All Chapters of Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver: Chapter 91 - Chapter 100

163 Chapters

Bab 91: Gara-gara Kamu!

“Apa benar kamu tidak menemukannya di mana pun?” tuntut Denver, intonasinya terdengar tajam dan penuh tekanan.“Benar, Pak. Saya sudah pastikan sendiri mencari ke dalam mobil, tapi tidak ada,” tutur Ruslan, lalu merogoh saku dan mengeluarkan sebuah cup kopi berlumuran noda merah. “Tapi saya menemukan ini terselip di jok mobilnya, Pak.”Denver meraihnya, mata tajamnya menyipit saat mengamati cup itu. Cairan kental berwarna merah di sisi cup membuat dahinya berkerut.“Apa dia pelakunya?” gumam Denver pelan, membuat otaknya berputar cepat. Tangan pria itu mengepal, menahan amarah yang mulai membara. Tatapanna pun langsung mengunci Ruslan. “Di mana Carissa saat kejadian? Hanya dia yang berani melakukan hal sebodoh ini.”Ruslan buru-buru membuka ponsel. “Nyonya Carissa pergi bersama Niang, Pak. Menurut keterangan waktu, Nyonya memiliki alibi yang kuat.”Mendengarnya membuat Denver m
last updateLast Updated : 2025-01-16
Read more

Bab 92: Sebuah Penghinaan!

Suasana di ruang tamu rumah keluarga Bradley menegang, udara terasa berat seolah menekan dada. Dewi berdiri kaku, napasnya terputus-putus. Matanya bergantian menatap tamu tak diundang di ambang pintu dan amplop cokelat besar yang menggigil di genggamannya.“Kenapa kamu diam? Cepat buka!” suara Dwyne memecah keheningan, nada perintahnya tajam dan menusuk.Tanpa ampun, Dwyne menarik tangan Dewi dengan kasar. Sorot mata wanita itu dingin serta  penuh kekecewaan.Dewi menelan ludah yang terasa kental, tangannya bergetar saat membuka amplop. Lembar kertas itu terasa berat di jemarinya.Dia membaca dalam hati.[Hasil Tes DNA: Positif. Bayi dalam kandungan Dewi Anggraeni adalah anak dari Bima Prawara.]Lidah Dewi kelu, mata sipitnya membelalak dan napasnya tercekat. Kertas itu meluncur dari tangannya, jatuh begitu saja di lantai. Jantung Ibu hamil itu seolah berhenti berdetak.“Sudah kuduga!” teriak Dwyne. Suaran
last updateLast Updated : 2025-01-16
Read more

Bab 93 : Jaga Dirimu!

Sirine ambulans melolong memecah derasnya hujan yang mengguyur. Lampu-lampu-lampu taman memantulkan cahaya buram di aspal yang basah. Di tengah kekacauan itu, Dewi berdiri kaku di depan pintu masuk rumah besar keluarga Bradley. Sorot mata hitamnya kosong menatap lantai marmer yang dingin, di mana uang kertas masih berserakan—jejak penghinaan yang baru saja dia terima. "Dewi, kamu tunggu di sini," bisik Denver terdengar berat tepat di belakangnya. Pria itu berdiri tegak, menatap punggung Dewi yang terdiam kaku. Perlahan, Dewi menoleh, tatapannya bertemu mata karamel Denver. Tidak ada sepatah kata pun terucap dari bibir mungilnya, hanya diam yang membeku di antara mereka. Denver makin mengikis jarak dan mengusap puncak kepala Dewi dengan lembut, lalu mengecup keningnya dalam-dalam. Hangat sesaat itu terasa kontras dengan dinginnya udara di sekitar. “Sebaiknya kamu masuk ke kamar,” saran Denver. Dia melangkah pergi, meninggalkan Dewi yang berdiri terpaku. Seketika kesunyian menyelim
last updateLast Updated : 2025-01-16
Read more

Bab 94: Balas Perbuatanmu!

“Apa kamu sudah menemukannya?” tanya Denver dengan suara terdengar parau dan tegas di telepon.Tubuh kekar pria itu masih dibalut seragam OKA-nya, terdapat noda darah usai membantu persalinan di tengah malam.Sejak dilengserkan dari jabatan direktur, Denver bekerja seperti dokter kandungan biasa, tetapi pikirannya tidak pernah lepas dari Dewi. Bahkan sudah berhari-hari dia tidak pulang, tenggelam dalam pekerjaan dan pencarian yang tiada ujung.“Belum, Pak,” jawab suara dari dalam telepon genggam.Denver mengepalkan tangan dan rahangnya mengeras. “Bagaimana dengan Bima? Tidak ada CCTV di sekitar rental?” desaknya.“Itu rental perorangan, Pak. Tidak ada kamera pengawas. Sejak malam itu, jejak Pak Bima hilang. Diduga bersembunyi di tempat terpencil.”Tarikan napas Denver terdengar berat. Gigi rapinya bergemeletuk menahan emosi.Bima harus ditemukan! Dia harus bertanggung jawab! Hanya saja,
last updateLast Updated : 2025-01-17
Read more

Bab 95: Tidak Diakui

Denver menyusul ke parkiran mobil. Namun, kendaraan milik Carissa telah pergi. Dengan rahang mengeras dan napas memburu, dia bergegas menuju ruang kendali di belakang rumah sakit. Di sana, Denver menuntut rekaman CCTV. “Sial!” umpatnya, menatap kesal ke arah layar. Hanya bagian depan mobil Carissa yang terekam jelas. Entah karena kebetulan atau rencana matang, Carissa tampaknya tahu persis arah kamera. Denver mengepalkan tangan hingga buku jarinya memutih. Kini dia tidak bisa semena-mena memerintah pemasangan kamera di penjuru rumah sakit. Rasa frustrasi makin menekan dadanya. Napas pria itu masih terasa berat dan pikiran berkecamuk, Denver kembali ke ICU, menemani Rudi. Kegelisahan mencengkeram seluruh tubuhnya. Bima belum ditemukan, dan Denver khawatir sesuatu yang lebih buruk akan menimpa Rudi. Dia berdiri di sudut ruangan dan netranya terus mengamati mesin monitor di sisi tempat tidur pasien. Sementara itu, di sebuah rumah sederhana di pinggiran kota, Dewi sedang berbaring m
last updateLast Updated : 2025-01-17
Read more

Bab 96: Berjuang Sendirian

Satu minggu sudah terlewati, tetapi kondisi Rudi masih sama. Pria itu belum menunjukkan tanda-tanda akan pulih dalam waktu dekat. ICU masih menjadi tempat bermalam entah sampai kapan. Sebagai orang yang bertanggung jawab, Denver mengambil alih menafkahi dan menjadi wali anak Rudi yang kini sedang sakit. Mungkin bayi malang itu merindukan ayahnya yang sudah hampir satu bulan tidak pulang. “Rudi, kamu harus bangun!” bisik Denver, dengan suara serak menahan kelelahan. Dia menggenggam tangan Rudi erat, berharap sentuhannya bisa menyalurkan semangat. Bahkan Denver tidak pulang ke rumahnya, rumah orang tua, atau apartemen. Pria itu seolah betah di rumah sakit, melindungi orang-orang terdekat yang sedang sakit. Setelah menunggui Rudi, Denver menjenguk sang oma yang hari ini diizinkan pulang. Namun, bukan sambutan hangat yang diterima melainkan pengusiran. “Mau apa kamu ke sini? Bukannya kamu lebih memilih perempuan murahan itu?! Lihat ‘kan sekarang dia kabur bersama suaminya!” ketus Mama
last updateLast Updated : 2025-01-17
Read more

Bab 97 : Jejak yang Terungkap

“Siapa?” teriak Dewi lagi.Ketukan pintu terdengar tergesa-gesa, bagai gemuruh badai yang bisa memecah keheningan rumah.Dewi yang tengah mengusap lembut perutnya terhenti. Dia menatap pintu dengan alis bertaut, tangannya sedikit gemetar. Siapa yang datang ke rumah ini?"Dewi! Cepat buka! Ini aku, Maharani!" Suara dari luar membuat Ibu hamil terpaku, lega sekaligus bingung.Dewi meraih gagang pintu dan membukanya perlahan. Maharani berdiri dengan wajah penuh peluh dan napas tersengal dii balik pintuWajah wanita itu tampak kacau, matanya melebar seperti melihat hal buruk."Rani? Ada apa? Kenapa panik begini?" tanya Dewi dengan nada cemas, tubunya pun sedikit condong ke depan.Maharani melangkah masuk tanpa menjawab. Dia memutar tubuh dan mengunci pintu dengan cepat. Pandangannya melesat ke setiap sudut ruangan, memastikan semuanya aman. Setelah itu, dia meraih lengan Dewi."Kita harus pergi sekarang," tegas wanita itu dengan intonasi tanpa jeda.Dewi mengernyit. "Pergi? Kenapa? Rani,
last updateLast Updated : 2025-01-18
Read more

Bab 98 : Harus Membayarnya!

Bima menegakkan tubuhnya di balik pintu rumah kontrakan. Sudah beberapa jam dia berdiri di sana. Hingga hari berubah gelap dan gerimis berjatuhan membuat pria itu makin waspada. Bahkan keringat dingin mulai membasahi pelipis Bima. “Sialan Ruslan!” geram Bima, “Dia pasti melapor ke Dokter itu!” Dia mengintip dari celah tirai, memastikan siapa yang ada di sekitar rumah. Namun, tidak ada orang di luar sana, hanya bayangan samar pepohonan yang bergoyang diterpa angin. “Aku harus pergi,” gumam Bima sembari meraih ransel kecil di sudut ruangan. Isi ransel itu tidak banyak—hanya ada beberapa lembar uang, kartu identitas palsu, dan sebuah pistol kecil yang dia beli dari pasar gelap. Bima mendengar deru mesin mobil dan motor mendekat dan berhenti entah di mana. Dia meraih senjata, memeriksa pelurunya dengan tangan sedikit gemetar. Suara langkah kaki beberapa orang di luar makin mendekat. “Aku tidak akan menyerah begitu saja!” berang Bima dengan mata liar. Bima melirik ke arah j
last updateLast Updated : 2025-01-18
Read more

Bab 99 : Di Antara Cemas dan Amarah

Saat ini cahaya lampu yang menggantung di langit-langit ruang interogasi memberikan suasana mencekam. Denver menatap tajam pada Bima yang duduk di kursi, kedua tangan pria itu terborgol di belakang. Dua orang petugas pun berdiri mengawasi. Napas Denver terdengar kasar, bukan karena kelelahan, melainkan emosi yang mendidih sejak Bima membuka mulutnya tadi. “Aku tanya sekali lagi,” tegas Denver dengan suara serak dan menggema. “Di mana Dewi?!” Bima mendongak pelan dan sudut bibirnya melengkung membentuk senyum tipis. Mata pria itu penuh dengan tantangan, seakan sedang menikmati setiap detik kekesalan Denver. “Hah, Dewi?” ulang Bima dengan nada mengejek. “Sepertinya aku lupa membuangnya di mana.” “Jangan main-main denganku, Bima!” berang Denver, intonasinya benar-benar meninggi. Tangan Dokter tampan itu mengepal di atas meja logam hingga buku-buku jarinya memutih. Bima terkekeh pelan dan menyahut, “Kalau kamu lebih pintar, Denver, kamu pasti sudah tahu jawabannya. Tapi saya
last updateLast Updated : 2025-01-18
Read more

Bab 100 : Takut

“Bagaimana tidurmu, Dewi?” tanya Maharani pelan sambil mendekati ranjang tempat Dewi berbaring. Mata sipit Dewi membuka perlahan. Sinar matahari yang menembus tirai jendela klinik dan menerangi ruangan kecil itu memberi efek silau. Dia menarik napas panjang, lalu mencoba tersenyum tipis. “Sedikit … lebih baik. Tapi aku masih pusing.” “Syukurlah, Wi. Kondisimu kemarin benar-benar mengkhawatirkan,” celoteh Maharani sambil menarik kursi dan duduk di samping Dewi. “Dokter bilang tekanan darahmu sudah turun. Sekarang kamu hanya perlu istirahat total.” Dewi memalingkan wajah ke arah jendela, matanya menerawang. Perutnya yang membesar terasa lebih ringan dibandingkan kemarin, tetapi hatinya masih sesak dan perih. “Rani, aku … aku tidak tahu bagaimana cara membalas semua ini. Kamu sudah terlalu banyak bantu aku.” Maharani tertawa kecil, mencoba mencairkan suasana. “Balas? Dewi, aku tidak pernah minta balasan apa pun darimu. Ingat itu!” ucap Marahari yang diakhiri nada tegas. “Tapi aku
last updateLast Updated : 2025-01-19
Read more
PREV
1
...
89101112
...
17
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status