Semua Bab Bukan Ibu Susu Palsu: Bab 21 - Bab 30

49 Bab

21 Hari Yang Menyebalkan

Ketika langkah kaki Raya sampai di lobi, ia tak sengaja kembali bertemu Aditya Fadillah di sana."Lain kali jangan berlagak sombong. Saya pikir kamu tidak akam membutuhkan siapa pun di dunia ini," sindir Aditya ketika lewat di depan Raya."Maafkan saya, Pak. Saya memang lupa belum mengucapkan terima kasih pada Bapak," balas Raya mengaku salah."Terlambat!" Aditya mengibaskan sebelah tangannya kemudian pergi menuju kendaraan roda empat miliknya. Ia akan meeting dengan orang penting, di tempat lain.Melihat tingkah Aditya, isi dada Raya menjadi panas. "Sebenarnya yang sombong itu siapa sih? Aku apa dia?" desis Raya menjadi kesal sendirian. Sial sekali nasibnya, mengapa harus bertemu dengan pria itu di kantor Hani. Lebih apesnya lagi Raya baru tahu kalau atasan Hani adalah Aditya Fadillah—pria jutek dalam pandangannya.Raya melanjutkan langkah, ia berharap untuk tidak berurusan lagi dengan pria jutek tadi.Di pinggir jalan, Raya berdiri sendirian karena tengah menunggu pesanan ojeg onlin
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-01
Baca selengkapnya

22 Sakit Hati

Meskipun sedang melakukan meeting penting dengan client, langsung Aditya tinggalkan begitu mendapatkan laporan dari perawat rumah sakit. Aditya sudah menunggu lama untuk bertemu dengan ibu susu anaknya, yakni Raya Maulida yang asli.Namun sepertinya kesabaran Aditya benar-benar tengah diuji, kendaraan roda empat yang dikemudikan malah terjebak macet parah di perjalanan menuju rumah sakit."Sial!" Beberapa kali Aditya mendengus kesal. Mana ia menyetir sendirian pula. Padahal kalau ada driver, bisa saja Aditya pergi dengan ojeg online agar lebih cepat sampai.Cukup lama sekali Aditya terjebak macet, hampir satu jam lebih. Aditya cemas, khawatir akan datang terlambat.Ting!Suara notifikasi pesan masuk pada handphone Aditya.Aditya segera membuka dan membaca pesan yang datangnya dari perawat rumah sakit.Perawat: [Pak Aditya masih dimana? Ini sudah hampir dua jam Ibu Raya menunggu.]Aditya segera membalas: [Saya akan tiba sekitar lima menit lagi. Tahan wanita itu.]Perawat: [Baik, Pak.]
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-01
Baca selengkapnya

23 Pergi

Tubuh Raya serasa lelah. Batinnya kian terasa pilu. Mengapa ia harus bertemu dengan orang-orang yang lagi-lagi menyakiti hatinya.Ketika malam tiba, Raya merenung sendirian di taman belakang rumah Hani. Sampai kapan ia harus terus menumpang di rumah sahabatnya itu? Raya kemudian mendapatkan keputusan. Ia beranjak dari tempat duduknya, mengampiri Hani di ruang tengah. "Han, sepertinya besok aku akan pergi. Terima kasih ya sudah memberi tumpangan."Hani tersentak mendengar ucapan Raya barusan. "Kamu ngomong apa sih, Raya? Pergi kemana maksudnya?"Raya terlihat mengatur napas, kemudian ia duduk di dekat Hani. "Sepertinya aku akan bekerja menjadi ART. Kebetulan tadi siang aku bertemu dengan penyalur ART. Aku sudah mendaftarkan diri.""Ya ampun, Raya. Jangan dong. Aku akan usahakan mencari pekerjaan yang lebih layak lagi untuk kamu." Hani berusaha menahan niat Raya."Tidak usah, Han. Aku sudah terlalu sering merepotkan kamu." "Tidak ada yang direpotkan, Raya. Please... Jangan kemana-man
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-02
Baca selengkapnya

24 Maaf

Hani berangkat ke kantor sendirian. Dia membawa paper bag yang berisi ASI titipan Raya. Begitu sampai di kantor Fadillah group, wanita berambut ikal itu langsung menuju ruangan Aditya Fadillah.Di depan ruangan sang Presdir, Hani mengangkat sebelah tangan, lalu mengetuk pintu di depannya.Tok tok tok!"Masuk!" Suara Aditya menyahut dari dalam, sebagai perintah dari sang pemilik ruangan.Hani segera memutar handle pintu. Ia masuk dan berdiri di hadapan Aditya. "Selamat pagi, Pak!" sapanya."Pagi!" balas Aditya seraya menengok ke belakang Hani. Tak ada satu pun wanita yang bersama Hani pagi ini. "Mana Raya?" tanyanya kemudian."Maaf, Pak. Raya tidak bersedia ikut dengan saya. Saya sudah membujuk, tapi Raya tetap tidak mau," jawab Hani sambil menundukkan kepala dengan sopan. Tentu ia sadar sedang berhadapan dengan siapa. Walau pun hati sangat kecewa pada Aditya, Hani tetap hormat.Aditya pun terkejut mendengar keterangan Hani barusan. "Kenapa Raya tidak mau menghadap saya? Padahal saya h
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-02
Baca selengkapnya

25 Pertemuan

Terlihat jelas kalau Raya masih memendam rasa kecewa. Dia masih terpaku dalam diam, merapatkan kedua bibirnya tanpa sepatah kata."Raya, Pak Aditya khilaf. Seandainya beliau tahu dari awal jikalau kamu adalah ibu susu anaknya, tentu Pak Aditya tak akan menyakiti perasaan kamu." Hani langsung menimpali."Iya, Raya. Saya bersungguh-sungguh ingin meminta maaf. Sebenarnya sudah lama saya mencari keberadaan kamu kemana-mana." Aditya menambahkan."Bukankah saya hanya beberapa kali saja memberikan ASI pada Fatih? Selama di kampung, ASI saya selalu dibawa mama untuk di donorkan pada orang lain. Rasanya, saya tidak pantas disebut ibu susu untuk anak Pak Aditya," balas Raya akhirnya."Tidak, Raya. Sejak saya tahu kalau status Winda adalah seorang gadis yang belum pernah menyusui, saya pun membongkar semua kebohongan Ibu Wati dan Winda selama ini." Aditya langsung menerangkan. "Jadi, Pak Aditya tahu tentang mertua dan ipar saya?" Raya terkejut.Aditya pun langsung mengangguk. "Jelas saya tahu.
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-03
Baca selengkapnya

26 Menjadi Ibu Susu

Pelukan itu dilonggarkan. Anita menatap wajah Raya dengan tatapan haru. Sepasang maniknya bahkan terlihat berkaca-kaca."Maaf, Tante. Saya sudah pernah datang ke rumah sakit, tapi tak ada Tante di sana. Kata Suster, Fatih sudah pulang." Raya menjawab dengan pelan."Iya, Tante memang selalu lupa tak bertukar nomor telepon denganmu," sesal Anita. Lalu wanita paruh baya itu menoleh ke sebelah Raya. "Siapa ini, Raya?" tanyanya pada Raya."Perkenalkan, ini Hani, Tante. Hani adalah sahabat saya," jawab Raya.Hani pun langsung mencium punggung tangan Anita dengan sopan. "Hani, Tante," sapanya.Anita menyambut dua wanita muda di depannya dengan ramah. Raya dan Hani duduk di sofa berwarna mewah di ruang tengah kediaman Aditya.Di atas meja persegi di depan Raya, tersaji aneka makanan dan minuman sebagai jamuan. Tapi belum sempat Raya mencicipi, suara tangisan bayi seketika terdengar dari salah satu kamar yang ada di rumah Aditya.Oaa oaa!Itu pasti suara Fatih. Spontan Raya langsung beranjak.
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-04
Baca selengkapnya

27 Difitnah

Hari ini setelah Fatih tertidur pulas, Raya meminta izin kepada Anita untuk pergi ke minimarket guna membeli keperluannya. Padahal Anita bisa saja meminta tolong pembantu, tapi Raya menolak karena dia tidak mau merepotkan orang lain.Anita tidak membiarkan Raya pergi sendirian. Karena khawatir, dia menyuruh supir untuk mengantarkan Raya."Tante, apakah boleh jika saya menengok makam anak saya sebentar saja?" Sebelum Raya masuk ke dalam mobil, terlebih dahulu ia meminta izin kepada Anita."Boleh, Raya. Pergilah, kamu pasti merindukan anakmu." Anita yang baik hati selalu berbicara lembut kepada Raya. Diantar supir atas diperintah Anita, terlebih dahulu Raya pergi ke makam almarhum anaknya. Ketika telah sampai di sana, Raya menekuk lututnya, mengusap nisan bayinya yang telah tiada. Nampak terbendung bulir bening dari sudut matanya. Raya selalu saja ingin menangis setiap kali berada di makam almarhum anaknya. Dia tak tahu seperti apa wajah anaknya.Usai mendoakan anaknya, Raya beranjak d
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-04
Baca selengkapnya

28 Pertamuan Yang Tak Diinginkan

Dengan kasar, Wati nampak menarik sebelah tangan Raya. Wati dan Winda menyeret Raya ke samping gerbang yang menjulang tinggi."Jangan kasar, Ma!" Raya menghempaskan genggaman Wati yang cukup kencang."Kenapa pergi dari rumah Mama, Raya?" Wati langsung bertanya. Dia sudah geram melihat sang menantu yang sudah satu minggu menghilang. "Kurang baik apa Mama selama ini? Kamu pergi begitu saja, tak ada kata terima kasih pada Mama yang selama ini menampungmu," cerocosnya kemudian."Ya, aku memang lupa belum sempat mengucapkan terima kasih. Aku ucapkan terima kasih karena Mama sudah menampungku, meski pun hanya sebagai benalu," balas Raya sedikit menyindir sambil mengatur napas kesalnya."Mulai berani kamu ya sama Mama!" Telunjuk Winda langsung mendorong pundak Raya secara tidak sopan.Tubuh Raya sampai mundur satu langkah. "Kasar sekali kamu, Win!" Raya menjadi geram."Itu belum apa-apa bila dibandingkan dengan kelakuan kamu, Raya. Kamu itu menantu tidak tahu terima kasih. Sombong dan songon
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-05
Baca selengkapnya

29 Tidak Yakin

"Heh siapa ini?" Tentu saja Wati terkejut. Jelas sekali itu suara wanita, bukan suara Raihan. "Tante, siapa yang telepon?"Samar-samar Wati mendengar suara Raihan menyahut di dalam telepon. Tapi kenapa malah memanggil Tante? "Raihan!" Wati mengeraskan volume suaranya ke dekat benda pipih yang dia tempelkan pada telinga.Tak ada sahutan lagi.Tuttt!Sambungan telepon berakhir. Raihan mengakhiri panggilan telepon dari mamanya."Kenapa, Ma?" Winda tercengang mendengar mamanya berteriak.Raut wajah Wati nampak tegang. Ia merasa ada yang tak beres dengan anak laki-lakinya.Hingga akhirnya Wati memutuskan pergi ke Jakarta tanpa memberi tahu Raihan.Hari ini, pagi-pagi sekali Wati pamit pada Winda dengan alasan pergi ke pasar. Padahal, wanita paruh baya itu akan menemui Raihan secara mendadak.Perjalanan Wati memang tidak sebentar, ia kini telah berada di dalam gerbong KRL menuju stasiun Duri.Setelah sampai di stasiun, kakinya yang sudah tak sekuat anak muda itu, melangkah menuju bajaj ya
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-05
Baca selengkapnya

30 Terharu

"Pak Aditya, tolong jaga ucapan Anda." Wati terlihat menahan amarah. Mana bisa dia marah pada Aditya.Aditya menurunkan sudut bibirnya. "Untuk apa Bu Wati datang ke sini?" tanyanya."Saya ini mertua Raya, saya berhak membawa Raya pulang," jawab Wati dengan tegas, sambil mengusap pipinya yang sempat basah oleh air mata."Tapi Raya pun berhak menentukan pilihannya." Aditya lebih tegas lagi.Wati nampak mengerutkan bibirnya. 'Sialan!' ia berdesis kesal dalam hatinya. Wanita paruh baya itu kemudian melayangkan tatapan sendu pada Raya. "Raya, pulanglah sekarang. Mama mohon," pinta Wati memelas. "Raihan telah menyakiti perasaan Mama. Pada siapa lagi Mama meminta tolong kalau bukan padamu. Mama yang telah mengurusmu selama ini, memberi kamu makan, memberi kamu obat dikala sakit. Kamu tidak lupa dengan kebaikan Mama 'kan?" Wati berusaha memancing Raya. Padahal selama ini, Raya hanya dikasih makan dengan ikan asin dan rebusan pepaya muda saja."Aku tidak pernah lupa dengan kebaikan Mama," ba
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-06
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status