Pukul 11.30 malam, di mansion Ernest. "Di mana Tuan Ernest, Ann?" James yang baru saja tiba langsung melangkah masuk ke dalam mansion sambil memasang wajah datar ketika Anne membukakan pintu mansion untuknya. "Sepertinya... Tuan ada di kamarnya, James." Sahut Anne sembari menutup pintu mansion kemudian mengajak James menuju kamar Ernest yang terletak di lantai 2 mansion."Katakan padaku! Apa yang sebenarnya terjadi di sini? Mengapa Tuan Besar memintaku untuk mengusir seseorang dari sini?" Seiring mengikuti langkah Anne yang membawanya ke lantai 2 mansion, James menatap punggung wanita paruh baya itu dengan wajah serius. "Orang itu— Bukankah kau telah bertemu dengannya pagi ini di depan lobby rumah sakit?" celetuk Anne, kemudian menghela nafas dan menggelengkan kepalanya. Dua jam yang lalu, ia lah yang telah menghubungi Tuan Gail tua tentang perihal kedatangan Isabelle bersama Majikannya ke mansion ini. Saat itu, ia menjelaskan bahwa tingkah Ernest tampak aneh. Dan yang lebih parah
Waktu kini telah menunjukkan pukul 2 malam, dan di sebuah pemakaman umum— Di depan satu makam yang dikelilingi oleh pagar batu setinggi mata kaki. Di hadapan makam itu berdiri James bersama dua pria yang sengaja ia bawa dari mansion Ernest. Kedua pria itu adalah para Bodyguard Ernest, dan dengan kekuasaan yang ia miliki sebagai Asisten Tuan Gail tua— Kedua pria itu terpaksa harus mengikuti perintahnya. "Gali!" titahnya, pada kedua Bodyguard yang masing-masing telah memegang sekop di tangan mereka.Nama di batu nisan sudah tampak buram karena termakan usia, ditambah dengan cahaya minim di area sekitar makam— Membuat kedua Bodyguard muda itu tidak mengetahui makam siapa yang telah mereka gali. Hanya James, ya hanya James yang tahu siapa pemilik makam itu saat matanya lurus menatap pada batu nisan. "Aku tidak mengira jika akhirnya aku harus meminta bantuan pada seonggok tulang belulang," dengusnya.Tak lama berselang, ia pun mengalihkan pandangannya pada kedua Bodyguard yang telah mul
Diam, tergugu, menatap tak percaya pada Ernest. Hanya itu yang bisa Rosalia lakukan kala suaminya itu muncul di depan pintu ruang rawat inap yang ia tempati. Bersamaan dengan itu, semua yang telah Ernest lakukan semalam padanya mulai berkelebat satu persatu di dalam benaknya. Di mana Ernest mendorongnya dengan kasar, menatapnya dengan tajam tanpa memikirkan buat hati mereka. "Ed, katakan pada Pamanmu kalau aku tidak ingin bertemu dengannya!"Edward tentu saja sangat terkejut mendengar keputusan Rosalia itu, bahkan tanpa sadar ia langsung memalingkan wajahnya. Menatap wanita cantik itu dengan mata membola tak percaya. "Rosi?" tegurnya, mencoba memastikan bahwa apa yang baru ia dengar sama sekali tidak salah. Namun, melihat tatapan sayu Rosalia yang tampak tegas, juga anggukan pelan yang Rosalia berikan, ia pun akhirnya mengerti kalau saat ini wanita kesayangannya ini sedang membutuhkan waktu untuk sendiri. "Baiklah, kalau itu yang kamu inginkan." Edward menghela nafas, kemudian be
"Mengapa kalian membawaku ke sini?!" protes Ernest pada kedua Sahabatnya yang tengah duduk bersamanya. Saat ini, ia dan juga Bill serta Gabriel, sedang berada di sebuah kafe tak jauh dari rumah sakit tempat Rosalia dirawat. Bill melirik Gabriel sebelum ia menjawab pertanyaan Ernest itu. Sementara yang dilirik, dengan tenangnya menyesap kopi panas yang baru saja disuguhkan padanya. Gemas melihat tingkah Sahabatnya itu, Bill pun menendang kaki Gabriel. Membuat Gabriel menyemburkan kopi yang telah terlanjur masuk ke dalam mulutnya. "Panas, panas." Gabriel dengan cepat meletakkan cawan kopinya ke atas meja lalu mengipasi mulutnya. Yang karena tingkah Bill tadi membuatnya tanpa sengaja menyesap kopi tersebut dengan satu kali sesapan. "Sial kau, Bung!!" protesnya kemudian, sembari melemparkan tatapan kesal pada Bill. Bill hanya melengos, merapatkan bibirnya agar tidak tertawa. Di samping Gabriel, Ernest memijat pelipisnya melihat tingkah kedua Sahabatnya itu. "Seriuslah!"Brakk!! Ia m
"Bagaimana? Kau sudah tahu ke mana Ernest pergi?" tanya Isabelle, pada pria yang sedang berbicara dengannya di ponsel. Semalam, ketika ia diusir dari mansion Ernest. Dengan kasarnya para Bodyguard Tuan Besar Gail membuangnya di tengah kota. Membuat ia jadi bahan tontonan para pria hidung belang. Juga membuat dendamnya pada pria berusia senja itu semakin menjadi. Karena itu, ia yang telah bekerja sama dengan dua penjahat kelas kakap. Kini ingin semakin melancarkan aksinya demi menghancurkan kekuasaan keluarga Gail di Kota L ini. "Pria itu pergi ke sebuah rumah sakit beberapa saat yang lalu, Nona. Aku pikir dia pembalap yang sangat handal, aku hampir tidak bisa mengejar laju mobilnya. Untungnya rumah sakit itu tidak terlalu jauh dari mansion miliknya, Nona.""Sudah kau selidiki siapa yang dia temui di rumah sakit itu?" tanya Isabelle lagi. "Aku sempat mengikutinya selama 2 jam, dan dia berhenti di depan sebuah ruangan. Tapi dia diusir dari ruangan itu oleh dua orang pria. Tak lama,
Pukul 3 sore, di rumah sakit. "Apa itu pakaianku?" Rosalia menatap 1 tas berukuran sedang yang Ben letakkan pada kursi di samping ranjangnya. Dan dari tas itu, ia lalu mengalihkan pandangannya pada Ben. "Benar, Nyonya." Aku Ben, "Aku memintanya dari Anne. Dia bahkan memintaku untuk mengatakan sesuatu pada Nyonya," Tukasnya, kemudian diam sejenak sambil menatap sayu pada Rosalia. "Apakah Nyonya harus pergi? Lalu bagaimana dengan Tuan Ernest?" lontarnya, berharap Rosalia mau memikirkan kembali tentang keputusannya yang ingin meninggalkan Kota L. "Dia?" Rosalia menggigit bibirnya. Setelahnya, ia pun tersenyum pada Ben. Seraut senyum getir yang terpaksa ia sunggingkan di bibirnya demi menanggapi ucapan Ben tadi. "Aku butuh waktu, Ben. Setelah semua yang Ernest lakukan padaku, kau pasti tahu 'kan bahwa tidak mudah untukku memaafkan Ernest?"Ben mengangguk pelan, ia— Tentu saja mengerti apa yang Rosalia rasakan saat ini. Sebuah kemarahan, yang bahkan ia sendiri juga ikut merasakannya. Ke
Di bandara, Edward dan Rosalia disambut oleh Anton yang telah menunggu di sana. Dengan sigap Asisten berwajah keras ini langsung menurunkan semua tas Edward dan Rosalia dari bagasi mobil. Untuk membawa Rosalia memasuki bandara, ia bahkan telah mempersiapkan sebuah kursi roda atas permintaan Edward. "Ed, ini... Terlalu berlebihan!" tukas Rosalia canggung saat Edward menggendongnya dan menempatkannya ke atas kursi roda. "Turuti aku, Rosi. Kata Dokter, kamu belum boleh terlalu banyak bergerak. Jika tidak... Sebaiknya kita kembali saja ke rumah sakit." "Tidak, tidak." Sahut Rosalia cepat, sembari tersenyum kaku dan melambaikan kedua tangannya di hadapan Edward. Sedikit bingung terhadap perubahan sikap pria ini yang tiba-tiba menjadi terlalu over protektif pada dirinya. Masuk ke bagian dalam bandara, ia lalu ditinggalkan oleh Edward tak jauh dari Keponakan suaminya itu ketika Edward dan Anton sibuk mengurus bagasi serta chek in. Sambil menunggu Edward, ia pun mengedarkan pandangannya
Setelah menerima semua photo dari Edward, Anton dengan cepat melarikan mobilnya. Namun ia bukan pergi menuju mansion Tuan Gail tua, melainkan pergi ke mansion Ernest. Untungnya, ketika ia tiba, Ernest masih berada di mansionnya. Penampilan Bos besarnya itu tampak sangat berantakan, tidak terlihat seperti Ernest yang selama ini ia kenal. Semula, ia merasa ragu untuk menyerahkan semua photo yang ia bawa kepada Ernest. Namun, kedatangannya yang tak biasa telah terlanjur disadari oleh Bosnya itu. Hingga ia terpaksa mengajak sang Bos untuk berbicara empat mata. Dan Ernest membawanya ke dalam ruangan kantornya yang terdapat di lantai 2 mansion. Di dalam ruang kantor Ernest, dengan sangat hati-hati— Anton menyerahkan semua photo yang dibawanya pada Bosnya itu. Setelah memperingatkan Ernest terlebih dahulu kalau photo-photo itu telah dilihat oleh istri Bosnya ini. Dan sesuai dugaannya, Ernest langsung marah besar ketika Bosnya itu melihat semua photo yang telah ia serahkan. "Jadi... Rosi