All Chapters of Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku : Chapter 41 - Chapter 50

95 Chapters

Part 41

Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 41Lala pun naik ke atas.Sementara aku dan bapaknya Lala kembali mengobrol ringan tentang perkembangan Lala dan rencana kami ke depannya."Sebaiknya kita langsung nikah aja Ndri setelah proses cerai kamu selesai," kata Mas Halbi."Iya, Mas. Nanti aku bicarakan sama ibu, gimana baiknya."Mas Halbi, mengangguk lalu dia pamit untuk pulang.Beberapa bulan kemudian. Proses ceraiku dengan si Darma diputus pengadilan. Dan kami pun mulai memikirkan langkah serius kami selanjutnya.Pagi itu, Mas Halbi meneleponku dengan suara yang terdengar penuh semangat. "Ndri, malam ini aku mau jemput kamu sama Lala. Kita makan malam di rumah Kak Lian."Aku terdiam sejenak, mencoba mencerna ajakannya. "Makan malam? Memangnya ada acara apa, Mas?""Kak Lian baru pindah ke kota ini, dan dia bilang ingin ketemu Lala. Dia penasaran, katanya sudah lama banget nggak lihat keponakan satu-satunya. Dan aku pikir, sekalian aja aku ajak kamu. Di sana kan pasti ada keluarga bes
last updateLast Updated : 2025-01-27
Read more

Part 42

Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 42POV HalbiSatu jam berlalu sejak aku mengantar Lala ke sekolah. Pikiranku tak henti memutar kejadian semalam, membayangkan wajah-wajah keluargaku yang masih menyimpan dendam pada Indri. Saat aku memarkirkan mobil di halaman rumahnya, aku menarik napas dalam.Aku mengetuk pintu. Indri muncul dengan Arkan di gendongannya. Wajahnya tampak lelah, tapi ia berusaha tersenyum."Masuk, Mas," katanya sambil membukakan pintu.Aku melangkah masuk dan meletakkan kunci mobil di meja kecil dekat pintu. Setelah duduk di kursi ruang keluarga, aku mengusap wajahku, mencoba meredam kegelisahan. Indri ikut duduk di seberangku, menatapku dengan raut penuh tanya."Ndri." Aku memulai, berusaha tegas meski nada bicaraku terdengar pelan, "aku sudah pikirkan ini matang-matang. Aku mau kita percepat pernikahan kita. Gak perlu tunggu lama-lama lagi."Wajahnya berubah. Dia tampak terkejut. "Mas, kenapa harus buru-buru? Semalam aja kita lihat gimana respon keluargamu."
last updateLast Updated : 2025-01-27
Read more

Part 43

Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 43Di ruang akad nikah yang sederhana, aku duduk di samping penghulu dengan tenang. Lala duduk di kursi belakang bersama ibu mertua.Saat penghulu membacakan doa, aku merasakan tanganku sedikit gemetar. Tapi tatapan Lala yang penuh harap menguatkanku.Aku melafalkan ijab kabul dengan lancar, dan suara "sah" dari para saksi menjadi penanda bahwa aku dan Indri kini resmi kembali menjadi suami istri.Setelah acara selesai, Lala berlari menghampiri kami dengan wajah berseri-seri. "Ayah, Mamah, selamat ya. Sekarang kita benar-benar keluarga lagi," katanya sambil memeluk kami berdua.Aku menatap Indri, dan untuk pertama kalinya setelah sekian lama, aku melihat ketenangan di wajahnya. Aku tahu perjalanan kami masih panjang, tapi aku yakin kami akan mampu melewati semuanya bersama-sama.Hari itu menjadi awal baru bagi keluarga kecil kami, meski aku sadar badai konflik dengan keluargaku sendiri mungkin akan segera datang. Tapi aku sudah siap. Demi Lala,
last updateLast Updated : 2025-01-27
Read more

Part 44

Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 44Setelah sarapan, aku bersiap untuk pergi ke toko. Hari ini, aku memutuskan untuk mengajak Indri ikut bersamaku. Aku ingin dia melihat langsung bagaimana kondisi toko yang selama ini diurus oleh Pak Darwin.“Ndri, ayo siap-siap. Aku mau ke toko, mau lihat kondisi di sana, kamu ikut ya,” kataku sambil bangkit dari kursi makan.Indri yang sedang mencuci piring menoleh. “Mas yakin aku perlu ikut? Arkan gimana?”“Arkan kan bisa ditinggal sama Ibu di rumah."Indri akhirnya mengangguk. Dia menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat dan bersiap. Sebelum berangkat, kami menitipkan Arkan pada ibu mertuaku yang sedang duduk di ruang tamu sambil membaca buku.“Bu, kami mau ke toko sebentar. Arkan dititip sama Ibu dulu ya,” ucap Indri.Ibu mengangguk sambil tersenyum. “Iya, nggak apa-apa. Pergilah, biar Arkan Ibu yang jaga.”Aku dan Indri pun akhirnya berangkat.Di perjalanan, suasana sempat hening. Indri terlihat diam, sepertinya masih memikirkan percakapa
last updateLast Updated : 2025-01-28
Read more

Part 45

Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 45"Mas ... kok dingin banget, ya." Suara Indri terdengar lirih, disertai desahan pelan.Aku langsung menoleh dan melihat wajahnya. Tubuhnya menggigil, dan kulitnya terasa panas saat kusentuh. "Indri, kamu demam," kataku cemas.Ia mencoba membuka mata, tapi kelihatannya terlalu lemah untuk bicara. Tanpa berpikir panjang, aku bergegas mengambil kain dan air dari kamar mandi. Aku meletakkan lap itu di dahinya. "Tunggu sebentar, Mas buatkan teh hangat," ujarku.Aku menuju dapur dengan langkah cepat, membuat secangkir teh manis hangat. Saat kembali, Indri masih menggigil. Aku membantu menyandarkannya perlahan dan mendekatkan cangkir ke bibirnya. "Minum sedikit ya, Ndri. Biar badan kamu hangat."Dengan susah payah, ia meminum beberapa teguk teh. Setelah itu, aku menyelimutinya dengan selimut yang lebih tebal dan terus berjaga di sampingnya.***Esok paginya, aku melihat wajah Indri yang semakin pucat, matanya tertutup rapat, dan napasnya terdengar
last updateLast Updated : 2025-01-28
Read more

Part 46

Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 46Ibu bersandar ke kursi, melipat tangannya di depan dada. “Kalau kamu ingin uang itu, syaratnya kamu harus mau menikahi seorang perempuan pilihan Ibu. Seseorang yang pantas untuk menjadi menantu keluarga kita.”Aku terpaku. “Apa?” gumamku, hampir tak percaya dengan apa yang baru saja kudengar."Ya, apa kurang jelas omongan Ibu?""Tapi Bu, gimana dengan Indri?""Ceraikan dia," tegas Ibu.Aku terbelalak. "Nggak, Bu. Apapun akan Halbi lakukan, asal jangan sampai harus menceraikan Indri. Halbi mohon, Bu. Halbi mohon.""Baiklah, karena Ibu baik, Ibu kasih kamu ospi lain, kamu tidak harus menceraikan perempuan itu, tapi kamu tetap harus menikahi perempuan pilihan Ibu, bagaimana? Atau dengan kata lain perempuan pilihan Ibu ini yang nanti akan jadi istri sahmu di mata orang lain, sementara perempuan itu hanya akan menjadi istri simpananmu."Aku menggeleng-gelengkan kepala. "Tapi Bu, gimana mungkin semua itu akan Halbi lakukan? Gimana kalau Indri dan
last updateLast Updated : 2025-01-28
Read more

Part 47

Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 47Aku sampai di rumah kakakku dengan langkah berat. Setiap langkah yang kuambil terasa semakin menghimpit dada. Pintu rumah terbuka, dan suara ibuku terdengar dari dalam, berbincang dengan seseorang. Dengan napas yang tertahan, aku masuk dan melangkah ke ruang keluarga.Dan di sana dia berdiri. Seorang perempuan yang begitu kukenal—Miranda.Hatiku mencelos. Miranda, mantan kekasihku, berdiri di sana dengan senyum yang sama seperti yang kuingat. Wajahnya tetap anggun, seperti tak ada waktu yang berlalu. Namun, kehadirannya di sini menimbulkan lebih banyak pertanyaan. Kenapa dia ada di sini? Apa mungkin ... dia perempuan yang akan dikenalkan ibu sebagai calon istriku?"Halbi." Suara ibuku memecah keheningan. "Kamu pasti kaget, kan? Ibu sengaja tidak memberitahumu sebelumnya, tapi Ibu yakin dia pilihan yang tepat untuk menjadi istrimu."Darahku seperti berhenti mengalir. Hatiku bergetar antara marah, kecewa, dan tidak percaya. Dari banyaknya pere
last updateLast Updated : 2025-01-28
Read more

Part 48

Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 48Aku menatapnya sekilas. Kata-katanya, cara dia berbicara, mungkin akan menjadi magnet bagi pria mana pun. Tapi bagiku, tidak ada apa-apa di sana. Hampa. Perasaanku padanya sudah lama lenyap, dan aku tidak bisa memaksakan diri untuk merasakan sesuatu yang tidak ada."Terima kasih," gumamku singkat, tanpa menatapnya lama-lama. Aku tahu dia berharap lebih, tapi aku tidak ingin memberi harapan yang salah.Aku segera melangkah ke kamar mandi, mencoba mengusir semua pikiran yang berkecamuk di kepalaku. Di bawah siraman air hangat, aku memejamkan mata, berharap rasa sesak di dada ini menghilang. Tapi kenyataannya, rasa bersalah itu justru semakin kuat."Indri ... apa kamu sudah bangun sekarang?" bisikku pada diriku sendiri. ___Selesai membersihkan diri, aku bersiap untuk kembali ke rumah sakit. Namun, sebelum sempat melangkah keluar, Miranda sudah berdiri di pintu, menghalangi jalanku.“Mau ke mana, Mas?” tanyanya, memiringkan kepala dengan senyu
last updateLast Updated : 2025-01-28
Read more

Part 49

Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 49Aku menarik napas berat. Ancaman itu seperti petir yang menyambar. Tubuhku langsung tegang. “Bu, jangan. Jangan lakukan itu. Tolong.”“Kalau kamu nggak mau itu terjadi, maka pulanglah sekarang. Pilihannya ada di tangan kamu Halbi.”Aku terdiam sejenak, merasakan amarah bercampur rasa tak berdaya. Dan pada akhirnya, aku tidak punya pilihan. “Baik, Bu. Halbi ke apartemen sekarang,” kataku dengan suara lemah.Setelah menutup telepon, aku menghela napas panjang sebelum pergi aku membuka pintu sedikit, menatap Indri yang masih terbaring. Aku tahu aku harus segera pergi, tapi mencari alasan untuk pamit kali ini terasa jauh lebih sulit.Indri yang kemudian terbangun memanggilku. “Mas, ngapain di sana?"Aku membereskan diri, mencoba tersenyum, meski rasanya begitu berat lalu kembali masuk. “Aku harus pergi sebentar ya Ndri, ada pekerjaan lain yang harus aku selesaikan. Gak apa-apa 'kan?”Indri terlihat kecewa, tapi seperti biasa, ia tidak menunjukk
last updateLast Updated : 2025-01-28
Read more

Part 50

Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 50Jantungku seperti berhenti berdetak. "Perempuan?" ulangku, berpura-pura bingung. "Oh ... mungkin maksud Lala, teman bisnisku, Ndri. Tadi memang ketemu pas urusan kerjaan di resto.""Mungkin, Mas."***Pagi-pagi sekali, telepon dari Miranda membangunkanku. Suaranya terdengar biasa, tetapi nada tegasnya tak bisa disembunyikan."Mas, hari ini kan giliran kamu buat nemenin aku seharian di apartemen. Ingat janjinya, ya," katanya tanpa basa-basi.Aku menghela napas panjang, mencoba mencari alasan. "Aku tahu, Mir. Tapi tunggu sebentar ya, aku mau nunggu Indri bangun dulu biar aku bisa pamit."Tapi, seperti biasa, Miranda tak memberi celah. "Mas, itu bukan urusanku. Aku nggak peduli. Pokoknya sekarang juga kamu harus ke sini."Kata-katanya seperti ultimatum. Aku tahu percuma saja berdebat dengannya. Dengan hati berat, aku akhirnya mengiyakan. Setelah menatap wajah Indri yang masih terlelap, aku hanya bisa berbisik pelan dalam hati, "Maaf, Ndri. Ak
last updateLast Updated : 2025-01-28
Read more
PREV
1
...
34567
...
10
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status