Semua Bab Istri Rahasia SANG BUPATI : Bab 41 - Bab 50

72 Bab

41. PERTEMUAN

“Jangan nakal ya. Nurut sama mama dan papa.”“Iya, Nek,” jawab Haikal sambil mengangguk pelan. Sementara Kayla masih memandangi sang kakak sejak tadi.              Bu Ratih tersenyum seraya mengusap puncak kepala kedua cucunya itu secara bergantian. Lantas dia mendongak untuk menatap Angga dan beberapa pengawal yang sudah berdiri di sana.“Tolong bilangin ke Feby supaya segera telepon saya ya. Dia harus diingatin kalau hari Rabu ada rapat orang tua murid. Maklum ya, Nak Angga. Feby itu kadang masih ceroboh aja,” pesannya kemudian.“Iya, Bu,” sahut Angga cepat. “Kami permisi dulu.”              Mobil SUV yang turut membawa kedua bocah tadi kini perlahan menghilang dari pandangan. Meninggalkan pekarangan rumah mewah Feby dalam hitungan detik.“Hei,
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-24
Baca selengkapnya

42. TERSIKSA

              Haikal tetap bergeming di tempatnya. Bocah itu masih menunggu jawaban Ares dengan sabar. Hingga beberapa detik kemudian papanya tersebut terlihat menghela napas panjang.“Menurut Haikal bagaimana, hmm?” Ares kembali bertanya dengan suara yang amat rendah. “Sepertinya papa enggak perlu menjelaskan lagi.”“Kenapa papa tergoda dengan mama? Berarti papa juga tidak setia. Papa bukan pria yang baik.”              Kalimat barusan sontak membuat Ares membelalakkan mata. Lagi-lagi ia tak menyangka jika respon sang anak berbanding terbalik dari yang diharapkan.“Haikal masih terlalu kecil untuk memahami permasalahan orang dewasa, Nak,” kata Ares kemudian. Wajahnya tampak memelas. Namun, sepertinya bocah itu tetap membatu.“Papa dan mama egois. Kalian enggak perna
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-25
Baca selengkapnya

43. DIA..

“MAS??”              Lagi. Feby mengulang panggilannya pada pria yang baru saja menutup pintu ruangannya beberapa detik lalu. Namun, yang ia dapat hanya tatapan datar sebagai respon dari orang tersebut.              Hingga kemudian sang pria berjalan perlahan ke arah Feby. Membuat wanita malang itu sedikit ketakutan.“Apa yang ada di kepalamu, hmm?” tanya pria yang disebut-sebut sebagai Tuan Pranata tadi. “Apa kau begitu mencintainya sampai buta hati dan bodoh begini?”              Jelas pernyataan barusan membuat Feby jadi kebingungan. Kenapa orang di depannya ini mengatakan demikian? Dia … berbeda ternyata. Butuh waktu selama beberapa detik untuk mencerna kenyataan yang ada.“A-aku mau ketemu Haikal dan
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-25
Baca selengkapnya

44. KEHILANGAN

Feby menggeleng cepat bersamaan dengan buliran bening yang tumpah dari kedua sudut matanya. Bendera merah yang melambai dari hunian tersebut menjadi jawaban dari kerumunan yang tercipta sekarang.Tidak. Ia belum siap jika kehilangan salah satu dari keluarganya. Kalaupun memang harus, maka mungkin sang bapaklah yang pertama kali terlintas di dalam kepala. Itulah yang ada di dalam benak Feby sekarang. Namun, keinginan tampaknya berbanding terbalik dengan kenyataan.“Eh? Itu ‘kan si Feby?”“Iya iya. Akhirnya nongol juga setelah ngilang hampir semingguan,” bisik yang lain lagi. Lantas orang itu berjalan mendekat lalu kembali berkata di hadapan Feby, “Masih ingat pulang kau ternyata. Udah terlambat.”“Iya. Ibumu udah enggak ada.” Kalimat barusan seketika membuat Feby mematung di tempat. Jantungnya berdentum hebat usai mengetahui fakta menyedihkan itu. Feby berlari cepat menerobos kerumunan yang masih menghalangi pandangannya. Tak peduli apa yang di
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-26
Baca selengkapnya

45. BUNDIR??

“Kenapa memangnya? Enggak ada yang harus kau pikirkan lagi, Suk.”              Feby mengatakan kalimat barusan sambil tersenyum lebar. Berusaha meyakinkan Sukma kalau tidak ada yang akan menghambat kepergian adiknya itu.“Kak?” gumam Sukma sembari menggeleng pelan.“Kakak enggak mau dengar apapun selain cerita bahagiamu. Jadi … pergilah. Tolong jangan buat kakak jadi orang jahat lagi karena menghalangi kau merintis masa depan,” ungkap Feby kemudian.              Tangis kedua kakak beradik itu pun pecah. Merasa berat melepas satu sama lain karena tahu bahwa sekarang kondisi sudah tak lagi sama.“Kalau ada apa-apa jangan segan kabari bibi ya. Sebisa mungkin bibi akan bantu,” pesan bibinya saat hendak berpamitan pulang.“Iya, Bi.” Feby mengangguk ce
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-26
Baca selengkapnya

46. MENJEBAKNYA

“MAS SAN-DI??”              Orang yang dielukan namanya itu hanya berdecak pelan. Tak pelak memandang Feby dengan tatapan kesal.“Kalau kau mau nyebur di sini tanggung, yang ada badanmu luka-luka kena bebatuan di sana. Ayuk! Kuantarkan ke sungai Melati ujung.”“Apaan sih??” bantah Feby sembari menepis tangannya dengan cepat. “Lepasin! Aku enggak mau bunuh diri.”“Terus tadi apa namanya? Panjat tebing, heh??” ejek si pria sambil memandang Feby dengan sinis. “Semua orang di sana jadi saksinya, Nona. Kakimu ini naik ke pembatas jembatan. Masih nyangkal juga?”“A-aku hanya …” Feby tak tahu harus mengatakan apa lagi karena pikiran dan hatinya yang sedang berkecamuk hebat. Bingung bagaimana caranya untuk melanjutkan hidup. “…hmmm kau sedang apa di sini?”“Aku ada kerja
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-27
Baca selengkapnya

47. SAH

              Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Warga Desa Anggrek yang biasanya senyap kini menjadi berisik lantaran kehadiran dua orang tamu di kampung mereka. Siapa lagi kalau bukan Feby dan Sandi yang akan dipaksa menikah saat ini juga.“Kalian tidak bisa main hakim sendiri. Negara ini punya hukum.”Sandi masih saja bersikeras. Napasnya berembus lega begitu panggilan via udara tersambung dengan seseorang. Pria itu lantas menjelaskan musibah yang menimpa dirinya sore tadi dengan singkat.“Huu!! Dasar cowok jahat! Maunya enak sendiri,” cibir gadis muda yang ada di sana.“Sudah sudah! Biarkan si Mas manggil temannya kemari,” kata sang ketua adat menengahi.              Tak lama kemudian orang yang dinantikan oleh Sandi pun muncul. Lantas segera menjelaskan maksud dan tuju
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-27
Baca selengkapnya

48. MURAHAN

“Kenapa? Kau mau menolakku??” Feby menggeleng pelan. Wajahnya perlahan berubah pucat ketika melihat Sandi mulai menanggalkan baju. Tahu betul bahwa suaminya itu ingin berbuat apa.“A-aku mau ke kamar mandi dulu,” ucap Feby agak terbata-bata. Dirinya mengambil posisi duduk lalu bersiap untuk pergi.“Jangan lama-lama,” gumam Sandi kemudian. Di sinilah Feby sekarang. Usai mengunci dirinya di dalam kamar mandi, ia menghirup udara sebanyak mungkin. Berusaha menghilangkan kegugupan yang sialnya semakin memuncak begitu menyadari bahwa ia akan menunaikan tugas sebagai seorang istri. Entah berapa lama Feby di sana hingga membuat Sandi mengetuk pintu dengan tak sabaran. Jantungnya pun berdentum hebat.“I-iya, Mas,” cicit Feby dengan suara yang mulai serak.“Mau berapa lama lagi aku menunggu, hah??” Sandi terdengar marah.“Sebentar! Perutku sakit,” pekik Feby yang kemudian lekas menghidupkan air keran. Sumpah. Dirinya tak menyangka jika San
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-28
Baca selengkapnya

49. PARE

“Tunggu, Mas!” pekik Feby dengan napas yang terengah-engah.              Sayangnya Sandi tak peduli. Pria bertubuh tinggi tegap tersebut malah semakin mempercepat langkah hingga tiba di parkiran bandara. Membuat Feby kembali mengeluarkan tenaga ekstra untuk menyeimbangkan diri dengannya.“Jangan pernah gunakan panggilan menjijikkan itu padaku.” Sandi mengatakannya saat mereka kembali melanjutkan perjalanan.“Aku harus panggil apa?” tanya Feby kemudian.Sandi hanya merespon dengan gendikan bahu. “Aku tak mau satu orang pun yang tahu kalau kita adalah suami istri. Mengerti??”              Feby mengangguk setuju. Berusaha maklum karena memang Sandi tak pernah sudi menjadi suaminya. Lagi-lagi dia merasa dejavu mengingat di pernikahan pertama pun serupa dengan yang sekarang. T
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-28
Baca selengkapnya

50. OM??

Sreng! Sreng! Suara spatula yang beradu dengan kuali masih terdengar di telinga sejak lima menit lalu. Ternyata Sandi yang tengah berkutat dengan peratalan dapur tersebut. Sementara Feby tetap di tempatnya dengan rasa penasaran yang tinggi. Hingga beberapa saat kemudian aroma yang menguar mulai mengaduk isi perut. Pun suara berisik tadi perlahan berhenti. Barulah Sandi berbalik badan dengan senyum yang mengembang sempurna. Sekarang tangannya sudah memegang sebuah piring berisi telur orak-arik.“Ya ampun!” Sandi berdecak dengan mata yang mulai melotot. “Jadi sejak tadi kau hanya menontonku saja?”Seketika Feby salah tingkah. “Ma-maaf. Apa lagi yang harus kulakukan?”“Apalagi katamu? Kau bahkan tidak melakukan apa-apa yang berguna. Dasar!!” Sandi terus mengomel panjang kali lebar. Bersamaan itu pula kedua tangannya sibuk bergerak kian kemari. Mengambil peralatan makan dan meletakkannya di atas meja. Sementara Feby? Lagi-lagi hanya mengamati. Mem
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-29
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
345678
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status