Share

25. Habis-habisan

Author: Listy Airyn
last update Last Updated: 2025-02-15 21:36:46

Alya mengusap wajahnya kasar. Saat keluar dari rumah memang tidak ada pikiran untuk membawa sertifikat rumah milik orang tuanya. Pikirannya seolah buntu dengan rasa sakit yang tak terkira.

“Aku nggak izinkan rumah ini dijual. Kalian nggak ada hak!” Alya merampas sertifikat dari tangan Budhe. Dadanya kembang kempis–merasakan gejolak luar biasa dalam diri.

“Kamu ini gimana sih, Al? Rumah ini kalau dijual ‘kan lumayan uangnya. Kamu bisa bagi-bagi sedikit buat kami, gimanapun juga kita ini ‘kan masih keluarga,” kata Budhe tanpa rasa malu.

Alya tersenyum kecut. “Keluarga? Emangnya selama ini kalian di mana saat aku butuh bantuan? Di mana kalian saat aku minta bantuan buat ngurus rumah ini? Kalian cuma datang saat butuh, itu yang disebut keluarga?”

“Jangan kurang ajar, Alya!” Pakdhe ikut bicara.

“Ya, kami ini jauh lebih tua dari kamu,” imbuh Budhe.

Alya tak peduli dengan bentakan Budhe. Dia tidak salah. Semua yang dikatakan benar adanya.

“Mending Budhe dan yang lain pulang. Sampai kapan pu
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Istri yang Tak Didambakan   26. Aku tidak akan diam

    “Al–” Bunga menatap iba sahabatnya.“Aku hanya tidak menyangka Mas Hendra bisa sampai sejauh ini. Padahal dulu dia sangat bertanggung jawab.”Alya berjalan mendekati cermin yang tergantung di dinding. Cermin tua yang warnanya sedikit buram karena debu kotor yang menempel. “Apa dia berubah memang karena ini?”“Apa?” Bunga tak mengerti arah pembicaraan Alya.“Bunga, apa aku sejelek itu sampai Mas Hendra melirik wanita lain?” tanya Alya.“Nggak. Kamu cantik, Al,” jawab Bunga. “Tapi kalau boleh jujur, penampilanmu memang sedikit berubah jika dibanding saat pertama kali kamu masuk bekerja dulu.”“Benarkah?”“Ya. Dulu kamu berisi–sekarang kamu bisa lihat sendiri. Wajahmu juga segar–tidak kusam seperti ini. Tapi ini bukan salahmu, Al,” kata Bunga. “Nggak ada seorang wanita pun yang tidak mau tampil cantik. Kamu berubah seperti ini karena suamimu yang tidak memberikan nafkah dengan layak. Padahal jelas-jelas dia mampu.”Alya tersenyum tipis sambil mengus

    Last Updated : 2025-02-16
  • Istri yang Tak Didambakan   27. Rencana pendekatan

    Hendra menatap Andin tajam–memberi kode agar wanita tersebut menjaga ucapan. Bagaimana bisa mereka mendapatkan restu kalau sikap Andin sembarangan begitu?“Ah, karena ini udah siang juga, kayaknya nggak keburu kalau masak. Beli di depan aja gimana?” Andin mengalihkan pembicaraan karena bingung harus menjelaskan bagaimana. Dia hanya berharap Bu Lastri dan Naya tidak mendengar ucapan tadi. Usahanya untuk mendapatkan restu masih baru dimulai, jangan sampai gagal sebelum keinginannya terwujud.Tanpa menunggu persetujuan, Andin bergegas keluar rumah dan menuju salah satu warung makan tak jauh dari sana. Beberapa warga sekitar memperhatikan Andin dengan seksama. Jelas mereka bingung kenapa ada orang asing yang keluar dari rumah Hendra.“Mbak ini siapa? Keluarga Bu Lastri?” tanya salah seorang ibu yang ada di sana.“Ah, itu–”“Andin!” Hendra memanggil dari kejauhan, setengah berlari dengan nafas ngos-ngosan. Dia tidak mau Andin sampai mengacau di lingkup tempat tinggalnya dengan mengucap mac

    Last Updated : 2025-02-17
  • Istri yang Tak Didambakan   28. Bukan wanita matre

    Andin bisa menilai watak dari Bu Lastri hanya dari gaya bicaranya saja. Kalau sudah berurusan dengan uang dan popularitas, memangnya wanita mana yang tidak akan tergoda? Lagipula wanita seusia Bu Lastri terkadang sedang dalam masa lucu-lucunya, menganggap diri masih muda layaknya ABG.–“Ibu kenapa ke sini?” tanya Alya.“Kenapa? Kamu bilang boleh datang kapan saja ‘kan?” “Ha ha ha … iya, maksud saya mungkin ada yang ingin dibicarakan,” kata Alya seraya melirik ke luar di mana ada mobil hitam berhenti. “Cuma kangen aja. Bosan di rumah nggak ada temen ngobrol,” jawab Bu Titik.“Ya udah, masuk yuk,” ajak Alya.Belum juga masuk, terdengar suara klakson dan mobil hitam tadi melaju. Bu Titik menghela napas kesal.“Dasar, anak itu. Apa nggak bisa turun dulu sekedar basa basi?”Alya terkekeh geli. Meski tidak suka dengan gelagat Alex, Alya pun tidak bisa membayangkan kalau lelaki itu berubah ramah. Rasanya wajah garang itu memang jauh lebih pantas untuk Alex.Dua wanita beda usia tersebut m

    Last Updated : 2025-02-19
  • Istri yang Tak Didambakan   29. Mengambil Hati

    “Kamu harus bantuin dia, Lex,” kata Bu Titik. “Kasihan banget Al–”“Maleslah, Bu,” sahut Alex seraya beranjak. “Aku nggak mau ikut campur urusan orang. Aku berangkat ke kantor lagi.”Bu Titik menghela napas panjang. Dia menghampiri Alya dengan tatapan penuh arti.“Maaf, Bu. Tapi saya nggak bisa stand by di sini terus. Paling cuma bisa ke sini siang dan langsung pulang setelah selesai,” kata Alya.“Nggak apa,” jawab Bu Titik. “Al–”“Ya?”“Kalau butuh bantuan jangan sungkan ya,” kata Bu Titik.Meski tak tahu kenapa Bu Titik tiba-tiba mengatakan itu, Alya mengangguk sambil tersenyum.Selesai itu, dia berpamitan dan berjanji akan datang lagi besok siang. Saat dalam perjalanan, Alya baru sempat membaca pesan yang masuk. Jantungnya berdetak lebih cepat. Hendra mengatakan sudah mengajukan gugatan cerai ke pengadilan–hanya tinggal menunggu diproses. Bukan perceraian yang ditakutkan Alya, tapi hak asuh Naya. Dengan kondisi sekarang, rasanya pengadilan juga tidak akan membiarkan Naya berada di

    Last Updated : 2025-02-20
  • Istri yang Tak Didambakan   30. Ketagihan media sosial

    Bu Lastri mengambil ponsel Andin–duduk di depan meja makan, memandangi ponsel itu dengan tatapan berbinar. Jemarinya yang mulai keriput sibuk menggulir komentar demi komentar di akun media sosial yang baru saja dibuat Andin untuknya."Bu, lihat deh di situ! Banyak yang komentar kalau Ibu masih cantik dan awet muda," ujar Andin.Bu Lastri membacanya dengan saksama."Wah, Ibu kayak anak gadis! Sehat-sehat ya, Bu!""Keren banget Bu Lastri masih gesit! Respect!""Gaya ibu mirip artis tahun 80-an, manis banget!"Di antara komentar-komentar itu, ada beberapa akun yang memasang foto lelaki matang dengan pujian yang lebih manis."Ibu Lastri, kalau masih sendiri, saya boleh kenalan? Hehehe...""Cocok nih jadi ibu sambung buat anak-anak saya.""Aduh, jadi malu," kata Bu Lastri seraya menepuk pipi, tetapi senyumnya tak bisa disembunyikan.Andin menyembunyikan smirk kecilnya. Tentu dia adalah orang yang paling tahu dari mana komentar-komentar itu berasal."Nah, makanya, Bu, kita harus lanjut biki

    Last Updated : 2025-02-21
  • Istri yang Tak Didambakan   31. Peninggalan yang terancam

    “Rumah itu sudah terjual dan akan dirobohkan oleh pembeli,” kata Hendra tanpa merasa bersalah sedikit pun.Alya berdiri mematung–kakinya seperti tidak bisa bergerak. Tangannya bergetar. Dadanya sesak. Dia mengangkat wajah, menatap Hendra yang kini duduk dengan santai di sofa, memainkan ponselnya seolah tak ada yang terjadi."Kamu jual rumah orang tuaku tanpa seizinku?" Suaranya bergetar menahan emosi.Hendra mendengus. "Jangan pura-pura lupa ingatan terus, Alya! Rumah itu atas namaku. Aku punya hak penuh untuk menjualnya–nggak perlu izin darimu, paham? Lagipula, buat apa kamu ngotot mempertahankan rumah tua itu? Kita hidup butuh uang, Alya.”Alya mengepalkan tangannya. "Bukan kita, tapi kamu! Aku nggak minta sepeser pun darimu! Aku hanya ingin rumah itu tetap ada! Itu satu-satunya peninggalan orang tuaku!"Hendra mendengus sinis. "Jangan pura-pura suci, Alya. Aku tahu kamu marah karena aku tidak memberimu bagian dari hasil penjualan ini. Kalau butuh uang, bilang saja, jangan pakai ala

    Last Updated : 2025-02-21
  • Istri yang Tak Didambakan   32. Kembali ke tangan yang tepat

    Alex menghembuskan napas panjang seraya menatap ibunya. Sejak awal, dia tidak ingin ikut campur dalam urusan orang lain, apalagi yang menyangkut pertengkaran rumah tangga. Namun, melihat bagaimana Bu Titik begitu menyayangi Alya, dia tidak tega menolak."Kenapa kayak berat banget gitu sih?" Bu Titik tidak yakin saat melihat Alex berulang kali menghembuskan nafas kasar. "Alya itu wanita yang baik. Dia sering nolongin Ibu, bahkan waktu sakit kemarin, dia yang ngerawat Ibu pas kamu lagi sibuk kerja. Masak kamu tega lihat dia kehilangan rumah peninggalan orang tuanya? Hidupnya udah sangat kasihan, Lex."Alex mengusap wajah dengan telapak tangan. Dia teringat bagaimana wajah Alya sembab tadi–berusaha tegar, tapi sorot matanya tidak bisa berbohong. Ya, dia terlihat benar-benar hancur.“Iyaaa … Aku janji bakal bantuin buat cari tahu siapa pembelinya, Bu," kata Alex akhirnya. "Tapi aku nggak janji bisa dapetin rumah itu lagi. Kadang kalau udah berpindah tangan, susah lagi buat nego."“Jangan

    Last Updated : 2025-02-21
  • Istri yang Tak Didambakan   33. Berhak tau

    “Sedang apa kamu di sini? Aku suruh kamu memilih perhiasan, sudah?” tanya Alex yang masih menelpon.“Itu–aku bingung mau pilih yang mana. Aku ‘kan nggak tahu buat siapa juga,” jawab Alya.Lelaki yang memakai setelan baju formal itu menghela napas–mengakhiri panggilan dan mengajak Alya kembali masuk. Saat itulah mereka berpapasan dengan Hendra yang baru saja selesai melakukan pembayaran.Dua lelaki dengan tinggi yang hampir sejajar itu saling pandang, tapi itu tidak berlangsung lama. Alex segera menarik tangan Alya agar tidak terlalu lama membuang waktu."Jadi, buat Bu Titik ‘kan?”“Yaaa,” jawab Alex malas.“Bu Titik suka model yang seperti apa?" tanya Alya, mengabaikan lirikan Hendra yang tak kunjung beranjak dari tempatnya berdiri.Alex melirik Alya sekilas sebelum menelusuri etalase yang berisi cincin, kalung, dan gelang berkilauan. "Nggak tahu. Kamu pilih saja, yang menurutmu bagus."Alya mengernyit. "Kok aku yang pilih? Kamu kan anaknya. Harusnya lebih tahu selera ibumu."Alex men

    Last Updated : 2025-02-23

Latest chapter

  • Istri yang Tak Didambakan   49. Rasa nyaman

    Naya terus menangis hingga kelelahan. Sayangnya, Hendra tidak mengetahui bagaimana kondisi putrinya karena terlalu frustasi memikirkan keuangan yang membengkak. Pulang dari bekerja, lelaki itu langsung mengurung diri di kamar dan tidak keluar lagi–seolah tak ingin bertemu dengan siapapun di rumah.***Restoran Alya semakin berkembang, setiap meja hampir selalu terisi, dan pesanan datang tanpa henti. Alya sibuk memantau operasional, memastikan semuanya berjalan lancar. Tapi di tengah kesibukan itu, pikirannya tetap tidak bisa lepas dari satu nama—Naya.Sudah beberapa hari tidak bertemu dan Alya mulai merasakan rindu yang menyakitkan. Dia ingin tahu bagaimana keadaan putrinya, apakah Naya baik-baik saja?Saat Alya tengah berdiri di dekat kasir, seorang pelayan datang dengan wajah sedikit ragu.“Bu Alya, ada tamu yang ingin bertemu.”Alya mengerutkan kening. "Siapa?"“Seorang wanita, katanya penting. Waktu saya tanya namanya siapa malah marah-marah karena nggak kenal sama dia.”Alya meng

  • Istri yang Tak Didambakan   48. Makin menjadi

    Hendra masih berdiri terpaku di tengah ruangan dengan tangan mengepal. Napasnya memburu, pikirannya berputar tanpa arah. Dia baru saja menyaksikan ibunya menjadi bahan tertawaan di media sosial, seorang wanita tua yang ditipu habis-habisan oleh kekasih online yang bahkan belum pernah dia temui secara langsung.Ini semua serasa tidak masuk akal baginya.Uang puluhan juta yang dikirimkan Bu Lastri ke lelaki asing itu bukan hanya berasal dari rekening pribadinya, tapi juga dari kartu kredit yang Hendra berikan. Wajar jika kini, kartu kredit itu tidak bisa digunakan lagi karena menyentuh limit maksimal.Dunia Hendra semakin gelap. Dia tidak tahu bagaimana cara menjelaskan ini kepada bank nanti. Dia harus segera mencari cara agar masalah ini tidak semakin membesar.Namun, sebelum dia bisa berpikir lebih jauh, ponselnya berbunyi.Sebuah panggilan masuk–dari bank.Dengan tangan gemetar, Hendra mengangkat telepon. Suara seorang pegawai bank menyapanya dengan nada sop

  • Istri yang Tak Didambakan   47. Keuangan yang kacau

    “Gimana?” Bu Lastri memamerkan kartu yang kini ada di tangannya.“Good job!” Andin mengacungkan jempolnya dengan senyum puas. “Emang paling bisa kamu tuh cari cara. Kirain selama ini Hendra udah kasih hampir semua uang gajinya, ternyata enggak. Emang dasar anak itu perhitungan banget!” kata Bu Lastri.Andin menatap Bu Lastri lekat. Tidak sia-sia usahanya selama ini dalam mendekati Bu Lastri. Rasanya, dia tak perlu status sebagai istri kalau semua orang di rumah bisa dikendalikan seperti ini.Setelah hari itu, Hendra tidak lagi mendapat tuntutan menikah. Semua berjalan normal–hampir sama ketika ada Alya di sana. Rumah rapi, makanan tersedia di jam makan, dan yang jelas wajah tiga wanita beda usia di rumah terlihat lebih nyaman dipandang. Hendra merasa hidupnya jauh lebih tenang sekarang.Kuncinya benar-benar di uang. Itulah anggapan Hendra saat ini. Namun, hal itu tidak berlangsung lama karena hal yang tidak diinginkan akhirnya terjadi.---Hendra duduk di ruang kerjanya dengan ekspre

  • Istri yang Tak Didambakan   46. Kecurigaan

    “Hen–dra? Ka-kamu kok belum tidur?” tanya Bu Lastri dengan suara tergagap. Dia mencengkram bajunya dengan kuat.Hendra berjalan dengan langkah lebar, merampas ponsel yang ada di genggaman ibunya. Panggilan video yang sempat terdengar tadi sudah berakhir. Dia menatap tajam ke arah ibunya dan dengan suara lantang bertanya, “Apa yang sedang Ibu lakukan?!”“Ibu nggak ngapa-ngapain, cuma–”“Cuma apa, Bu?! Jawab!”Hendra terus menatap sang ibu. Tanpa sadar air matanya menetes. Dia bukan orang bodoh. Dia tahu apa yang sedang diperbuat oleh ibunya. Entah kenapa dia yang merasa malu. Dia bukan mau menyalahkan ibunya, tapi malah teringat dengan kesalahan yang dia perbuat sendiri. Hanya saja, dia tidak tahu alasan dari sang ibu melakukan hal tersebut. Setelah terjadi pembicaraan serius yang cukup lama, akhirnya Bu Lastri mengaku tidak sadar melakukan hal yang melanggar norma tersebut. Dia terbuai rayuan lelaki yang dikenalnya melalui media sosial. Jelas Hendra kalap. Dia mengambil kuasa atas

  • Istri yang Tak Didambakan   45. Pikiran yang semakin kacau

    Alya berdiri di depan pintu, menatap punggung kecil Naya yang berjalan menuju mobil Hendra. Hatinya terasa berat. Baru saja dia kembali merasakan kehangatan bersama putrinya, tapi waktu sudah memaksanya untuk merelakan perpisahan lagi.Naya tidak menoleh. Tidak ada lambaian tangan atau sekadar senyum perpisahan. Hanya punggung kecil yang menjauh, masuk ke dalam mobil, lalu pergi begitu saja.Alya menghela napas panjang, berusaha menenangkan dadanya yang sesak. Namun, matanya tetap terpaku pada jalan yang kini kosong, berharap keajaiban terjadi—bahwa mobil itu akan berbalik dan membawa Naya kembali ke pelukannya–tapi, tidak.Keajaiban itu tidak datang.“Jangan berdiri di situ terlalu lama.” Suara Alex terdengar dari belakang, datar seperti biasa. Baju formal sudah melekat sempurna di tubuh tingginya. “Dia pasti akan kembali lagi nanti.”Alya menoleh, menatap Alex yang kini bersandar di dinding dengan tangan terlipat di dada. Pria itu tampak tenang, tapi Alya tahu, meski dingin, Alex se

  • Istri yang Tak Didambakan   44. Waktu bersama

    “Bunda.”Lagi-lagi suara itu terdengar dan makin jelas. Alya memberanikan diri untuk mengangkat wajahnya. Senyumnya mengembang sempurna ketika melihat sosok yang dia bayangkan berdiri tak jauh dari sana Alya terdiam beberapa saat. Sejenak, waktu terasa berhenti. Dia seperti tidak ada kekuatan untuk berlari menghampiri Naya.Hendra berjalan masuk dengan langkah tenang, menyilangkan tangan di dada. “Aku tahu kamu ingin bertemu dengan Naya. Jadi, aku membawanya.”Alya tak bisa menahan diri lagi. Dia langsung berlari ke arah putrinya dan berlutut di depannya.“Naya…” suaranya bergetar.Naya menatap Alya dengan ragu. Matanya berkaca-kaca, seakan ingin memeluk ibunya, tapi ada sesuatu yang menahannya.Dia menunduk, menggigit bibirnya. Air mata sudah menggantung di pelupuk matanya.“Bunda,” suara lirihnya kembali terdengar. Dan saat itulah pertahanannya runtuh.Naya langsung melemparkan dirinya ke pelukan Alya, menangis tersedu-sedu. “Bunda, aku–”Alya memeluk putrinya erat, membiarkan air

  • Istri yang Tak Didambakan   43. Kejutan di hari spesial

    “Kalian terlalu sibuk dengan media sosial sampai lupa kalau ada anak kecil di rumah ini! Kalian boleh lupa ada aku, tapi tidak kalau itu Naya! Menyiapkan sarapan yang layak untuk Naya saja apa kalian nggak becus?!”Andin bangkit dari duduknya, wajahnya penuh kekesalan. “Kenapa sih marah-marah terus? Kalau mau Naya makan enak, kenapa nggak masak sendiri?”“Kamu pikir selama ini aku nggak pernah masak untuk anakku? Kamu yang bilang kalau ingin menjadi bagian dari keluarga ini, tapi bisa-bisanya kamu nggak peduli dengan Naya!”Andin melipat tangan di dada. “Statusku masih belum jelas, kan? Kalau aku sudah jadi istri kamu, tentu aku akan lebih bertanggung jawab, Mas. Jangan bisanya komplen ini itu, tapi lupa apa janjimu padaku!”Hendra menatap Andin tajam. “Jadi kamu sengaja tidak melakukan apa pun hanya karena belum menikah denganku?”Andin tersenyum penuh kemenangan. “Tepat sekali. Lagian kamu masih mau nunggu apalagi sih, Mas? Kamu dan Alya ‘kan udah resmi bercerai.”Hendra terdiam. Di

  • Istri yang Tak Didambakan   42. Tuntutan

    Naya hanya diam, seolah enggan untuk mendengar ucapan ayahnya. Dia tidak mau tahu apa pun tentang sang ayah yang selama ini sibuk dengan dunianya sendiri–tak peduli pada perasaannya.–Malam semakin larut, tapi Hendra masih duduk di ruang tamu dengan wajah gelap. Rasanya ada begitu banyak beban yang singgah di bahu. Namun, setidaknya dia bisa tenang karena Naya sudah tertidur setelah makan bubur buatannya. Ya, meski awalnya anak itu terlihat enggan untuk menyantapnya. Hendra sendiri merasa pikirannya terus berputar pada dua hal—Alya dan keluarganya yang kini berantakan.Dilihatnya jarum jam dinding yang terus berputar. Hari semakin malam, tapi Ibunya dan Andin belum juga pulang. Dia mengecek ponselnya, tidak ada pesan masuk. Saat ia bertanya tadi, Naya hanya mengatakan kalau Bu Lastri dan Andin pergi entah ke mana, meninggalkannya sendirian di rumah. Itu sudah cukup membuat darahnya mendidih.Bagaimana bisa mereka meninggalkan anak sekecil itu sendirian?Hendra menarik napas panjang–

  • Istri yang Tak Didambakan   41. Rasa yang sulit dijelaskan

    “Ayah, aku laper,” kata Naya. Hendra mengusap wajah kasar. Dia berjongkok mengimbangi tinggi putrinya, lalu mengusap rambut Naya pelan. Rasa bersalah yang muncul membuat emosinya seketika hilang. Setelah meminta Naya menunggu, Hendra segera ke dapur untuk membuatkan makanan seadanya. Namun, kondisi dapur yang berantakan dan tidak ada stok apa-apa membuat Hendra kembali emosi. Pada akhirnya dia mengajak Naya untuk makan di luar, tak peduli pada dua wanita dewasa di rumah itu. — Malam semakin larut, tapi Hendra tidak bisa tidur. Dia terduduk di ruang kerjanya, kepalanya tertunduk dalam, sementara segelas kopi di meja telah dingin tanpa sempat dia sentuh. Pikirannya terus berputar pada kejadian tadi. Rumah berantakan. Naya kelaparan. Andin yang cuek. Ibunya yang sibuk dengan kehidupan cintanya sendiri. Dan yang paling menghantamnya–bayangan Alya. Wanita itu dulu ada di sini. Dia yang selalu memastikan kondisi rumah rapi, memastikan Naya makan tepat waktu, memastikan segala

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status