"Bagaimana Ernest membujukmu untuk kembali ke Kota L?"Pertanyaan ini yang berasal dari Charlotte, menyentakkan Ernest dari lamunannya dan membuatnya reflek memalingkan wajahnya ke arah Charlotte yang sedang menatap Kekasihnya sambil mengulum senyum. "Hmmm... Kak, tolong jangan membuat Rosi menjadi bingung!" protesnya. "Justru aku yang sedang bingung di sini, Ernest!" tukas Charlotte tak mau kalah, "Awalnya aku ingin Rosi bertunangan dengan salah satu putraku, tapi apa ini?" ia mencebikkan bibirnya, "Kamu malah merebut calon tunangan Keponakanmu sendiri!" tembaknya sebal. "Tapi aku pria pertama di keluarga ini yang mengenalnya terlebih dahulu." Ernest tetep kekeh dengan pendiriannya. Ia bahkan sengaja melingkarkan lengannya di pinggang Rosalia, sebagai isyarat bahwa ia lah pemilik Kekasihnya itu. Tingkah Ernest yang posesif, sontak membuat Charlotte merapatkan bibirnya. Menahan tawanya agar tidak terlepas. "Carly, sejak kapan adikmu ini tumbuh dewasa?" sindirnya. Meskipun ucapanny
Sudah satu jam Ernest berada di mansion keluarga Heart, duduk berdampingan dengan Ben. Di seberang sofa yang ia duduki, Alston tampak sedang memikirkan permintaannya yang ingin menikahi Rosalia secepatnya. Sesekali pria paruh baya itu melirik Kekasihnya yang tengah berbicara dengan Elizabeth dan juga Rose. Dari tatapan Alston, ia menemukan ada kemarahan yang terpancar di sana. Kemarahan yang ditujukan kepada Rosalia. Tidak hanya sekarang, sejak ia datang satu jam yang lalu-- Alston juga hanya menyapa Kekasihnya itu seadanya. Berbeda dengan Elizabeth yang justru terlihat sangat menyayangi putrinya dan langsung memeluk Rosalia setibanya ia di mansion ini. "Bagaimana, Mr. Alston?" lontarnya sambil menatap Alston dengan wajah serius, membuat pria paruh baya itu sontak berpaling padanya. Alston menghela nafas sejenak, sebelum ia membuka mulutnya. "Tuan Ernest, anda yakin ingin menikahi Rosi?""Begitulah." Ernest melirik Ben, memberi isyarat pada Asistennya itu agar memberikan berkas yan
"Kita ke mansion Ayahku, Ben." Titah Ernest, saat mobilnya yang dikendarai oleh Ben keluar dari gerbang mansion keluarga Heart. "Baik, Tuan Ernest." Sahut Ben. Ia menganggukkan kepalanya lalu memutar setir mobil ke kiri, mengambil jalan menuju ke mansion Tuan Besar Gail. Selama di dalam perjalanan, sesekali Ben melirik kaca spion. Memperhatikan Rosalia yang tengah bersandar di pundak Ernest. Hingga saat ini gadis belia itu masih saja menangis haru. Sementara sang Bos terlihat bingung bagaimana harus membujuk Kekasih kecilnya itu. Namun, menyadari bahwa permasalahan Ernest dan Ayahnya telah selesai, begitu pula permasalahan Rosalia dengan keluarganya-- Ada setitik rasa bangga di hati Ben karena ia telah bekerja pada orang yang tepat. Ernest Gail, pria luar biasa ini selalu menjadi panutannya sejak beberapa tahun belakangan ini. Terlepas dari sifat Ernest sebelumnya sebagai seorang Casanova, nyatanya bagi Ben-- Ernest adalah pria yang sangat berdedikasi tinggi dan mampu menyelesaikan
"Bawakan kudaku!" titah Ernest pada Asisten Ayahnya. Pria paruh baya itu melirik Tuan Gail tua kala mendengar perintah tersebut, dan setelah melihat anggukan sang Majikan-- Ia pun menundukkan kepalanya dengan hormat kemudian pergi untuk mengambilkan kuda milik putra bungsu Majikannya. Belum 10 menit, ia telah kembali bersama seekor kuda hitam yang kekar. Melihat kudanya yang telah lama tidak ia ajak jalan-jalan, Ernest langsung menghampirinya. Menepuk leher kuda kesayangannya itu, menginjak stirrup, lalu mengangkat tubuhnya untuk duduk di atas pelana. Namun, sebelum ia mengejar Rosalia yang tampak tersenyum senang di atas kuda putih, ia terlebih dahulu melepaskan jasnya dari tubuhnya dan melemparkannya pada Asisten sang Ayah. Kini, hanya dengan mengenakan celana bahan, kemeja, dan rompi yang mengetat di tubuh kekarnya-- Ia pun memacu kudanya untuk mengejar Rosalia yang berada dekat dengan gerbang mansion Ayahnya. "Aku akan mengajaknya berjalan-jalan ke pantai, Ayah!" teriaknya, s
6 hari kemudian, kesibukan tampak di mansion Ernest yang telah dihias selama beberapa hari ini oleh sebuah event organizer. Dari pagi-pagi sekali, 3 mobil box pengantar catering telah tiba di depan mansion. Dan sekarang, 10 orang pengantar catering kini tengah sibuk menata makanan di stand-stand yang telah disediakan. Hari ini, adalah hari pernikahan Ernest dan Rosalia. Begitu juga dengan Oliver dan Rose. Awalnya Ernest tidak ingin jika pernikahannya dengan Oliver dilakukan secara bersamaan. Ia bahkan ingin mengadakannya di sebuah ballroom hotel. Namun, karena bujukan sang Kekasih yang ingin menikah bersama dengan Saudari kembarnya dan ingin mengadakan pesta kebun-- Akhirnya Ernest pun mengalah. Lagipula, ia pikir itu cukup baik. Mengingat bahwa tidak sembarang orang bisa masuk ke dalam mansion miliknya. "Pihak catering!!" Seorang wanita yang bertugas sebagai pimpinan event organizer yang telah Ernest sewa, menunjuk pada seorang pria petugas cattering yang sedang melakukan tugas
Tak lama kemudian, pimpinan event organizer mengunjungi ruangan mempelai pria lalu meminta kedua mempelai pria untuk bersiap. Dari ruangan mempelai pria, ia lanjut ke ruangan mempelai wanita. Berselang 10 menit, disambut alunan merdu suara biola dan denting piano, dua mempelai pria pun melangkah menuju podium pemberkatan bersama para pendampingnya. Dan beberapa menit setelahnya, dua mempelai wanita juga turut keluar. Melangkah menuju podium, Rosalia digandeng dengan elegan oleh Tuan Gail tua. Sementara Rose melangkah anggun bersama Ayahnya. Di samping podium pemberkatan, Anton, Leo, dan juga Edward berdiri di sisi Oliver. Kemudian Ben, Bill, Gabriel, serta Carlisle, hari ini menjadi pendamping pria untuk Ernest. Di depan kedua mempelai pria yang tengah menatap calon pengantinnya, seorang pastor yang akan memberkati kedua pasangan pengantin-- Kini telah berdiri dengan memegang sebuah kitab di tangannya. Sementara di belakang kedua mempelai wanita, masing-masing dua bocah wanita pem
Di sebuah rumah sakit terbesar di Kota L, dua jam setelah tragedi penembakan Ernest. Di depan Emergency room, dua buah kursi panjang yang terdapat di hadapan ruangan tersebut, kini dipenuhi oleh wajah-wajah muram. Di salah sudut kursi, sambil memeluk Rosalia, Elizabeth mencoba menenangkan putrinya itu. "Tenanglah, Rosi! Ernest pasti akan baik-baik saja," nasehatnya pada Rosalia yang masih terus menangis terisak.Di seberang Elizabeth, Oliver juga tengah memeluk Rose yang tampak sedih melihat keadaan Adiknya. Jas miliknya melekat di tubuh istrinya itu untuk menutupi pundak Rose yang terbuka. "Oliver, aku benar-benar tidak tahan melihat Rosi seperti ini. Padahal dulu, dia tidak pernah menangis. Dan meski dulu dia terkadang mendapatkan luka di tubuhnya saat balapan motor. Dia... Biasanya dia akan selalu tersenyum padaku." Lirih Rose. Oliver hanya diam sambil mengusap lengan Rose untuk menenangkan istrinya itu. Lalu mengalihkan pandangannya pada Rosalia dan menatap sendu pada wanita can
Setelah Ernest dipindahkan ke ruang rawat inap nomor satu, yang dilengkapi fasilitas super komplit layaknya kamar hotel bintang lima. Tuan Gail tua yang menyaksikan wajah Rosalia tampak sangat tertekan menatap putra bungsunya, langsung meminta Alston untuk membawa menantunya itu pulang terlebih dahulu. Dan ketika Ayahnya menghampiri dirinya, dengan mata sayu Rosalia justru menggelengkan kepalanya. "Ijinkan aku untuk menjaganya di sini, Ayah." Pintanya lirih sambil menatap Ayahnya dengan tatapan memohon. Alston hampir membuka mulutnya, namun ia tiba-tiba disela oleh Elizabeth. "Rosi, setidaknya gantilah pakaianmu terlebih dahulu, dan bersihkan tubuhmu. Setelah segar kamu bisa kembali ke sini untuk menjaga Ernest. Selain itu, kamu juga harus mempersiapkan banyak hal jika kamu ingin menjaganya di sini. Karena kita semua belum tahu berapa lama Ernest akan berada dalam keadaan seperti ini," nasehat Elizabeth, ia yang saat ini berada di samping Rosalia-- Mengusap kepala putrinya itu den
Ini sudah dua hari sejak terakhir Ernest datang menemui Rosalia di rumah peristirahatan milik Ayah mertuanya. Dan selama dua hari ini, suaminya itu sudah tidak pernah lagi mengganggu dirinya. Tidak menemuinya sama sekali. Membuat Rosalia menjadi bingung dan juga berpikir, apakah Ernest benar-benar telah menyerah padanya. "Ed, aku ingin kembali bekerja!" cetusnya di meja makan, saat ia sarapan pagi bersama Edward. Namun Edward hanya menatapnya dengan wajah seolah kurang yakin kalau ia sudah siap untuk bekerja. "Bagaimana tubuhmu, Rosi? Kau yakin ingin melakukan hal ini?"Rosalia mengangguk tegas, keseriusannya itu juga ia tunjukkan lewat tatapan matanya yang tertuju pada Edward. "Aku bosan, Ed," ungkapnya, mencoba menjelaskan alasan tentang mengapa ia memutuskan untuk pergi bekerja. Sesaat, ia sempat menangkap raut wajah Edward tiba-tiba tampak aneh. Seolah ada sesuatu yang sedang disembunyikan Edward darinya. Tapi apa? "Baik, tapi sebaiknya aku menghubungi Luis terlebih dahulu, b
Di dalam kamarnya, duduk bersandar di atas ranjang, Rosalia terus menunggu seandainya Ernest naik ke lantai dua rumah peristirahatan. Lalu menggedor pintu kamarnya sambil berteriak marah memanggil namanya. Tapi hal itu tidak terjadi sama sekali, terlalu hening, terlalu sepi, membuat ia ingin menangis. Tak lama, suara sedan terdengar di pekarangan rumah. Suara itu seolah bergerak menjauh, pergi menjauhi rumah peristirahatan. "Dia menyerah? Haha ... ternyata hanya begitu." Rosalia tertawa lirih, dan di penghujung tawanya, ia justru terisak pelan. Menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang, meringkuk, dan terus terisak di sana hingga ia tertidur. 1 jam kemudian, gagang pintu kamar Rosalia tiba-tiba bergerak turun. Berselang beberapa detik, pintu itu yang ternyata tidak terkunci bahkan didorong perlahan dari luar oleh sesosok tubuh tinggi besar. Sesaat, pria ini melemparkan pandangannya ke arah ranjang. Menatap cukup lama pada Rosalia yang telah tampak pulas, baru kemudian melangkah perlah
Malam hari, usai makan malam. Rosalia terus mengunci dirinya di dalam kamar, duduk termangu di atas ranjang sambil menyembunyikan wajahnya di antara kedua lututnya yang sengaja ia tekuk. Hari ini ia jengkel sekali, sangat jengkel atas semua yang telah Ernest lakukan padanya. Dan ... bagaimana bisa suaminya itu merayunya, menggodanya, menyentuhnya dengan tangan yang pernah menyentuh Barbara sebelumnya, tanpa merasa bersalah pada dirinya? Ernest anggap apa dirinya? 'Itu karena kau juga sengaja membiarkannya melakukan hal itu padamu, Rosi! Kau ... selalu takluk ketika Ernest menyentuhmu. Kau selalu menyerah di bawah kecupannya. Pria itu menyadarinya, Rosalia Heart! Dia mengetahui kelemahanmu!'Rosalia memiringkan kepalanya, mencoba mengacuhkan semua jeritan yang diteriakkan hatinya padanya. Meski ia tahu kalau semua itu memang benar adanya. Yah, ia memang selemah itu di hadapan Ernest. Itu benar, dan ia tidak menampiknya. Ia juga sadar kalau ia tidak bisa melihat sekelilingnya karena h
Perlahan-lahan, Edward membalikkan tubuhnya. Dan ia sontak membeku saat telah berhadapan sempurna dengan Pamannya. Sebab wajah Ernest kini tampak sangat menakutkan. Beberapa saat yang lalu, Ernest hampir berhasil melepaskan satu-satunya kain yang masih melekat di tubuh Rosalia, namun konsentrasinya tiba-tiba terganggu oleh suara bel. Selama beberapa saat ia mencoba untuk mengacuhkannya, tapi naasnya ... suara bel kedua justru membuat Rosalia seketika membuka matanya. Istrinya itu menatap lekat ke arahnya, ia bahkan melihat ada kebencian di wajah Rosalia saat itu. Dan lebih sialnya lagi, suara bel kembali terdengar. Semakin sering, hingga Rosalia yang semula telah terpengaruh oleh sentuhannya, langsung mendorong tubuhnya. Istrinya itu bahkan segera memunguti semua pakaiannya dan bergegas berlari ke kamar mandi. Keributan itu tentu saja membuat Ernest meradang. Karena gara-gara suara bel, gairahnya yang semula telah berada di puncak, akhirnya langsung terjun bebas akibat penolakan Ros
Pukul 11 siang, Edward, Ben, dan juga Elio tampak memasuki lobby hotel. Ketika ketiganya telah memasuki lift, Edward yang sudah menahan kesabarannya sejak turun dari mobil, langsung membuka mulutnya. "Ini terlalu siang!" protesnya pada Ben, "Kau dengar? Rosi pasti sangat kelaparan sekarang," sungutnya. Ben tidak menanggapi celotehan Edward itu, melainkan melirik arloji mewah yang melingkar di pergelangan tangannya. "Sekarang sudah pukul 11? Seharusnya saat ini Tuan sudah terbangun, 'kan? Dan juga sudah berbicara pada Nyonya, 'kan? Apa mereka baik-baik saja?" gumamnya pelan, ada keresahan di dalam nada suara Ben. Begitu pula kala ia melihat lampu lift yang menunjukkan pergantian lantai semakin mendekati lantai tempat di mana kamar Ernest berada. Tepat di saat lift tiba dan pintu lift telah terbuka, dengan wajah ragu ia keluar dari lift. Edward masih berkicau bak burung merpati yang belum diberi makan, namun Ben sengaja menulikan telinganya. Ia bahkan tidak mengerti sejak kapan Edwar
'Jangan!' erang hati Ernest, saat Rosalia tiba-tiba membuka piyama yang ia kenakan. Lalu mengusap tubuhnya yang memanas dengan menggunakan ... apapun itu, kini benda sialan itu sedang menari-nari di atas kulit tubuhnya. Membuat ia sontak menahan nafas ketika benda itu perlahan bergerak turun dan menyusuri perutnya. Menuju ke area ... "Bagaimana ini? Tubuh Ernest semakin panas, apa yang harus kulakukan sekarang? Dan di mana mereka?"Fiuh, Ernest menghela nafas lega. Karena bertepatan ia membuka matanya— di saat yang sama Rosalia tiba-tiba melemparkan pandangannya ke arah pintu kamar. Namun tangan istrinya itu masih mengusap perutnya, bahkan handuk yang Rosalia genggam di tangannya hampir menyentuh ... Ernest melirik benda lembut berwarna putih itu sambil kembali menahan nafas. Sebab, jika benda sialan itu sampai menyentuh miliknya, Rosalia pasti akan segera tahu kalau ia telah terjaga. 'Jangan ke sana! Ukh ....' Ia sontak merapatkan bibirnya kala jari kelingking Rosalia tiba-tiba me
"Sudah 30 menit berlalu, di mana mereka?" Rosalia beranjak dari tepian ranjang, berdiri tegak, lalu melemparkan pandangannya pada pintu kamar. Tanpa menyadari bahwa seseorang telah terjaga dan kini sedang menatap dirinya dengan wajah tak percaya. Pria tampan itu bahkan mengerjapkan matanya, seolah ia sedang bermimpi saat ini. 'Baby? Apa yang terjadi? Mengapa dia ... Dia ada di dalam kamarku?' monolog Ernest dalam hati, tanpa melepaskan pandangannya dari tubuh ramping Rosalia yang sedang membelakangi dirinya. Well, ia sebenarnya sudah bangun sejak merasakan ranjang yang ia tiduri berderit pelan. Saat itu ia menemukan Rosalia tengah mencoba untuk beranjak dari pinggir ranjang. Namun istrinya itu tampak tidak menyadari kalau ia sudah terjaga. Dan sekarang, ia justru sedang berpikir keras tentang apa yang telah terjadi semalam? Mengapa ia sampai tidak tahu kalau Rosalia telah datang ke kamar hotelnya? Dan juga ... dari mana istrinya ini tahu di mana ia menginap? Apakah itu Elio yang tel
Setelah hampir dua jam menunggu Dokter yang Ben katakan akan segera datang, dan sambil mengusap wajah Ernest dengan handuk hangat, Rosalia yang tak sabar akhirnya kembali membuka mulutnya."Di mana Dokternya? Apa kau benar-benar telah menghubunginya, Ben?" sungutnya, seiring ia berpaling pada Asisten suaminya yang justru tidak berani menatap matanya. Aneh, sangat aneh.Keanehan itu juga dirasakan oleh Edward dan Elio. Hanya saja, Elio tidak berani berbicara pada Ben. Selain itu, posisinya hanyalah penjaga rumah. Apa haknya untuk mempertanyakan apa yang telah Ben perbuat, sedangkan pria itu memiliki status yang lebih tinggi darinya?Berbeda dengan Elio, Edward justru segera menarik lengan Ben. Membawa pria itu menjauh dari Rosalia yang terus mengikuti Ben dengan tatapan matanya.Di dekat sofa, Edward langsung melepaskan lengan Ben. Ia bahkan memukul lengan itu seraya berbisik, "Hei, kau ... apa benar kau sudah memanggil Dokter?" gerutunya.Namun Ben, entah apa yang terjadi? Tiba-tiba p
"Apa yang terjadi, Ben?" dengan langkah lebar Rosalia menghampiri Ben yang menyambutnya di lobby hotel. Di belakangnya, Edward dan Elio bergegas mengejar dirinya. "Kita bertemu lagi, Nyonya," sapa Ben seraya menundukkan kepalanya. Usai melakukan hal itu, ia lalu melemparkan pandangannya pada Edward dan Elio. Kemudian mengangguk pada kedua pria itu dan berpaling kembali pada Rosalia. "Maaf, Nyonya. Seharusnya aku tidak menakuti Nyonya seperti ini," cetusnya. "Dan Tuan, mungkin Tuan juga akan marah padaku nanti jika Tuan bangun dan mengetahui apa yang telah kulakukan pada Nyonya. Tapi masalahnya ...." Ben diam sejenak, menurunkan pandangannya juga memasang wajah cemas. Ekspresi Ben itu tentu saja membuat Rosalia menjadi semakin takut. Sementara Edward dan Elio, justru saling bertukar pandang, bertanya-tanya dalam hati apakah telah terjadi sesuatu yang buruk terhadap Ernest? "Ben?!" desak Rosalia, dengan suara sedikit meninggi. Namun setelahnya, ia justru menghela nafas kala menemukan