Semua Bab Dilamar Bos Muda Usai Dikhianati Suami : Bab 21 - Bab 30

69 Bab

21. Aku Tidak Mau

Sorenya ketika Delia sudah ada di rumah, aku menceritakan tentang rumah ini kepadanya. "Sudah seharusnya memang Mas Haikal melakukan ini, kak." "Itu uang Arumi, bukan Mas Haikal." "Sama saja, bukankah mereka suami istri? Bagus malahan, berarti kak Arumi peduli sama kita." "Barusan kakak bicara dengannya, kalau kita tinggal di sini berarti kita menumpang pada Arumi. Kakak tidak mau berhutang pada dia. Makanya kita harus pergi dari sini." "Aku tidak mau." Aku membuang nafas kasar, Delia memang sangat keras kepala. "Baiklah, kamu boleh tinggal di sini tapi kakak akan pergi sampai kakak punya uang untuk mengganti uang itu pada Arumi." "Kakak mau kemana? Mau dapat uang dari mana?" "Kerja." "Terus Alfan?" "Nanti kakak pikirkan." Segera aku menghubungi Wika, untuk bertanya barangkali dia tahu ada kontrakan di sekitar rumahnya. "Kamu yakin, Ros?" "Iya. Aku yakin, mulai saat ini aku akan kerja dan tidak bergantung lagi pada siapapun. Aku harus mengembalikan uang Arumi." "Arumi
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-08
Baca selengkapnya

22. Satu Malam

"Ros ... buka dulu pintunya! Mas belum selesai berbicara." Terdengar suaranya dari balik pintu. Aku pura-pura tak mendengar saja lalu berdiri dan hendak berjalan ke kamar. "Mas tidak akan berhenti berteriak, Ros. Biarlah semua tetangga tahu." Aku menghentikan langkah. Apa jadinya jika Mas Haikal terus menerus berkata di depan pintu dan menggedor-gedor pintu seperti itu. Kedatangan Juragan Sidik dan kabar utang itu pun sudah mampu membuat kasak-kusuk diantara para tetanggaku yang sangat perhatian. Bagaimana kalau kabar pernikahan Mas Haikal dengan Arumi juga diketahui oleh mereka. Akan semakin panas telingaku. Aku berbalik dan kembali membuka pintu. Begitu pintu terbuka Mas Haikal langsung menerobos masuk dan segera menutup kembali pintu. Kemudian tanpa jeda dia memelukku erat, mengecup pucuk kepalaku berkali-kali. "Mas, minta maaf, Sayang, ini semua demi kebaikan kita." Tangisku semakin menjadi di dadanya, perlahan aku meronta dan memukul pelan dadanya. Cintaku pada Mas Haikal
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-09
Baca selengkapnya

23. Teror Pesan

Kami tersenyum bersamaan. Di depan Alfan aku ingin terlihat baik-baik saja. Alfan tidak boleh tahu jika orang tuanya sedang berselisih. Mas Haikal memanfaatkan situasi ini, di depan Alfan dia terus menerus bersikap manis kepadaku. Dia tahu kalau aku cukup menjaga sikap di depan buah hati kami. Jujur saja perlakuan manis Mas Haikal ini yang kadang membuatku sangat rindu. Selama aku berada di dekatnya, aku selalu merasa menjadi istri yang sangat dicintai. Mas Haikal selalu bisa mengerti apa yang aku inginkan, sayangnya sikapnya itu bukan pada aku saja sebagai istrinya, tapi juga kepada wanita-wanita haus kasih sayang di luar sana. Kalau sudah mengingat itu, aku mengutuk diriku sendiri yang begitu mudah terbuai sikap manisnya. Lalu dengan mudah pula membiarkan hatiku terluka lagi. Terus saja seperti itu, berulang kali hingga kini aku merasa lelah. Sudah saatnya aku memikirkan perasaanku. Cinta saja tidak cukup untuk membuat bahagia, apalagi harta. Bisa saja aku membuat kesepakat
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-09
Baca selengkapnya

24. Cari Kerja

Akhirnya aku bisa membujuk Delia untuk ikut pindah denganku. Dengan menyewa sebuah mobil bak yang biasa mengangkut sayuran ke pasar, aku membawa barang-barangku ke kontrakan di belakang pasar kota. Hanya pakaian dan beberapa barang lainnya juga yang benar-benar kami perlukan. Meski tempatnya sempit tapi cukup untuk kami bertiga. Berada di gang yang tidak terlalu lebar hanya bisa untuk melintas sepeda motor saja. Dari sini juga lebih dekat dengan sekolah Delia. Hanya berjarak kurang dari satu km, jadi bisa ditempuh dengan berjalan kaki saja. Selesai membersihkan ruangan, dilanjutkan dengan menata barang-barang. Hanya muat satu kasur saja, itu artinya kami bertiga harus berbagi tempat tidur. "Bismillah ya Dek, mulai hari ini kita harus bisa bertahan hidup." "Kalau saja kakak mau menerima tawaran kak Arumi ... " "Tidak semua orang bisa merendahkan dirinya demi rupiah. Hidup memang tidak lepas dari materi dan ada banyak cara untuk mendapatkannya." "Coba dulu kakak nikahny
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-10
Baca selengkapnya

25. Yang Penting Halal

"Saya memang sedang kekurangan karyawan, tapi kalau sambil bawa anak begitu bagaimana kamu bisa bekerja? Bisa rugi saya nanti," kata pemilik toko lainnya. "Lebih baik kamu kawin lagi, dari pada susah cari kerja sambil momong anak seperti itu. Jadi istri kedua atau pun istri simpanan juga tidak apa-apa yang penting ada yang menafkahi. Hidup di jaman sekarang jangan dibikin ribet." Aku membuang nafas perlahan mendengar ucapan pemilik toko pakaian tadi. Bagi sebagian orang memang hidup di jaman ini serba mudah, tepatnya dibikin mudah. Dengan sedikit mengabaikan norma-norma kemanusiaan apapun bisa dicapai. Tapi aku tidak bisa, Ibu mendidikku untuk selalu menggunakan akal sehat. Jangan tergiur dengan segala kemudahan tapi mengabaikan harga diri. Matahari semakin tinggi, aku melirik Alfan yang berjalan di sampingku. Maafkan Ibu, Nak, sekecil ini harus ikut merasakan kerasnya hidup. "Kita istirahat dulu di sini ya." "Aku haus, Bu." "Sebentar ya, Ibu beli minuman dulu." Aku bangk
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-10
Baca selengkapnya

26. Hari Pertama

Warung Bu Anis buka hingga malam hari, tapi aku meminta supaya kerja sampai sore saja. Meski melalui perdebatan, akhirnya dia menyetujui, dia bilang karena malam hari ada suaminya yang bisa membantu. Dengan menenteng kantung plastik berisi nasi dan lauk aku berjalan pulang. Alfan yang berada di punggungku sepertinya ikut kelelahan. "Gimana Kak? Sebenarnya kakak kerja apa?" tanya Delia begitu aku sampai di kontrakan. Tadi siang ketika Delia mengirim pesan dan bertanya mengenai pekerjaanku. Aku bilang bahwa aku sudah mendapat pekerjaan dan nanti akan aku ceritakan ketika sudah sampai di kontrakan. "Kakak kerja di warung nasi yang ada di komplek pasar." Aku menatap Delia, ingin tau reaksinya mendengar jawabanku. "Alhamdulillah, mudah-mudahan ada rezeki, ya, kak." Gadis itu pun tersenyum, matanya berbinar tanda ia senang. "Aamiin. Kakak besok berangkat pagi-pagi. Kamu bisa, 'kan, mengurus Alfan sebelum berangkat ke sekolah?" "Bisa kak. Tapi, kalau aku sekolah, Alfan bagaimana?" Ia
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-11
Baca selengkapnya

27. Harus Kuat

Besoknya sebelum subuh aku sudah bangun seperti biasa. Selepas solat dan menyiapkan sarapan untuk Delia dan Alfan aku segera pergi ke warung Bu Anis. Alfan biar Delia saja yang mengurus, dia sudah pandai memandikan dan menyuapi Alfan, jadi aku tidak khawatir. Beruntung jarak warung Bu Anis tidak terlalu jauh hanya 10 menit saja dengan berjalan kaki. Begitu sampai aku sudah ditunggu pekerjaan. Mengiris sayuran untuk bakwan, juga bahan untuk membuat sayur lainnya. Lepas itu aku menggoreng aneka gorengan dari adonan yang barusan Bu Anis buat. Dia sendiri mulai memasak sayur dan lauk. Sesekali aku sambil membuatkan kopi untuk pelanggan. Di pagi hari memang yang datang kebanyakan para tukang ojek dan kuli pasar yang nongkrong untuk menikmati kopi dan gorengan. Meski ada beberapa juga Ibu-ibu yang membeli lauk dan sayur untuk dibawa pulang. "Bu Anis ternyata punya yang bening, nih, makin semangat saja aku ngopi di sini," ucap seorang lelaki seumuran Mas Haikal yang sepertinya bukan d
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-11
Baca selengkapnya

28. Bisa Tanpamu

Untuk beberapa saat aku hanya diam membiarkan ponselku bergetar. Entah sudah berapa banyak panggilan tidak terjawab dari Mas Haikal. Aku masih tidak ingin berbicara dengannya saat ini. Selama dua minggu aku pindah ke sini, Mas Haikal baru menyadarinya sekarang. Itu artinya dia baru pulang ke rumah. Selama ini pula dia tidak menghubungiku untuk menanyakan kabar kami. Dia begitu fokus dengan Arumi sehingga lupa para Alfan. Keterlaluan. "Angkat saja Kak! Berisik!" Delia yang sedang melipat baju menoleh ke arahku sambil menghentikan aktivitasnya sebentar. Iya juga, Mas Haikal tidak akan berhenti menghubungiku sebelum aku terima. Aku menarik nafas dalam-dalam sebelum menggeser tombol hijau dilayar ponselku. "Assalamualaikum Mas ... ma .... " "Rosa! Kamu dimana?" Suara Mas Haikal terdengar lantang di ujung telepon, bahkan dia tidak menjawab salamku. "Kamu tidak perlu tahu Mas, toh selama dua minggu ini Mas fokus dengan Arumi. Kamu lupa pada aku dan Alfan." "Aku kerja Ros, ing
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-12
Baca selengkapnya

29. Cobaan Lagi

"Maaf Mas, saya ada kerjaan di belakang. Maaf banget," tolakku halus. "Jam segini kan lagi jam santai. Nggak banyak yang beli," ujar lelaki yang kini mengedarkan pandangannya ke sekeliling. "Iya sih Mas, tapi saya masih ada kerjaan. Maaf ya, permisi." Aku berbalik dan berjalan ke belakang. Risih kalau harus berlama-lama ngobrol dengan pelanggan. "Kayaknya kita seumuran, lain kali panggil Andra saja nggak usah pake embel-embel 'Mas'," tambahnya lagi. Aku hanya berhenti sejenak tanpa ada niat menjawab. Di belakan, aku hanya diam melihat Alfan yang tengah asik bermain tanah bersama anaknya Mbak Indah. Sebenarnya memang sedang tidak ada kerjaan, Bu Anis juga sedang beristirahat di dekat kompor dengan beralaskan kardus, dia nampak terlelap. Ada pekerjaan hanya alasanku saja supaya Andra tidak memaksaku menemaninya. Aku takut terjadi fitnah jika harus ngobrol dengan lelaki asing meski dia pelanggan di warung ini. "Mbak, jadi berapa?" Itu suara Andra. Cepat sekali dia menghabiskan ko
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-12
Baca selengkapnya

30. Sahabat Baik

Sudah dua malam Alfan terbaring dengan jarum infus di tangannya. Syukurlah, panasnya sudah mulai turun. Kemarin ketika panas badannya tinggi dia terus meracau memanggil Ayahnya. Aku menghubungi Mas Haikal tapi tidak satu kali pun diangkat. [Mas, Alfan sakit panas. Sekarang dia dirawat di Puskesmas kota. Aku harap kamu mau menjenguknya.] Akhirnya aku memberanikan diri menulis pesan untuk Mas Haikal. Tapi sampai beberapa jam tidak juga dibaca apalagi dibalas. Baru pada tengah malam ada balasan darinya. [Ternyata kamu masih butuh aku ya? Makanya jangan sok-sokan bisa hidup sendiri.] [Yang butuh kamu Alfan Mas, bukan aku.] [Bilang saja kamu mau minta bantuan untuk biaya rawat Alfan. Kamu kan kerja, pasti punya duit lah ngga usah ngemis gituh.] Astaghfirullah! Aku beristighfar berkali-kali. Apakah ini Arumi yang membalas pesanku? Tapi aku yakin ini Mas Haikal, sepertinya dia membalas pesanku sengaja menunggu Arumi terlelap. Tapi kenapa dia berbicara seperti itu? Mas Haikal b
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-13
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status