All Chapters of Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan: Chapter 21 - Chapter 30

56 Chapters

Bab 21

Aku duduk di sudut pondok kecil itu, memeluk Dean yang mulai terbangun. Mata kecilnya menatapku dengan polos, tanpa tahu betapa rumitnya situasi yang sedang kami hadapi. Hatiku terasa berat, tapi aku harus kuat. Demi dia. Juan berdiri di dekat jendela, matanya tajam mengamati setiap sudut luar pondok. Wajahnya serius, tegang, seperti sedang menghitung setiap detik waktu yang tersisa. "Kita nggak bisa nunggu lebih lama, Dini. Mereka pasti sudah dekat," katanya pelan, tapi suaranya penuh tekanan. Aku mengangguk tanpa berkata apa-apa. Dalam benakku, hanya satu hal yang terpikir: bagaimana caranya membawa Dean keluar dari bahaya ini. Sandi, pria yang dulu aku cintai, kini menjadi bayangan menakutkan yang terus menghantui hidupku. *** Suara deru mobil terdengar dari kejauhan. Juan bergerak cepat, mematikan lampu, lalu menutup tirai dengan hati-hati. "Dini, tetap di sini. Jangan keluar, apa pun yang terjadi," bisiknya sambil menatapku dalam-dalam. Aku ingin menghentikannya, ingin mem
last updateLast Updated : 2025-01-24
Read more

Bab 22

Pagi itu, aku duduk di ruang tamu di rumah Juan sambil memegang secangkir teh hangat. Pikiranku kacau, terombang-ambing antara keputusan untuk bertemu Sandi dan ketakutan akan manipulasi yang selalu ia gunakan untuk membuatku ragu. Di kamar sebelah, Dean sedang bermain dengan mainan kayunya, sesekali tertawa kecil tanpa tahu bagaimana hidup orang dewasa begitu rumit. Pintu depan terbuka perlahan, dan Juan masuk dengan wajah penuh kekhawatiran. "Dini, apa kau yakin ingin bertemu Sandi? Aku khawatir dia akan menggunakan segala cara untuk membujukmu." Aku menatapnya, mencoba menguatkan diri. "Pak Juan, aku harus menyelesaikan ini. Kalau aku terus menghindar, masalah ini tidak akan pernah selesai. Aku tidak ingin Dean terus hidup dalam bayang-bayang konflik ini." Dia menghela napas panjang. "Baiklah. Tapi aku tidak akan membiarkanmu pergi sendiri. Aku akan berada di dekatmu, kalau-kalau Sandi mencoba melakukan sesuatu." Aku mengangguk pelan. Dalam hatiku, aku bersyukur atas kehadira
last updateLast Updated : 2025-01-24
Read more

Bab 23

Hari-hari berlalu setelah pertemuan itu, tapi rasanya seperti luka yang belum kering terus dibuka. Kata-kata Sandi masih terngiang di pikiranku—janji-janji manis yang dulu sering dia ucapkan, sekarang tak lebih dari kebohongan yang menyakitkan. Aku duduk di ruang tamu sambil menatap kosong ke luar jendela. Dean bermain di sudut ruangan, gelak tawanya menjadi satu-satunya suara yang mengisi keheningan. Tapi meski mendengar tawa itu, hatiku tetap terasa berat. Beberapa hari lalu, aku mencoba memberinya kesempatan untuk bicara. Aku ingin percaya, meski hanya sedikit, bahwa dia akan menunjukkan perubahan. Tapi semua itu sia-sia. Dia hanya mengulang-ulang hal yang sama—memohon, berjanji akan berubah, tapi tanpa rasa sungguh-sungguh. Yang paling menyakitkan adalah kenyataan yang terus menghantuiku. Uang yang selama ini kukirim untuknya—uang hasil kerja keras dari pagi hingga malam—ternyata tidak digunakan untuk pengobatannya seperti yang dia katakan. Aku mengingat dengan jelas percakapan
last updateLast Updated : 2025-01-25
Read more

Bab 24

Malam itu terasa lebih panjang dari biasanya. Aku duduk di pinggir ranjang, menatap surat perjanjian yang tadi baru saja kubaca di ruang kerja Juan. Kata-katanya terus terngiang di pikiranku—"Aku hanya ingin kau bahagia." Kata-kata itu terdengar tulus, namun bagiku juga menakutkan. Bukan karena aku tidak percaya pada Juan, tapi karena aku tidak tahu apakah aku mampu memberikan kebahagiaan kepada orang lain saat diriku sendiri masih penuh dengan luka. Dean bergerak kecil di tempat tidurnya, napasnya terdengar teratur dalam tidur yang lelap. Aku menyentuh rambutnya perlahan, mencoba menemukan ketenangan di tengah kekacauan pikiranku. Aku menghela napas panjang. Aku harus membuat keputusan. Aku tidak bisa terus hidup dengan kebimbangan ini, baik untuk diriku sendiri maupun untuk Dean. *** Keesokan paginya, aku menyiapkan sarapan di ruang makan. sedangkan Juan duduk tenang sambil menyeruput secangkir teh. Aku sudah bangun lebih awal seperti biasa, menyiapkan sarapan untuk ka
last updateLast Updated : 2025-01-26
Read more

Bab 25

Hari-hari setelah keputusan besarku terasa lebih ringan, meskipun bayang-bayang masa lalu masih terkadang menyelinap di pikiranku. Aku mencoba fokus pada pekerjaanku dan Dean, mengabaikan pesan-pesan Sandi yang sesekali masih datang meski aku sudah menegaskan semuanya. Juan tetap menjadi sosok yang mendukungku, meski dia menjaga jarak untuk memberiku ruang. Namun, ada momen-momen kecil di mana aku bisa merasakan kehadirannya yang tulus. Misalnya, ketika dia membuatkan teh favoritku tanpa diminta, atau saat dia dengan lembut menepuk pundakku ketika aku terlihat lelah. Suatu sore, setelah selesai bekerja, aku menemukan sebuah amplop di mejaku. Aku mengenal tulisan tangannya—itu dari Juan. Dengan penasaran, aku membukanya dan membaca isi surat itu: "Dini, aku tahu perjalananmu tidak mudah. Aku hanya ingin kau tahu bahwa aku bangga padamu. Kau telah berani membuat keputusan yang sulit, dan itu menunjukkan betapa kuatnya dirimu. Jika suatu hari nanti kau siap untuk memulai lagi, aku
last updateLast Updated : 2025-01-26
Read more

Bab 26

Pagi itu, suasana rumah terasa sunyi. Dean masih tertidur lelap di kamarnya, dan Mira sudah pergi ke pasar untuk membeli bahan makanan. Aku duduk di teras belakang sambil menyeruput teh hangat, mencoba menenangkan pikiran yang semakin kalut. Percakapan dengan Mira kemarin terus menghantui pikiranku. Aku merasa semakin sulit menyembunyikan perasaan yang perlahan tumbuh dalam diriku. Juan adalah orang yang selalu ada di saat aku membutuhkan, tapi aku takut membiarkan perasaan ini berkembang lebih jauh. Aku tahu, jika aku memilih untuk dekat dengannya, itu akan membawa banyak konsekuensi. Orang-orang mungkin akan berbicara, dan aku tidak ingin Dean atau Juan sendiri menjadi sasaran gosip. Saat aku sedang melamun, Juan tiba-tiba muncul di teras, membawa dua cangkir kopi. Dia tersenyum saat melihatku. "Pagi yang tenang, ya?" Aku tersentak sedikit, tapi berusaha tersenyum. "Iya, Pak. Terasa lebih sejuk pagi ini." Dia menyerahkan secangkir kopi padaku, lalu duduk di kursi di sebela
last updateLast Updated : 2025-01-27
Read more

Bab 27

Hari-hari berlalu dengan cepat setelah percakapan itu. Hubunganku dengan Juan menjadi lebih tenang, lebih nyaman. Kami tidak lagi canggung seperti sebelumnya, meski masih menjaga jarak agar tidak mengundang perhatian orang lain, terutama Mira. Namun, bayang-bayang masa lalu tidak semudah itu untuk pergi. Sandi masih terus mencoba menghubungiku, mengirim pesan dan bahkan datang ke rumah Juan saat aku tidak ada. Juan tidak pernah memberitahuku secara langsung, tapi Mira beberapa kali melihatnya berbicara dengan Sandi di depan gerbang. Aku tahu Sandi tidak akan menyerah semudah itu. Aku paham bagaimana manipulatifnya dia, dan itu membuatku merasa tidak tenang. *** Suatu sore, saat aku sedang membaca buku di kamar, Mira mengetuk pintu dengan wajah cemas. "Mbak Dini, tadi ada tamu yang nyari Mbak," katanya. Aku langsung tahu siapa yang dia maksud. "Sandi lagi?" tanyaku dengan nada lelah. Mira mengangguk. "Iya, Mbak. Tapi tadi Pak Juan yang nemuin dia di depan. Mereka ng
last updateLast Updated : 2025-01-27
Read more

Bab 28

Dini memandangnya dengan tatapan penuh kebencian. Tapi dia tahu Sandi tidak akan mundur. Dia menarik napas panjang, mencoba mengendalikan emosinya. "Baik, aku akan menebus sertifikat itu. Tapi dengarkan aku, Sandi. Begitu kau tanda tangani surat ini, kau tidak akan pernah meminta apa pun lagi dariku. Kau mengerti?" Sandi tersenyum lebar, merasa menang. "Tentu saja, Dini. Kau punya kata-kataku." Dini berdiri dengan tegas, meraih surat perceraian itu kembali. "Kata-katamu tidak berarti apa-apa, Sandi. Aku hanya ingin ini selesai." *** Setelah pertemuan itu, Dini langsung kembali ke rumah Juan. Dia duduk di ruang tamu, memandangi kertas kosong sambil menghitung-hitung tabungannya. Uang 18 juta bukanlah angka yang kecil, bahkan jika dia memotong sebagian dari simpanannya selama ini. Juan yang baru saja pulang kerja mendapati Dini terlihat cemas. Dia meletakkan jasnya di sofa dan duduk di depannya. "Apa yang terjadi, Dini? Kau terlihat gelisah." Dini menghela napas, lalu m
last updateLast Updated : 2025-01-28
Read more

Bab 29

Hari-hari setelah perceraian resmi Dini dan Sandi terasa seperti awal baru yang perlahan membawa napas lega. Tapi, luka yang ditinggalkan oleh masa lalu masih terasa. Dini berusaha sibuk dengan pekerjaan di rumah Juan, sementara Juan terus menunjukkan perhatian dan dukungan yang tak henti-henti. Suatu pagi, Dini sedang menyapu halaman depan. Matahari yang hangat menyinari wajahnya, namun pikirannya tetap berkelana ke berbagai kenangan pahit yang kini berusaha dia tinggalkan. "Dini," suara Juan memanggilnya dari arah pintu rumah. Dini menoleh, mendapati Juan berdiri dengan tangan di saku celana dan tatapan serius. "Ada apa, Pak?" tanyanya sopan, meski ada rasa gugup yang selalu hadir setiap kali mereka bicara. Juan mendekat, lalu berkata dengan lembut, "Aku ingin kau ikut denganku hari ini. Ada sesuatu yang ingin aku tunjukkan." Dini mengerutkan kening. "Ke mana, Pak? Saya masih harus menyelesaikan pekerjaan..." "Tidak usah khawatir. Mira bisa menyelesaikan semuanya hari in
last updateLast Updated : 2025-01-29
Read more

Bab 30

Hari-hari setelah kejadian di bukit terasa berbeda bagi Dini. Setiap kali dia melihat Juan, perasaannya bercampur aduk. Ada kehangatan yang tak bisa dia abaikan, namun juga rasa takut akan masa lalu yang masih menghantuinya. Pagi itu, Dini sedang sibuk menyapu ruang tamu ketika Juan masuk dengan membawa tumpukan dokumen. Dia terlihat serius, namun saat matanya bertemu dengan Dini, senyuman tipis menghiasi wajahnya. "Dini," panggilnya. Dini menghentikan sapuannya, menegakkan tubuh. "Iya, Pak Juan?" Juan berjalan mendekat, lalu berhenti tepat di depannya. "Aku ingin kita bicara. Ada hal yang harus kita selesaikan." Dini merasa gugup, tetapi dia mengangguk. "Tentu, Pak. Tentang apa?" Juan mengisyaratkan agar dia duduk di sofa. Ketika mereka duduk berhadapan, Juan menghela napas seolah-olah sedang mempersiapkan dirinya untuk mengatakan sesuatu yang berat. "Aku tahu ciuman itu mungkin membuatmu bingung," katanya, suaranya lembut namun tegas. Dini menunduk, wajahnya memerah.
last updateLast Updated : 2025-01-29
Read more
PREV
123456
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status