“Akhirnya. Inget juga kalau punya tunangan, Mas?” sapa Ratih dengan suara sedatar wajahnya dan berjalan melewati Katon menuju ke sofa ruang tengah. Katon tersenyum masygul, karena senyum paling rupawan yang ia pasang sebelumnya, tak berbalas sama sekali. “Pagi amat datangnya. Sudah sarapan?” tanya Ratih angkuh. Bahkan duduknya pun angkuh. Ia menyalakan televisi di depannya ketika Katon mengejar dan duduk di sampingnya. “Belum, Sayang.” “Oh, malang. Aku sudah sarapan,” Kata Ratih mengejek. “Tak pelak, aku harus puasa hari ini,” kata Katon bersabar. Ratih melirik judes ke arahnya. Wajahnya tidak lagi datar, bibirnya mungilnya cemberut, mata indahnya melirik tajam. “Ayolah, Sayang. Jangan marah, aku benar-benar sibuk begitu mulai bekerja. Papa tidak memberiku kesempatan untuk bernapas,“ Katon berusaha merayu kekasihnya. “Herannya, kok masih hidup?!“ tukas Ratih, duduk bersandar dan melipat tangannya. Sudah mengarahkan pandangannya ke televisi yang menyala dengan suara sangat pela
Last Updated : 2025-02-04 Read more