"Butuh sesuatu?"Caroline yang baru saja membuka pintu kamar langsung dibuat terkejut dengan keberadaan Luke. Pria itu sudah tampak segar dan rapi. Padahal hari masih sangat pagi."Apa yang kau lakukan di depan kamarku, Joan?!" tanya Caroline.Luke semakin menarik kedua sudut bibirnya. Hingga Caroline untuk pertama kalinya sadar, pria itu memiliki sebelah lesung pipi yang indah."Kenapa malah tersenyum begitu? Aneh!""Apa kamu butuh sesuatu?" tanya Luke sekali lagi.Caroline mendecak, lalu ia sedikit mendorong Luke agar bisa lewat. Pria itu terus mengikuti langkahnya. Walau tidak mengatakan apa pun, namun tentunya berhasil membuat Caroline risih.Gadis itu langsung berhenti dan berbalik. "Apa? Kau mau apa? Mengapa sikapmu berubah seperti ini?"Luke menaikkan sebelah alisnya. "Apakah aneh kalau aku ingin membantumu?""Ya! Selama ini kau selalu berusaha untuk tidak berurusan denganku!" sahut Caroline."Anggap saja aku ingin menebus kesalahan selama ini."Caroline mendengus, ia tidak men
"Suster! Sekarang! Aku butuh mobilnya sekarang! Ini menyangkut nyawa seseorang!""Nyawa siapa?"Luke dan Elle menoleh serentak. Nampak Caroline yang kini sudah menatap mereka dengan wajah penasaran. Ia mengangkat sebelah tangannya yang membawa kunci mobil."Butuh bantuan?" katanya.Luke menelan ludahnya dengan kasar. Sejujurnya ia tidak ingin melibatkan Caroline dalam masalahnya sendiri. Tapi jika tidak bergegas, ia takut terjadi apa-apa dengan Ciel.Akhirnya Luke mengangguk dan langsung disambut senyum angkuh Caroline. Gadis itu berjalan mendahuluinya menuju ke parkiran. Begitu tiba di depan mobil, Caroline berbalik menatap Luke cukup lama."Sebelum kita pergi, jawab pertanyaanku."Luke menaikkan kedua alisnya. "Ya?""Siapa yang ingin kau selamatkan sampai berani berteriak pada Suster Elle?"Luke terdiam. Ia tidak mungkin memberitahu Caroline kalau ingin menyelamatkan Ciel. Bisa-bisa terjadi salah paham dan membuat gadis itu tidak jadi membantunya."Hanya teman," jawab Luke sekenanya
Belum selesai suasana haru akibat ditolong Caroline, namun rombongan orang-orang yang menyejarnya sudah semakin mendekat. Secepat mungkin ia menarik tangan Caroline untuk bersembunyi di ruang ganti pakaian."Kamu sudah menemukan Ciel?" tanya Luke sembari merapatkan tirai.Caroline mengangguk. "Dia ada di lantai satu."Terdengar suara langkah kaki ramai yang semakin mendekat. Luke mendecih pelan, ia memegangi dua sisi tirai agar tidak tersingkap jika ada angin."Sepertinya mereka tidak ada di sini.""Belum tentu. Mari kita periksa satu per satu ruang ganti pakaian."Luke melirik ke arah Caroline. Gadis itu terlihat sangat panik. Bisa dilihat dari kebiasaan menggigit kukunya saat sedang merasa gelisah.Tiba-tiba saja Luke teringat dengan syal yang selalu ia lingkarkan di pinggang. Secepat mungkin ia mengeluarkan benda tersebut. Lalu ia menyodorkannya pada Caroline."Tutupi kepalamu dengan ini," bisik Luke.Caroline mendelik. "Mereka tetap bisa mengenaliku, Joan.""Tidak akan. Percaya pa
"Di mana Joan?" tanya Ciel.Caroline menundukkan kepalanya. Ia tidak mengatakan apa pun. Namun semua pertanyaan Ciel langsung terjawab saat rombongan orang berkemeja cokelat berjalan dengan membawa Luke."I-itu—"Secepat mungkin Caroline menutup mulut gadis di sampingnya. Ia menggeleng dan mengubah arah jalan mereka menuju pintu keluar. Sebab saat ini, rombongan orang itu mengarah ke basement.Begitu tiba di luar, barulah mereka melepas syal tersebut. Secara ajaib, orang-orang di sekitar langsung mengenali Caroline. Kilat dari kamera mulai bersahut-sahutan ke arah Caroline."Sial! Mereka mengenaliku!"Ciel langsung menarik tangan Caroline untuk mencari tempat yang lebih sepi agar tidak menarik perhatian. Hingga mereka tiba di sudut taman."Sepertinya sudah aman," ujar Ciel, ia masih terus menoleh ke segala arah.Caroline mengangguk pelan. Napasnya sudah terengah-engah. Secepat mungkin ia meraih ponsel dari sakunya. Ia berniat untuk melacak keberadaan Luke."Dia dibawa ke basement."Ci
"Bos? Bagaimana ini? Sepertinya dia sudah mati."Robert mengerutkan dahinya. Lalu ia menyenggol bahu Luke dengan ujung sepatunya. Tidak ada pergerakan, namun masih bernapas walau sudah melemah."Dia belum mati."Robert menoleh ke arah anak buahnya. "Cepat bawakan air.""Untuk apa, Bos?""Kita siram saja. Dia pasti bangun!"Secepat mungkin anak buahnya menghambur, mereka berusaha mencari sisa air mineral di tempat sampah sekitar. Setelah cukup banyak, mereka kembali berkumpul.Robert mengambil salah satu botol dan langsung menyiramkan air tepat di atas kepala Luke. Namun masih tidak ada pergerakan. Tentu saja itu membuat Robert sedikit kesal. Ia mengambil satu botol lagi. Kali ini siramannya sedikit lebih kasar karena dihentakkan ke wajah Luke.Pria itu menyeringai saat melihat Luke sedikit bergerak. Ia kembali mengambil satu botol lagi. Namun saat hendak disiramkan, air itu tiba-tiba saja menghilang.Kekuatan utama : Teleportasi setengah sempurna."Si-sial! Apa-apaan itu?!"Robert dan
Luke terus mengamati telapak tangannya. Sejak menggunakan kekuatan yang dibelinya dari Reddious, muncul luka berbentuk api. Tiap kali menggenggam benda cair, tangannya terasa perih."Apa memang tidak boleh terkena air ya? Lalu bagaimana caranya aku mandi?" gumam Luke.Muncul ide di kepala Luke. Secepat mungkin ia mengambil handuk kecil dan melilitkannya di telapak tangan. Kegiatannya terhenti saat pintu kamarnya diketuk berulang kali.Luke berjalan ke arah pintu, lalu mengintip ke luar melalui lubang. Rupanya Caroline yang mengunjunginya. Secepat mungkin ia membuka pintu. Gadis itu mendecak sembari menyodorkan kotak obat."Apa ini, Caroline?" tanya Luke.Caroline mendecih, ia menarik tangan Luke dan meletakkan kotak itu di atas tangannya. "Obati lukamu.""Bagaimana kamu tau aku terluka?""Berisik!"Gadis itu langsung berbalik. Namun saat hendak pergi, Luke langsung menahan tangannya. Caroline sontak berbalik, dahinya berkerut dengan alis yang bertautan."Apa lagi?" tanya Caroline."Di
"Cari penyihir itu sekarang!"Bran menatap Luke dengan sorot tajam. Sedikit saja Luke menarik sudut bibirnya, ia bisa langsung dijadikan tersangka. Untung saja ia sudah terlatih mengatur ekspresinya sejak kecil karena berhadapan dengan Yang Mulia Raja.Semua penjaga berlarian ke segala arah. Mereka bahkan langsung memberikan informasi ke penjaga bagian depan untuk menutup akses keluar masuk bangunan tersebut."Baik. Walaupun keadaan sempat kacau, tapi kita harus melanjutkan pembicaraan ini," ujar Galiard.Bran mendengus pelan. Ia harus rela duduk di samping Luke karena kursi di samping Caroline mendadak hilang. Setelah itu, semua orang di dalam ruangan dilarang bicara sebelum Galiard menyelesaikan ucapannya."Aku akan mengakhiri pertunangan Joan dan Caroline jika sampai bulan depan, Joan masih belum bisa melaksanakan tugasnya dengan benar. Tentu saja sesuai dengan surat perjanjian."Luke mengerutkan dahinya. Ia sangat ingin protes, namun masih belum diizinkan untuk bicara. Ia melirik
"Joan!!!"Luke berusaha keras untuk menulikan telinganya. Amarah kini sudah berpusat di kepalan tangan. Pikirannya hanya tertuju pada Bran. Jika pria itu terlihat sedikit saja, kepalan Luke pasti langsung melayang.Greb!"Berhenti, Joan!"Luke mendesis pelan, lalu berbalik dengan terpaksa. "Apa? Kenapa lagi, Caroline?""Kau ... marah?""Jangan ajak aku bicara, Caroline. Aku sedang ingin sendiri."Baru saja hendak berbalik pergi, Caroline kali ini menarik bagian belakang baju Luke. Ia merasa sedikit kesal hingga ingin menangis."Kau bodoh ya?" kata Caroline dengan suara nyaris tidak terdengar.Luke mengerutkan dahinya. Ia langsung menarik pakaiannya dan berbalik menatap gadis tersebut. Sorot matanya begitu tajam. Namun saat air mata Caroline menetes, ekspresinya kini berubah terkejut. Secepat mungkin ia melepas kemeja bagian luarnya."Mengapa kamu menangis?" tanya Luke sembari mengelap air mata di pipi gadis tersebut.Tangisan Caroline semakin menjadi-jadi hingga membuat beberapa pelay
"Jiwaku akan dihapus dari alam semesta dan ingatan semua orang yang pernah mengenalku.""Kalau begitu, aku harus mencari tau sendiri ya," gumam Luke.Yellowdious tidak menjawab. Cahayanya perlahan memudar lalu hilang begitu saja. Kini tersisa Luke sendiri di dalam kamar. Matanya masih setia menatap langit-langit."Kapan terakhir kali aku mendapat misi?" Luke langsung bangun. Ia bergegas menghampiri lemari pakaian. Begitu dibuka, tidak ada satu pun surat misi yang melayang. Rasanya sangat kecewa. Setelah terbiasa menjalankan misi, hidupnya mulai terasa hampa saat tidak melakukan apa-apa.Suara langkah kaki terdengar mendekat ke kamarnya. Ia langsung menutup rapat lemari dan mendekat ke arah pintu. Sosok itu tidak langsung mengetuk. Ia hanya berdiri tanpa melakukan apa pun.Luke berusaha mengintip dari celah lubang kunci. Jika melihat celemek yang menutupi bagian depan pakaiannya, bisa dipastikan kalau sosok itu merupakan suster Elle. Namun Luke tidak langsung membukanya. Ia menunggu w
"Siapa kau sebenarnya? Bagaimana kau bisa ada di sini?"Caroline termenung tiap kali mengingat ucapan Luke. Bagaimana bisa pria itu tahu identitasnya. Padahal selama ini ia sudah berusaha menyembunyikannya dengan baik.Ia memandang dirinya di cermin. Cukup lama hingga pintu kamarnya diketuk beberapa kali. Ia langsung bangun dan mengatur sorot matanya agar mirip dengan pemilik tubuh tersebut.Begitu dibuka, nampak Elle yang membawa senampan makanan. Wanita itu tidak mengatakan apa pun. Namun ia terus menatap Caroline, seolah memintanya untuk mengambil nampak tersebut."Terima kasih, Suster Elle," ujarnya pelan.Namun setelah nampak itu sudah ada di tangan Caroline, Elle tidak kunjung pergi. Ia masih terus menatap gadis di hadapannya dengan sorot mata menyelidik."Ada apa, Suster Elle? Apa ada yang ingin Anda katakan?" tanya Caroline.Elle menunduk, lalu mengangguk pelan. "Nona ... belakangan ini ...."Ucapan Elle terhenti saat terdengar suara klakson dari arah luar. Wanita paruh baya i
Setelah melewati percakapan yang cukup berat, akhirnya Luke ditinggal sendirian di dalam ruangan tersebut. Ia termenung dengan pandangan kosong ke arah pintu. Otaknya sibuk menimbang. Misi Christoper kali ini sangat menguntungkan. Namun sebelum itu, siapa yang layak untuk dibawa kembali bersama pria tersebut? Dirinya atau Ciel?Ciel punya banyak poin. Dia pasti bisa dengan mudah kembali. Sedangkan aku?Luke memejamkan matanya saat bayangan Joan yang memakai tubuhnya itu mulai melintas di pikiran. Joan bukan lawan yang bisa diremehkan. Apalagi setelah pria itu menggadaikan jiwanya pada ular mata air.Luke mengepalkan kedua tangannya dengan kuat. Lalu ia mulai memukul selimut yang membalut tubuhnya."Sial! Dia pasti punya banyak mana dan kekuatan!" rutuk Luke."Aku juga ingin kembali. Tapi aku tidak bisa membiarkan Ciel tertinggal di sini bersama pria gila itu!"Tiba-tiba pintu ruangannya terbuka. Secepat mungkin Luke menutupi tubuhnya dengan selimut. Ia memejamkan matanya dengan paksa
"Buka mulutmu."Luke menggeleng pelan, ia mendorong pelan sendok yang sudah ada di depan mulutnya. Sejak tadi Ciel tidak mau mengalah. Ia terus memaksa Luke untuk menerima suapan darinya."Aku bisa makan sendiri Ciel," ujarnya.Ciel mendengus pelan. "Apa salahnya sih? Aku cuma mau membantumu makan.""Tapi ...."Luke tidak melanjutkan ucapannya. Ia melirik Caroline yang duduk di sofa tanpa merasa terusik. Gadis itu tengah membaca sebuah buku tebal."Satu suapan saja. Kamu mau 'kan?" tanya Ciel.Akhirnya Luke mengalah. Ia membuka mulutnya dan membiarkan bubur itu masuk. Sontak Caroline menutup bukunya dengan keras. Kini pandangan gadis itu sudah benar-benar teralihkan pada Luke dan Ciel."Aku akan datang lagi nanti malam," ujar Caroline sembari bangun dari tempat duduknya.Ciel mengerutkan dahinya. "Kau sudah mau pulang, Caroline? Tapi kau 'kan baru saja datang."Caroline tidak menjawab. Kini pandangannya hanya tertuju pada Luke. Pria itu tidak mengatakan apa pun, padahal ia sudah mau p
"Jo-Joan!" cicitnya."Pergi kau sialan!" bentak Luke.Caroline berusaha keras untuk mendorong tubuh Luke, namun sia-sia saja. Tenaga pria itu jauh lebih besar darinya. Lima menit berlalu, Caroline membiarkan Luke terus menekan tubuhnya. Perlahan tubuh Luke bergerak menyingkir. Namun tatapan pria itu masih terpaku padanya. Dahinya berkerut seolah menajamkan pandangannya."Joan?" panggil Caroline.Bukannya menjawab, Luke justru langsung pergi meninggalkannya. Pria itu setengah berlari keluar dari ruangannya.~~~"Selamat sore!"Luke sontak menoleh ke arah pintu yang mulai terbuka. Nampak Ciel sudah sangat sehat dan bertenaga. Gadis itu melambaikan kedua tangannya. Senyum Luke langsung mengembang, ia merasa sangat senang karena gadis itu berhasil diselamatkan.Setelah menutup pintu, Ciel berlari kecil menghampiri Luke. Lalu ia duduk di kursi yang sudah disiapkan. Senyumnya perlahan luntur saat melihat luka yang ada di tangan Luke. Ia merasa tidak enak karena sudah membuat pria itu mendap
"Lama tidak bertemu, pria yang tidak kuat minum."C-Christoper Brandon?!Klosa langsung berontak. Ia berusaha melepaskan cengkraman Christoper dari wajahnya. Namun bukannya terlepas, cengkramannya justru semakin menguat."Di mana orang berwajah Joan itu berada?" tanya Christoper Brandon.Klosa mengerutkan dahinya. "Siapa orang berwajah Joan? Saya tidak tahu!""Beraninya kau berbohong!"Kali ini Christoper menurunkan cengkramannya ke leher Klosa. Ia menahan kekuatannya agar pria itu tidak mati tercekik. Sebab ia melakukannya hanya untuk menakut-nakuti Klosa."Mustahil kau tidak tahu. Kau selalu mengikutinya!" seru Christoper."Kalau maksud Anda itu Tuan Joan, saya tahu! Tapi dia memang Tuan Joan, bukan hanya mirip.""Ya, anggap saja begitu. Jadi kau tahu dia ada di mana?""Ada urusan apa mencariku sampai menyiksa orang tidak bersalah seperti itu?"Christoper langsung melepas cengkramannya dari leher Klosa. Senyumnya perlahan mengembang begitu melihat sosok Luke berdiri di ujung jalan.
Suara seperti benda jatuh terdengar sangat keras. Caroline berjalan perlahan menuju ke pintu utama. Semua penjaga nampaknya sudah berada di pos utama. Lampu di sekitar juga sudah dipadamkan."Siapa di sana?" seru Caroline sebelum membuka pintu utama.Hening.Caroline sama sekali tidak mendengar apa pun dari luar sana. Perlahan ia memberanikan diri untuk mengintip dari jendela. Matanya membulat begitu melihat sepasang kaki tergeletak di lantai. Secepat mungkin Caroline keluar dari rumah. Ia mengesampingkan rasa takut yang menyelimutinya. Begitu tiba di luar, ia dibuat sangat ketakutan."Joan?!" serunya."Penjaga!!!"~~~Caroline memandangi Luke yang terbujur lemah di atas kasur. Wajah tampan itu benar-benar berhasil membuat perasaannya porak poranda. Pria itu berhasil membuatnya hidup kembali. Ia merasakan berbagai emosi yang sebelumnya tidak pernah ia rasakan."Apa yang terjadi padamu, bodoh?" gumam Caroline.Tiba-tiba saja jemari Luke bergerak. Secepat mungkin Caroline bangkit dari
"Kau ... rupanya menyebalkan!" rutuk Joan.Ia menghentikan langkahnya, lalu meraih sabit yang melayang di depannya. Hujan beracun itu langsung menghilang. Luke tidak ingin membuatnya menjadi sia-sia. Secepat mungkin ia melesat ke arah Joan dengan pedang yang sudah berlumuran mana.Jurus ke dua : Luapan amarah naga!Mana berwarna abu-abu itu perlahan berubah menjadi putaran angin. Luke memadukannya dengan kecepatan yang diberikan Bluedious. Setelah jaraknya cukup, ia melakukan tebasan ke leher Joan. Rahang Luke mengeras saat serangannya ditahan dengan sabit.Namun hal yang membuatnya kesal bukan hanya itu. Awan hitam kembali muncul dan mulai menyerap putaran angin dan mana yang ada di sekitar pedangnya. Sebelum seluruh mana yang sudah dikerahkannya diserap habis, ia bergegas mundur menjauh dari awan tersebut."Sial. Awal itu datang lagi," gumam Luke.Ia menatap pedangnya, mana sudah tidak tersisa di sana. Napasnya tersengal-sengal. Ia menyesal karena mengerahkan hampir seluruh mananya
"Aku akan membunuh keduanya.""Yellowdious, tolong bawa Ciel ke tempat yang sudah ku katakan sebelumnya. Orang ini nampaknya tidak waras," ujar Luke.Tubuh Ciel langsung melayang ke arah Yellowdious. Setelahnya, gadis itu dibawa pergi meninggalkan Luke dan Bluedious. Luke melepas ranselnya, lalu melemparnya ke sembarang arah."Hei, Bluedious," panggil Luke setengah berbisik."Ya, Kesatria?""Kau tahu 'kan aku tidak punya kekuatan? Semuanya diserap oleh Christoper.""Ya, Kesatria.""Bisa pinjamkan aku kekuatan?" tanya Luke.Bluedious tidak menjawab. Namun tiba-tiba saja tubuh Luke terasa sangat ringan. Layar transparan langsung muncul di hadapan Luke.Tring!Kotak masuk :Anda memperoleh 100% peningkatan kecepatan. Tidak ada cooldown kekuatan. Senyum Luke langsung mengembang. Ini pertama kalinya ia memiliki kekuatan tanpa cooldown seperti teleportasi milik Christoper. Lantas ia mengacungkan ibu jarinya pada Bluedious."Kau memang terbaik! Tahu saja apa yang aku butuhkan.""Jelas saja.