All Chapters of Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami : Chapter 31 - Chapter 40

69 Chapters

31. Kehilangan Pekerjaan

"Apa yang kamu lakukan memang sudah benar, Ros. Mas Haikal tidak pantas untuk kamu pertahankan. Kamu masih berhak untuk bahagia." Suara Agung terdengar bergetar menahan amarah. "Lagian si Arumi kayak yang nggak ada laki-laki lain saja. Suami teman kok diembat." "Sudah ya, jangan dibahas lagi gengs. Aku mau fokus buat kedepannya saja." "Iya Ros, kami selalu ada buat kamu. Jangan sungkan untuk menghubungi kami kalau ada kesulitan." Ada perasaan tenang ketika Wika, Ranti dan Amanda memelukku. Aku seperti punya kekuatan baru. Dari dulu mereka memang sahabat terbaikku. Awalnya aku tidak mau bercerita perihal perselingkuhan Mas Haikal dengan Arumi karena tidak enak saja mengingat Arumi adalah teman kami juga. Meski Arumi bukan teman satu geng, tapi kami termasuk akrab juga. Karena waktu besuk yang terbatas, dengan sangat terpaksa mereka pulang, meninggalkan aku dan Delia di sini. Alfan sudah terlelap sejak tadi, sedangkan Delia sibuk mengerjakan tugas sekolahnya. Semenjak Alfan diraw
last updateLast Updated : 2025-02-13
Read more

32. Nomor Asing

"Kakak, kok pulang lagi? Apa warungnya tutup?" tanya Delia ketika aku sampai di kontrakan. Aku menghela nafas berat lalu duduk di samping Alfan yang masih terlelap. Sementara Delia terus menatapku, menunggu jawaban. "Kakak berhenti kerja, lebih tepatnya terpaksa berhenti kerja karena Bu Anis sudah ada karyawan baru." "Loh, kok bisa?" "Ya bisa dong, selama lima hari kakak tidak masuk kerja, kan Bu Anis butuh orang buat bantu-bantu. Ya wajar kalau dia mencari orang lain." Aku menghela berat. Meski bayarannya sedikit, bekerja di warungnya Bu Anis nyaman kurasakan. Selain orangnya baik, aku juga bisa sambil membawa Alfan. "Terus kakak sekarang mau cari kerja lagi?" "Iya, harus. Meski kakak masih bingung cari kerja di mana lagi yang bisa dikondisikan untuk disambi jagain Alfan." "Mudah-mudahan ada rezeki ya, kak." "Aamiin. Sekarang kamu siap-siap saja untuk pergi ke sekolah. Biar kakak yang beres-beres dan masak." Gadis itu pun menurut, bergegas ia membersihkan diri, seg
last updateLast Updated : 2025-02-14
Read more

33. Diawasi

Tapi sekilas aku lihat itu dari Mas Haikal, poto profilnya berganti dengan poto dirinya tengah duduk di atas moge yang tempo hari Arumi pamerkan kepadaku. "Assalamualaikum Mas," sapaku ragu. "Bagus kamu Ros, sekarang sudah berani teleponan ya. Dari tadi aku hubungi nomor kamu sedang dalam panggilan lain. Teleponan dengan siapa?" tanyanya lantang tanpa jeda. Rupanya dia tadi menghubungiku ketika aku menerima panggilan dari Andra. Kenapa juga waktunya harus pas. "Jangan berbasa-basi dan menuduh yang tidak-tidak. Mas sendiri kemana saja sewaktu Alfan sakit?" Jujur aku tidak enak Mas Haikal seolah menyalahkanku. Kali ini aku harus melawan supaya tidak terus-terusan direndahkan. "Kamu yang mengalihkan pembicaraan Ros. Kamu sendiri kan yang ingin bebas terlepas dari aku? Kedengarannya lucu kalau kamu masih butuh bantuanku. Rupanya bebas yang kamu inginkan itu adalah bebas bergaul dengan laki-laki lain ya. Bebas ngobrol dengan para pelanggan warung." Bukan Mas Haikal namanya kalau
last updateLast Updated : 2025-02-14
Read more

34. Pekerjaan Baru

"Assalamualaikum Ris," sapaku setelah kugeser tombol hijau dan menempelkan benda pipih ini ke dekat telingaku "Waalaikum salam, Ros. Kamu beneran berhenti kerja di warung nasi itu?" "Iya, aku juga bingung harus nyari kerja ke mana lagi yang bisa dikondisikan sambil momong Alfan." "Kerja sama aku mau?" "Becanda kamu." "Serius, Ros." "Kerja apa?" tanyaku penasaran. "Mengisi hatiku," jawab Haris datar. Aku terbahak mendengar jawabannya. Lucu juga, rupanya Haris sudah berani modus sekarang. Meski terlambat dia punya keberanian. "Jangan ngawur Ris! Aku sedang serius nih." "Aku serius Ros, masa bohong." "Jadi cuma untuk itu pagi-pagi kamu telepon aku? Ya sudah, aku tutup teleponnya." "Eit, jangan! Oke. Aku serius sekarang. Kamu mau nggak nemenin nenek aku?" "Maksud kamu?" "Jadi begini, nenekku ini sudah tua dan mulai pikun gituh. Anak-anaknya, termasuk orang tuaku semuanya kan sibuk kerja. Jadi tidak ada yang mengawasi dan menjaga nenek ketika ditinggal kerja. K
last updateLast Updated : 2025-02-15
Read more

35. Posesif

Sejenak Andra mengamati poto tersebut, lalu kepalanya bergerak mengangguk samar. "Ya, benar. Dia orangnya. Siapa dia?" Andra beralih menatapku. "Dia ayahnya Alfan." jawabku sambil membuang pandangan. "Masih suami kamu?" tanya Andra ragu. Aku mengangguk dan segera berpamitan. Sementara Andra masih berdiri mematung di tempatnya. Ternyata benar Mas Haikal ikut andil dalam pemberhentianku. "Tunggu, Ros!" Mendengar Andra memanggilku sontak aku berhenti lagi lalu menunggu lelaki itu sampai di sampingku. "Mungkin suami kamu ada benarnya, kamu nggak perlu kerja, sepertinya dia bertanggung jawab." "Kamu tidak tahu apa-apa, Ndra. Jadi sebaiknya tidak usah berkomentar. Terima kasih infonya dan tolong jangan ganggu aku lagi." Aku kembali melanjutkan perjalanan meninggalkan lelaki sok tahu ini. "Aku hanya perduli sama kamu, Ros!" Sayup kudengar dia berkata agak kencang. *** Dua puluh menit kemudian aku sampai di rumahnya orang tua Haris. Jaraknya lumayan jauh dari sekolah Delia, tapi t
last updateLast Updated : 2025-02-15
Read more

36. Salah Paham

Pekerjaanku di rumah orang tuanya Haris terbilang susah-susah gampang. Menghadapi nenek yang sudah pikun memang kadang sama saja dengan mengurus Alfan. Kadang dia lupa menaruh sesuatu dan aku kelimpungan mencarinya. Ditambah lagi beliau selalu yakin menaruh barang di suatu tempat padahal tidak ada. Sudah kukatakan tidak ada malah aku dituduh gak teliti. Duh Gusti, kalau bukan karena butuh uang, aku sudah ingin menyerah. Tapi ingat, aku butuh uang banyak untuk biaya hidup dan mengembalikan uang Arumi. Seperti siang ini dia lupa menaruh kacamatanya. Aku sudah mencarinya ke seluruh ruangan tapi tidak menemukannya. "Sudahlah Ros, nanti juga ketemu sendiri." Seperti biasa dia hanya pasrah karena akupun sudah kelewat pusing muter-muter. Lalu duduk di kursinya yang setiap hari menjadi tempatnya menghabiskan waktu selain di tempat tidur. Setengah jam kemudian kacamata ditemukan di dalam kulkas. Entah bagaimana awalnya hingga benda itu bisa betah berada di pintu kulkas bersama minuman di
last updateLast Updated : 2025-02-16
Read more

37. Tersebar

Aku sendiri tak berniat lagi meladeni Eliza, toh aku merasa tidak bersalah. Dari dulu aku tak pernah memiliki perasaan istimewa pada Haris meski aku tahu Haris menyukaiku. Tapi saat ini Haris pun bisa menjaga sikap. Jadi mungkin ini kesalahan fahaman Eliza saja. Atau dia yang terlalu berlebihan karena ketakutan. Apa jangan-jangan, Eliza tahu kalau Haris pernah menyimpan rasa padaku. Entahlah. Tak kuhiraukan sepasang suami istri yang sedang diam-diaman itu, aku segera mengambil nasi dan meminta Alfan untuk duduk. Menyuruh dia membaca doa sebelum makan lalu menaruh piring di hadapannya. Alfan mulai sarapan, dia sudah aku biasakan untuk makan sendiri sejak dini. Disamping supaya mandiri, aku juga tidak akan banyak kehilangan waktu untuk mengerjakan pekerjaan yang lain. Alhamdulillah Alfan pun nurut dan mau belajar. Setelah memastikan Alfan makan dengan baik, aku beralih kepada sarapan nenek. "Nenek mau makan sendiri, atau mau disuapi?" tanyaku saat aku sudah ada di hadapannya
last updateLast Updated : 2025-02-16
Read more

38. Pertolongan

Sejak kejadian pagi itu Haris tidak lagi datang setiap pagi. Mungkin benar, Eliza sangat dominan dalam kehidupan rumah tangga mereka. Mereka hanya sesekali berkunjung kesini itupun selalu bersama. Eliza memang nampak sangat berpengaruh pada Haris, entah kenapa. Bu Widya sendiri sepertinya kurang berkenan dengan kondisi seperti itu. Tapi lagi-lagi aku kagum pada Bu Widya yang tidak banyak ikut campur urusan rumah tangga anaknya. Atau mungkin ada penyebab lain. Ah, itu bukan urusanku, tugasku hanya mengurus Nenek dengan baik. Satu bulan berlalu, aku bekerja di rumah keluarga Haris. Bu Widya sangat memperhatikan aku terutama Alfan. Beliau belum punya cucu karena Haris adalah anak pertama mereka. Wajar kalau beliau menyayangi Alfan seperti cucunya. Mungkin dalam hati kecilnya Bu Widya mengharapkan kehadiran seorang cucu. Eliza makin tidak suka saja melihat Bu Widya sangat menyayangi Alfan. Dia semakin menunjukkan sikap tidak sukanya padaku. Seringkali mengeluarkan kata-kata yang tidak
last updateLast Updated : 2025-02-17
Read more

39. Kaget

"Mas Haikal tidak akan menceraikan aku. Entah apa yang ada dalam pikirannya. Sementara aku tidak mau jika harus berbagi. Apalagi dengan Arumi. Jadi kuputuskan untuk mengurus perceraian sendiri." Kulihat mereka mengangguk tanda mengerti. "Apa pun itu, kami mendukungmu, Ros. Menurutku juga lebih baik berpisah." Amanda mengusap lenganku. Wika menarik nafas panjang lalu mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Amplop. "Ini dari kami, terserah mau kamu gunakan untuk apa uang tersebut. Sebenarnya kami ingin menyarankan supaya kamu berpisah saja dengan Mas Haikal tapi nggak enak juga, Masa teman nyuruh cerai sih." Wika tersenyum canggung. "Aku sudah mempertimbangkan baik-baik, Ka. Rasanya aku sudah tidak sanggup lagi terus bertahan." "Jika di posisimu, aku juga akan melakukan hal yang sama. Terimalah, Ros!" Wika membuka telapak tanganku dan menaruh amplop itu di tasnya. Tak terasa mataku menghangat dan begitu saja air mata mengalir membasahi pipi. "Terima kasih, ya. Aku gak tahu apa j
last updateLast Updated : 2025-02-17
Read more

40. Lelah

Tak henti mengucap syukur dan berterima kasih kepada teman-temanku. Berkat bantuan mereka, akhirnya surat-surat tanah dan rumah beralih ke tanganku lagi. Pun perceraianku dengan Mas Haikal segera diurus. Untuk urusan dengan Serly, dia tidak menekankan padaku. Tanah itu sekarang adalah milik Serly, surat-suratnya pun aku serahkan kepada Serly meski dia menolak. "Kamu saja yang simpan, Ros." "Ini milik kamu sekarang, Ser." "Tidak. Jangan seperti itu Ros. Aku hanya ingin membantu kamu, itu saja. Jujur aku gregetan melihat kelakuan Arumi dan Haikal. Mereka sudah berkhianat ditambah lagi menghina dan memfitnah kamu dengan isyu utang itu." "Aku memang berhutang, maksudku Ibu dulu memang berhutang." "Tapi bukan pada Arumi melainkan pada Juragan Sidik. Arumi hanya memanfaatkan situasi ini untuk kepentingan pribadinya, demi ambisinya." Aku mengangguk, rasanya aku sudah kehilangan kata-kata untuk menggambarkan kelakuan mereka dan mengungkapkan perasaanku karena itu. Tak habis pikir kenap
last updateLast Updated : 2025-02-18
Read more
PREV
1234567
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status