telah berada di puncak, akhirnya langsung terjun bebas akibat penolakan Ros
Pukul 11 siang, Edward, Ben, dan juga Elio tampak memasuki lobby hotel. Ketika ketiganya telah memasuki lift, Edward yang sudah menahan kesabarannya sejak turun dari mobil, langsung membuka mulutnya. "Ini terlalu siang!" protesnya pada Ben, "Kau dengar? Rosi pasti sangat kelaparan sekarang," sungutnya. Ben tidak menanggapi celotehan Edward itu, melainkan melirik arloji mewah yang melingkar di pergelangan tangannya. "Sekarang sudah pukul 11? Seharusnya saat ini Tuan sudah terbangun, 'kan? Dan juga sudah berbicara pada Nyonya, 'kan? Apa mereka baik-baik saja?" gumamnya pelan, ada keresahan di dalam nada suara Ben. Begitu pula kala ia melihat lampu lift yang menunjukkan pergantian lantai semakin mendekati lantai tempat di mana kamar Ernest berada. Tepat di saat lift tiba dan pintu lift telah terbuka, dengan wajah ragu ia keluar dari lift. Edward masih berkicau bak burung merpati yang belum diberi makan, namun Ben sengaja menulikan telinganya. Ia bahkan tidak mengerti sejak kapan Edwar
'Jangan!' erang hati Ernest, saat Rosalia tiba-tiba membuka piyama yang ia kenakan. Lalu mengusap tubuhnya yang memanas dengan menggunakan ... apapun itu, kini benda sialan itu sedang menari-nari di atas kulit tubuhnya. Membuat ia sontak menahan nafas ketika benda itu perlahan bergerak turun dan menyusuri perutnya. Menuju ke area ... "Bagaimana ini? Tubuh Ernest semakin panas, apa yang harus kulakukan sekarang? Dan di mana mereka?"Fiuh, Ernest menghela nafas lega. Karena bertepatan ia membuka matanya— di saat yang sama Rosalia tiba-tiba melemparkan pandangannya ke arah pintu kamar. Namun tangan istrinya itu masih mengusap perutnya, bahkan handuk yang Rosalia genggam di tangannya hampir menyentuh ... Ernest melirik benda lembut berwarna putih itu sambil kembali menahan nafas. Sebab, jika benda sialan itu sampai menyentuh miliknya, Rosalia pasti akan segera tahu kalau ia telah terjaga. 'Jangan ke sana! Ukh ....' Ia sontak merapatkan bibirnya kala jari kelingking Rosalia tiba-tiba me
"Sudah 30 menit berlalu, di mana mereka?" Rosalia beranjak dari tepian ranjang, berdiri tegak, lalu melemparkan pandangannya pada pintu kamar. Tanpa menyadari bahwa seseorang telah terjaga dan kini sedang menatap dirinya dengan wajah tak percaya. Pria tampan itu bahkan mengerjapkan matanya, seolah ia sedang bermimpi saat ini. 'Baby? Apa yang terjadi? Mengapa dia ... Dia ada di dalam kamarku?' monolog Ernest dalam hati, tanpa melepaskan pandangannya dari tubuh ramping Rosalia yang sedang membelakangi dirinya. Well, ia sebenarnya sudah bangun sejak merasakan ranjang yang ia tiduri berderit pelan. Saat itu ia menemukan Rosalia tengah mencoba untuk beranjak dari pinggir ranjang. Namun istrinya itu tampak tidak menyadari kalau ia sudah terjaga. Dan sekarang, ia justru sedang berpikir keras tentang apa yang telah terjadi semalam? Mengapa ia sampai tidak tahu kalau Rosalia telah datang ke kamar hotelnya? Dan juga ... dari mana istrinya ini tahu di mana ia menginap? Apakah itu Elio yang tel
Setelah hampir dua jam menunggu Dokter yang Ben katakan akan segera datang, dan sambil mengusap wajah Ernest dengan handuk hangat, Rosalia yang tak sabar akhirnya kembali membuka mulutnya."Di mana Dokternya? Apa kau benar-benar telah menghubunginya, Ben?" sungutnya, seiring ia berpaling pada Asisten suaminya yang justru tidak berani menatap matanya. Aneh, sangat aneh.Keanehan itu juga dirasakan oleh Edward dan Elio. Hanya saja, Elio tidak berani berbicara pada Ben. Selain itu, posisinya hanyalah penjaga rumah. Apa haknya untuk mempertanyakan apa yang telah Ben perbuat, sedangkan pria itu memiliki status yang lebih tinggi darinya?Berbeda dengan Elio, Edward justru segera menarik lengan Ben. Membawa pria itu menjauh dari Rosalia yang terus mengikuti Ben dengan tatapan matanya.Di dekat sofa, Edward langsung melepaskan lengan Ben. Ia bahkan memukul lengan itu seraya berbisik, "Hei, kau ... apa benar kau sudah memanggil Dokter?" gerutunya.Namun Ben, entah apa yang terjadi? Tiba-tiba p
"Apa yang terjadi, Ben?" dengan langkah lebar Rosalia menghampiri Ben yang menyambutnya di lobby hotel. Di belakangnya, Edward dan Elio bergegas mengejar dirinya. "Kita bertemu lagi, Nyonya," sapa Ben seraya menundukkan kepalanya. Usai melakukan hal itu, ia lalu melemparkan pandangannya pada Edward dan Elio. Kemudian mengangguk pada kedua pria itu dan berpaling kembali pada Rosalia. "Maaf, Nyonya. Seharusnya aku tidak menakuti Nyonya seperti ini," cetusnya. "Dan Tuan, mungkin Tuan juga akan marah padaku nanti jika Tuan bangun dan mengetahui apa yang telah kulakukan pada Nyonya. Tapi masalahnya ...." Ben diam sejenak, menurunkan pandangannya juga memasang wajah cemas. Ekspresi Ben itu tentu saja membuat Rosalia menjadi semakin takut. Sementara Edward dan Elio, justru saling bertukar pandang, bertanya-tanya dalam hati apakah telah terjadi sesuatu yang buruk terhadap Ernest? "Ben?!" desak Rosalia, dengan suara sedikit meninggi. Namun setelahnya, ia justru menghela nafas kala menemukan