Share

Bab 95: Tidak Diakui

Author: NACL
last update Last Updated: 2025-01-17 12:18:01
Denver menyusul ke parkiran mobil. Namun, kendaraan milik Carissa telah pergi. Dengan rahang mengeras dan napas memburu, dia bergegas menuju ruang kendali di belakang rumah sakit.

Di sana, Denver menuntut rekaman CCTV.

“Sial!” umpatnya, menatap kesal ke arah layar.

Hanya bagian depan mobil Carissa yang terekam jelas. Entah karena kebetulan atau rencana matang, Carissa tampaknya tahu persis arah kamera.

Denver mengepalkan tangan hingga buku jarinya memutih. Kini dia tidak bisa semena-mena memerintah pemasangan kamera di penjuru rumah sakit. Rasa frustrasi makin menekan dadanya.

Napas pria itu masih terasa berat dan pikiran berkecamuk, Denver kembali ke ICU, menemani Rudi. Kegelisahan mencengkeram seluruh tubuhnya.

Bima belum ditemukan, dan Denver khawatir sesuatu yang lebih buruk akan menimpa Rudi. Dia berdiri di sudut ruangan dan netranya terus mengamati mesin monitor di sisi tempat tidur pasien.

Sementara itu, di sebuah rumah sederhana di pinggiran kota, Dewi sedang berbaring m
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 96: Berjuang Sendirian

    Satu minggu sudah terlewati, tetapi kondisi Rudi masih sama. Pria itu belum menunjukkan tanda-tanda akan pulih dalam waktu dekat. ICU masih menjadi tempat bermalam entah sampai kapan. Sebagai orang yang bertanggung jawab, Denver mengambil alih menafkahi dan menjadi wali anak Rudi yang kini sedang sakit. Mungkin bayi malang itu merindukan ayahnya yang sudah hampir satu bulan tidak pulang. “Rudi, kamu harus bangun!” bisik Denver, dengan suara serak menahan kelelahan. Dia menggenggam tangan Rudi erat, berharap sentuhannya bisa menyalurkan semangat. Bahkan Denver tidak pulang ke rumahnya, rumah orang tua, atau apartemen. Pria itu seolah betah di rumah sakit, melindungi orang-orang terdekat yang sedang sakit. Setelah menunggui Rudi, Denver menjenguk sang oma yang hari ini diizinkan pulang. Namun, bukan sambutan hangat yang diterima melainkan pengusiran. “Mau apa kamu ke sini? Bukannya kamu lebih memilih perempuan murahan itu?! Lihat ‘kan sekarang dia kabur bersama suaminya!” ketus Mama

    Last Updated : 2025-01-17
  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 97 : Jejak yang Terungkap

    “Siapa?” teriak Dewi lagi.Ketukan pintu terdengar tergesa-gesa, bagai gemuruh badai yang bisa memecah keheningan rumah.Dewi yang tengah mengusap lembut perutnya terhenti. Dia menatap pintu dengan alis bertaut, tangannya sedikit gemetar. Siapa yang datang ke rumah ini?"Dewi! Cepat buka! Ini aku, Maharani!" Suara dari luar membuat Ibu hamil terpaku, lega sekaligus bingung.Dewi meraih gagang pintu dan membukanya perlahan. Maharani berdiri dengan wajah penuh peluh dan napas tersengal dii balik pintuWajah wanita itu tampak kacau, matanya melebar seperti melihat hal buruk."Rani? Ada apa? Kenapa panik begini?" tanya Dewi dengan nada cemas, tubunya pun sedikit condong ke depan.Maharani melangkah masuk tanpa menjawab. Dia memutar tubuh dan mengunci pintu dengan cepat. Pandangannya melesat ke setiap sudut ruangan, memastikan semuanya aman. Setelah itu, dia meraih lengan Dewi."Kita harus pergi sekarang," tegas wanita itu dengan intonasi tanpa jeda.Dewi mengernyit. "Pergi? Kenapa? Rani,

    Last Updated : 2025-01-18
  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 98 : Harus Membayarnya!

    Bima menegakkan tubuhnya di balik pintu rumah kontrakan. Sudah beberapa jam dia berdiri di sana. Hingga hari berubah gelap dan gerimis berjatuhan membuat pria itu makin waspada. Bahkan keringat dingin mulai membasahi pelipis Bima. “Sialan Ruslan!” geram Bima, “Dia pasti melapor ke Dokter itu!” Dia mengintip dari celah tirai, memastikan siapa yang ada di sekitar rumah. Namun, tidak ada orang di luar sana, hanya bayangan samar pepohonan yang bergoyang diterpa angin. “Aku harus pergi,” gumam Bima sembari meraih ransel kecil di sudut ruangan. Isi ransel itu tidak banyak—hanya ada beberapa lembar uang, kartu identitas palsu, dan sebuah pistol kecil yang dia beli dari pasar gelap. Bima mendengar deru mesin mobil dan motor mendekat dan berhenti entah di mana. Dia meraih senjata, memeriksa pelurunya dengan tangan sedikit gemetar. Suara langkah kaki beberapa orang di luar makin mendekat. “Aku tidak akan menyerah begitu saja!” berang Bima dengan mata liar. Bima melirik ke arah j

    Last Updated : 2025-01-18
  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 99 : Di Antara Cemas dan Amarah

    Saat ini cahaya lampu yang menggantung di langit-langit ruang interogasi memberikan suasana mencekam. Denver menatap tajam pada Bima yang duduk di kursi, kedua tangan pria itu terborgol di belakang. Dua orang petugas pun berdiri mengawasi. Napas Denver terdengar kasar, bukan karena kelelahan, melainkan emosi yang mendidih sejak Bima membuka mulutnya tadi. “Aku tanya sekali lagi,” tegas Denver dengan suara serak dan menggema. “Di mana Dewi?!” Bima mendongak pelan dan sudut bibirnya melengkung membentuk senyum tipis. Mata pria itu penuh dengan tantangan, seakan sedang menikmati setiap detik kekesalan Denver. “Hah, Dewi?” ulang Bima dengan nada mengejek. “Sepertinya aku lupa membuangnya di mana.” “Jangan main-main denganku, Bima!” berang Denver, intonasinya benar-benar meninggi. Tangan Dokter tampan itu mengepal di atas meja logam hingga buku-buku jarinya memutih. Bima terkekeh pelan dan menyahut, “Kalau kamu lebih pintar, Denver, kamu pasti sudah tahu jawabannya. Tapi saya

    Last Updated : 2025-01-18
  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 100 : Takut

    “Bagaimana tidurmu, Dewi?” tanya Maharani pelan sambil mendekati ranjang tempat Dewi berbaring. Mata sipit Dewi membuka perlahan. Sinar matahari yang menembus tirai jendela klinik dan menerangi ruangan kecil itu memberi efek silau. Dia menarik napas panjang, lalu mencoba tersenyum tipis. “Sedikit … lebih baik. Tapi aku masih pusing.” “Syukurlah, Wi. Kondisimu kemarin benar-benar mengkhawatirkan,” celoteh Maharani sambil menarik kursi dan duduk di samping Dewi. “Dokter bilang tekanan darahmu sudah turun. Sekarang kamu hanya perlu istirahat total.” Dewi memalingkan wajah ke arah jendela, matanya menerawang. Perutnya yang membesar terasa lebih ringan dibandingkan kemarin, tetapi hatinya masih sesak dan perih. “Rani, aku … aku tidak tahu bagaimana cara membalas semua ini. Kamu sudah terlalu banyak bantu aku.” Maharani tertawa kecil, mencoba mencairkan suasana. “Balas? Dewi, aku tidak pernah minta balasan apa pun darimu. Ingat itu!” ucap Marahari yang diakhiri nada tegas. “Tapi aku

    Last Updated : 2025-01-19
  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 101 : Kartu As

    “Carissa!” Suara lantang menggema di dalam kamar besar itu, diikuti pintu yang terbuka tanpa permisi. Carissa yang sedang berdiri di depan meja rias sontak duduk dan tubuhnya menegang dengan wajahnya pucat. “N–Niang? Ada apa ini?” tanyanya dengan nada gemetar sambil berusaha tetap tenang. Wanita tua itu masuk dengan langkah mantap, mata tajamnya mengawasi Carissa yang terlihat gelisah. “Apa yang kamu sembunyikan lagi? Kenapa kamu selalu bertingkah, hah?” geram Niang menggaung keras dan penuh tekanan. Carissa memanfaatkan kemampuannya beralting. Dia tersenyum kaku, mencoba menyembunyikan kegugupan. “Aku enggak menyembunyikan apa-apa, Niang.” “Jangan bodohi aku!” hardik Niang, suaranya menggelegar, membuat Carissa mundur setengah langkah. “Apa ini berhubungan dengan Chico? Atau hal lain? Berapa banyak lagi rahasia yang kamu kubur?” “Niang, aku … enggak paham apa maksudmu,” elak Carissa dengan suara bergetar. Tangan wanita itu menggenggam pinggiran meja rias dan mulai berk

    Last Updated : 2025-01-19
  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 102 : Masalah Baru

    “Jadi, mediasi akan dilanjutkan minggu depan,” kata mediator dengan penuturan tenang dan tajam, pandangannya bergantian antara Denver dan Carissa yang duduk di ujung meja panjang. Denver bergeming. Rahang pria itu mengeras dan sorot mata cokelat karamelnya lurus ke depan. “Saya tetap pada pendirian. Bercerai dengan Carissa.” Sedangkan Carissa yang duduk di seberangnya mengepalkan tangan di pangkuan, tentu saja tatapan matanya memerah. “Kenapa,hah? Kenapa harus seperti ini? Aku enggak setuju!” Suaranya meninggi dan melengking. “Carissa, hubungan kita sudah selesai. Tidak ada yang bisa diperbaiki lagi,” balas Denver dengan nada dingin serta menatap sekilas, lalu kembali memalingkan wajah. Sudah sangat lelah dia dihadapkan ada akting wanita itu. Mediator menepuk meja kecil di hadapannya. “Baik, kita sudahi sesi ini. Saya harap ada perkembangan sebelum mediasi selanjutnya.” Carissa berdiri dengan tergesa, menabrak kursi hingga berbunyi keras. “Perkembangan? Apa yang haru

    Last Updated : 2025-01-19
  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 103 : Apa Itu Kamu?

    “Maharani, aku tidak punya waktu buat basa-basi!” Suara Denver terdengar tegas. Sudah lebih dari 15 menit dia berdiri di depan meja kasir restoran cukup besar itu. Mata cokelat karamelnya tajam mengintimidasi Maharani yang tampak gugup, tangan wanita itu sibuk menhitung uang dan menulis daftar belanjaan yang sama berulang-ulang. Ya, Denver turun tangan secara langsung menemui Maharani. Dia yakin Dewi dan wanita itu memiliki pertemanan yang erat. “Maaf, Dokter Denver, saya sibuk. Saya tidak bisa lama-lama ngobrol,” elak Maharani sambil berpaling dan berinteraksi dengan pegawai. Dia mencoba menghindari tatapan pria di depannya. “Berhenti pura-pura sibuk, Maharani!” geram Denver, “kamu tahu kenapa aku di sini?!” Maharani menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri. “Dokter Denver, saya benar-benar tidak tahu di mana Dewi sekarang. Terakhir kali saya lihat dia, kondisinya memprihatinkan. Kandungannya lemah, dia juga … tidak punya uang.” Denver mengepalkan tangan di sisi

    Last Updated : 2025-01-19

Latest chapter

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 329 : Gen Denver Memang Kuat

    “Wah … itu adik? Tapi kenapa adiknya kecil banget, Pa?” tanya Dirga sambil menunjuk layar monitor dengan mata membulat penasaran.Dua minggu telah berlalu sejak hari pernikahan Darius dan Maharani. Semua kembali beraktivitas normal.Hari ini, Dewi memutuskan melakukan pemeriksaan kehamilan bersama suaminya di ruang praktik milik Denver. Sebenarnya, ini karena permintaan Dirga yang terus-menerus merengek ingin melihat calon adiknya.“Ya, perkembangan manusia memang dimulai dari yang sangat kecil, Nak. Kalau dijelaskan panjang lebar, kamu pasti bingung,” tutur Denver lembut. Senyumnya merekah melihat Dirga begitu terkesima memandangi layar.Sementara itu, Dewi terus menatap Denver tanpa berkedip. Ada rasa geli dan manis saat melihat pria tampan yang kini jadi suaminya itu serius memeriksanya—sebagai dokter kandungan. Lucu rasanya, diperiksa oleh suami sendiri.“Kenapa kamu lihat aku terus, Mon ange? Jangan goda aku di tempat kerja, hmm,” bisik Denver seraya mengerlingkan sebelah matany

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 328 : Kesal!

    “Sakit, Oma …,” adu Dirga sambil menunjuk kakinya yang tersembunyi di balik celana panjang. Bibir mungilnya maju ke depan, dan manik karamel bergerak gelisah, mencari dua sosok yang sejak tadi dinantikan.“Iya, itu sudah diobati, Sayang. Tidak ada luka apa pun, kan?” sahut Dwyne sembari membelai puncak kepala Dirgantara dengan sentuhan penuh kasih.“Olang itu jalannya sembalang, ah!” Dirga bersedekap dada. Kedua alisnya bertaut, bola matanya menatap tajam ke arah tamu-tamu yang masih ramai di taman, menikmati pesta.Wajah tampan anak itu merengut.Beberapa saat lalu, ketika mengambil makanan di meja, seorang anak kecil menabrak Dirga cukup keras hingga makanannya terjatuh. Beruntung tuksedo mininya tidak kotor, tetapi tubuh kecil Dirga ikut terhuyung dan tersungkur. Anak yang menabraknya pun menangis sehingga mengundang perhatian para tamu.“Dia lebih kecil dari kamu. Jadi … belum tahu cara menghindar,” ujar Dwyne, masih dengan nada lembut. Dalam hati, wanita paruh baya itu ingin sek

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 327 : Cinta Tak Mengenal Jeda

    “Ah … Darius, kamu benar-benar penjahat,” lenguh Maharani, matanya terpejam sesaat, napasnya tersendat di tengah desahan halus. Dia menelan saliva, kini tubuhnya menegang seperti tersentuh listrik halus di bawah kulitnya.Tadi, pria itu membawanya langsung ke kamar hotel usai prosesi pernikahan mereka. Tanpa banyak kata, dengan antusiasme yang membuncah, Darius melucuti kebaya pengantin Maharani. Jemarinya bekerja luwes, sudah hafal setiap lipatan dan kancing, lalu membaringkan sang istri di ranjang pengantin berseprai putih yang bertabur kelopak mawar.Detik ini, mereka telah sama-sama polos, tidak ada lagi batas di antara kain dan kulit.Darius tampak sangat menguasai momen. Namun, di balik geraknya yang percaya diri, ada ketulusan yang menyelinap di setiap kecupan dan belaian.“Penjahat?” bisik Darius sembari menelusuri ceruk leher sang istri dengan ciuman yang membuat bulu kuduk Maharani meremang.“Umm … iya. Kamu menculikku. Pesta kita bahkan belum selesai, Da-Darius …, ah … ini

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 326 : Masih Cemburu?

    Setelah resmi menyandang status duda dan mempertahankan gelar itu selama kurang dari sebulan, akhirnya hari ini Darius melepas masa kesendiriannya dengan mempersunting Maharani.Bunga-bunga bermekaran indah menghiasi pelaminan serta taman. Bahkan pepohonan rindang pun seolah merestui hari penuh cinta ini. Suhu yang sejuk turut mendukung segalanya yang telah dirancang dengan saksama.Saat ini Darius mengenakan jas putih dengan rambut ditata rapi menggunakan pomade. Dia duduk bersama Denver dan Danis sebagai saksi pernikahan, menanti sang mempelai wanita yang belum juga tiba."Santai, Darius. Tenanglah, Maharani sedang bersiap. Kamu jangan bikin malu seperti ini," bisik Denver sambil melirik kaki Darius yang bergerak-gerak gelisah. Kening Darius juga dipenuhi keringat sebesar biji jagung."Aku tidak perlu nasihat. Aku butuh Maharani!" tegas Darius dengan wajah tegang.Denver terkekeh melihat mantan rivalnya panik. Dia pun menggoda lagi dengan suara rendah, "Ah … bagaimana kalau Maharani

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 325 : Hadiah Istimewa

    Hari berikutnya, Darius masih cuti. Dia datang lebih awal ke persidangan kedua Dania. Pria itu duduk menyendiri di bangku tunggu, memandangi sisi kanan dan kiri ruang sidang yang masih sepi. Padahal dia sudah janjian dengan Denver, tetapi pria itu belum tampak.Darius memejamkan mata sambil menyandarkan punggung ke dinding dingin. Dia mencoba membayangkan wajah Maharani agar suasana hatinya lebih tenang, dan berhasil.Bahkan ketika Denver datang bersama Ruslan dan Rudi, Darius menyapa dengan santai. Termasuk saat bertemu Dania di ruang sidang, tatapan tajam sang mantan tidak lagi menggoyahkan hatinya.Sidang pun selesai. Jadwal sidang berikutnya masih menunggu konfirmasi. Hal ini membuat Darius sedikit cemas, lantaran pernikahannya dengan Maharani makin dekat.“Tidak baik melamun,” tegur Denver, melihat Darius tampak berpikir di depan pintu pengadilan.“Ah, bukan melamun. Aku sedang berpikir cari kado untuk anakmu.” Darius m

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 324 : Menguras Tenaga, Emosi, dan Pikiran

    Minggu ini menjadi yang paling berat sepanjang hidup Darius. Bahkan dia sengaja mengajukan cuti dari rumah sakit hanya untuk menyelesaikan segala masalah yang selama ini menggantung.Sekarang, dengan ditemani pengacara serta pamannya yang sangat baik, Darius duduk di ruang sidang yang terasa dingin dan sunyi.Bau kertas tua bercampur aroma pembersih ruangan menyengat di hidung. Suara langkah sepatu para pengacara dan detik jarum jam di dinding terasa memekakkan di tengah ketegangan.Dia menoleh ke samping, menatap kursi kosong di sebelahnya—kursi yang seharusnya diisi oleh Dania. Namun, wanita itu hanya menghadiri sidang melalui layar ponsel, sebab pihak kepolisian tidak mengizinkannya keluar dari sel tahanan karena perilaku buruknya yang makin menjadi.Darius menarik napas panjang, terasa sesak dan perih di dadanya. Ketika hakim memintanya mengucap ikrar talak, sejenak dia terdiam. Ada kilatan ingatan yang muncul—saat pertama kali menggenggam tangan Dania di bawah langit sore, berjan

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 323 : Nasib Dua Dokter Tampan

    “Kamu kenapa? Ada yang sakit?” tanya Maharani sambil menatap Darius yang sejak tadi hanya bersedekap dada, duduk di pojokan kamar.Setelah Dewi dan Dirgantara dijemput Denver, Maharani langsung menghampiri Darius. Pria itu tidak menyambutnya dengan senyum atau pelukan, melainkan ekspresi super dingin, seperti freezer yang kelupaan ditutup.Apa mungkin Darius kesal karena dia terlalu lama menemani Dewi di kamar? Atau ... ada sesuatu yang tidak dia tahu?“Mulai sekarang jangan makan tempe goreng lagi!” geram Darius tiba-tiba. Nada suaranya seperti menegur pasien bandel.Maharani langsung melongo. Tadi pria ini begitu antusias ketika diberikan tempe goreng hangat. Sekarang mendadak berubah arah.“Kamu sakit perut karena makan tempe goreng?” tanya Maharani curiga. Matanya menyipit, memeriksa wajah calon suaminya dari atas ke bawah.Darius berdecak, lalu menggeleng cepat. “Bukan perut yang sakit, Rani. Tapi hati. Mengerti?!” ucapnya dengan desahan napas berat seperti habis lari maraton.“A

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 322 : Cemburu Versi Darius

    "Rani … apa yang kamu—"Protes Darius terputus begitu saja saat Maharani menatapnya tajam dan mengangkat telunjuk di depan bibirnya, memberi isyarat tegas agar pria itu diam."Tapi aku—""Jangan berisik, Dok!" tegur Maharani dengan tegas, sambil meraih handuk dan menghela napas panjang.Dia berbalik, mengambil pakaian dengan wajah jengkel, lalu mengenakannya secepat kilat.Beberapa detik kemudian, langkah kecil terdengar mendekat. Seorang anak laki-laki muncul di ambang pintu, membawa aroma tempe goreng yang menguar dari kotak kecil di tangannya."Tante Lani, tempe golengnya masih anget, enak loh dimakan pakai kecap!" celoteh Dirga ceria. Namun, matanya menyapu ke dalam kamar, tidak menemukan keberadaan Maharani."Tante Lani di mana?" tanyanya polos sambil mengetuk pintu, dia tidak berani masuk tanpa izin. Meskipun kakinya terlalu gatal ingin melangkah.Maharani segera melangkah dengan cepat menghampiri Dirga, sambil sibuk mengancingkan kancing baju. Senyum wanita itu dibuat selebar m

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 321 : Aku Juga Menginginkannya

    “Rani ... kamu di mana?” panggil Darius. Pria itu sudah menekan bel berkali-kali, tetapi tidak ada yang membukakan pintu pagar.Bahkan Darius mencoba menghubungi Maharani dan Bu Astuti, tetapi tak mendapat balasan. Hingga akhirnya, dia menggunakan kunci cadangan dan masuk ke dalam rumah.Suasana di dalam tampak rapi dan tenang, aroma pengharum kopi menguar dari sudut-sudut ruangan dan memberi kesan hangat yang familiar.“Rani? Sayang?” panggilnya lagi, sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling ruang tamu yang tertata apik. Tidak ada satu pun tanda kehadiran manusia.Dia meletakkan kantong makanan yang dibawanya di atas meja makan panjang putih. Matanya sempat tertumbuk pada vas bunga segar yang tertata manis di tengah meja.Bibir Darius tertarik membentuk senyum kecil. Rumah ini terasa jauh lebih hidup sejak ada sentuhan seorang wanita.“Bu? Bu Astuti?” Darius melongok ke taman belakang yang ukurannya tidak terlalu besar. Pandangannya menyapu seluruh sudut. Tetap tidak terlihat siapa

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status