Semua Bab Istri yang Tak Didambakan: Bab 21 - Bab 30

49 Bab

21. Lelaki pelit

Hendra mengangguk dan tersenyum puas. Meski ada resiko yang muncul jika rencana itu dilakukan, tapi mengingat kalau dia akan mendapat banyak keuntungan rasanya tidak ada salahnya dicoba. Anggaplah dia sedang memakai jasa orang secara gratis, mengurus anak dan rumah yang sudah terbengkalai sejak kepergian Alya. “Ya udah, ayo!” kata Hendra. Andin meraih tasnya, menenteng di tangan sebelah kiri. Tangan kanannya menengadah, “Mana uangnya? Biar aku yang bayar ke kasir.” Hendra tersenyum, menunjukkan deretan giginya yang putih. “Apa kamu nggak ada niat buat balik traktir aku? Kan kamu yang pilih tempat.” “Hah?” Andin menganga tak percaya mendengarnya. Baru kali ini Hendra mengatakan hal sensitif soal uang. Bukankah hal yang wajar kalau lelaki yang membayar makanan? “Ah, baiklah. Kupikir kamu ini wanita yang mandiri secara finansial,” kata Hendra seraya berdiri. Nada suara Hendra yang datar membuat Andin sedikit shock. Itu lebih terkesan seperti pemaksaan secara halus. Akan tetap
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-06
Baca selengkapnya

22. Panggilan paling tepat

"Kamu benar juga, Nay," kata Bu Lastri diikuti anggukan Hendra. Namun, tidak demikian dengan Andin. Bagaimana bisa seorang selebgram seperti dirinya menjadi pembantu? Dia jelas menolak dengan tegas, harga dirinya seperti terinjak-injak.Penolakan yang disertai alasan-alasan tentang reputasinya di dunia media sosial nyatanya tidak membuat Hendra berubah pikiran. Baginya itu adalah cara yang paling aman untuk saat ini demi menghindari masalah lain. Hanya ada dua pilihan, maju atau tidak sama sekali.Andin terpaksa menerima keputusan itu. Satu sisi dia menyimpan kebencian tersendiri pada Naya yang mencetuskan ide sebagai pembantu.‘Tunggu aja apa yang bisa kulakukan padamu nanti. Dasar, monster kecil sialan!’ batin wanita berkulit putih tersebut.“Bibi!” Panggilan Naya sontak membuat semuanya terkejut. Mereka menatap Naya penuh tanya, bertanya siapa yang sedang dipanggil. Naya menjelaskan dengan polosnya bahwa dia sedang memanggil Andin. Bukankah pembantu di rumah sering dipanggil deng
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-07
Baca selengkapnya

23. Monster kecil

"Kenapa Ayah sekamar sama Tante Andin?" Hendra terkejut. Secara refleks dia mendorong Andin hingga jatuh tersungkur ke lantai.“Sakit, Mas,” kata Andin mengeluh, mengusap pinggangnya yang nyeri. “Naya kenapa belum tidur?” Hendra mengabaikan Andin, memilih untuk menjelaskan kepada putrinya agar tidak terjadi salah paham. “Tadi Tante Andin cuma mau pinjem handuk. Katanya lupa bawa.”“Oh.” Ekspresi Naya datar. “Aku mau tidur sama Ayah.”Permintaan tak biasa dari Naya mengejutkan Hendra, begitu juga dengan Andin. Harapan untuk bisa berduaan gagal sudah jika ada Naya di sana.Andin berdiri dengan senyum dibuat-buat. Jelas dia merasa kesal, tapi tidak boleh menunjukkannya secara terang-terangan. Sebelum resmi menikah dengan Hendra, dia harus bisa berperan sebagai calon ibu yang baik. “Emang Naya biasanya tidur sama Ayah?” tanya Andin.Gelengan kepala Naya membuat Andin bertambah kesal. Jari-jarinya sampai menari di udara. Andai saja bisa, dia ingin meremas Naya untuk melampiaskan amarah
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-08
Baca selengkapnya

24. Pilihan yang tepat

Alya menggelengkan kepala. Rumah mendiang orang tuanya tidak boleh dijual dengan alasan apa pun. Entah bagaimana kondisi rumah itu sekarang, Alya belum sempat melihat ke sana lagi.“Apa besok aku ke sana aja ya?” Alya merebahkan tubuhnya yang terasa penat. Dia mengambil selembar uang 20.000 dari saku, upah uji coba hari ini. Dilihatnya uang yang bagi sebagian orang tidak ada arti mengingat mahalnya harga barang-barang. Dia menyadari bahwa mencari uang bukanlah perkara mudah. Uang memang bukan segalanya, tetapi tanpa uang kehidupan orang bisa saja berantakan. Mata Alya mulai terasa berat. Dia ingin mandi lebih dulu, tapi rasa penat membuatnya enggan berpindah posisi. Beberapa detik dia terpejam, tak lama terbuka kembali. Ada yang hilang dari dirinya–Naya.Air matanya langsung menetes begitu mengingat putri yang dia sayang sepenuh hati. Tidak peduli seberapa sering penolakan itu didapatnya, tapi yang namanya seorang ibu tidak akan pernah bisa membenci darah dagi
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-11
Baca selengkapnya

25. Habis-habisan

Alya mengusap wajahnya kasar. Saat keluar dari rumah memang tidak ada pikiran untuk membawa sertifikat rumah milik orang tuanya. Pikirannya seolah buntu dengan rasa sakit yang tak terkira.“Aku nggak izinkan rumah ini dijual. Kalian nggak ada hak!” Alya merampas sertifikat dari tangan Budhe. Dadanya kembang kempis–merasakan gejolak luar biasa dalam diri.“Kamu ini gimana sih, Al? Rumah ini kalau dijual ‘kan lumayan uangnya. Kamu bisa bagi-bagi sedikit buat kami, gimanapun juga kita ini ‘kan masih keluarga,” kata Budhe tanpa rasa malu.Alya tersenyum kecut. “Keluarga? Emangnya selama ini kalian di mana saat aku butuh bantuan? Di mana kalian saat aku minta bantuan buat ngurus rumah ini? Kalian cuma datang saat butuh, itu yang disebut keluarga?”“Jangan kurang ajar, Alya!” Pakdhe ikut bicara.“Ya, kami ini jauh lebih tua dari kamu,” imbuh Budhe.Alya tak peduli dengan bentakan Budhe. Dia tidak salah. Semua yang dikatakan benar adanya. “Mending Budhe dan yang lain pulang. Sampai kapan pu
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-15
Baca selengkapnya

26. Aku tidak akan diam

“Al–” Bunga menatap iba sahabatnya.“Aku hanya tidak menyangka Mas Hendra bisa sampai sejauh ini. Padahal dulu dia sangat bertanggung jawab.”Alya berjalan mendekati cermin yang tergantung di dinding. Cermin tua yang warnanya sedikit buram karena debu kotor yang menempel. “Apa dia berubah memang karena ini?”“Apa?” Bunga tak mengerti arah pembicaraan Alya.“Bunga, apa aku sejelek itu sampai Mas Hendra melirik wanita lain?” tanya Alya.“Nggak. Kamu cantik, Al,” jawab Bunga. “Tapi kalau boleh jujur, penampilanmu memang sedikit berubah jika dibanding saat pertama kali kamu masuk bekerja dulu.”“Benarkah?”“Ya. Dulu kamu berisi–sekarang kamu bisa lihat sendiri. Wajahmu juga segar–tidak kusam seperti ini. Tapi ini bukan salahmu, Al,” kata Bunga. “Nggak ada seorang wanita pun yang tidak mau tampil cantik. Kamu berubah seperti ini karena suamimu yang tidak memberikan nafkah dengan layak. Padahal jelas-jelas dia mampu.”Alya tersenyum tipis sambil mengus
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-16
Baca selengkapnya

27. Rencana pendekatan

Hendra menatap Andin tajam–memberi kode agar wanita tersebut menjaga ucapan. Bagaimana bisa mereka mendapatkan restu kalau sikap Andin sembarangan begitu?“Ah, karena ini udah siang juga, kayaknya nggak keburu kalau masak. Beli di depan aja gimana?” Andin mengalihkan pembicaraan karena bingung harus menjelaskan bagaimana. Dia hanya berharap Bu Lastri dan Naya tidak mendengar ucapan tadi. Usahanya untuk mendapatkan restu masih baru dimulai, jangan sampai gagal sebelum keinginannya terwujud.Tanpa menunggu persetujuan, Andin bergegas keluar rumah dan menuju salah satu warung makan tak jauh dari sana. Beberapa warga sekitar memperhatikan Andin dengan seksama. Jelas mereka bingung kenapa ada orang asing yang keluar dari rumah Hendra.“Mbak ini siapa? Keluarga Bu Lastri?” tanya salah seorang ibu yang ada di sana.“Ah, itu–”“Andin!” Hendra memanggil dari kejauhan, setengah berlari dengan nafas ngos-ngosan. Dia tidak mau Andin sampai mengacau di lingkup tempat tinggalnya dengan mengucap mac
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-17
Baca selengkapnya

28. Bukan wanita matre

Andin bisa menilai watak dari Bu Lastri hanya dari gaya bicaranya saja. Kalau sudah berurusan dengan uang dan popularitas, memangnya wanita mana yang tidak akan tergoda? Lagipula wanita seusia Bu Lastri terkadang sedang dalam masa lucu-lucunya, menganggap diri masih muda layaknya ABG.–“Ibu kenapa ke sini?” tanya Alya.“Kenapa? Kamu bilang boleh datang kapan saja ‘kan?” “Ha ha ha … iya, maksud saya mungkin ada yang ingin dibicarakan,” kata Alya seraya melirik ke luar di mana ada mobil hitam berhenti. “Cuma kangen aja. Bosan di rumah nggak ada temen ngobrol,” jawab Bu Titik.“Ya udah, masuk yuk,” ajak Alya.Belum juga masuk, terdengar suara klakson dan mobil hitam tadi melaju. Bu Titik menghela napas kesal.“Dasar, anak itu. Apa nggak bisa turun dulu sekedar basa basi?”Alya terkekeh geli. Meski tidak suka dengan gelagat Alex, Alya pun tidak bisa membayangkan kalau lelaki itu berubah ramah. Rasanya wajah garang itu memang jauh lebih pantas untuk Alex.Dua wanita beda usia tersebut m
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-19
Baca selengkapnya

29. Mengambil Hati

“Kamu harus bantuin dia, Lex,” kata Bu Titik. “Kasihan banget Al–”“Maleslah, Bu,” sahut Alex seraya beranjak. “Aku nggak mau ikut campur urusan orang. Aku berangkat ke kantor lagi.”Bu Titik menghela napas panjang. Dia menghampiri Alya dengan tatapan penuh arti.“Maaf, Bu. Tapi saya nggak bisa stand by di sini terus. Paling cuma bisa ke sini siang dan langsung pulang setelah selesai,” kata Alya.“Nggak apa,” jawab Bu Titik. “Al–”“Ya?”“Kalau butuh bantuan jangan sungkan ya,” kata Bu Titik.Meski tak tahu kenapa Bu Titik tiba-tiba mengatakan itu, Alya mengangguk sambil tersenyum.Selesai itu, dia berpamitan dan berjanji akan datang lagi besok siang. Saat dalam perjalanan, Alya baru sempat membaca pesan yang masuk. Jantungnya berdetak lebih cepat. Hendra mengatakan sudah mengajukan gugatan cerai ke pengadilan–hanya tinggal menunggu diproses. Bukan perceraian yang ditakutkan Alya, tapi hak asuh Naya. Dengan kondisi sekarang, rasanya pengadilan juga tidak akan membiarkan Naya berada di
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-20
Baca selengkapnya

30. Ketagihan media sosial

Bu Lastri mengambil ponsel Andin–duduk di depan meja makan, memandangi ponsel itu dengan tatapan berbinar. Jemarinya yang mulai keriput sibuk menggulir komentar demi komentar di akun media sosial yang baru saja dibuat Andin untuknya."Bu, lihat deh di situ! Banyak yang komentar kalau Ibu masih cantik dan awet muda," ujar Andin.Bu Lastri membacanya dengan saksama."Wah, Ibu kayak anak gadis! Sehat-sehat ya, Bu!""Keren banget Bu Lastri masih gesit! Respect!""Gaya ibu mirip artis tahun 80-an, manis banget!"Di antara komentar-komentar itu, ada beberapa akun yang memasang foto lelaki matang dengan pujian yang lebih manis."Ibu Lastri, kalau masih sendiri, saya boleh kenalan? Hehehe...""Cocok nih jadi ibu sambung buat anak-anak saya.""Aduh, jadi malu," kata Bu Lastri seraya menepuk pipi, tetapi senyumnya tak bisa disembunyikan.Andin menyembunyikan smirk kecilnya. Tentu dia adalah orang yang paling tahu dari mana komentar-komentar itu berasal."Nah, makanya, Bu, kita harus lanjut biki
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-21
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status