Share

Part 46

Penulis: Ricny
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-28 07:26:05

Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku

Part 46

Ibu bersandar ke kursi, melipat tangannya di depan dada. “Kalau kamu ingin uang itu, syaratnya kamu harus mau menikahi seorang perempuan pilihan Ibu. Seseorang yang pantas untuk menjadi menantu keluarga kita.”

Aku terpaku. “Apa?” gumamku, hampir tak percaya dengan apa yang baru saja kudengar.

"Ya, apa kurang jelas omongan Ibu?"

"Tapi Bu, gimana dengan Indri?"

"Ceraikan dia," tegas Ibu.

Aku terbelalak. "Nggak, Bu. Apapun akan Halbi lakukan, asal jangan sampai harus menceraikan Indri. Halbi mohon, Bu. Halbi mohon."

"Baiklah, karena Ibu baik, Ibu kasih kamu ospi lain, kamu tidak harus menceraikan perempuan itu, tapi kamu tetap harus menikahi perempuan pilihan Ibu, bagaimana? Atau dengan kata lain perempuan pilihan Ibu ini yang nanti akan jadi istri sahmu di mata orang lain, sementara perempuan itu hanya akan menjadi istri simpananmu."

Aku menggeleng-gelengkan kepala. "Tapi Bu, gimana mungkin semua itu akan Halbi lakukan? Gimana kalau Indri dan
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku    Part 47

    Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 47Aku sampai di rumah kakakku dengan langkah berat. Setiap langkah yang kuambil terasa semakin menghimpit dada. Pintu rumah terbuka, dan suara ibuku terdengar dari dalam, berbincang dengan seseorang. Dengan napas yang tertahan, aku masuk dan melangkah ke ruang keluarga.Dan di sana dia berdiri. Seorang perempuan yang begitu kukenal—Miranda.Hatiku mencelos. Miranda, mantan kekasihku, berdiri di sana dengan senyum yang sama seperti yang kuingat. Wajahnya tetap anggun, seperti tak ada waktu yang berlalu. Namun, kehadirannya di sini menimbulkan lebih banyak pertanyaan. Kenapa dia ada di sini? Apa mungkin ... dia perempuan yang akan dikenalkan ibu sebagai calon istriku?"Halbi." Suara ibuku memecah keheningan. "Kamu pasti kaget, kan? Ibu sengaja tidak memberitahumu sebelumnya, tapi Ibu yakin dia pilihan yang tepat untuk menjadi istrimu."Darahku seperti berhenti mengalir. Hatiku bergetar antara marah, kecewa, dan tidak percaya. Dari banyaknya pere

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-28
  • Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku    Part 48

    Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 48Aku menatapnya sekilas. Kata-katanya, cara dia berbicara, mungkin akan menjadi magnet bagi pria mana pun. Tapi bagiku, tidak ada apa-apa di sana. Hampa. Perasaanku padanya sudah lama lenyap, dan aku tidak bisa memaksakan diri untuk merasakan sesuatu yang tidak ada."Terima kasih," gumamku singkat, tanpa menatapnya lama-lama. Aku tahu dia berharap lebih, tapi aku tidak ingin memberi harapan yang salah.Aku segera melangkah ke kamar mandi, mencoba mengusir semua pikiran yang berkecamuk di kepalaku. Di bawah siraman air hangat, aku memejamkan mata, berharap rasa sesak di dada ini menghilang. Tapi kenyataannya, rasa bersalah itu justru semakin kuat."Indri ... apa kamu sudah bangun sekarang?" bisikku pada diriku sendiri. ___Selesai membersihkan diri, aku bersiap untuk kembali ke rumah sakit. Namun, sebelum sempat melangkah keluar, Miranda sudah berdiri di pintu, menghalangi jalanku.“Mau ke mana, Mas?” tanyanya, memiringkan kepala dengan senyu

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-28
  • Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku    Part 49

    Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 49Aku menarik napas berat. Ancaman itu seperti petir yang menyambar. Tubuhku langsung tegang. “Bu, jangan. Jangan lakukan itu. Tolong.”“Kalau kamu nggak mau itu terjadi, maka pulanglah sekarang. Pilihannya ada di tangan kamu Halbi.”Aku terdiam sejenak, merasakan amarah bercampur rasa tak berdaya. Dan pada akhirnya, aku tidak punya pilihan. “Baik, Bu. Halbi ke apartemen sekarang,” kataku dengan suara lemah.Setelah menutup telepon, aku menghela napas panjang sebelum pergi aku membuka pintu sedikit, menatap Indri yang masih terbaring. Aku tahu aku harus segera pergi, tapi mencari alasan untuk pamit kali ini terasa jauh lebih sulit.Indri yang kemudian terbangun memanggilku. “Mas, ngapain di sana?"Aku membereskan diri, mencoba tersenyum, meski rasanya begitu berat lalu kembali masuk. “Aku harus pergi sebentar ya Ndri, ada pekerjaan lain yang harus aku selesaikan. Gak apa-apa 'kan?”Indri terlihat kecewa, tapi seperti biasa, ia tidak menunjukk

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-28
  • Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku    Part 50

    Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 50Jantungku seperti berhenti berdetak. "Perempuan?" ulangku, berpura-pura bingung. "Oh ... mungkin maksud Lala, teman bisnisku, Ndri. Tadi memang ketemu pas urusan kerjaan di resto.""Mungkin, Mas."***Pagi-pagi sekali, telepon dari Miranda membangunkanku. Suaranya terdengar biasa, tetapi nada tegasnya tak bisa disembunyikan."Mas, hari ini kan giliran kamu buat nemenin aku seharian di apartemen. Ingat janjinya, ya," katanya tanpa basa-basi.Aku menghela napas panjang, mencoba mencari alasan. "Aku tahu, Mir. Tapi tunggu sebentar ya, aku mau nunggu Indri bangun dulu biar aku bisa pamit."Tapi, seperti biasa, Miranda tak memberi celah. "Mas, itu bukan urusanku. Aku nggak peduli. Pokoknya sekarang juga kamu harus ke sini."Kata-katanya seperti ultimatum. Aku tahu percuma saja berdebat dengannya. Dengan hati berat, aku akhirnya mengiyakan. Setelah menatap wajah Indri yang masih terlelap, aku hanya bisa berbisik pelan dalam hati, "Maaf, Ndri. Ak

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-28
  • Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku    Part 51

    Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 51Aku merogoh ponsel dari dalam saku dengan tangan gemetar. Pikiran berkecamuk, menyesali semuanya. Tombol panggilan cepat kuarahkan ke nama Lala. Jantungku berdegup cepat, berharap Lala akan mengangkat teleponnya. Namun, panggilan pertama, kedua, hingga ketiga tak dijawab. Aku hampir menyerah. Tapi pada dering keempat, akhirnya ia mengangkat.“Halo, Lala?” Suaraku terburu-buru, tak sempat menahan rasa panik yang kian mencekik.Dari seberang, hanya terdengar napas pelan. Ia tak bicara.“Lala, dengarkan Ayah. Ayah akan jelaskan semuanya. Tapi tolong, jangan bicara apa-apa dulu sama Mamah. Kasihan Mamah, Lala. Kamu tahu sendiri kondisinya. Kita akan bicara lagi di rumah nanti. Tolong tetap tenang, ya.”Hening. Hanya suara napas dan isak tangisnya yang kudengar. Dan tanpa menjawab sepatah kata pun, sambungan telepon langsung diputus.Aku tertegun, menatap layar ponselku yang mati. Tapi meski begitu perasaan lega sekarang aku rasakan. Setidaknya,

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-28
  • Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku    Part 52

    Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 52POV IndriAku memandang Lala dengan alis yang berkerut. Kata-katanya barusan terasa sedikit aneh, dan aku tak bisa mengabaikan nada suaranya yang penuh emosi. “Kamu ngomong apa, Nak? Maksudnya apa? Apa Ayah melakukan sesuatu?” tanyaku serius.Mas Halbi, yang duduk di sebelahku, langsung terlihat tegang. Aku bisa melihat keringat dingin mulai membasahi pelipisnya meski ia berusaha keras menyembunyikannya. Tatapan matanya gugup, seperti seseorang yang menyembunyikan sesuatu.“Udahlah, Ndri,” katanya kemudian, dengan nada memotong. “Mungkin Lala cuma lagi capek. Tadi acaranya panjang, kan?”Aku mengangguk, mencoba menerima alasan itu, meski naluriku mengatakan ada sesuatu yang lebih dari sekadar kelelahan. Tatapan Lala menghindariku, dan itu membuatku semakin yakin bahwa dia sedang menyembunyikan sesuatu.“Iya, Mah. Udah, nggak usah dibahas lagi,” katanya datar. Ada sesuatu dalam nada suaranya yang membuat hatiku semakin tak tenang.Tapi aku h

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-29
  • Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku    Part 53

    Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 53"Udahlah biarin aja. Susah kalau emang anaknya lagi ngantuk. Gak baik juga kalau kita paksa." Masha lebih lalu mengambil kunci mobilnya. Dia pun mengulurkan tangan sambil pamit berangkat ke toko."Hah? Gitu aja? Mereka pada kenapa sih? Kayak lagi musuhan aja saling cuek," kesalku setelah dia meluncur dengan mobilnya.Hari itu, Lala akhirnya tidak pergi ke sekolah. Dan untuk pertama kalinya, aku melihat Mas Halbi gagal membujuk anaknya.***Pagi itu, seperti hari-hari sebelumnya, Lala kembali bangun kesiangan. Aku sudah lelah mengingatkan, tapi anak itu seperti tidak peduli. Padahal, beberapa bulan lalu, Lala adalah anak yang penuh semangat dan tidak pernah melewatkan hari sekolahnya. Apalagi dia baru masuk SMA. Entah kenapa sekarang dia jadi begitu.Aku sampai kehilangan cara bagaimana lagi mengingatkannya. Dan kalau aku sudah benar-benar buntu, aku pun langsung menyuruh bapaknya untuk segera membangunkan Lala."Mas, tolong bangunin Lala l

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-29
  • Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku    Part 54

    Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 54Pak Darwin mengangguk pelan. “Iya, Bu. Pak Halbi memang jarang ke toko belakangan ini, apalagi sejak Ibu sakit.”Aku diam, merasa dadaku semakin sesak. Dia bilang pergi ke toko setiap hari, tapi kenyataannya dia jarang ke sini. Apa sebenarnya yang sedang dia lakukan di luar sana?“Belakangan ini jarang ke sini?” ulangku, mencoba menggali lebih dalam.“Iya, Bu,” jawab Pak Darwin lagi. “Biasanya sih beliau mampir sebentar, tapi akhir-akhir ini malah sering nggak kelihatan. Kalau pun datang, paling cuma sebentar, habis itu pergi lagi.”Jawaban itu seperti menambah beban di pikiranku. Aku tidak tahu harus merasa apa—marah, kecewa, atau sedih. Aku hanya bisa mengangguk pelan sambil mencoba menyembunyikan kegelisahanku.“Oh, begitu. Ya sudah, Pak Darwin. Kalau gitu, saya pamit dulu, ya,” ujarku dengan suara yang hampir berbisik.“Iya, Bu. Hati-hati di jalan.”Aku melangkah keluar dari toko dengan perasaan yang campur aduk. Jalanan yang tadi kulalu

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-29

Bab terbaru

  • Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku    Part 95

    Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 95"Sudah Maura, yang penting sekarang kamu aman di rumah Uwa."Maura mengangguk dan tiba-tiba suara teriakan menggema dari luar rumah."Maura! Aku tahu kamu ada di dalam! Keluar, Maura!"Jantungku langsung berdegup kencang. Aku menoleh ke arah Maura yang duduk di kursi dengan wajah pucat pasi. Tangannya mencengkeram ujung bajunya dengan erat, tubuhnya gemetar hebat."Wa ... tolong, Wa. Tolong Maura. Maura takut!" isaknya dengan suara bergetar.Dari luar, suara pria itu semakin menjadi. "Aku melihat sendiri kamu lari ke sini! Jangan pikir bisa sembunyi dariku! Keluar! Dasar perempuan tidak tahu diri! Berani berselingkuh di belakangku, maka harus berani menerima akibatnya!"Maura menutup telinganya sambil menangis. "Wa, dia bakal masuk nggak? Jangan biarkan dia masuk, Wa! Maura takut!"Aku menggenggam tangannya yang dingin. "Tenang, Ra. Uwa nggak akan biarkan dia menyentuh kamu."Mas Halbi yang duduk di sebelahku langsung berdiri, wajahnya meneg

  • Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku    Part 94

    Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 94Mas Halbi menghela napas lagi. "Iya, mereka nggak tahu yang sebenarnya. Itu sebabnya kamu nggak perlu ambil hati. Percuma. Kita nggak akan bisa mengubah cara mereka berpikir."Aku menggeleng. "Tapi sakit, Mas. Mereka ngomong tentang Lala seakan-akan dia itu barang bekas yang nggak pantas buat siapa-siapa."Mas Halbi menatapku penuh empati. "Lala bukan barang. Lala anak kita. Dan kita tahu siapa dia sebenarnya. Kita tahu bagaimana dia berjuang. Kita tahu dia bukan seperti yang mereka katakan."Aku terdiam, mencoba mencerna kata-kata suamiku."Yang penting kita ada buat dia. Jangan biarkan mereka membuat kita kehilangan kepercayaan pada anak kita sendiri," lanjut Mas Halbi.Aku menyandarkan kepala ke bahunya, berusaha mengambil kekuatan dari kehadirannya. "Aku cuma capek, Mas. Aku udah capek dengar orang ngomongin anak kita seolah-olah anak kita itu nggak ada harganya.""Aku tahu." Mas Halbi membalas dengan suara rendah. "Makanya kita gak usah

  • Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku    Part 93

    Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 93Aku menarik napas dalam-dalam. Rasanya dada ini semakin sesak mendengar obrolan-obrolan yang terus diarahkan pada Lala. Kenapa sih orang-orang ini seperti tidak bisa berhenti membahas pernikahan? Seolah-olah hidup seseorang hanya akan dianggap sempurna kalau sudah menikah."Iya Ndri, lihat tuh si Maura, anak Bibi. Dia udah nikah di usia 17 tahun, sekarang anaknya usia 7 tahun, udah kayak bestie. Siapa yang bakal nyangka kalau dia ternyata udah punya anak," kata salah satu saudaraku lagi, seolah menambahkan beban di suasana yang sudah cukup berat.Aku melirik Maura yang sedang duduk di pojok ruangan. Dia tampak asyik dengan ponselnya, sesekali tertawa kecil sambil mengetik sesuatu. Sementara anaknya yang berusia 7 tahun tampak sibuk melahap sepiring nasi di dekatnya."Maura, coba kamu ceritakan sama saudaramu ini, Nak. Mbak Lala, biar dia cepat mau nikah," Bibiku menimpali lagi, seolah sengaja ingin mempermalukan Lala di depan banyak orang.M

  • Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku    Part 92

    Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 92"Maaf loh, bukannya menghina. Tapi kan ini kenyataannya, Ndri."Aku mengangguk pelan, meskipun dalam hati aku merasa muak. "Iya, Bu. Nanti coba saya bicara sama Lala."Bu Atun tersenyum puas. "Iya. Mumpung Juragan Danu juga masih belum ada yang srek tuh. Kali aja kalau sama Lala, dia mau.""Iya, Bu," jawabku seadanya.Setelah membayar belanjaan, aku segera pulang dengan hati yang berat. Langkahku terasa lebih lambat dari biasanya, pikiranku dipenuhi dengan percakapan tadi di warung.Sesampainya di rumah, aku langsung menemui ibu yang sedang duduk di ruang tengah rumahnya, mengiris bawang untuk persiapan memasak."Kata mereka, apa lebih baik Lala dijodohin aja, Bu?" tanyaku, meletakkan belanjaan di meja.Ibu menghentikan kegiatannya dan menatapku dengan ekspresi tak percaya. "Dijodohin sama siapa?"Aku menghela napas. "Ya, sama siapa aja. Sama Juragan Danu misalnya."Ibu langsung melotot. "Husssh! Ngaco kamu, Ndri! Tua bangka begitu, masa mau

  • Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku    Part 91

    Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 91Setelah mengucapkan kata-kata itu, ia berbalik dan pergi dengan langkah tergesa-gesa. Warga yang menyaksikan kejadian itu langsung saling berpandangan."Astaghfirullah, kok masih aja ada orang kayak gitu?" gumam salah seorang ibu yang berdiri tak jauh dariku."Iya, ya. Bukannya introspeksi, malah makin menjadi," timpal yang lain.Aku menarik napas panjang dan menoleh ke arah ibu. Jujur, aku selalu kepikiran kalau soal anak. Aku yang punya masalah dengan Bu Een, kenapa jadi Lala yang kena sumpah serapah? Ya Allah semoga saja, Engkau jauhkan anak hamba dari segala mata jahat.Mas Halbi, yang sedari tadi memperhatikan, akhirnya ikut bersuara. "Sudah, Ndri. Lanjutkan saja pembagian sembakonya. Jangan sampai hal tadi mengganggu niat baik kita."Aku mengangguk dan kembali fokus ke apa yang sedang kulakukan. Aku tidak ingin kejadian barusan merusak suasana.Satu per satu, warga kembali maju untuk mengambil sembako."Indri, kamu benar-benar perempua

  • Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku    Part 90

    Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 90Aku terperangah dan menggeleng-gelengkan kepala. "Astagfirullah Bu Een. Jangan menuduh orang lain tanpa bukti Bu, fitnah keji itu namanya. Memangnya kapan saya pernah bicara seperti itu?" "Halah bilang aja kamu mau nyangkal.""Saya bukannya menyangkal Bu Een," sanggahku tegas. "Bahkan kalau Bu Een bersedia, ayo kita bersumpah atas nama Tuhan, siapa yang sumpahnya palsu, maka dia siap mendapatkan konsekuensinya."Bu Een menelan ludah. Sementara orang-orang yang hadir di sana makin ramai berbisik-bisik. "Kalau Bu Een berani bersumpah atas tuduhan yang dilontarkan oleh Bu Een itu, maka semua orang boleh percaya pada Bu Een dan semua orang boleh mengobrak-abrik toko saya. Tapi seandainya Bu Een bohong, maka konsekuensinya adalah berupa penderitaan hidup dan nikmat yang siap dicabut oleh Tuhan. Bagaimana?" tantangku.Semua orang saling lirik. Mereka lalu setuju tampak dengan usulku. Sampai akhirnya aku pun melakukan sumpah di bawah Alquran. Ka

  • Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku    Part 89

    Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 89Pagi itu, aku duduk di depan toko bersama Mas Halbi. Matahari masih rendah, tapi udara sudah terasa hangat. Toko kami masih sepi. Tak ada satu pun pelanggan yang datang sejak kemarin. Semalam aku sudah cerita pada ibu, soal ini, aku pikir ibu tahu kira-kira kenapa penyebab toko kami bisa sepi seperti ini, tapi ibu bilang namanya jualan pasti ada masa rame dan sepinya. Tapi entah kenapa aku tetap merasa ada yang tak beres dengan tokoku ini.“Mas, aku kepikiran sesuatu."Mas Halbi menoleh. “Apa?”“Gimana kalau hari ini kita bagi-bagi sembako gratis lagi seperti awal kita buka?”Kening Mas Halbi berkerut. "Ya, anggap aja ini sedekah. Selain itu, ini bisa jadi cara buat narik orang-orang supaya mereka kembali belanja di toko kita.”Mas Halbi terdiam sebentar, lalu tersenyum kecil. “Boleh juga idenya. Ya udah, ayo kita siapin sekarang.”Tanpa menunda lagi, kami mulai mengemas sembako. Aku dan Mas Halbi bekerja dengan penuh semangat, berharap u

  • Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku    Part 88

    Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 88Ah aku tidak peduli. Yang penting aku ingin yang terbaik untuk anakku.***Pagi-pagi sekali, aku sudah bersiap untuk pergi ke rumah Asep. Mas Halbi menyarankan agar aku tak pergi sendirian, tapi aku yakin ini adalah urusanku sebagai ibu. Aku ingin menyampaikan keputusan Lala dengan baik-baik. Bagaimanapun juga, hubungan baik harus tetap dijaga, meski harus membawa kabar yang mungkin mengecewakan mereka.Saat tiba di rumah Asep, aku melihat Asep sedang duduk di teras rumah, sepertinya baru saja selesai sarapan. Ia tersenyum sopan saat melihatku."Bibi. Silakan masuk, Bi," katanya ramah.Aku mengangguk dan melangkah masuk. Di ruang keluarga, Bu Een duduk di kursi roda dengan wajah yang jauh lebih segar dibandingkan terakhir kali aku melihatnya. Ia sudah bisa berbicara meskipun pelan, dan nenek Asep juga ada di sana, duduk bersisian sambil merajut sesuatu.Setelah berbasa-basi sebentar dan menanyakan kondisi Bu Een, aku pun menghela napas. Aku

  • Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku    Part 87

    Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 87Aku menarik napas dalam, "Bu Een sakit, La. Dia kena stroke sekarang, setelah mengalami stres berat akibat luka bakar yang dilakukan oleh majikannya di Arab. Sekarang dia cuma bisa duduk di kursi roda, dan Asep yang merawatnya."Mata Lala membulat. "Serius, Mah? Ya ampun ... Lala baru tahu. Kasihan banget. Lala harus jenguk Bu Een. Bisa antar Lala ke sana sekarang, Mah?"Aku mengangguk. "Tentu. Yuk, kita pergi sekarang."Kami segera berangkat ke rumah Bu Een. Saat sampai, aku melihat Bu Een duduk di kursi roda di halaman rumahnya, ditemani Asep. Dia tampak jauh lebih kurus dari sebelumnya, dan wajahnya penuh dengan kesedihan yang mendalam. Asep yang berdiri di sampingnya terlihat lebih dewasa dari terakhir kali aku melihatnya.Lala melangkah mendekat dengan hati-hati. "Assalamualaikum."Asep menoleh dan langsung tersenyum kecil. "Waalaikumsalam, La."Bu Een hanya menatap kami dengan mata yang tampak lelah. Aku bisa melihat ekspresi di wajahn

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status