Home / Rumah Tangga / Mendadak Talak / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Mendadak Talak : Chapter 11 - Chapter 20

42 Chapters

Perhatian Sepupu

“Bagus bagaimana keadaannya? Apa dia sibuk sekali, mulai rumah sakit sampai sekarang ibu tidak melihat batang hidungnya? Kamu baru saja sakit, seharusnya dia menjenguk, setidaknya ada menelpon gitu. Kalian tidak mempunyai masalah kan?” cecar Mauriyah. “Ibu jangan berprasangka buruk. Bagus memang sibuk banget karena sekarang dia lagi melakukan penelitian. Ibu tau sendiri bagaimana workholicnya dia. Dan aku juga butuh istirahat. Daripada aku sendirian di rumah, lebih baik ke sini kan?!" Mauriyah menghela napasnya. Ia memilih diam, menunggu Wahda siap bercerita padanya. “Malam ini, tidur sama ibu saja, ya.” “Benar?!” Wahda mengangguk bak anak kecil. Seketika mata Mauriyah mengaca. *** Wahda terkesiap. Mengapa tiba-tiba ia berada di seberang jalan rumahnya? Habis shalat Subuh ia membuka jendela kamarnya. Udara sejuk segera memenuhi rongga dadanya begitu pintu jendela terbuka. Namun, s
last updateLast Updated : 2025-01-03
Read more

Cinta Setengah Mati

Tak lama Arsa keluar dengan menarik lengan Wahda dan mendudukkannya di inflatable sofa. Tera dan Adeena mengikuti. Mereka menduduki dua sofa lainnya “Wahda, kamu sudah bergabung ke kafe kami, jadi kamu juga bisa berbagi dengan kami. Kamu tahu, mengapa konsep kafe seperti ini? Di pojok ada beberapa inflatable sofa, lantainya dikasih alas tikar rotan karena aku ingin kafe ingin friendly dengan tetap mengusung natural. Semua orang bisa santai, duduk, dan saling berbagi di sini. Jadi jangan sungkan bercerita ke kami.” “Aku bukannya sungkan, tapi tidak tahu harus bercerita apa. Kepalaku dipenuhi dengan kontradiksi. Senang, benci. marah dan rindu.” “Apalagi lagi yang dilakukan Bagus padamu?” tanya Arsa dengan emosi. "Tak peduli apa yang dilakukan Bagus, akunya saja yang terlalu lemah, rapuh. Aku terlalu mencintainya." "Kalau boleh tahu, detik ini apa yang kamu inginkan? Kembali atau cerai saja," tanya Teratai te
last updateLast Updated : 2025-01-04
Read more

Dia Sepupumu

"Lalu bagaimana kamu bisa jadi cinta setengah mati padanya?" "Suatu saat Tante ingin menjodohkanku dengan Teratai, saat itulah aku mulai serius memikirkan Teratai." Sudut bibir Arsa menyungging senyum. "Tapi sainganku anak kecil saat itu, Evan. Rasanya konyol sekali kalau memikirkan itu. Saat aku berusaha memikirkan celah untuk mendekatinya, sayangnya dia kembali ke desanya. Aku mencari informasinya pada pegawai di kantor yang ternyata iparnya. Dia mengatakan kalau Teratai sudah bertunangan. Pupuslah harapanku. Aku tidak berminat mengejarnya, apalagi kalau sampai merebut tunangan orang." "Lalu cintamu bersemi kembali ketika telah menjadi istri Sanad?" "Mengapa kau terdengar selalu mengejekku," protes Arsa. "Ini penyakit kejiwaan aneh sekali. Kamu selalu menyukai apa yang disukai Sanad. Jangan-jangan dulu kau juga menyukai Kayat?" Arsa menggeleng. "Sudah aku katakan aku mulai memerhatikan Ter
last updateLast Updated : 2025-01-04
Read more

Rumah Siapa

“Jangan mendadak lupa. Kamu membuatku perutku menjadi mual. Kamu bermain dengan siapa saja, aku tak peduli. Tapi jangan bawa dia ke rumahku!”“Ke rumah? Ooh, jangan salah paham dulu. Pagi tadi aku bangun kesiangan, padahal kami ada janji meeting di laboratorium. Jadi dia ….”“Dia mau apa bukan urusanku lagi,” tukas Wahda dengan mengangkat kedua tangannya. “Aku tidak ingin peduli.”Bagus meraih tangan Wahda, tetapi perempuan itu keburu menarik tangannya. “Wahda, percayalah. Aku sangat membutuhkanmu. Tanpamu hidupku sangat berantakan, termasuk pagi tadi. Percayalah, Angel ke rumah cuma menjemputku, itu pun kami telat sampai dimarahi profesor. Kembalilah padaku. Hidupku sangat berantakan. Setiap saat aku selalu memikirkanmu.” Wahda menghela napas. “Baiklah.”Mata Bagus berbinar cerah. “Aku memberimu kesempatan untuk berjuang.”Bagus terhenyak. “Terima kasih," ucapnya pasrah. “Tapi rumah itu dari pernikahan kita yang sekarang sudah kandas, jadi aku mau rumah itu dijual. Kalau memang
last updateLast Updated : 2025-01-05
Read more

Bertemu Mantan Mertua

 “Lalu apa kamu masih mencintainya dan mau memaafkannya?”“Sejujurnya aku masih mencintainya.” Ia meraih kedua tangan ibunya. “Tapi, aku janji tidak akan semurah dulu lagi. Aku juga berhak diperjuangkan, bukan?”“Kamu sudah dewasa, tentu sudah bisa menentukan pilihan. Pesan ibu, pilihlah laki-laki masa depanmu berdasarkan pertimbangan, bukan berdasarkan cinta mati.”Wahda kembali menunduk. Ia sendiri merasa malu, membayangkan betapa bucin dirinya dulu kepada Bagus. “Ada saatnya cinta tidak lagi berarti untuk bahtera yang terus menghadapi lautan luas beserta segala ujiannya. Pernikahan yang awalnya dibentuk karena sama-sama saling mencintai pun, sering kandas karena berbagai ujian dan cobaan.”Wahda mengangkat wajahnya. “Pilihlah karena dia mampu melindungimu, dan membimbing menjadi lebih baik. Kematangan itu tidak berdasarkan usia, melainkan cara berpikir. Jika dari awal, kalian sama-sama terus berbenah bersama, salin
last updateLast Updated : 2025-01-05
Read more

Bermain Siasat

Tiba-tiba pandangannya tertuju pada Bagus yang tengah memainkan ponsel. Mendadak muncul ide di benaknya.“Gus, tolong ambilkan obatku di kamar,” ucap Wahda dengan memasang wajah memelas.“Apa?” tanya Bagus. Bukan ia tidak mendengar dengan permintaan Wahda, tetapi mana mungkin ada obat Wahda di dalam kamar. Ia ingin bertanya lagi, tetapi ibunya menatapnya dengan wajah penuh tanya padanya. “Mmm, baiklah,” ucap Bagus pasrah. Ia berdiri sambil membawa ponselnya. "Gus, minjam ponselmu dong. Aku kehilangan no kontak teman. Semoga masih ada di ponselmu."Bagus mengerutkan kening, menatap curiga. Wahda mengerling ke arah ibu mertuanya. Bagus mengiringi kerlingan mata Wahda, terlihat ibunya menatap penuh selidik. "Gus, jangan katakan kamu mempunyai rahasia dengan istrimu sendiri?!” tuduh Rusma. “Bukan begitu, tapi ….”  Bagus kebingungan hendak berucap apa. Ia tau, Wahda pasti mau melakukan sesuatu dengan ponselnya, meski ia t
last updateLast Updated : 2025-01-06
Read more

Hati Ibu Mertua

"Wahda, kenapa kamu di sini?" tanya Angel sambil masuk ke rumah. "Ini rumahku, suka-sukaku dong!" tukas Wahda. "Bukannya kalian sudah cerai?!" "Apa? Wahda dan Bagus bercerai?" Sontak Bagus dan Angel terkejut dengan kemunculan Rusma, sedang Wahda berjuang keras menahan senyum. Bagus bergegas mendekati ibunya. "Tidak, Bu. Ibu salah dengar." "Ibu tidak tuli, Gus. Dan lagi kenapa perempuan ini ada di sini? Jangan katakan, kalian cerai gara-gara perempuan ini!" tunjuk Rusma pada Angel. "Bukan beg …." "Iya, Bu," potong Wahda cepat. "Dan dugaan Ibu juga benar." Wahda menghela napasnya. "Karena Ibu sudah tahu bagaimana pernikahan kami, saya tidak perlu lagi pura-pura menjadi istri yang baik." "Wahda!" Bagus menggelengkan kepala dengan wajah memelas. Wahda mendekati Rusma. "Saya sudah tidak tinggal di sini lagi, Bu. Terima kasih atas gudeg dan perhatian Ibu Gudeg buatan Ibu memang selalu enak. Maafkan saya kalau ada salah sama Ibu selama menjadi istri Bagus selama ini." A
last updateLast Updated : 2025-01-07
Read more

Sosok Arsa

Wahda menghela napasnya. Ia ikut menyandarkan punggung di samping Arsa. Sesekali ia menoleh Arsa yang memejamkan mata. Baru kali ini, ia melihat sosok Arsa yang berbeda setelah ibunya meninggal.*** Sepanjang perjalanan Sanad sangat gusar. Tiba-tiba kenangan perjuangan ibunya dan kebersamaan mereka mengulang di memorinya. Ia bertanya pada diri sendiri, kapan memberikan kontribusi pada ibunya? Setelah kuliah ia ingin mandiri dengan membuka usaha sendiri. Tidak ingin masuk ke perusahaan ayahnya juga ibunya. Ia selalu puas dengan setiap pencapaian yang didapat, meski penghasilan tidak seberapa jika dibandingkan seandainya bekerja di perusahaan kedua orang tuanya. Namun, setelah mendengar ibunya terkena serangan jantung dan harus dilakukan operasi segera, tiba-tiba sesal memenuhi rongga dadanya. Saat mengambil keputusan ibunya dalam keadaan sehat-sehat saja. Tidak terpikirkan olehnya kalau suatu saat, kesempatan berbakti pada orang tua mungkin
last updateLast Updated : 2025-01-07
Read more

Rumah Cicilan

“Sepertinya ini warna kesukaan Wahda,” pancing Angel. Bagus mengangguk. Angel menahan diri untuk tidak tersenyum ejek. ***Dari kantor Arsa bergegas ke rumah sakit. Meski Sanad telah memberitahunya Fatima telah sadar, tetap saja ia ingin melihat secara langsung. Napas lega segera membanjiri begitu melihat Fatima duduk, minum dibantu oleh Teratai. Teratai menjauh setelah meletakkan gelas ke atas nakas, duduk di samping Evan yang sedang membaca buku ditemani Sanad. Setengah berlari Arsa mendekati Fatima. "Tante telah membuatku takut," ucapnya depan memasang wajah marah. Fatima tersenyum haru. Ia mengulurkan tangannya, tetapi Arsa malah memeluknya. "Kumohon, Tante harus sehat!" Fatima menghela napas,, lalu menepuk punggung pemuda itu. Teratai yang melihat itu menoleh ke arah Sanad yang juga memerhatikan mereka. Di banding Sanad, Arsa lebih terlihat hangat kepada Fatima. ***Wahda meno
last updateLast Updated : 2025-01-08
Read more

Arsa dan Masa Lalu

“Kalau Tante jodohkan dengan seorang perempuan yang Tante kenal, kamu juga tidak akan menolak kan?”Arsa tersentak. “Nggak begitu juga, Tante,” jawab Arsa sambil merengut. Fatima tertawa. “Sebentar, ya.” Teratai berdiri. “Ma, biar aku yang siapkan. Mama, duduklah!” Evan langsung memegang lengan Teratai. Dengan pelan Teratai melepas pegangan Evan. “Bentar ya. Mama mau ke dapur dulu.”“Tidak usah, Tera. Aku bisa ambil sendiri,” cegah Arsa. “Tak apa. Evan anak baik kok.” Teratai memberikan ciuman di ubun-ubun Evan, yang membuat anak itu pasrah. Teratai ke dapur. Tak lama keluar membawa sebuah nampan yang berisi nasi dan gangan waluh dalam sebuah mangkok. Ia kembali ke dapur mengambil lauk pauk lainnya. “Assalamu ‘alaikum.” Muncul Sanad dengan menenteng tas kerjanya.“Wa ‘alaikum salam,” jawab serentak. “Papa?” Evan turun dari kursinya. “Sudah datang?” tanya Fatima.Tiba-t
last updateLast Updated : 2025-01-08
Read more
PREV
12345
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status