“Aku tunggu.” Wahda meluruskan pandangannya menghadap Arsa dengan mata membesar dan merapatkan geraham. Arsa tak mau kalah, ia mengangkat kedua alisnya, dengan sedikit menarik sudut bibirnya. ***Mauriyah duduk gelisah. Layar televisi menyala, tetapi tak kunjung ia perhatikan. Berkali-kali memerhatikan jam di dinding juga ponselnya yang sejak tadi tak jauh dari tangan. Sekali lagi membuka pesan yang ia kirim, tetapi tak kunjung dibuka Wahda. Ia langsung berdiri, begitu mendengar bunyi mobil memasuki halaman rumah dan menengok dengan menyingkap gorden sedikit. Ia memerhatikan bagaimana tingkah putrinya juga keponakan yang sebentar lagi akan menjadi menantu. Terlihat Arsa keluar dari mobil, lalu membuka pintu untuk Wahda. “Istirahatlah lebih awal.”Wahda mengangguk. “Terima kasih, ya.” Arsa mengangguk. “Titip salam buat, Tante. Maaf, aku tidak masuk dulu.”“Iya, akan aku sampaikan.”Terlihat Arsa memajukan wajahnya, tetapi dengan cepat Wahda mengangkat tangannya. Mauriyah yang men
Last Updated : 2025-01-28 Read more