All Chapters of Hamil Anak Calon Wakil Presiden: Chapter 31 - Chapter 40

133 Chapters

Bab 31

Aisyah duduk di sudut kamar, matanya terpaku pada layar televisi yang menayangkan siaran langsung Sulistyo. Wajahnya yang biasanya dingin tampak sedikit berubah saat ia melihat momen di mana suaminya, Wakil Presiden, menopang tubuh Citra agar tidak terjatuh. Jika kebanyakan istri akan marah atau cemburu melihat hal itu, reaksi Aisyah justru sebaliknya."Hore! Tidak ada Sulistyo!" serunya sambil melompat dari tempat duduknya, seolah anak kecil yang baru mendapat hadiah besar. Senyum lebar terukir di wajahnya. "Sepertinya ini kesempatan untuk kabur!"Kegembiraannya terhenti sejenak ketika pintu kamar terbuka. Mila, pelayan setia yang sudah seperti teman, muncul sambil membawa nampan berisi makanan. "Nona, ini makan siangnya," ujar Mila dengan lembut, meletakkan nampan di atas meja dekat tempat tidur."Mila!" Aisyah langsung berlari ke arahnya, tanpa ragu memeluk perempuan itu erat-erat. Mila, yang tidak siap dengan reaksi tiba-tiba itu, terdiam, wajahnya men
last updateLast Updated : 2024-12-09
Read more

Bab 32

"Kakak Mahendra..." Aisyah merengek pelan, suaranya hampir seperti bisikan, namun cukup jelas untuk terdengar di antara langkah-langkah mereka yang bergema di lorong. Ia menggantungkan diri pada lengannya, memohon belas kasihan. "Jangan merengek seperti anak kecil. Kau sudah besar," jawab Mahendra ketus, tanpa menoleh sedikit pun. Namun, nada suaranya yang tegas tidak cukup untuk menyembunyikan rasa lelahnya menghadapi tingkah Aisyah. Aisyah memajukan bibirnya, menahan kesal. "Kalau aku sudah besar, kenapa masih dikurung di kamar seperti anak kecil yang melakukan kesalahan berat? Aku bosan di kamar terus, Kak! Tidak ada udara, tidak ada kebebasan..." Suaranya meninggi, seolah-olah mengumpulkan energi terakhir untuk meraih simpati. Mahendra berhenti melangkah. Ia menghela napas panjang, jelas mulai luluh oleh rengekan Aisyah. Ia menatap wanita yang sedang memandang penuh harap. "Kau mau kemana?" tanyanya akhirnya, menyerah pada rasa penasaran. "Perpustakaan!" jawab Aisyah tanpa
last updateLast Updated : 2024-12-09
Read more

Bab 33

Panas terik membakar sawah yang luas, menyengat kulit para petani, Sulistyo, dan Citra yang sedang giat bercocok tanam. Keringat mengucur deras dari wajah mereka. Wajah Citra memerah, kakinya bergetar, tubuhnya hampir menyerah karena tidak terbiasa dengan pekerjaan berat seperti ini."Kalau tidak kuat, berhenti saja! Untuk apa memaksakan diri?" bisik Sulistyo pelan di dekatnya, nadanya tajam namun tidak terlalu keras.Citra mengangkat wajahnya yang basah oleh keringat, matanya penuh tekad. "Tidak! Kalau Wakil Presiden saja bisa melakukan ini, aku juga bisa!" jawabnya mantap meskipun suaranya sedikit gemetar.Sulistyo hanya mendengus pelan, tidak ingin memperdebatkan semangat aneh gadis itu.Tak lama kemudian, suara seorang petani tua memecah kesibukan mereka. "Semuanya, sudah terdengar adzan. Sebaiknya kita berhenti sebentar untuk beribadah, setelah itu beristirahat.""Baik, Pak!" sahut para petani lainnya dengan serempak, meletakkan alat
last updateLast Updated : 2024-12-10
Read more

Bab 34

Setelah semua selesai mandi dan menunaikan ibadah, para petani berkumpul di dekat panci besar yang menggantung di atas api unggun. Aroma rempah mulai memenuhi udara, menandakan makanan tengah disiapkan. Namun, pemandangan yang tersaji membuat Citra tidak nyaman.Semua petani wanita, termasuk dirinya, sibuk memasak dengan tangan yang sudah kelelahan akibat mencangkul sepanjang pagi. Sementara itu, para petani pria, termasuk Sulistyo, duduk santai di saung, menikmati semilir angin tanpa sedikit pun terlihat berniat membantu.Citra menggigit bibirnya, menahan amarah. "Apa mereka tidak lelah? Panas-panasan di sawah, sekarang harus memasak juga? Kalau mereka tidak mau membantu, biarkan saja kelaparan!" pikirnya geram, namun ia tak berani mengutarakannya.Dari arah saung, seorang petani pria muda yang tampak gagah malah berseru lantang. "Masak yang enak, ya! Kalau tidak enak, awas kalian!" katanya sambil terkekeh.Citra menatapnya dengan tatapan menusuk
last updateLast Updated : 2024-12-10
Read more

Bab 35

Setelah makanan kedua tersaji, piring-piring kotor mulai menumpuk di sekeliling saung. Para pria, seperti biasa, hanya meninggalkan sisa-sisa makanan begitu saja, tanpa sedikit pun niat mencucinya. Mereka duduk bersandar, berbicara seenaknya."Ayo cepat makan! Setelah ini kita mencangkul lagi!" seru pria bertubuh kekar yang tampak paling menyebalkan di antara mereka. Nada suaranya penuh otoritas, meski jelas ia tidak melakukan banyak hal selain mengatur-atur.Citra mengepalkan tangannya erat-erat. Amarahnya mendidih, namun ia berusaha menahan diri. Ia tahu, satu tindakan kasar saja dapat merusak citra dirinya sebagai putri gubernur.Namun sebelum situasi semakin memanas, Sulistyo turun dari saung dengan langkah mantap. Ia mengambil alih suasana dengan suara beratnya yang penuh wibawa. "Baiklah... Pemuda sekalian, waktu adalah uang! Seluruh warga Dwipantara menunggu hasil pertanian kita! Biarkan para wanita makan dengan tenang, dan kita duluan saja melanjut
last updateLast Updated : 2024-12-11
Read more

Bab 36

Saat upacara kemerdekaan beberapa bulan lalu, istana negara dipadati oleh lautan manusia. Para pejabat dari berbagai daerah hadir, termasuk gubernur Suryaloka bersama keluarganya.Citra, yang baru pertama kali ikut dalam acara besar seperti ini, tampak kebingungan di tengah kerumunan. “Ugh… Ayah dan Ibu di mana ya?” gumamnya, matanya mencari-cari wajah yang dikenalnya seperti anak kecil tersesat.Langkahnya membawanya semakin jauh dari keramaian utama. Tanpa sadar, ia telah menyusuri jalanan sempit yang menuju perkampungan kumuh di pinggiran istana. Aroma tak sedap bercampur dengan kesunyian subuh menyergapnya. Citra mengernyitkan hidung, merasa tidak nyaman. “Tempat macam apa ini? Kenapa aku tiba-tiba di sini?”“Eh, halo… Gadis cantik! Main sama kami, yuk!” Sebuah suara kasar terdengar dari belakang. Citra menoleh dan mendapati tiga pria bertampang seram berdiri di sana.“Kalian siapa?” tanya Citra panik, melangkah mundur dengan gugup.“
last updateLast Updated : 2024-12-11
Read more

Bab 37

Sulistyo memicingkan mata, menatap ke arah Citra dengan tatapan penuh kebingungan. "Benarkah? Aisyah seperti itu?" tanyanya, seolah berusaha mencerna cerita yang baru saja didengarnya. Citra mengangguk mantap. “Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri. Dia menyelamatkanku dari tiga preman itu. Tidak ada yang lebih nyata dari itu.” Suaranya penuh keyakinan, namun matanya memancarkan emosi yang sulit dijelaskan—antara kagum, syukur, dan rasa tidak percaya atas keberanian Aisyah. Sulistyo mengusap dagunya, raut wajahnya menyiratkan bahwa dia sedang memikirkan sesuatu yang lebih dalam. Tanpa sadar, dia bergumam, “Apa ada sesuatu juga di makanan Aisyah waktu itu?” “Ya?” Citra menatapnya bingung. “Apa maksudmu?” Sulistyo tersentak dari lamunannya. “Ti-tidak. Tidak ada apa-apa,” katanya cepat, berusaha mengalihkan perhatian. Dia kemudian berjalan kembali ke sawah, bergabung dengan para petani yang sibuk mencangkul. Namun, gerak-ge
last updateLast Updated : 2024-12-12
Read more

Bab 38

Hari semakin sore. Cahaya matahari yang hampir tenggelam memancarkan warna keemasan di ufuk barat. Suasana terasa hening di kantor gubernur saat Sulistyo menerima telepon dari ayahnya, Jatmiko. “Sulistyo, kau sudah bertemu dengan Gubernur Suryaloka?” Suara Jatmiko terdengar dingin dan tegas dari seberang. “Ajak gubernur ke rumah ayah untuk merundingkan rencana pernikahanmu dengan Citra.” Sulistyo menggenggam ponselnya erat, wajahnya tetap datar. “Baik, Ayah,” jawabnya singkat sebelum menutup telepon. Dengan langkah mantap, ia mendekati Suryanto yang masih berada di ruangan. “Pak Gubernur,” Sulistyo memulai dengan suara sopan namun formal, “Ayah saya, mantan presiden, mengundang Anda untuk datang ke rumahnya. Beliau ingin membahas rencana pernikahan saya dengan Citra.” Suryanto, meskipun terkejut, menyembunyikan reaksinya dengan senyuman tipis. “Baik, Anda berangkatlah lebih dulu. Saya akan datang ke sana bersama anak dan is
last updateLast Updated : 2024-12-12
Read more

Bab 39

"Ayah!" Ratna berteriak dengan suara lantang, matanya menatap tajam ke arah Suryanto. "Apa yang sebenarnya terjadi dengan kalian berdua? Bukankah kita sudah sepakat untuk menikahkan Citra dengan Pak Wakil Presiden? Kenapa tiba-tiba kalian berubah pikiran seperti ini?!" Suryanto, tanpa menggubris kemarahan istrinya, berdiri dari sofanya. Ia menarik tangan Ratna dengan tegas. "Permisi, Pak Mantan Presiden," ucapnya dengan nada tegas, tetapi sopan. "Saya ingin berunding dengan keluarga saya dulu. Citra, ayo ikut kami!" Citra yang semula terpaku di tempat duduknya segera berdiri, berlari kecil mengikuti langkah cepat ayah dan ibunya. Di luar mansion Jatmiko, udara malam yang dingin menusuk kulit mereka, membawa keheningan yang aneh di antara ketiganya. Citra, yang tak tahan dengan keheningan itu, akhirnya bertanya dengan suara kecil, "Ayah, apa sebenarnya yang sedang terjadi?" Suryanto berhenti,
last updateLast Updated : 2024-12-13
Read more

Bab 40

"Ayo, kita masuk kembali." Suryanto melangkah mantap, memimpin istri dan putrinya kembali ke dalam mansion mewah milik Jatmiko, mantan presiden. Wajahnya penuh ketegasan, langkahnya tak ragu sedikit pun.Keluarga Sulistyo segera menyambut mereka dengan sorot mata penuh antisipasi. "Kalian kembali?" Ratri bertanya, senyumnya mengembang seolah yakin dengan hasil keputusan mereka. "Bagaimana... Apa yang kalian putuskan? Rencana pernikahan antara Citra dan Sulistyo akan dilanjutkan, kan?"Suryanto berdiri tegak di tengah ruangan, menarik napas panjang sebelum akhirnya membuka suara. "Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya..." Ia berhenti sejenak, membuat suasana terasa begitu tegang, "Tapi, kami menolak rencana pernikahan Sulistyo dan Citra."Keheningan yang mencekam menyelimuti ruangan. Wajah keluarga Sulistyo berubah muram, kecewa, dan penuh kemarahan yang mereka tahan. Sorot mata mereka seolah menuduh Suryanto telah melakukan penghinaan besar terhadap keluar
last updateLast Updated : 2024-12-13
Read more
PREV
123456
...
14
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status