Home / Romansa / Hasrat Liar Sang Kakak Ipar / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of Hasrat Liar Sang Kakak Ipar: Chapter 81 - Chapter 90

103 Chapters

81. Berubah Drastis

Keesokan paginya ….Kayden mengerjap pelan saat cahaya matahari menembus kelopak matanya. Rasa berat masih menggantung di pelupuknya ketika ia bangkit dari tempat tidur. Rambutnya berantakan dan kemejanya tampak kusut di tubuhnya.Tanpa banyak berpikir, ia berjalan keluar kamar dengan langkah malas. Begitu sampai di ambang pintu, pandangannya langsung jatuh pada sosok Lea yang tengah berdiri di dapur.Wanita itu tampak sibuk mengaduk teh dalam diam, sementara punggungnya menghadap ke arahnya. Cahaya matahari pagi menyorot sisi wajahnya, memberi kesan lembut yang entah mengapa sulit diabaikan.Kayden seharusnya tidak peduli. Ia tahu itu. Tapi kakinya bergerak lebih dekat tanpa perintah.Dalam satu gerakan lambat, tangannya melingkar di pinggang Lea.Lea tersentak, hampir saja menjatuhkan sendok dari tangannya saat Kayden memeluknya dari belakang. “Ka-kak Ipar—” ucapnya tergagap.“Hm ….” Kayden hanya bergumam rendah, kepalanya menyelip di bahu Lea dengan mata yang masih setengah tertutu
last updateLast Updated : 2025-02-15
Read more

82. Wawancara dan Perasaan yang Tak Bisa Dijelaskan

Lea duduk di antara para audiens, bersebelahan dengan Jonas, sementara pandangannya tertuju ke panggung di depan. Di sana, Kayden duduk dengan postur santai, mengenakan setelan abu-abu gelap yang membingkai tubuhnya dengan sempurna. Sikapnya tenang, penuh percaya diri, dan tanpa ekspresi yang berlebihan.Di sampingnya, seorang wanita cantik dengan gaun elegan dan senyum menawan duduk sebagai pembawa acara. Ia adalah Amelie Moreau, seorang jurnalis terkenal yang kerap mewawancarai tokoh-tokoh berpengaruh di dunia bisnis.Lea memperhatikan ekspresi wanita itu. Dari caranya menatap Kayden, dari senyuman halus yang seakan dipilih dengan sempurna, Lea bisa merasakan bahwa pembawa acara itu memiliki ketertarikan lebih terhadap pria di sampingnya.Dan Kayden?Seperti biasa, ia bersikap seolah-olah semua ini bukan masalah besar.“Sebuah kehormatan bisa berbincang dengan Anda hari ini, Tuan Easton,” ujar Amelie dengan suara lembut yang nyaris menggoda. “Di usia yang masih muda, Anda telah menj
last updateLast Updated : 2025-02-16
Read more

83. Monaco: The Final Morning

Lea masih setengah sadar ketika matanya perlahan terbuka. Ia mengedip beberapa kali, mencoba menyesuaikan diri dengan cahaya yang temaram di kamar. Namun ada sesuatu yang terasa berbeda.Keberadaan hangat di sampingnya.Tangannya masih tersembunyi di bawah selimut, tetapi kehangatan asing di sampingnya terasa begitu nyata. Bukan ilusi kantuk. Bukan sekadar perasaan. Sesuatu—atau seseorang—ada di sana, membuat napasnya tercekat seketika.Lea sontak membelalakkan mata dan menoleh perlahan. Jantungnya hampir berhenti saat mendapati Kayden berbaring di sisi lain tempat tidur sedang menatapnya dengan santai.“Astaga!” pekiknya terkejut, lalu buru-buru bangkit duduk.Lea menegang sambil menatap pria itu dengan tak percaya. Namun sebelum sempat membuka mulut untuk mempertanyakan keberadaan pria itu di kamarnya, Kayden lebih dulu berbicara.“Kita pergi sebentar sebelum ke bandara,” katanya mengumumkan.Lea masih terpaku sementara otaknya berusaha mencerna situasi. “Apa?” tanyanya dengan sediki
last updateLast Updated : 2025-02-16
Read more

84. Jalan Buntu

Bandara New York.Keramaian langsung menyambut begitu Lea dan Kayden melangkah keluar dari ruang kedatangan. Suasana khas bandara dengan suara pengumuman penerbangan, langkah kaki yang tergesa-gesa, dan gemuruh roda koper memenuhi telinga mereka.Lea mengeluarkan ponselnya begitu merasakan getaran dari dalam tasnya. Nama Astrid Galen terpampang jelas di layar, membuat napasnya tersendat seketika.Tangannya sedikit gemetar saat ia menerima panggilan itu. “Halo?”“Aku ingin kamu datang ke rumah sekarang,” suara Astrid terdengar tegas di seberang.Lea menelan ludah. “Tapi, aku baru saja tiba—”“Aku tidak peduli.” Nada suara wanita itu penuh tekanan. “Datang sekarang.”Sambungan langsung terputus sebelum Lea bisa mengatakan apa pun.Ia masih memegang ponselnya dengan erat dan perasaannya berkecamuk. Jantungnya berdebar tak menentu, sementara pikirannya berusaha menebak-nebak alasan Astrid memanggilnya.Kayden yang sejak tadi berdiri di sampingnya, melirik Lea sekilas sebelum berjalan menuj
last updateLast Updated : 2025-02-16
Read more

85. Lingerie Merah dan Kehancuran Harga Diri

Beberapa hari berlalu dan tekanan dari Astrid semakin menjadi. Setiap kali Lea berpikir ia bisa bernapas sedikit lebih lega, telepon atau pesan dari wanita itu kembali masuk dan mengingatkan tujuan yang telah ditetapkan untuknya. Keinginan Astrid agar ia segera hamil kini menjadi beban yang menekan pikirannya setiap harinya.Lea semakin sulit berkonsentrasi. Bahkan saat di tempat kerja, di mana seharusnya ia bisa mengalihkan perhatiannya, pikirannya tetap terpaku pada satu hal. Bagaimana ia bisa memenuhi tuntutan Astrid? Bagaimana ia bisa mewujudkan sesuatu yang bahkan hampir mustahil?Hari ini pun tak berbeda. Ketika Annika mengajaknya makan siang di kantin, Lea hanya mengangguk tanpa benar-benar memerhatikan saat rekannya itu berbicara.“Kamu kenapa sih?” tanya Annika setelah beberapa saat Lea hanya mengaduk makanannya tanpa benar-benar menyuapinya ke mulut.Lea tersentak dari lamunannya. “Hm? Apa?”Annika mendesah, lalu meletakkan sendoknya ke piring. “Aku sudah bicara cukup lama d
last updateLast Updated : 2025-02-17
Read more

86. Jika Harus Hamil, Itu Harus Denganku!

Satu jam kemudian, Lea tiba di kediaman Easton dengan langkah lesu. Rasa lelah dan tekanan yang menumpuk seharian ini masih menggelayut di pikirannya. Begitu memasuki kamar, tanpa pikir panjang ia segera melemparkan lingerie merah itu ke atas kasur.Pandangannya tertuju pada kain tipis tersebut dan mata hazelnya dipenuhi rasa frustrasi.‘Bagaimana aku bisa melakukan ini?’ batinnya berteriak.Lea mengusap wajahnya dengan kasar, berusaha menyingkirkan segala pikiran yang berkecamuk di benaknya. Setelah beberapa saat berdiri diam, ia menghela napas panjang sebelum akhirnya melangkah menuju kamar mandi, berharap air hangat dapat mengikis rasa lelah yang menyesakkan tubuhnya.Begitu masuk, ia menyalakan pancuran dan membiarkan air hangat mengalir di kulitnya yang tegang. Butiran air jatuh, memberikan sedikit ketenangan meski pikirannya masih dipenuhi kebimbangan. Lea meremas rambutnya yang basah, lalu menutup mata sejenak, berharap ketenangan ini bisa bertahan lebih lama.Namun, saat akhir
last updateLast Updated : 2025-02-17
Read more

87. Silence, Pain, and Obsession

Lea semakin menegang, sementara jari-jarinya mencengkeram lingerie di tangannya dengan begitu erat hingga buku-buku jarinya memutih. Napasnya tercekat saat suara langkah itu semakin mendekat.Tidak. Tidak sekarang.Pikirannya berputar liar mencari jalan keluar. Jika Noah membuka pintu dan melihatnya dalam posisi seperti ini bersama Kayden, tidak ada cara untuk menjelaskan situasinya. Bahkan jika ia mencoba, Noah tidak akan peduli.Di sisi lain, Kayden masih berdiri dengan tenang. Pria itu sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda terpengaruh oleh ancaman yang begitu nyata di depan mereka. Ia bahkan melirik sekilas ke arah pintu dengan ekspresi bosan sebelum kembali menatap Lea.“Kenapa gemetar begitu?” bisiknya pelan, suaranya terdengar mengejek dan itu menyebalkan bagi Lea.Lea menahan napas, ingin sekali mengumpat pria itu, tetapi sebelum ia sempat mengatakan apa pun, suara gagang pintu yang berputar membuatnya membeku.Seketika, jantungnya seolah berhenti berdetak dan nyawanya sepe
last updateLast Updated : 2025-02-17
Read more

88. No Mercy, No Escape

Beberapa saat setelah Lea memanggil dokter, seorang dokter pria memasuki ruangan dengan membawa hasil pemeriksaan Kaelyn. Wajahnya tetap tenang meskipun suasana dalam ruangan terasa begitu tegang.“Nyonya Kaelyn,” ujar dokter itu sambil menatap catatan medisnya, “hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa Anda mengalami keracunan makanan.”Kaelyn mengerutkan kening, ekspresi terkejut sekaligus curiga terpancar jelas di wajahnya. “Keracunan makanan? Itu mustahil. Aku selalu makan makanan rumah dan tidak pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya.”Dokter itu hanya mengangguk sopan. “Mungkin ada kontaminasi dalam bahan makanan atau sesuatu yang dikonsumsi berbeda dari biasanya. Kami akan memberikan perawatan yang diperlukan untuk membantu pemulihan Anda.”Kaelyn tidak menjawab, dan matanya seketika beralih ke arah Lea yang berdiri tidak jauh dari ranjangnya. Tatapan yang sebelumnya tajam lantas berubah penuh kecurigaan.Saat itu juga, pintu ruangan terbuka dengan kasar. Noah masuk dengan lang
last updateLast Updated : 2025-02-18
Read more

89. AKu Harus Membunuhnya, Suatu Hari Nanti

Lea merasakan rasa sakit yang begitu tajam di perutnya, tetapi ia tetap memaksakan diri untuk berjalan menuju ruang observasi. Dengan langkah terseok-seok, ia memasuki ruangan tempat Kaelyn dirawat. Berusaha sekuat tenaga untuk mengabaikan rasa sakit yang semakin mendera.Setibanya di sana, Lea berhenti sejenak untuk mengatur napas. Ia mendekat ke ranjang Kaelyn yang masih terbaring dengan selang infus terpasang di tangannya.“Bu …,” suara Lea terdengar lirih, “bagaimana perasaanmu?”Kaelyn membuka matanya, lalu menatap Lea sekilas. “Aku lebih baik,” jawabnya singkat.Lea berusaha tersenyum meskipun setiap gerakan hanya menambah rasa sakit di perutnya. Wajahnya semakin pucat dan keringat dingin mulai mengalir di dahinya. “Aku akan menemani ibu di sini,” katanya pelan, suaranya hampir tak terdengar.Lea menarik kursi lebih dekat ke ranjang Kaelyn dan duduk dengan hati-hati. Rasa sakit di perutnya semakin menjadi-jadi hingga membuatnya kesulitan untuk tetap duduk tegak. Keringat dingin
last updateLast Updated : 2025-02-18
Read more

90. Goyah

Setelah menunggu beberapa jam, Lea akhirnya diperbolehkan pulang setelah dokter menyatakan kondisinya stabil dan ia sudah tidak merasakan nyeri di perutnya.“Aku akan pulang sendiri dengan taksi,” tegas Lea sebelum Kayden sempat mencoba memerintahnya untuk naik ke mobil pria itu.Kayden memandangi Lea dengan wajah kaku, jelas sekali pria itu tidak setuju dengan keputusan yang Lea buat.“Sekarang masih pukul lima pagi dan kamu ingin pulang dengan taksi? Apa kamu tidak waras?” katanya dengan nada ketus.Lea mendesah pelan, sebisa mungkin menahan rasa lelah yang sudah menggerogoti tubuhnya sejak tadi. Jika Kayden mengajaknya untuk berdebat, Lea sama sekali tidak punya cukup tenaga. Tapi, Lea tidak ingin menyerah begitu saja.“Justru karena aku masih waras, aku tidak ingin pulang bersamamu ke kediaman Easton. Apa yang akan mereka pikirkan kalau kita pulang bersama? Aku tidak ingin ada tragedi lain, Kakak Ipar,” jawabnya mantap.Kayden terdiam sejenak, tampak memikirkan tentang alasan Lea.
last updateLast Updated : 2025-02-18
Read more
PREV
1
...
67891011
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status