All Chapters of Putus Cinta Membuatnya Brengsek: Chapter 21 - Chapter 30

35 Chapters

Part 21

Happy ReadingNara duduk di tepi ranjangnya, menatap lekat-lekat secarik kertas yang diberikan pria misterius itu. Semakin lama ia menatapnya, semakin banyak pertanyaan yang berputar di kepalanya. Apa yang sebenarnya disembunyikan Rehan darinya? Dan mengapa pria itu bersikeras memperingatkannya?Malam semakin larut, tetapi kantuk tak juga datang. Kegelisahan dan ketakutan bercampur menjadi satu. Ia tahu bahwa keesokan harinya, jika ia memutuskan untuk pergi menemui pria itu, hidupnya mungkin tak akan sama lagi.Setelah menghabiskan waktu berjam-jam dalam dilema, akhirnya Nara mengambil keputusan. Ia akan pergi. Ia harus tahu apa yang sebenarnya terjadi, meskipun itu berarti menghadapi kemungkinan terburuk.****Keesokan malamnya, Nara berdiri di depan sebuah bangunan tua yang terlantar di pinggiran kota. Alamat yang tertulis di kertas membawanya ke tempat ini—sebuah rumah besar dengan jendela-jendela pecah dan dinding yang ditumbuhi lumut. Lampu jalan berkedip-kedip, menciptakan bayan
last updateLast Updated : 2025-04-01
Read more

Part 22

Happy Reading Keesokan harinya, Nara bangun dengan perasaan berat. Malam yang penuh dengan ketakutan dan kebingungannya masih membekas di pikirannya. Ia duduk di tepi tempat tidurnya, memandangi ponsel yang masih menggenggam rekaman video itu. Setiap kali ia mencoba untuk berpikir jernih, bayangan wajah Rehan yang penuh pesona dan perhatian terus muncul, seolah-olah tidak ada yang salah dengan dirinya. Tapi kini, setelah apa yang ia lihat, semuanya menjadi kabur. Rehan, pria yang selama ini ia cintai, ternyata bisa menyimpan kegelapan yang begitu dalam.Pagi itu, ia memutuskan untuk tetap menjalani hari seperti biasa. Menjaga jarak dengan Rehan bukanlah hal yang mudah, terlebih setelah ia mendengar percakapan yang mengerikan itu. Namun, ia tahu bahwa ini adalah langkah terbaik untuk melindungi dirinya sendiri, dan mungkin juga untuk melindungi orang lain.Setelah berjam-jam berlalu, Nara merasa cemas. Ia ingin mencari tahu lebih banyak, namun ia tahu resikonya. Damar sudah mengingatk
last updateLast Updated : 2025-04-02
Read more

Part 23

Happy ReadingMalam itu, setelah pertemuan dengan Damar, Nara memutuskan untuk pulang lebih awal. Ia merasa terlalu banyak informasi yang harus diproses, dan pikirannya terus-menerus dihantui oleh kemungkinan-kemungkinan buruk. Ia menatap layar ponselnya yang masih menyimpan bukti tentang Rehan. Tangannya gemetar saat memegang benda itu, seolah-olah di dalamnya tersimpan nyawa yang sedang dipertaruhkannya.Ia melangkah menuju mobilnya yang terparkir di pinggir jalan. Udara malam terasa lebih dingin dari biasanya, atau mungkin itu hanya perasaannya saja. Saat Nara membuka pintu mobil, ia melihat sebuah mobil lain yang dikenalnya terparkir tidak jauh darinya. Mobil hitam dengan lampu yang redup, seakan sedang mengawasinya.Jantungnya berdegup kencang. Ia mencoba mengabaikan rasa takutnya dan segera masuk ke dalam mobil. Namun, baru saja ia menyalakan mesin, ponselnya berbunyi. Nama Rehan muncul di layar.Ia ragu sejenak, lalu mengangkatnya dengan suara setenang mungkin. "Halo?""Nara, a
last updateLast Updated : 2025-04-03
Read more

Part 24

Happy ReadingMalam itu kembali sunyi ketika Nara menatap dokumen-dokumen yang tersebar di pangkuannya. Meski tubuhnya masih lemah, matanya tak bisa berpaling dari foto-foto dan catatan yang seakan membisikkan bahaya. Salah satu foto memperlihatkan Rehan sedang menyerahkan sebuah koper pada pria berjubah hitam. Wajah pria itu tak terlihat jelas, tapi suasana dalam gambar itu begitu... mencurigakan. Di pojok foto, tertulis tanggal—hanya dua hari sebelum pertemuan Nara dan Damar di kafe.“Kenapa ada namaku di catatan ini?” bisiknya.Damar duduk di kursi sebelah tempat tidur, menatapnya dengan sorot waspada. “Kita belum tahu pasti. Tapi sepertinya kau bagian dari sesuatu yang lebih besar, Nara. Rehan mungkin melindungimu… atau justru memanfaatkannya.”Nara menggeleng lemah. “Tapi dia bilang dia tak ingin menyakitiku. Dia… dia bahkan menyesal.”“Menyesal bukan berarti tak bersalah,” jawab Damar, nada suaranya dingin namun jujur.Sebelum Nara bisa merespons, pintu kamar rumah sakit terbuka
last updateLast Updated : 2025-04-05
Read more

Part 25

Happy ReadingMalam itu kembali sunyi ketika Nara menatap dokumen-dokumen yang tersebar di pangkuannya. Meski tubuhnya masih lemah, matanya tak bisa berpaling dari foto-foto dan catatan yang seakan membisikkan bahaya. Salah satu foto memperlihatkan Rehan sedang menyerahkan sebuah koper pada pria berjubah hitam. Wajah pria itu tak terlihat jelas, tapi suasana dalam gambar itu begitu... mencurigakan. Di pojok foto, tertulis tanggal—hanya dua hari sebelum pertemuan Nara dan Damar di kafe.“Kenapa ada namaku di catatan ini?” bisiknya.Damar duduk di kursi sebelah tempat tidur, menatapnya dengan sorot waspada. “Kita belum tahu pasti. Tapi sepertinya kau bagian dari sesuatu yang lebih besar, Nara. Rehan mungkin melindungimu… atau justru memanfaatkannya.”Nara menggeleng lemah. “Tapi dia bilang dia tak ingin menyakitiku. Dia… dia bahkan menyesal.”“Menyesal bukan berarti tak bersalah,” jawab Damar, nada suaranya dingin namun jujur.Sebelum Nara bisa merespons, pintu kamar rumah sakit terbuka
last updateLast Updated : 2025-04-06
Read more

Part 26

Happy ReadingPagi itu langit kelabu, kabut turun tebal menutupi lereng bukit. Nara terbangun lebih awal dari biasanya, merasakan hawa tak biasa mengendap di udara. Biasanya, Rehan sudah di dapur membuat kopi atau sekadar menyusun kayu bakar. Tapi pagi ini, kabin sunyi.“Rehan?” panggilnya lirih.Tak ada jawaban.Nara menyisir setiap ruangan. Tak ada tanda-tanda Rehan. Jaketnya tak tergantung di gantungan. Sepatunya pun tak ada di rak dekat pintu. Tapi dompet dan ponselnya tertinggal di meja. Aneh.Perasaan cemas mulai naik ke tenggorokan. Ia membuka pintu belakang kabin dan melihat jejak kaki di tanah basah—menuju arah hutan.Ia cepat-cepat mengenakan mantel dan menyusul arah jejak itu. Kabut semakin tebal, pepohonan seakan menciutkan suara langkahnya sendiri. Tapi kemudian, samar, ia mendengar suara… dentingan logam?Ia mempercepat langkah, menuruni celah tanah sempit, dan akhirnya melihat Rehan di kejauhan. Ia sedang membongkar sesuatu di balik pohon pinus besar—sebuah kotak besi t
last updateLast Updated : 2025-04-07
Read more

Part 27

Happy ReadingHujan mulai turun gerimis saat Nara dan Rehan masih berdiri di teras, menatap foto itu seolah bisa mengorek informasi lebih dari selembar kertas. Nara mengerutkan kening, mencoba menenangkan detak jantungnya yang berpacu cepat.“Ini diambil dari atas bukit sana,” gumam Rehan, menunjuk arah lereng berbatu di kejauhan. “Jaraknya sekitar lima ratus meter… artinya mereka memantau sejak pagi.”“Kita harus pindah,” ucap Nara. Suaranya tenang, tapi tatapannya tajam. “Malam ini juga.”Rehan mengangguk, lalu menatap jam tangannya. “Kalau kita berangkat sekarang, kita bisa sampai ke tempat Bima menyembunyikan laptop pemecah enkripsi itu sebelum tengah malam.”“Tempat yang aman?”“Sebagus mungkin. Tapi kalau pesan ini benar, berarti jejak kita bocor. Entah dari siapa.”Mereka berkemas dalam diam. Tak banyak barang yang dibawa, hanya kebutuhan pokok, peta, dan tentu—flashdisk merah yang kini digantung di leher Rehan dalam tabung baja kecil. Sebelum meninggalkan kabin, Nara menulis s
last updateLast Updated : 2025-04-08
Read more

Part 28

Happy ReadingAnda bilang:Happy Reading Hujan mulai turun gerimis saat Nara dan Rehan masih berdiri di teras, menatap foto itu seolah bisa mengorek informasi lebih dari selembar kertas. Nara mengerutkan kening, mencoba menenangkan detak jantungnya yang berpacu cepat. “Ini diambil dari atas bukit sana,” gumam Rehan, menunjuk arah lereng berbatu di kejauhan. “Jaraknya sekitar lima ratus meter… artinya mereka memantau sejak pagi.” “Kita harus pindah,” ucap Nara. Suaranya tenang, tapi tatapannya tajam. “Malam ini juga.” Rehan mengangguk, lalu menatap jam tangannya. “Kalau kita berangkat sekarang, kita bisa sampai ke tempat Bima menyembunyikan laptop pemecah enkripsi itu sebelum tengah malam.” “Tempat yang aman?” “Sebagus mungkin. Tapi kalau pesan ini benar, berarti jejak kita bocor. Entah dari siapa.” Mereka berkemas dalam diam. Tak banyak barang yang dibawa, hanya kebutuhan pokok, peta, dan tentu—flashdisk merah yang kini digantung di leher Rehan dalam tabung baja kecil. Sebelum meningg
last updateLast Updated : 2025-04-11
Read more

Part 29

Happy ReadingSudah hampir dua minggu sejak dunia dihebohkan oleh bocornya dokumen “R.R”. Tapi kehidupan tak benar-benar berubah dalam sekejap. Dunia terlalu sibuk menakar kebenaran dengan keraguan, dan manusia… terlalu cepat melupakan.Nara kembali ke ruang kerjanya, sebuah klinik kecil di pinggiran kota. Ruangan itu hangat dan lembut, dengan bau lavender samar dan lukisan-lukisan tenang di dinding. Tapi pagi ini, suasananya lain.Ia duduk di hadapan seorang gadis remaja berusia tujuh belas tahun. Mata gadis itu sembab, tangannya gemetar, dan suara hatinya penuh luka yang belum sempat dijahit.Namanya **Lara**—nama yang dalam seminggu terakhir viral di media sosial. Ia korban pemerkosaan oleh anak pejabat, yang sayangnya, kasusnya lebih banyak dijadikan konten dibanding diselesaikan.“Aku nggak mau tidur, Kak…” suara Lara nyaris tak terdengar. “Setiap aku tutup mata, aku dengar dia lagi. Lihat dia. Bau itu… baju itu…”Nara menahan napas. Ia sudah biasa menghadapi trauma berat, tapi s
last updateLast Updated : 2025-04-12
Read more

Part 30

Happy Reading Minggu itu berjalan terlalu cepat bagi Nara, dan terlalu lambat bagi Rehan. Nara tenggelam dalam jadwal terapi yang padat, investigasi diam-diam tentang “C” patients, dan percakapan rahasia dengan sumber-sumber lama. Ia tidur tak lebih dari empat jam setiap malam, hidupnya digerakkan oleh urgensi—dan oleh bayang-bayang Citra yang terus menghantui pikirannya. Sementara Rehan mulai kehilangan arah di tengah dua dunia: satu dunia yang penuh angka dan target, dan satu lagi—yang lebih gelap—di mana manusia bisa hilang hanya karena dianggap "terlalu ribut." Ia butuh Nara. Tapi Nara… seakan selalu terlalu jauh. *** “Kamu lihat data CCTV yang aku kirim semalam?” Rehan mengirim pesan suara, nada suaranya terdengar resah. “Di menit 04:17, ada petugas yang masuk ke kamar Citra dan…” Belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, pesan itu hanya centang satu. Nara belum membukanya. Sudah dua hari terakhir ia hanya membalas pesan seperlunya—kadang singkat, kadang hanya
last updateLast Updated : 2025-04-15
Read more
PREV
1234
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status