Semua Bab Gairah Panas Suami (Pura-pura) Buta: Bab 241 - Bab 250

268 Bab

Season 2 : Bab 241

Hari itu langit sedikit mendung, tapi semangat Elle tetap cerah seperti biasanya. Di tangannya ada sekotak buah peach segar favorit Ronald dan juga Merin. Ia pun tersenyum membayangkan Ronald yang akan lahap memakan buah itu. Dengan hati-hati, Elle melangkah menuju rumah sederhana milik kekasihnya, penuh harap bisa sedikit menyenangkan hati keluarga Ronald, terutama sang ibu yang selama ini tak pernah benar-benar menerimanya dengan baik. Saat pintu dibuka, Ronald menyambutnya dengan senyuman hangat. “Kau datang juga akhirnya, Sayang. Aku pikir kau sibuk hari ini,” ucap Ronald, memeluk Elle singkat. “Tadi memang ada hal yang harus aku kerjakan. Untung saja cepat selesai,” jawab Elle. “Syukurlah... padahal ini akhir pekan,” ujar Arnold. “Oh, iya... Aku bawa peach,” ucap Elle sambil tersenyum. “Kalian suka buah peach, kan?” Namun senyum itu tak bertahan lama lagi. Di belakang Ron
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-08
Baca selengkapnya

Season 2 : Bab 242

Ronald menggelengkan kepalanya, mencoba menenangkan situasi yang mulai terasa canggung dan memalukan. “Tidak. Sayang, bukan begitu maksudku. Aku cuma ingin kau mengerti bahwa semua itu adalah hal yang tidak penting. Bagiku, asalkan darimu tentu saja aku akan bahagia menerimanya.” Dia terus menatap Elle, yang sedari tadi berdiri diam sambil menunduk. Ada rona kecewa di wajahnya, tapi seperti biasa, Elle terlalu kuat untuk sedikit saja menunjukkan bahwa dia terluka. “Aku tidak pernah mempedulikan buah itu mahal atau murah,” lanjut Ronald, suaranya agak serak. “Apapun yang Elle berikan, aku akan makan dengan senang hati. Karena itu datang dari dia.” Elle mengangkat wajahnya perlahan. Matanya bertemu dengan mata Ronald, dan senyumnya yang tipis tak bisa menyembunyikan getir yang mengendap di hatinya. “Terima kasih, Ronald,” kata Elle akhirnya, suaranya datar. “Tapi, ini bukan soal buah. Bukan soal murah
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-08
Baca selengkapnya

Season 2 : Bab 243

Ronald berdiri tegap di lobi mewah Hotel Aravelle De Louac. Setelan jas abu keperakan membingkai tubuhnya dengan baik, dan sepatu pantofel nya mengilap tanpa cela. Di sebelahnya, Merin mengenakan gaun renda berwarna biru laut dengan tas tangan kecil yang tampak dipakai hanya di acara-acara spesial saja. Wajahnya menegang karena gugup, namun senyum lebarnya terus mengembang karena antusiasme yang tidak bisa disembunyikan. Di tangan mereka, sebuah kotak kado dibungkus dengan kertas berwarna emas pastel dan pita satin merah menyala. Mereka pikir itu cukup pantas untuk acara sebesar ini, setidaknya, itu yang mereka harapkan. Namun, dari tadi, Ronald tidak bisa berhenti melirik ponsel ditangannya. Berkali-kali dia membuka layar, mencari notifikasi, pesan, atau panggilan dari Elle. Tapi nihil. Tidak ada apa pun. Bahkan pesan terakhir yang ia kirim pun belum dibaca olehnya. “Jangan gel
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-09
Baca selengkapnya

Season 2 : Bab 244

Merin menarik lengan Ronald cukup kuat, memaksanya kembali masuk ke dalam ruangan pesta, mengabaikan Elle yang kini hanya berdiri kaku tak jauh dari pintu masuk. “Ayo cepat, Ronald! Jangan buang waktu lagi!” ucap Merin, memaksa. Tatapan Ronald sesekali masih menoleh ke arah Elle, namun Merin terus menggiringnya, seolah ingin memastikan bahwa Ronald tidak akan kembali melihat ke belakang lagi. Sementara itu, Elle yang hampir terjatuh tadi gara-gara didorong oleh Merin. Tubuhnya nyaris kehilangan keseimbangan jika saja tak ada seseorang yang sigap menangkapnya tepat waktu. “Lain kali tolong hati-hati, Nona. Dunia ini belum siap kehilangan perempuan secantik dirimu,” ucap pria asing yang menolongnya, dengan senyum menggoda dan sorot mata yang tampak santai namun tajam, seolah sedang menilai Elle dari kepala hingga kaki. Elle mengangkat wajahnya, menoleh sedikit, dan menatap pria bertubuh tinggi besar yang kini berdiri tegak di hadapannya. Ada sorot mengejek dalam tatapan pria
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-09
Baca selengkapnya

Season 2 : Bab 245

Sejak hari itu, kafe milik Merin dan Ronald mengalami perubahan drastis. Meja-meja yang sebelumnya sering kosong kini selalu terisi. Antrean panjang terbentuk rapih setiap pagi, siang, hingga sore hari. Tak hanya orang-orang dari lingkungan sekitar, namun juga para pegawai kantoran, bahkan beberapa pelanggan dengan mobil mewah sesekali terlihat parkir di depan kafe sederhana itu. Merin hampir tidak percaya. Ia pun bisa menggunakan jasa pegawai part time untuk membantunya. Ia berdiri di belakang kasir, memandangi suasana kafe yang begitu hidup. Senyumnya tak pernah lepas sejak pagi tadi. Beberapa pelanggan bahkan memesan menu-menu dalam jumlah besar, atau sekadar duduk lama sambil bekerja dari laptop mereka, sesuatu yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Merin menepuk bahu Ronald dengan semangat. “Lihat! Ini semua pasti karena bantuan Erika. Dia bilang akan bantu promosikan kafe kita, dan sekarang… hasilnya luar biasa
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-10
Baca selengkapnya

Season 2 : Bab 246

Tiga bulan telah berlalu. Waktu yang terasa cepat bagi Elle, namun tanpa disadari perlahan menumpuk luka-luka kecil yang ia simpan rapi di dalam hatinya. Ia menyaksikan Ronald tersenyum lebih sering, dengan mata yang berbinar saat bercerita tentang kesuksesan kafenya yang kini merambah ke bisnis restoran. Setiap malam, setelah pulang kerja, Ronald menghitung omset dengan mata berbinar, penuh rasa puas. “Sepertinya, sebentar lagi kita bisa buka cabang di pusat kota,” kata Ronald suatu malam, matanya menatap grafik yang naik tajam di layar laptopnya. “Ibu juga makin semangat. Dia bahkan sudah bilang ingin beli mobil baru.” Elle hanya tersenyum. “Itu bagus. Kau memang sudah bekerja keras, kau dan Ibumu pantas mendapatkannya.” Ronald tertawa kecil. “Kau juga sudah banyak membantuku. Terimakasih banyak, ya.” Tapi di balik pujian itu, Ronald tak pernah tahu sebera
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-10
Baca selengkapnya

Season 2 : Bab 247

Elle melangkah keluar dari kafe dengan langkah berat, menyusuri trotoar yang lengang. Malam mulai turun, dan langit tampak kelabu seperti hatinya. Ia tahu ia bisa saja menolak, tapi hutang budi kepada Ronald dan perasaan yang masih tertambat membuatnya tidak bisa menolak permintaan Merin, sekalipun itu menyakitkan untuknya. Ia tiba di toko buah langganan dan mulai memilah buah kiwi yang tampak segar. Tangannya bergerak otomatis, tapi pikirannya melayang. Belum lagi dia merasa lelah dan mengantuk sekali. “Kenapa aku masih bertahan seperti ini, sih?” batinnya. “Lagi-lagi kau sendiri, cantik?” Suara lelaki itu memecah lamunannya. Elle menoleh, dan menghela napas begitu mengenali suara yang bicara, tidak asing juga. Lavine. Pria tinggi berwajah tampan itu tersenyum miring, mengenakan jas santai dengan rambut sedikit berantakan, khas pria Casanova yang tahu diri
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-11
Baca selengkapnya

Season 2 : Bab 248

Pada akhirnya, yang bisa Elle lakukan adalah menuruti apa maunya Ronald. Hatinya kesal, tapi apa boleh buat. “Ah, maaf, Sayang. Aku benar-benar tidak bermaksud begitu. Tapi, apa salahnya kau membantu Erika? Bagaimanapun, dia sudah banyak membantuku.” Begitulah yang diucapkan Ronald tadi. Elle sudah mencoba untuk memberitahu, “Erika sama sekali tidak berkontribusi untuk semua ini!” Namun, Merin mematahkannya dengan berkata, “Terus? Kau mau bilang kalau kau yang sudah membuat kesuksesan ini? Hemp! Anakku bisa naik jabatan juga karena kerja keras dan kepintarannya. Kafe dan restoran milik kami juga sukses karena rasa makanan dan kerja keras kami yang dibantu Erika secara diam-diam!” Erika nampak canggung, namun senyum lebar di wajahnya itu seolah menyukai pengakuan itu. Hanya bisa tersenyum, Elle sudah tidak bisa menolong kebodohan Merin dan Ronald. Memang seorang manager utama Ayahnya Erika bisa bertindak sejauh itu? Hah... tentu saja tidak. Bisa menyewa gedung hotel m
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-11
Baca selengkapnya

Season 2 : Bab 249

Elle menoleh dan tersenyum, tangannya masih saling menggenggam erat dengan tangan Weren. Entah kenapa dia merasa lega karena masih ada orang yang tulus sehingga ia tidak berpikir bahwa orang dari kalangan ekonomi basah tidak semuanya miskin attitude. “Terima kasih, Bibi…” suaranya pelan namun tegas. “Bibi sudah benar-benar peduli, dan karena itu, aku akan berusaha menyudahi semua ini. Aku tidak ingin terus berada dalam lingkaran yang menyakitkan ini.” Weren mengangguk penuh dukungan. “Aku melihatnya... Kau gadis yang baik dan kuat, Elle. Aku tahu itu dari awal. Tapi menjadi kuat bukan berarti terus bertahan di tempat yang membuatmu tersiksa hanya karena perasaan bersalah.” Elle terdiam. Kata-kata itu menampar lembut kesadarannya yang selama ini dia abaikan. Weren melanjutkan, “Ronald memang anak yang baik, tapi sejak kecil dia sudah terbiasa menurut pad
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-12
Baca selengkapnya

Season 2 : Bab 250

Perlahan Elle membuka matanya saat tirai jendela sedikit bergerak karena hembusan angin sedikit kencang dari pendingin ruangan. Ia mengerang pelan, memegangi kepalanya yang terasa berat dan berdenyut hebat. Pandangannya masih buram, dan ruangan di sekitarnya terasa asing untuknya, sebuah kamar hotel yang cukup mewah, namun sama sekali tidak familiar untuknya. “Akhhh... di mana aku sekarang?” Ia pun bangkit perlahan, duduk sambil menahan sakit. Selimut yang menutupi tubuhnya melorot! “Ya ampun!” Elle panik, apalagi ketika ia menyadari dirinya tidak mengenakan pakaiannya lagi yang semalam. Nyatanya, rasa panik itu tidak berhenti sampai di situ saja. Seketika ia menyadari dirinya tidak mengenakan pakaiannya bahkan pada bagian bawahnya. Dengan gemetar, ia menarik selimut lebih erat ke tubuhnya. “I–ini... apa-apaan?” Ia menoleh perlahan ke arah tempat tidur… dan matanya pun membelalak. Namun yang ia lihat bukan hal yang mengerikan seperti bayangannya, dia Lavine,
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-12
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
222324252627
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status