Share

Bab 100 : Takut

Penulis: NACL
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-19 09:02:34
“Bagaimana tidurmu, Dewi?” tanya Maharani pelan sambil mendekati ranjang tempat Dewi berbaring.

Mata sipit Dewi membuka perlahan. Sinar matahari yang menembus tirai jendela klinik dan menerangi ruangan kecil itu memberi efek silau.

Dia menarik napas panjang, lalu mencoba tersenyum tipis. “Sedikit … lebih baik. Tapi aku masih pusing.”

“Syukurlah, Wi. Kondisimu kemarin benar-benar mengkhawatirkan,” celoteh Maharani sambil menarik kursi dan duduk di samping Dewi. “Dokter bilang tekanan darahmu sudah turun. Sekarang kamu hanya perlu istirahat total.”

Dewi memalingkan wajah ke arah jendela, matanya menerawang. Perutnya yang membesar terasa lebih ringan dibandingkan kemarin, tetapi hatinya masih sesak dan perih.

“Rani, aku … aku tidak tahu bagaimana cara membalas semua ini. Kamu sudah terlalu banyak bantu aku.”

Maharani tertawa kecil, mencoba mencairkan suasana.

“Balas? Dewi, aku tidak pernah minta balasan apa pun darimu. Ingat itu!” ucap Marahari yang diakhiri nada tegas.

“Tapi aku
NACL

mending Carissa tobat aja ya kan? gemana setuju?

| 9
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (3)
goodnovel comment avatar
zyifara.ajach
gw sih berharap Carissa di penjara kg
goodnovel comment avatar
NACL
ga kapok dia tuh kak
goodnovel comment avatar
virna putri
kayaknya lama tobatnya ya carissa
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 101 : Kartu As

    “Carissa!” Suara lantang menggema di dalam kamar besar itu, diikuti pintu yang terbuka tanpa permisi. Carissa yang sedang berdiri di depan meja rias sontak duduk dan tubuhnya menegang dengan wajahnya pucat. “N–Niang? Ada apa ini?” tanyanya dengan nada gemetar sambil berusaha tetap tenang. Wanita tua itu masuk dengan langkah mantap, mata tajamnya mengawasi Carissa yang terlihat gelisah. “Apa yang kamu sembunyikan lagi? Kenapa kamu selalu bertingkah, hah?” geram Niang menggaung keras dan penuh tekanan. Carissa memanfaatkan kemampuannya beralting. Dia tersenyum kaku, mencoba menyembunyikan kegugupan. “Aku enggak menyembunyikan apa-apa, Niang.” “Jangan bodohi aku!” hardik Niang, suaranya menggelegar, membuat Carissa mundur setengah langkah. “Apa ini berhubungan dengan Chico? Atau hal lain? Berapa banyak lagi rahasia yang kamu kubur?” “Niang, aku … enggak paham apa maksudmu,” elak Carissa dengan suara bergetar. Tangan wanita itu menggenggam pinggiran meja rias dan mulai berk

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-19
  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 102 : Masalah Baru

    “Jadi, mediasi akan dilanjutkan minggu depan,” kata mediator dengan penuturan tenang dan tajam, pandangannya bergantian antara Denver dan Carissa yang duduk di ujung meja panjang. Denver bergeming. Rahang pria itu mengeras dan sorot mata cokelat karamelnya lurus ke depan. “Saya tetap pada pendirian. Bercerai dengan Carissa.” Sedangkan Carissa yang duduk di seberangnya mengepalkan tangan di pangkuan, tentu saja tatapan matanya memerah. “Kenapa,hah? Kenapa harus seperti ini? Aku enggak setuju!” Suaranya meninggi dan melengking. “Carissa, hubungan kita sudah selesai. Tidak ada yang bisa diperbaiki lagi,” balas Denver dengan nada dingin serta menatap sekilas, lalu kembali memalingkan wajah. Sudah sangat lelah dia dihadapkan ada akting wanita itu. Mediator menepuk meja kecil di hadapannya. “Baik, kita sudahi sesi ini. Saya harap ada perkembangan sebelum mediasi selanjutnya.” Carissa berdiri dengan tergesa, menabrak kursi hingga berbunyi keras. “Perkembangan? Apa yang haru

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-19
  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 103 : Apa Itu Kamu?

    “Maharani, aku tidak punya waktu buat basa-basi!” Suara Denver terdengar tegas. Sudah lebih dari 15 menit dia berdiri di depan meja kasir restoran cukup besar itu. Mata cokelat karamelnya tajam mengintimidasi Maharani yang tampak gugup, tangan wanita itu sibuk menhitung uang dan menulis daftar belanjaan yang sama berulang-ulang. Ya, Denver turun tangan secara langsung menemui Maharani. Dia yakin Dewi dan wanita itu memiliki pertemanan yang erat. “Maaf, Dokter Denver, saya sibuk. Saya tidak bisa lama-lama ngobrol,” elak Maharani sambil berpaling dan berinteraksi dengan pegawai. Dia mencoba menghindari tatapan pria di depannya. “Berhenti pura-pura sibuk, Maharani!” geram Denver, “kamu tahu kenapa aku di sini?!” Maharani menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri. “Dokter Denver, saya benar-benar tidak tahu di mana Dewi sekarang. Terakhir kali saya lihat dia, kondisinya memprihatinkan. Kandungannya lemah, dia juga … tidak punya uang.” Denver mengepalkan tangan di sisi

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-19
  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 104 : Ibu Hamil Itu Adalah

    “Dewi, kamu yakin kuat jalan pagi ini?” Suara lembut seorang wanita paruh baya memecah kesunyian. Wanita paruh baya itu membawa baskom berisi cucian, lalu meletakkannya di dekat jemuran bambu di halaman kecil rumah. Dewi yang duduk di tangga kayu hanya tersenyum kecil. Dia bertutur lembut, “Aku harus kuat, Bu Astuti. Kalau tidak, gimana nanti aku bisa melahirkan? Semua butuh uang ‘kan?” Astuti mendekat, lantas menghapus keringat di dahi Dewi dengan ujung selendangnya. “Tapi jangan terlalu dipaksa. Kamu sudah bantu banyak di sini, Wi. Maharani bilang kamu harus banyak istirahat dan jangan stres.” “Kalau cuma bantu-bantu bersihin rumah atau antar obat ke warga, aku masih bisa, kok.” Dewi tersenyum merekah. Dia mencoba meyakinkan dan tangannya yang kurus menggenggam erat tangan keriput Astuti. Wanita paruh baya itu menggeleng pelan, lalu duduk di sampingnya. “Kamu ini keras kepala sekali,” ucap Astuti sambil memukul pelan bahu Dewi. “Ibu tahu kamu ingin mandiri, tapi jangan sa

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-20
  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 105 : Bisakah Membuktikannya?

    Beberapa menit sebelumnya Dewi memasuki rumah tua. Dia mengantar obat-obatan untuk pemilik rumah. Namun, dia tekejut ketika mendapati suara yang tidak asing memenuhi udara. Dia menoleh dan membelalak melihat sosok yang selalu diingatnya berjalan mendekat. Napas Dewi terhenti, dan tanpa sadar tangannya mencengkeram erat kusen pintu. Jantung gadis itu berdegup kencang tidak terkendali. ‘Kenapa dia ada di sini?’ pikirnya dengan panik. Dewi menaruh obat-obatan di atas meja dan berkata, “Bu, maaf. Saya taruh obatnya di atas meja.” “Iya, Nak. Tolong minta dokter di Posko Bantuan supaya cepat datang. Perutku sakit,” rintih seorang wanita dari kamar. Sadar tidak bisa menggunakan jalan depan. Dewi melirik pintu dapur. Sebelumnya dia mengintip dari celah pintu yang terbuka sedikit. Sosok Denver makin dekat dan kini berdiri di teras depan. Pria itu lebih tinggi dan tegas dari yang terakhir kali dia ingat. Wajah tampannya terlihat lelah, tetapi sorot matanya masih tajam. “Maafkan Mama, Sa

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-20
  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 106 : Membawanya Ke Pengadilan

    “Dewi,” lirih Denver terdengar lembut dan penuh dengan ketegasan yang menggetarkan hati. “Aku tahu aku bukan laki-laki sempurna, tapi aku tidak akan berhenti melindungi kamu, melindungi anak kita.” Dewi menghindari tatapan pria itu, netra sipitnya terpaku pada tanah basah di bawah kakinya. “Tapi … aku takut, Dokter,” cicitnya. Denver menggeleng pelan, mendekap Dewi lagi tanpa ragu. “Jangan takut,” bisik Denver, “kamu punya aku sekarang dan selamanya.” Mata Dewi mulai berkaca-kaca. Namun, dia teringat bagaimana kejamnya Carissa serta Dywne yang memperlakukannya bagai sampah. Dia pun segera mengurai pelukan hangat ini. “Aku sudah … terbiasa sendiri,” sahut Dewi yang membohongi diri, “aku–” “Tapi kamu tidak harus selalu kuat sendirian,” potong Denver, “dan aku tidak bisa membiarkan kamu terus seperti ini.” Dewi menahan napas, dadanya terasa sesak. Kata-kata Denver masuk begitu dalam hingga dia tidak mampu memberikan balasan apa pun. Meliht keterdiaman Dewi, Denver kembali berujar

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-20
  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 107 : Permusuhan

    Pagi ini langit agak mendung dan rerumputan masih berembun ketika Dewi melangkah menuju Posko. Dia membawa tas kecil berisi obat-obatan untuk pasien. Meskipun tugas ini sudah menjadi rutinitasnya, hari ini dia merasa canggung. Hatinya tidak tenang sejak tahu Denver bertugas di tempat yang sama. Dia berhenti di depan pintu, mengambil napas panjang sebelum melangkah masuk. Namun, langkahnya terhenti saat mendengar suara tawa kecil dari dalam. Dewi mengintip dari celah pintu dan melihat Denver berdiri di sudut ruangan, berbicara dengan seorang pasien. Pria itu tampak begitu menawan dengan senyumnya yang hangat, membuat siapa pun merasa nyaman. “Kenapa dia harus di sini?” gumam Dewi pelan, bibirnya mengerucut sebal. Dia segera meletakkan tas obat di meja dan cepat-cepat keluar tanpa menoleh lagi. Sesampainya di rumah, Dewi melepas selendangnya dan langsung menuju kebun belakang. Tangan kurus gadis itu sibuk mencabut gulma dan memetik sayuran. Akan tetapi, derap langkah kaki yang mend

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-21
  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 108 : Pengganti Dokter Denver

    “Kamu ngapain di sini?” bisik Carissa dengan intonasi tertahan dan mata bulat melotot ke arah seseorang yang duduk santai di sofa ruang tamu. Sosok itu hanya tersenyum kecil sambil memainkan gelang di pergelangan tangannya. “Memangnya aku tidak boleh datang ke sini, Honey?” jawabnya dengan suara pelan dan menusuk. “Jangan panggil aku begitu!” desis Carissa. Dia melangkah cepat mendekati pria itu. Carissa melirik ke arah pintu, memastikan Niang tidak mendengar apa pun. “Kamu gila, hah?! Kalau Niang tahu, kita bisa mati!” “Sudah terlambat, Ca,” balas Chico teramat santai, tetapi matanya menyiratkan kelelahan yang dalam. “Aku di sini karena aku butuh kamu … kita butuh kamu.” Wajah Carissa memucat seketika. Napas artis cantik itu tertahan sejenak, lalu dia berkata, “Aku enggak tahu apa yang kamu maksud. Kita sudah selesai, Chico. Pergi dari sini sebelum semuanya hancur!” Akan tetapi, sebelum Carissa bisa mengusir Chico, suara langkah kaki terdengar dari arah depan. Wajah artis

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-21

Bab terbaru

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 329 : Gen Denver Memang Kuat

    “Wah … itu adik? Tapi kenapa adiknya kecil banget, Pa?” tanya Dirga sambil menunjuk layar monitor dengan mata membulat penasaran.Dua minggu telah berlalu sejak hari pernikahan Darius dan Maharani. Semua kembali beraktivitas normal.Hari ini, Dewi memutuskan melakukan pemeriksaan kehamilan bersama suaminya di ruang praktik milik Denver. Sebenarnya, ini karena permintaan Dirga yang terus-menerus merengek ingin melihat calon adiknya.“Ya, perkembangan manusia memang dimulai dari yang sangat kecil, Nak. Kalau dijelaskan panjang lebar, kamu pasti bingung,” tutur Denver lembut. Senyumnya merekah melihat Dirga begitu terkesima memandangi layar.Sementara itu, Dewi terus menatap Denver tanpa berkedip. Ada rasa geli dan manis saat melihat pria tampan yang kini jadi suaminya itu serius memeriksanya—sebagai dokter kandungan. Lucu rasanya, diperiksa oleh suami sendiri.“Kenapa kamu lihat aku terus, Mon ange? Jangan goda aku di tempat kerja, hmm,” bisik Denver seraya mengerlingkan sebelah matany

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 328 : Kesal!

    “Sakit, Oma …,” adu Dirga sambil menunjuk kakinya yang tersembunyi di balik celana panjang. Bibir mungilnya maju ke depan, dan manik karamel bergerak gelisah, mencari dua sosok yang sejak tadi dinantikan.“Iya, itu sudah diobati, Sayang. Tidak ada luka apa pun, kan?” sahut Dwyne sembari membelai puncak kepala Dirgantara dengan sentuhan penuh kasih.“Olang itu jalannya sembalang, ah!” Dirga bersedekap dada. Kedua alisnya bertaut, bola matanya menatap tajam ke arah tamu-tamu yang masih ramai di taman, menikmati pesta.Wajah tampan anak itu merengut.Beberapa saat lalu, ketika mengambil makanan di meja, seorang anak kecil menabrak Dirga cukup keras hingga makanannya terjatuh. Beruntung tuksedo mininya tidak kotor, tetapi tubuh kecil Dirga ikut terhuyung dan tersungkur. Anak yang menabraknya pun menangis sehingga mengundang perhatian para tamu.“Dia lebih kecil dari kamu. Jadi … belum tahu cara menghindar,” ujar Dwyne, masih dengan nada lembut. Dalam hati, wanita paruh baya itu ingin sek

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 327 : Cinta Tak Mengenal Jeda

    “Ah … Darius, kamu benar-benar penjahat,” lenguh Maharani, matanya terpejam sesaat, napasnya tersendat di tengah desahan halus. Dia menelan saliva, kini tubuhnya menegang seperti tersentuh listrik halus di bawah kulitnya.Tadi, pria itu membawanya langsung ke kamar hotel usai prosesi pernikahan mereka. Tanpa banyak kata, dengan antusiasme yang membuncah, Darius melucuti kebaya pengantin Maharani. Jemarinya bekerja luwes, sudah hafal setiap lipatan dan kancing, lalu membaringkan sang istri di ranjang pengantin berseprai putih yang bertabur kelopak mawar.Detik ini, mereka telah sama-sama polos, tidak ada lagi batas di antara kain dan kulit.Darius tampak sangat menguasai momen. Namun, di balik geraknya yang percaya diri, ada ketulusan yang menyelinap di setiap kecupan dan belaian.“Penjahat?” bisik Darius sembari menelusuri ceruk leher sang istri dengan ciuman yang membuat bulu kuduk Maharani meremang.“Umm … iya. Kamu menculikku. Pesta kita bahkan belum selesai, Da-Darius …, ah … ini

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 326 : Masih Cemburu?

    Setelah resmi menyandang status duda dan mempertahankan gelar itu selama kurang dari sebulan, akhirnya hari ini Darius melepas masa kesendiriannya dengan mempersunting Maharani.Bunga-bunga bermekaran indah menghiasi pelaminan serta taman. Bahkan pepohonan rindang pun seolah merestui hari penuh cinta ini. Suhu yang sejuk turut mendukung segalanya yang telah dirancang dengan saksama.Saat ini Darius mengenakan jas putih dengan rambut ditata rapi menggunakan pomade. Dia duduk bersama Denver dan Danis sebagai saksi pernikahan, menanti sang mempelai wanita yang belum juga tiba."Santai, Darius. Tenanglah, Maharani sedang bersiap. Kamu jangan bikin malu seperti ini," bisik Denver sambil melirik kaki Darius yang bergerak-gerak gelisah. Kening Darius juga dipenuhi keringat sebesar biji jagung."Aku tidak perlu nasihat. Aku butuh Maharani!" tegas Darius dengan wajah tegang.Denver terkekeh melihat mantan rivalnya panik. Dia pun menggoda lagi dengan suara rendah, "Ah … bagaimana kalau Maharani

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 325 : Hadiah Istimewa

    Hari berikutnya, Darius masih cuti. Dia datang lebih awal ke persidangan kedua Dania. Pria itu duduk menyendiri di bangku tunggu, memandangi sisi kanan dan kiri ruang sidang yang masih sepi. Padahal dia sudah janjian dengan Denver, tetapi pria itu belum tampak.Darius memejamkan mata sambil menyandarkan punggung ke dinding dingin. Dia mencoba membayangkan wajah Maharani agar suasana hatinya lebih tenang, dan berhasil.Bahkan ketika Denver datang bersama Ruslan dan Rudi, Darius menyapa dengan santai. Termasuk saat bertemu Dania di ruang sidang, tatapan tajam sang mantan tidak lagi menggoyahkan hatinya.Sidang pun selesai. Jadwal sidang berikutnya masih menunggu konfirmasi. Hal ini membuat Darius sedikit cemas, lantaran pernikahannya dengan Maharani makin dekat.“Tidak baik melamun,” tegur Denver, melihat Darius tampak berpikir di depan pintu pengadilan.“Ah, bukan melamun. Aku sedang berpikir cari kado untuk anakmu.” Darius m

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 324 : Menguras Tenaga, Emosi, dan Pikiran

    Minggu ini menjadi yang paling berat sepanjang hidup Darius. Bahkan dia sengaja mengajukan cuti dari rumah sakit hanya untuk menyelesaikan segala masalah yang selama ini menggantung.Sekarang, dengan ditemani pengacara serta pamannya yang sangat baik, Darius duduk di ruang sidang yang terasa dingin dan sunyi.Bau kertas tua bercampur aroma pembersih ruangan menyengat di hidung. Suara langkah sepatu para pengacara dan detik jarum jam di dinding terasa memekakkan di tengah ketegangan.Dia menoleh ke samping, menatap kursi kosong di sebelahnya—kursi yang seharusnya diisi oleh Dania. Namun, wanita itu hanya menghadiri sidang melalui layar ponsel, sebab pihak kepolisian tidak mengizinkannya keluar dari sel tahanan karena perilaku buruknya yang makin menjadi.Darius menarik napas panjang, terasa sesak dan perih di dadanya. Ketika hakim memintanya mengucap ikrar talak, sejenak dia terdiam. Ada kilatan ingatan yang muncul—saat pertama kali menggenggam tangan Dania di bawah langit sore, berjan

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 323 : Nasib Dua Dokter Tampan

    “Kamu kenapa? Ada yang sakit?” tanya Maharani sambil menatap Darius yang sejak tadi hanya bersedekap dada, duduk di pojokan kamar.Setelah Dewi dan Dirgantara dijemput Denver, Maharani langsung menghampiri Darius. Pria itu tidak menyambutnya dengan senyum atau pelukan, melainkan ekspresi super dingin, seperti freezer yang kelupaan ditutup.Apa mungkin Darius kesal karena dia terlalu lama menemani Dewi di kamar? Atau ... ada sesuatu yang tidak dia tahu?“Mulai sekarang jangan makan tempe goreng lagi!” geram Darius tiba-tiba. Nada suaranya seperti menegur pasien bandel.Maharani langsung melongo. Tadi pria ini begitu antusias ketika diberikan tempe goreng hangat. Sekarang mendadak berubah arah.“Kamu sakit perut karena makan tempe goreng?” tanya Maharani curiga. Matanya menyipit, memeriksa wajah calon suaminya dari atas ke bawah.Darius berdecak, lalu menggeleng cepat. “Bukan perut yang sakit, Rani. Tapi hati. Mengerti?!” ucapnya dengan desahan napas berat seperti habis lari maraton.“A

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 322 : Cemburu Versi Darius

    "Rani … apa yang kamu—"Protes Darius terputus begitu saja saat Maharani menatapnya tajam dan mengangkat telunjuk di depan bibirnya, memberi isyarat tegas agar pria itu diam."Tapi aku—""Jangan berisik, Dok!" tegur Maharani dengan tegas, sambil meraih handuk dan menghela napas panjang.Dia berbalik, mengambil pakaian dengan wajah jengkel, lalu mengenakannya secepat kilat.Beberapa detik kemudian, langkah kecil terdengar mendekat. Seorang anak laki-laki muncul di ambang pintu, membawa aroma tempe goreng yang menguar dari kotak kecil di tangannya."Tante Lani, tempe golengnya masih anget, enak loh dimakan pakai kecap!" celoteh Dirga ceria. Namun, matanya menyapu ke dalam kamar, tidak menemukan keberadaan Maharani."Tante Lani di mana?" tanyanya polos sambil mengetuk pintu, dia tidak berani masuk tanpa izin. Meskipun kakinya terlalu gatal ingin melangkah.Maharani segera melangkah dengan cepat menghampiri Dirga, sambil sibuk mengancingkan kancing baju. Senyum wanita itu dibuat selebar m

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 321 : Aku Juga Menginginkannya

    “Rani ... kamu di mana?” panggil Darius. Pria itu sudah menekan bel berkali-kali, tetapi tidak ada yang membukakan pintu pagar.Bahkan Darius mencoba menghubungi Maharani dan Bu Astuti, tetapi tak mendapat balasan. Hingga akhirnya, dia menggunakan kunci cadangan dan masuk ke dalam rumah.Suasana di dalam tampak rapi dan tenang, aroma pengharum kopi menguar dari sudut-sudut ruangan dan memberi kesan hangat yang familiar.“Rani? Sayang?” panggilnya lagi, sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling ruang tamu yang tertata apik. Tidak ada satu pun tanda kehadiran manusia.Dia meletakkan kantong makanan yang dibawanya di atas meja makan panjang putih. Matanya sempat tertumbuk pada vas bunga segar yang tertata manis di tengah meja.Bibir Darius tertarik membentuk senyum kecil. Rumah ini terasa jauh lebih hidup sejak ada sentuhan seorang wanita.“Bu? Bu Astuti?” Darius melongok ke taman belakang yang ukurannya tidak terlalu besar. Pandangannya menyapu seluruh sudut. Tetap tidak terlihat siapa

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status