“Tidak apa,” sahut Wahda cepat. “Oh iya, Arsa masih sering datang ke rumahmu?” Teratai mengangguk. “Tiap hari. Kamu tahu sendirilah, bagaimana Mama di hatinya, selain itu kadang memang urusan pekerjaan.” “Iya, aku tau,” jawab Wahda dengan menatap cemas. Kini tatapannya beralih ke toples yang berisi kuaci. “Paket!” Terdengar teriakan seorang laki-laki dari luar. Seketika mereka saling bersitatap. “Ada yang mesan barang?” tanya Teratai. Wahda dan Rania menggeleng. “Kak Wahda, ada paket atas nama Kakak.” Yanti, karyawan kafe Teratai muncul di balik pintu. Kening Wahda semakin mengerut. Namun, ia keluar saja untuk memastikan kebenarannya. Seketika matanya terpana. Sebuah boneka beruang warna ungu sebesar orang berdiri di depan pintu kafe. Sedang Rania ber-wah ria. Wahda mendekati boneka itu. “Dr, Wahda?” tanya kurir. Wahda mengangguk heran. Kurir menyerahkan selembar kertas. “Tanda tangan di sini, Kak.” Meski heran, Wahda tanda tangan saja. Setelah mengucapkan terima
Terakhir Diperbarui : 2025-01-09 Baca selengkapnya