Setelah Ernest dipindahkan ke ruang rawat inap nomor satu, yang dilengkapi fasilitas super komplit layaknya kamar hotel bintang lima. Tuan Gail tua yang menyaksikan wajah Rosalia tampak sangat tertekan menatap putra bungsunya, langsung meminta Alston untuk membawa menantunya itu pulang terlebih dahulu. Dan ketika Ayahnya menghampiri dirinya, dengan mata sayu Rosalia justru menggelengkan kepalanya. "Ijinkan aku untuk menjaganya di sini, Ayah." Pintanya lirih sambil menatap Ayahnya dengan tatapan memohon. Alston hampir membuka mulutnya, namun ia tiba-tiba disela oleh Elizabeth. "Rosi, setidaknya gantilah pakaianmu terlebih dahulu, dan bersihkan tubuhmu. Setelah segar kamu bisa kembali ke sini untuk menjaga Ernest. Selain itu, kamu juga harus mempersiapkan banyak hal jika kamu ingin menjaganya di sini. Karena kita semua belum tahu berapa lama Ernest akan berada dalam keadaan seperti ini," nasehat Elizabeth, ia yang saat ini berada di samping Rosalia-- Mengusap kepala putrinya itu den
Beberapa saat berselang di dalam kamar Rosalia, Anne yang telah berada di dalam kamar ini bersama Rosalia, langsung membawa sang Nyonya barunya itu untuk duduk di pinggir ranjang pengantin yang telah dihias sedemikian rupa. Tapi, gara-gara tragedi penembakan yang terjadi terhadap Ernest hari ini, kamar ini yang seharusnya akan menjadi saksi bisu penyatuan dua insan yang telah bersumpah setia. Kini justru tampak hening dan suram. "Apakah Nyonya pulang untuk berganti pakaian?" tanya Anne sopan, setelah ia menegakkan tubuhnya di hadapan Rosalia. Rosalia mengangguk pelan, "Benar, Anne. Setelah berganti pakaian aku akan segera kembali ke rumah sakit." Ia diam sejenak, kemudian memperhatikan sekeliling kamar dengan tatapan sayu. Anne yang melihat hal itu, turut diam tanpa ingin mengganggu sang Nyonya. Dan walau tidak mengatakan sepatah kata pun, tapi ia juga tidak melepaskan pandangannya dari wajah Rosalia yang masih menyisakan sembab di sana. "Aku merindukannya, Anne. Padahal baru beb
Keluar dari kamar Rosalia, Anne dicegat oleh Edward yang mencemaskan keadaan wanita cantik itu. "Mengapa meninggalkannya sendiri, Ann? Tahukah kamu kalau tubuhnya sangat lemah sekarang? Selain itu, sejak dia mempersiapkan pernikahannya pagi ini-- Hingga saat ini dia sama sekali belum makan apapun!" lontarnya gemas, pada Anne yang hanya menatapnya dengan wajah datar. "Nyonya yang telah memintaku untuk keluar, Tuan Edward. Tadi setelah aku membukakan pakaian pengantinnya. Sekarang Nyonya sedang berendam di bak air panas."Mengetahui bahwa Rosalia saat ini sedang berada di dalam kamar mandi tanpa mengenakan apapun, wajah Edward sontak merona. Bahkan area bawah pinggangnya, tanpa tahu situasi, langsung berkedut di balik celana yang ia kenakan. Dan, dengan menutup sebagian wajahnya yang terus memanas, ia pun meminta Anne untuk pergi. "Tolong katakan pada Koki untuk memasakkan sesuatu, agar Rosi... Maksudku Bibi bisa makan terlebih dahulu sebelum kami kembali ke rumah sakit." Titahnya.
"Jangan berpikir berlebihan!" lanjut Edward kemudian, lalu kembali melangkahkan kakinya dengan wajah yang perlahan-lahan mulai merona. Meski ia mengatakan hal itu pada Rosalia, kenyataannya-- Ia justru memikirkan apa yang baru saja ia ucapkan pada wanita cantik ini. Dan yang menyebalkan, mengapa ia tanpa sadar mengucapkan kata-kata tersebut yang mengandung makna ambigu. Bahkan terhadap dirinya sendiri? 'C'mon, Ed. Lihatlah! Bukankah kamu benar-benar tidak tahu malu karena memanfaatkan situasi di saat Rosi tengah bersedih?' celetuk hatinya, mengutuki perkataannya pada Rosalia. 'Tapi bukan itu maksudku!' sahut sisi hatinya yang lain. 'Akui saja, kamu memang ingin membuatnya menjadi milikmu 'kan?'Edward mendengus frustasi sambil meremas tangan Rosalia yang berada di dalam genggaman tangannya. 'Coba bayangkan bagaimana tubuhnya di saat dia tidak sedang mengenakan apapun!'"Diamlah!!" teriak Edward gusar, membuat Rosalia yang baru saja turun dari anak tangga terakhir-- Sontak menoleh
"Hahaha... Aku hanya ingin menggodamu, Mrs. Gail." Tukas Oliver sembari terkekeh geli, lalu mengusap pucuk kepala Rosalia. Membuat Rosalia dan Edward yang melihat tingkahnya itu, sontak mendengus sebal. Sementara Rose, ia langsung memukul manja lengan Oliver. "Kamu hampir saja membuatku terkena serangan jantung," protesnya. Oliver hanya menanggapi ucapan Istrinya itu dengan tersenyum getir. 'Maafkan aku, Rose. Aku belum bisa menghapus bayang-bayang Adikmu dari dalam ingatanku,' bisik hatinya lirih, kemudian menatap Rose dengan senyum yang terus dipaksakan untuk tetap bertahan di bibirnya. "Aku senang kamu bisa melepaskan kesedihanmu untuk sesaat, Mrs. Gail. Walau aku tahu itu sangat sulit," tambahnya lagi. Kali ini ia berpaling pada Rosalia, dan memberikan senyuman lembut pada wanita itu yang seolah ingin terus bertahta di dalam hatinya. Tidak! Sebenarnya ia lah yang menginginkan wanita itu untuk tetap berada di sana. "Terima kasih, Oliver." Ucap Rosalia tulus, kemudian membalas s
Pukul 7 malam... "Rosi!" Edward menepuk lembut pundak Rosalia yang sedang tertidur di samping ranjang Pamannya. Wajah cantik itu, yang berada beberapa senti dari lengan sang Paman-- Saat ini terlihat sangat pucat. Membuat ia sedikit mencemaskan keadaan Rosalia. "Rosi!" sekali lagi ia mencoba memanggil Rosalia, namun sama sekali tidak ada jawaban. Hingga tingkat kekhawatirannya semakin menjadi-jadi. Melihat Rosalia tidak juga terbangun, tanpa pikir panjang ia segera membungkuk dan menyusupkan kedua tangannya. Satu ke belakang punggung Rosalia, dan satu lagi ke balik betis ramping wanita yang ia cintai itu. Lalu dengan sigap ia membawa Rosalia keluar dari ruang rawat inap Pamannya. Edward terpaksa melakukan hal itu karena di dalam ruang rawat inap sang Paman sedang tidak ada siapapun saat ini. Beberapa menit yang lalu, Oliver baru saja meminta ijin padanya untuk menemani Rose yang ingin mengisi perutnya. Sekaligus ingin membelikan sesuatu untuk Rosalia makan nantinya. Sedangkan Suste
Tanpa memperdulikan Oliver yang tengah menatap Edward, Rose justru melirik Rosalia. "Apa yang terjadi, Ed? Apakah terjadi sesuatu pada Rosi?" tanyanya cemas sambil menghampiri Edward. Edward yang baru menyadari posisi tubuhnya, langsung berdiri tegak dengan wajah canggung. "Dia... Tadi aku pikir dia tidur, tapi ternyata dia pingsan. Dan Dokter sudah memeriksa keadaannya. Sedangkan aku... Aku sebenarnya hanya ingin melihat wajahnya dari dekat karena wajahnya terlalu pucat." Tukas Edward memberi alasan. Di saat yang sama, ia menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal hanya untuk meredakan rasa canggung yang ia rasakan. Oliver tentu saja tidak percaya pada ucapan Adiknya itu. Jadi... Ketika ia melangkahkan kakinya ke arah Edward, ia terus memperhatikan Adiknya itu sambil memicingkan matanya. Menyadari tatapan Saudara lelakinya padanya, Edward hanya bisa tersenyum kikuk. "Dokter sudah memberikan suntikan pada Rosi, tapi Dokter juga memintanya untuk makan." Ia kembali berbicara
Larut malam, Rosalia terbangun dengan sekujur tubuh yang terasa lemas, ia juga mengernyit heran kala menemukan dirinya telah berada di atas ranjang rumah sakit. Di saat ia mencoba mengangkat salah satu tangannya, ia melihat sebuah jarum infus sedang terpasang dipergelangannya. Dan pada tangannya yang satu lagi... Ia bisa merasakan jika seseorang sedang menggenggam tangannya sekarang. Merasakan genggaman itu, ia pun menoleh dan menemukan Edward sedang tidur bersandar pada kursi yang sebelumnya ia pergunakan untuk menemani Ernest. Salah satu tangan Edward menggenggam erat tangannya, jemarinya dan jemari Edward saling mengait. Demi melepaskan tangannya dari genggaman Edward, perlahan-lahan ia mencoba menarik tangannya. Namun yang ia lakukan itu justru membangunkan Edward yang belum pulas dalam tidurnya. Keponakan suaminya itu tiba-tiba membuka matanya, dan mengerjapkannya berkali-kali hingga akhirnya menatap dirinya. "Hei, terima kasih, Tuhan." Helaan nafas lega terlontar dari bibir
Ini sudah dua hari sejak terakhir Ernest datang menemui Rosalia di rumah peristirahatan milik Ayah mertuanya. Dan selama dua hari ini, suaminya itu sudah tidak pernah lagi mengganggu dirinya. Tidak menemuinya sama sekali. Membuat Rosalia menjadi bingung dan juga berpikir, apakah Ernest benar-benar telah menyerah padanya. "Ed, aku ingin kembali bekerja!" cetusnya di meja makan, saat ia sarapan pagi bersama Edward. Namun Edward hanya menatapnya dengan wajah seolah kurang yakin kalau ia sudah siap untuk bekerja. "Bagaimana tubuhmu, Rosi? Kau yakin ingin melakukan hal ini?"Rosalia mengangguk tegas, keseriusannya itu juga ia tunjukkan lewat tatapan matanya yang tertuju pada Edward. "Aku bosan, Ed," ungkapnya, mencoba menjelaskan alasan tentang mengapa ia memutuskan untuk pergi bekerja. Sesaat, ia sempat menangkap raut wajah Edward tiba-tiba tampak aneh. Seolah ada sesuatu yang sedang disembunyikan Edward darinya. Tapi apa? "Baik, tapi sebaiknya aku menghubungi Luis terlebih dahulu, b
Di dalam kamarnya, duduk bersandar di atas ranjang, Rosalia terus menunggu seandainya Ernest naik ke lantai dua rumah peristirahatan. Lalu menggedor pintu kamarnya sambil berteriak marah memanggil namanya. Tapi hal itu tidak terjadi sama sekali, terlalu hening, terlalu sepi, membuat ia ingin menangis. Tak lama, suara sedan terdengar di pekarangan rumah. Suara itu seolah bergerak menjauh, pergi menjauhi rumah peristirahatan. "Dia menyerah? Haha ... ternyata hanya begitu." Rosalia tertawa lirih, dan di penghujung tawanya, ia justru terisak pelan. Menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang, meringkuk, dan terus terisak di sana hingga ia tertidur. 1 jam kemudian, gagang pintu kamar Rosalia tiba-tiba bergerak turun. Berselang beberapa detik, pintu itu yang ternyata tidak terkunci bahkan didorong perlahan dari luar oleh sesosok tubuh tinggi besar. Sesaat, pria ini melemparkan pandangannya ke arah ranjang. Menatap cukup lama pada Rosalia yang telah tampak pulas, baru kemudian melangkah perlah
Malam hari, usai makan malam. Rosalia terus mengunci dirinya di dalam kamar, duduk termangu di atas ranjang sambil menyembunyikan wajahnya di antara kedua lututnya yang sengaja ia tekuk. Hari ini ia jengkel sekali, sangat jengkel atas semua yang telah Ernest lakukan padanya. Dan ... bagaimana bisa suaminya itu merayunya, menggodanya, menyentuhnya dengan tangan yang pernah menyentuh Barbara sebelumnya, tanpa merasa bersalah pada dirinya? Ernest anggap apa dirinya? 'Itu karena kau juga sengaja membiarkannya melakukan hal itu padamu, Rosi! Kau ... selalu takluk ketika Ernest menyentuhmu. Kau selalu menyerah di bawah kecupannya. Pria itu menyadarinya, Rosalia Heart! Dia mengetahui kelemahanmu!'Rosalia memiringkan kepalanya, mencoba mengacuhkan semua jeritan yang diteriakkan hatinya padanya. Meski ia tahu kalau semua itu memang benar adanya. Yah, ia memang selemah itu di hadapan Ernest. Itu benar, dan ia tidak menampiknya. Ia juga sadar kalau ia tidak bisa melihat sekelilingnya karena h
Perlahan-lahan, Edward membalikkan tubuhnya. Dan ia sontak membeku saat telah berhadapan sempurna dengan Pamannya. Sebab wajah Ernest kini tampak sangat menakutkan. Beberapa saat yang lalu, Ernest hampir berhasil melepaskan satu-satunya kain yang masih melekat di tubuh Rosalia, namun konsentrasinya tiba-tiba terganggu oleh suara bel. Selama beberapa saat ia mencoba untuk mengacuhkannya, tapi naasnya ... suara bel kedua justru membuat Rosalia seketika membuka matanya. Istrinya itu menatap lekat ke arahnya, ia bahkan melihat ada kebencian di wajah Rosalia saat itu. Dan lebih sialnya lagi, suara bel kembali terdengar. Semakin sering, hingga Rosalia yang semula telah terpengaruh oleh sentuhannya, langsung mendorong tubuhnya. Istrinya itu bahkan segera memunguti semua pakaiannya dan bergegas berlari ke kamar mandi. Keributan itu tentu saja membuat Ernest meradang. Karena gara-gara suara bel, gairahnya yang semula telah berada di puncak, akhirnya langsung terjun bebas akibat penolakan Ros
Pukul 11 siang, Edward, Ben, dan juga Elio tampak memasuki lobby hotel. Ketika ketiganya telah memasuki lift, Edward yang sudah menahan kesabarannya sejak turun dari mobil, langsung membuka mulutnya. "Ini terlalu siang!" protesnya pada Ben, "Kau dengar? Rosi pasti sangat kelaparan sekarang," sungutnya. Ben tidak menanggapi celotehan Edward itu, melainkan melirik arloji mewah yang melingkar di pergelangan tangannya. "Sekarang sudah pukul 11? Seharusnya saat ini Tuan sudah terbangun, 'kan? Dan juga sudah berbicara pada Nyonya, 'kan? Apa mereka baik-baik saja?" gumamnya pelan, ada keresahan di dalam nada suara Ben. Begitu pula kala ia melihat lampu lift yang menunjukkan pergantian lantai semakin mendekati lantai tempat di mana kamar Ernest berada. Tepat di saat lift tiba dan pintu lift telah terbuka, dengan wajah ragu ia keluar dari lift. Edward masih berkicau bak burung merpati yang belum diberi makan, namun Ben sengaja menulikan telinganya. Ia bahkan tidak mengerti sejak kapan Edwar
'Jangan!' erang hati Ernest, saat Rosalia tiba-tiba membuka piyama yang ia kenakan. Lalu mengusap tubuhnya yang memanas dengan menggunakan ... apapun itu, kini benda sialan itu sedang menari-nari di atas kulit tubuhnya. Membuat ia sontak menahan nafas ketika benda itu perlahan bergerak turun dan menyusuri perutnya. Menuju ke area ... "Bagaimana ini? Tubuh Ernest semakin panas, apa yang harus kulakukan sekarang? Dan di mana mereka?"Fiuh, Ernest menghela nafas lega. Karena bertepatan ia membuka matanya— di saat yang sama Rosalia tiba-tiba melemparkan pandangannya ke arah pintu kamar. Namun tangan istrinya itu masih mengusap perutnya, bahkan handuk yang Rosalia genggam di tangannya hampir menyentuh ... Ernest melirik benda lembut berwarna putih itu sambil kembali menahan nafas. Sebab, jika benda sialan itu sampai menyentuh miliknya, Rosalia pasti akan segera tahu kalau ia telah terjaga. 'Jangan ke sana! Ukh ....' Ia sontak merapatkan bibirnya kala jari kelingking Rosalia tiba-tiba me
"Sudah 30 menit berlalu, di mana mereka?" Rosalia beranjak dari tepian ranjang, berdiri tegak, lalu melemparkan pandangannya pada pintu kamar. Tanpa menyadari bahwa seseorang telah terjaga dan kini sedang menatap dirinya dengan wajah tak percaya. Pria tampan itu bahkan mengerjapkan matanya, seolah ia sedang bermimpi saat ini. 'Baby? Apa yang terjadi? Mengapa dia ... Dia ada di dalam kamarku?' monolog Ernest dalam hati, tanpa melepaskan pandangannya dari tubuh ramping Rosalia yang sedang membelakangi dirinya. Well, ia sebenarnya sudah bangun sejak merasakan ranjang yang ia tiduri berderit pelan. Saat itu ia menemukan Rosalia tengah mencoba untuk beranjak dari pinggir ranjang. Namun istrinya itu tampak tidak menyadari kalau ia sudah terjaga. Dan sekarang, ia justru sedang berpikir keras tentang apa yang telah terjadi semalam? Mengapa ia sampai tidak tahu kalau Rosalia telah datang ke kamar hotelnya? Dan juga ... dari mana istrinya ini tahu di mana ia menginap? Apakah itu Elio yang tel
Setelah hampir dua jam menunggu Dokter yang Ben katakan akan segera datang, dan sambil mengusap wajah Ernest dengan handuk hangat, Rosalia yang tak sabar akhirnya kembali membuka mulutnya."Di mana Dokternya? Apa kau benar-benar telah menghubunginya, Ben?" sungutnya, seiring ia berpaling pada Asisten suaminya yang justru tidak berani menatap matanya. Aneh, sangat aneh.Keanehan itu juga dirasakan oleh Edward dan Elio. Hanya saja, Elio tidak berani berbicara pada Ben. Selain itu, posisinya hanyalah penjaga rumah. Apa haknya untuk mempertanyakan apa yang telah Ben perbuat, sedangkan pria itu memiliki status yang lebih tinggi darinya?Berbeda dengan Elio, Edward justru segera menarik lengan Ben. Membawa pria itu menjauh dari Rosalia yang terus mengikuti Ben dengan tatapan matanya.Di dekat sofa, Edward langsung melepaskan lengan Ben. Ia bahkan memukul lengan itu seraya berbisik, "Hei, kau ... apa benar kau sudah memanggil Dokter?" gerutunya.Namun Ben, entah apa yang terjadi? Tiba-tiba p
"Apa yang terjadi, Ben?" dengan langkah lebar Rosalia menghampiri Ben yang menyambutnya di lobby hotel. Di belakangnya, Edward dan Elio bergegas mengejar dirinya. "Kita bertemu lagi, Nyonya," sapa Ben seraya menundukkan kepalanya. Usai melakukan hal itu, ia lalu melemparkan pandangannya pada Edward dan Elio. Kemudian mengangguk pada kedua pria itu dan berpaling kembali pada Rosalia. "Maaf, Nyonya. Seharusnya aku tidak menakuti Nyonya seperti ini," cetusnya. "Dan Tuan, mungkin Tuan juga akan marah padaku nanti jika Tuan bangun dan mengetahui apa yang telah kulakukan pada Nyonya. Tapi masalahnya ...." Ben diam sejenak, menurunkan pandangannya juga memasang wajah cemas. Ekspresi Ben itu tentu saja membuat Rosalia menjadi semakin takut. Sementara Edward dan Elio, justru saling bertukar pandang, bertanya-tanya dalam hati apakah telah terjadi sesuatu yang buruk terhadap Ernest? "Ben?!" desak Rosalia, dengan suara sedikit meninggi. Namun setelahnya, ia justru menghela nafas kala menemukan