Home / Romansa / Tawanan Cinta Sang Mafia / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Tawanan Cinta Sang Mafia : Chapter 41 - Chapter 50

94 Chapters

Bab 41

Perjalanan pulang ke kastil diwarnai keheningan yang berat. Lampu jalan yang redup menerangi wajah Lucas yang tegang, matanya lurus menatap ke depan tanpa sedikit pun melirik Emma. Di sampingnya, Emma duduk kaku, jantungnya masih berdebar kencang, bukan hanya karena apa yang baru saja mereka lihat, tetapi juga karena amarah dingin yang jelas terasa dari pria di sampingnya.Sesampainya di kastil, Lucas langsung keluar dari mobil tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Ia berjalan cepat melewati lorong gelap menuju ruang kerjanya, meninggalkan Emma berdiri di halaman dengan udara malam yang menusuk.Emma menatap punggung Lucas yang menghilang di balik pintu, hatinya berperang antara rasa bersalah dan dorongan untuk membela diri. "Aku tidak bisa terus diam," gumamnya pelan, lalu melangkah masuk mengikuti Lucas.Di ruang kerja yang remang, Lucas berdiri di depan rak buku besar, punggungnya menghadap pintu. Tangannya terkepal di sisi tubuhnya, rahangnya mengeras. Emma masuk pelan, menutup pint
last updateLast Updated : 2025-02-03
Read more

Bab 42

Emma tidak tahu ke mana Marco dan pria asing itu membawanya. Begitu masuk ke dalam mobil, tangannya diikat erat ke belakang, lalu selembar kain hitam menutupi matanya. Jantungnya berdebar kencang, rasa takut perlahan merayap, menyelimuti pikirannya. Suara mesin mobil menggeram pelan, sementara getaran dari jalanan yang dilalui menambah kecemasan di dadanya.Selama hampir satu jam perjalanan, Emma mencoba menenangkan diri. Ia menghitung detak jantungnya, berusaha tetap fokus. Namun, setiap kali mobil berbelok tajam atau melambat, kecemasannya semakin memuncak. Aroma kulit jok yang usang bercampur dengan bau debu membuat napasnya terasa berat.Akhirnya, mobil itu berhenti. Emma mendengar suara pintu dibuka dengan kasar. Tak lama kemudian, tangan Marco yang kuat menarik lengannya, memaksanya keluar dari mobil.“Jangan coba-coba berteriak,” desis Marco dingin di telinganya.Emma menahan napas, mencoba melawan rasa takut yang menyergap. Ia dibawa masuk ke sebuah bangunan, dan aroma kayu tu
last updateLast Updated : 2025-02-03
Read more

Bab 43

Bab 43 - Di Balik RencanaUdara pagi masih dingin saat mobil melaju meninggalkan bangunan tua yang menjadi saksi bisu peristiwa malam itu. Emma duduk diam di kursinya, matanya melirik sekilas ke arah Lucas yang fokus menyetir. Wajah pria itu tenang, seolah apa yang baru saja terjadi tidak meninggalkan bekas apa pun di benaknya. Tapi Emma tahu, di balik ketenangan itu, ada banyak hal yang belum diucapkan.Setelah beberapa menit hening, Emma akhirnya bertanya, suaranya pelan namun sarat dengan rasa ingin tahu.“Bagaimana kau tahu aku ada di sana?”Lucas tidak langsung menjawab. Ia tetap memandang lurus ke jalan di depannya, seolah sedang menimbang-nimbang apakah harus memberi tahu atau tidak. Namun akhirnya, ia menarik napas pelan dan berkata, “Karena aku yang mengatur semuanya.”Emma mengerutkan kening, tidak mengerti. “Apa maksudmu?”Lucas menoleh sebentar, lalu kembali fokus ke jalan. “Aku tahu Marco mencurigakan sejak lama. Tapi dia terlalu pintar untuk meninggalkan jejak. Aku butuh
last updateLast Updated : 2025-02-03
Read more

Bab 44

Kastil kembali tenggelam dalam ketenangan yang semu setelah insiden penyelamatan Emma. Namun, Lucas tahu betul, ketenangan itu hanyalah topeng tipis yang menyembunyikan badai di baliknya. Ia duduk di ruang kerjanya, memandangi gelas kristal berisi bourbon yang hampir tak tersentuh. Bayang-bayang masa lalu menari di pikirannya, membentuk potongan-potongan kenangan yang tak pernah ingin ia ingat.Organisasi yang berada di balik penyusupan ke kastilnya ternyata bukan orang asing. Mereka adalah bagian dari jaringan keluarga ayahnya sendiri—orang-orang yang menganggap Lucas sebagai pewaris sah, yang seharusnya meneruskan tahta dunia gelap keluarga itu. Namun, mereka tidak tahu satu hal penting: Lucas sama sekali tak menginginkan warisan itu.Pintu ruang kerja terbuka pelan, menampilkan sosok Emma yang berdiri ragu. Luka di pergelangan tangannya sudah diobati, tapi sorot matanya masih menyimpan ketegangan dari kejadian beberapa hari lalu.“Kau seharusnya beristirahat,” kata Lucas tanpa meno
last updateLast Updated : 2025-02-03
Read more

Bab 45

Cahaya senja menyelinap masuk melalui jendela besar kamar Emma, membiaskan rona oranye lembut di dinding yang tenang. Namun, ketenangan itu berbanding terbalik dengan pikirannya yang penuh gejolak. Emma duduk di tepi ranjang, matanya tertuju pada kedua pergelangan tangannya yang masih menunjukkan semburat merah samar—bekas tali yang pernah mengikatnya saat penyekapan malam itu.Jari-jarinya mengusap pelan bekas itu, seolah mencoba menghapus bukan hanya luka fisik, tapi juga rasa tidak berdaya yang menghantuinya. Pikirannya melayang kembali ke saat itu—saat dia hanya bisa pasrah, tubuh gemetar, dan hati diliputi ketakutan yang nyaris membuatnya kehilangan akal."Bagaimana jika Lucas terlambat? Apa yang akan terjadi padaku?"Pikiran itu membuat napasnya tercekat. Ia tidak ingin merasa seperti itu lagi. Tidak ingin menjadi seseorang yang hanya menunggu untuk diselamatkan.Masih melekat jelas dalam ingatannya bagaimana rasa ketidakberdayaan itu menjangkiti tubuhnya. Dia begitu merasa lema
last updateLast Updated : 2025-02-03
Read more

Bab 46

Suara langkah kaki Emma bergema pelan di sepanjang koridor batu yang menuju ruang latihan. Udara pagi masih terasa dingin, namun semangatnya yang terus membara sejak latihan kemarin membuat tubuhnya cepat hangat. Otot-ototnya masih terasa kaku, terutama di lengan dan bahu. Meski begitu, semangatnya tidak surut.Ia menarik napas dalam-dalam, menenangkan pikirannya. Rasa sakit fisik bisa diatasi, tetapi ketidakmampuan untuk melindungi diri adalah sesuatu yang tak bisa diterima lagi. Ia tak ingin merasa tak berdaya seperti saat dirinya disekap waktu itu.Saat pintu kayu besar terbuka, pemandangan pertama yang menyambutnya adalah sosok Lucas yang berdiri di tengah ruangan latihan yang luas. Pria itu mengenakan pakaian latihan berwarna hitam sederhana, kontras dengan cahaya pagi yang masuk melalui jendela besar di belakangnya.Lucas menoleh, tatapan matanya langsung bertemu dengan Emma. Dingin dan tajam seperti biasa, namun ada kilatan samar di sana yang sulit dijelaskan."Kau terlambat du
last updateLast Updated : 2025-02-03
Read more

Bab 47

Udara pagi terasa lebih hangat dibandingkan kemarin, namun semilir angin tetap membawa kesejukan yang menenangkan. Setelah sesi latihan yang intens di ruang tertutup, Lucas memutuskan bahwa sudah waktunya bagi Emma untuk menghadapi tantangan baru.“Kita tidak akan berlatih di ruangan hari ini,” ucap Lucas singkat saat Emma baru saja tiba di ruang latihan.Emma mengernyit, menyeka sisa keringat di pelipisnya. “Ke mana?” tanyanya dengan nada penuh rasa ingin tahu.Lucas hanya melirik sekilas, kemudian berbalik tanpa menjawab. “Ikuti saja.”Rasa penasaran membuat Emma cepat-cepat mengatur langkahnya agar seirama dengan Lucas. Mereka keluar dari koridor batu, melewati taman belakang yang biasa mereka lewati saat berjalan santai, lalu terus menuju sebuah area luas yang belum pernah Emma lihat sebelumnya.Di sana, terbentang lapangan besar dengan berbagai fasilitas: area tembak dengan beberapa sasaran berdiri, arena terbuka untuk latihan bela diri, dan beberapa anak buah Lucas yang tengah b
last updateLast Updated : 2025-02-04
Read more

Bab 48

Matahari mulai merangkak lebih tinggi di langit, cahayanya memantulkan kilauan samar di atas lapangan latihan yang masih dipenuhi suara hentakan kaki, napas berat, dan tawa yang pecah sesekali. Setelah berhasil menjatuhkan Ian, Emma merasa semangatnya semakin membara. Keringat membasahi pelipisnya, namun tatapannya tetap fokus saat Lucas menunjuk salah satu anak buah lainnya untuk menjadi lawan berikutnya.“Giliranmu, Caleb,” ucap Lucas datar, menyilangkan tangan di dada sambil berdiri di sisi lapangan.Seorang pria bertubuh kekar dengan rambut hitam sedikit acak melangkah maju, senyum lebar terukir di wajahnya. “Jangan khawatir, Nona Emma,” katanya sambil meregangkan otot-otot lengannya. “Aku akan bersikap manis.”Emma mengangkat alis, menahan tawa. “Kau bilang begitu karena takut kalah, ya?” balasnya cepat, membuat beberapa orang di sekitar mereka tertawa.Pertandingan dimulai. Caleb bergerak cepat, namun Emma sudah belajar dari pertarungan sebelumnya. Ia menghindar dengan cekatan,
last updateLast Updated : 2025-02-04
Read more

Bab 49

Senja mulai merayap di balik jendela kamar Emma, mewarnai langit dengan semburat oranye keemasan yang perlahan memudar. Udara di dalam ruangan terasa tenang, kontras dengan rasa pegal yang merayap di setiap otot tubuh Emma. Ia duduk di tepi ranjang, menarik napas panjang sambil meregangkan lengannya yang terasa remuk setelah latihan seharian.Setiap gerakan kecil membuatnya meringis. Bahu, lengan, bahkan sisi perutnya terasa nyeri. Ia mengangkat lengan bajunya sedikit, mendapati memar kebiruan yang mulai muncul di bawah kulit.Pintu kamar diketuk pelan sebelum terbuka. Lucas masuk tanpa menunggu jawaban, tangan kirinya memegang sebuah salep kecil. Wajahnya seperti biasa—tenang dan dingin—namun sorot matanya singgah sebentar ke arah Emma, seolah menilai kondisi gadis itu dalam sekejap."Aku tahu kau tidak akan bilang apa-apa soal ini," katanya datar, mengangkat salep di tangannya. "Tapi aku tahu tubuhmu penuh memar."Emma mengerutkan kening. “Aku baik-baik saja,” jawabnya cepat, meski
last updateLast Updated : 2025-02-04
Read more

Bab 50

Lucas melangkah keluar dari kamar Emma, pintu tertutup pelan di belakangnya. Ia berdiri sejenak di koridor, ponsel masih bergetar ringan di tangannya. Nama Josephine tertera jelas di layar, membuat sudut bibirnya terangkat samar sebelum akhirnya ia menerima panggilan itu."Lucas!" Suara ceria gadis di seberang sana langsung memenuhi telinganya, nada manja yang sudah sangat familiar baginya.Lucas bersandar di dinding, menyandarkan satu kaki ke tembok dengan santai. "Josephine," sapanya datar, meski ada senyum kecil yang tak bisa ia sembunyikan. "Ada apa, menelepon malam-malam begini?""Kenapa? Aku tidak boleh meneleponmu, ya?" sahut Josephine dengan nada menggoda, membuat Lucas menggeleng pelan meski tahu gadis itu tak bisa melihatnya. "Kau benar-benar sibuk akhir-akhir ini. Tidak pernah datang ke rumah, bahkan tidak ada kabar. Apa kau sudah melupakanku?"Lucas mendengus pelan, senyum tipis tetap menghiasi wajahnya. "Aku sibuk. Urusan bisnis, kau tahu sendiri."Josephine mendesah dram
last updateLast Updated : 2025-02-04
Read more
PREV
1
...
34567
...
10
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status