"Jadi... Apa keputusan Kakek?" tanya Oliver, sambil menatap Ben yang sejak 1 jam yang lalu telah berbicara dengannya di bagian samping rumah sakit. Ada selasar panjang di sana yang dilengkapi dengan kursi tunggu berbahan besi. Dan di depan selasar itu, terdapat sebuah taman mungil tempat Edward duduk sebelumnya. Di kursi tunggu itulah Oliver duduk bersama Ben selama 1 jam ini. "Ketika beliau menghubungiku tadi, Tuan Besar sempat meminta pendapatku, Tuan Oliver." Jawab Ben, ia lalu diam sejenak menunggu reaksi dari Oliver. Dan kala ia melihat Oliver hanya diam saja, ia pun melanjutkan kata-katanya. "Beliau tampaknya cemas terhadap nasib Gail Group apabila Tuan Ernest tidak sadar secepatnya," lanjutnya lagi. Oliver hanya mendengarkan semua perkataan Ben itu dengan wajah serius. "Dan Tuan Besar juga bertanya padaku bagaimana pendapatku tentang Nyonya Rosalia, apakah aku bisa membimbingnya untuk menggantikan tempat Tuan Ernest untuk sementara waktu?""Dia sedang hamil, Ben." Tukas Olive
Sore hari, Oliver melambaikan tangannya pada Edward saat ia bertemu Adiknya itu di parkiran rumah sakit. Selama dua hari ini, setiap jam pulang kerja, ia dan Edward memang selalu bertemu di parkiran ini. Menggantikan jadwal makan siang yang biasanya kerap ia lakukan bersama Edward, karena sudah 2 hari ini ia selalu makan di Gail Group. Sedangkan Edward selalu pergi ke rumah sakit, mengantarkan makan siang untuk Rosalia. Walau ia dan Edward tahu bahwa ada Ben yang selalu menemani Rosalia di sana, namun Edward tetap kukuh ingin membelikan sendiri makan siang untuk Bibinya itu. "Bagaimana keadaannya hari ini, Ed?" tanya Oliver sambil menepuk pundak Adiknya yang sengaja menunggu dirinya agar bisa memasuki lobby rumah sakit bersama-sama. Sembari tersenyum, Edward mengangguk pada Saudara lelakinya itu sebelum ia membuka mulutnya. "Lumayan, Kak. Jika Kakak membandingkannya dengan dua hari yang lalu." Sahutnya. "Dan Kakek? Apakah sudah ada kabar dari Kakek?" tanya Oliver lagi sambil meli
"Berapa lama mereka akan memeriksanya, Ben?" celetuk Rosalia, pada Ben yang sedang berdiri di sampingnya.Saat ini, Asisten berwajah tampan itu tampak fokus memperhatikan kerja pria paruh baya yang telah sengaja diundang oleh Ayah Mertuanya ke Kota L demi memeriksa kondisi Suaminya."Aku belum tahu, Nyonya." Sahut Ben, ia menggeleng pelan lalu kembali berbicara. "Tapi Nyonya tidak perlu khawatir, aku pikir Dokter Marson pasti tahu apa yang harus dia lakukan demi menyembuhkan Tuan Ernest." Tambahnya lagi."Apakah kamu mengenalnya?"Ben menganggukkan kepalanya, "Kalau aku tidak salah ingat, Dokter Marson adalah Sahabat dari Tuan Carlisle, Nyonya. Tapi memang sudah lama sekali dia tidak pernah kembali ke Kota L, sejak seluruh anggota keluarganya memutuskan untuk pindah ke Newyork." Ia lalu diam sejenak dan menoleh ke arah Rosalia. "Dari informasi yang kudapatkan tentang Dokter Marson, belakangan ini dia cukup terkenal di Kota Newyork, Nyonya." Lanjutnya. Ia kemudian mengatakan pada Rosali
Malam hari, di ruang rawat inap Ernest. "Aku tidak menduga bahwa selera makanmu cukup baik hari ini," seloroh Edward. Ia melirik bungkusan kosong yang tergeletak di atas meja di depan Rosalia. Membuat Ben dan Oliver yang mendengar ucapannya itu sontak ikut memperhatikan bungkusan tersebut. Berbeda dengan Rosalia, ia langsung mencembungkan pipinya dengan sebal. Belakangan ini, karena ia tidak tahu tentang keadaan pasti suaminya dan apakah suaminya bisa bangun lagi. Nafsu makannya agak sedikit menurun. Namun, setelah ia mendengar penjelasan dari Ben dan Erick Marson-- Kalau kondisi suaminya sebenarnya tidak berbahaya, ia tiba-tiba merasa sangat lapar sekali. 'Mungkinkah sebelumnya Ernest junior juga sedang memikirkan Ayahnya?' bisik hatinya sambil melirik ke arah perutnya yang masih rata. Oh, Tuhan. Kini ada seorang malaikat kecil yang sedang tumbuh di sana, benih dari cintanya bersama Ernest. Dan entah bagaimana, harapan suaminya itu untuk memiliki anak secepatnya seolah dikabulkan
"Eng, Oliver. Bisa kita bicara empat mata?" pinta Rosalia, setelah ia menemukan pria itu menatap sayu padanya. "Tentu saja, di sini atau..."Rosalia melirik Ben terlebih dahulu sebelum ia menanggapi ucapan Oliver itu, memberi isyarat pada Asisten suaminya itu bahwa penting baginya untuk berbicara berdua dengan Oliver. Seakan mengerti isyarat darinya, Ben pun mengangguk pelan. "Nyonya pergi saja, lagipula ada Tuan Edward yang akan menemaniku untuk menjaga Tuan di sini. Bukan begitu, Tuan Edward?" Lontar Ben sembari berpaling ke arah Edward. Membuat Edward yang menerima tatapan Ben itu sontak terbatuk. 'Sial! Apakah Ben sengaja menahanku di sini?' umpatnya dalam hati. Namun bibir Edward tetap tersenyum demi menyembunyikan apa yang sedang ia rasakan terhadap Ben. Setelah mendapatkan persetujuan Ben, dan anggukan Edward. Rosalia segera mengajak Oliver untuk pergi dari ruang rawat inap suaminya. Meninggalkan Edward yang menatap kepergiannya bersama Oliver dengan wajah penasaran. Beber
"Aku mencintaimu, Miss Heart!"'Tidak, itu tidak mungkin!!' Rosalia sontak terbangun dari tidurnya dengan keringat sebesar butiran jagung memenuhi keningnya. Bahkan, kata-kata yang Oliver bisikkan padanya kala Keponakan suaminya itu memeluknya beberapa saat yang lalu, kini masih terus terngiang di telinganya. "Anda baik-baik saja, Nyonya?"Rosalia memalingkan wajahnya, melemparkan pandangannya pada Ben yang sedang menatapnya dengan wajah cemas. "Aku baik-baik saja, Ben." Lontarnya, lalu tersenyum kaku setelahnya. Ben yang melihat senyum Rosalia hanya bisa mengangguk pelan, walaupun ia tahu kalau Rosalia tidak sedang baik-baik saja. 3 jam yang lalu, ketika Rosalia kembali ke ruang rawat inap Bosnya. Saat itu Ben melihat wajah sang Nyonya tampak muram, begitu juga wajah Oliver yang berjalan memasuki ruangan bersama Nyonya itu. Menyaksikan hal itu, Ben sebenarnya sudah bisa menebak apa yang terjadi pada sang Nyonya. Apalagi tak lama setelahnya, Oliver tiba-tiba memaksa Edward untuk
"Rosi, kamu yakin ingin melakukannya?" bisik Edward, seraya menatap Rosalia dengan wajah cemas. Mencoba memastikan apakah yang telah Rosalia katakan beberapa saat yang lalu memang benar adanya? "Aku yakin, Ed!" tegas Rosalia. Bukan hanya Edward yang mendengarnya, namun Oliver juga. Ia hampir tak percaya bahwa Rosalia menyetujui begitu saja ide dari Erick. Dan lebih gilanya lagi, Kakeknya sendiri ikut ambil bagian sebagai pendukung terkuat atas kegilaan seorang Erick Marson. Membuat ia dan Edward juga Rosalia harus terjebak di dalam ruangan terapi sang Paman. Selain Rosalia, Edward, dan Oliver, masih ada Erick Marson dan dua Dokter lainnya di dalam ruangan terapi Ernest. Tetapi tugas kedua Dokter yang bersama Erick adalah untuk membantu Ernest apabila ia terkena serangan panik. Sementara yang lainnya menyaksikan dari luar ruangan melalui jendela kaca. Sebelum memulai percobaannya yang tergolong unik dan baru pertama kali ini akan ia lakukan, Erick telah bertanya terlebih dahulu pa
"Tuan Ernest, tolong lepaskan Keponakan anda!" titah Erick, pada Ernest yang sedang menatap Edward seakan ingin menghabisi Keponakannya itu. "Tuan Ernest!" tegurnya sekali lagi dengan suara yang sedikit lebih keras. Seraya mengangkat salah satu alisnya, perlahan-lahan Ernest melepaskan lengan Edward dari cengkramannya. Tak lama kemudian, ia mendengus kala melihat Edward pergi dengan cepat menjauhi dirinya. "Bagus, sekarang tenanglah, oke? Saya masih harus memeriksa kondisi anda." Erick lalu memberi isyarat pada Dokter yang tadinya telah ia perintahkan untuk mempersiapkan suntikan pereda kecemasan, demi menenangkan kondisi Ernest yang terbangun secara tiba-tiba. Di luar ruangan, semua berkumpul membicarakan tentang tersadarnya Ernest dengan wajah bahagia. Hanya Rosalia dan Edward yang baru keluar, yang terus memperhatikan kesibukan Erick Marson dari jendela kaca. "Nanti Paman pasti akan membunuhku, setelah dia bisa turun dari ranjang itu!" sungut Edward, sambil menekuk wajahnya. T