Share

Bab 39

Author: Sylus wife
last update Last Updated: 2024-12-13 07:36:08

"Ayah!" Ratna berteriak dengan suara lantang, matanya menatap tajam ke arah Suryanto. "Apa yang sebenarnya terjadi dengan kalian berdua? Bukankah kita sudah sepakat untuk menikahkan Citra dengan Pak Wakil Presiden? Kenapa tiba-tiba kalian berubah pikiran seperti ini?!"

Suryanto, tanpa menggubris kemarahan istrinya, berdiri dari sofanya. Ia menarik tangan Ratna dengan tegas. "Permisi, Pak Mantan Presiden," ucapnya dengan nada tegas, tetapi sopan. "Saya ingin berunding dengan keluarga saya dulu. Citra, ayo ikut kami!"

Citra yang semula terpaku di tempat duduknya segera berdiri, berlari kecil mengikuti langkah cepat ayah dan ibunya. Di luar mansion Jatmiko, udara malam yang dingin menusuk kulit mereka, membawa keheningan yang aneh di antara ketiganya. Citra, yang tak tahan dengan keheningan itu, akhirnya bertanya dengan suara kecil, "Ayah, apa sebenarnya yang sedang terjadi?"

Suryanto berhenti,
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 40

    "Ayo, kita masuk kembali." Suryanto melangkah mantap, memimpin istri dan putrinya kembali ke dalam mansion mewah milik Jatmiko, mantan presiden. Wajahnya penuh ketegasan, langkahnya tak ragu sedikit pun.Keluarga Sulistyo segera menyambut mereka dengan sorot mata penuh antisipasi. "Kalian kembali?" Ratri bertanya, senyumnya mengembang seolah yakin dengan hasil keputusan mereka. "Bagaimana... Apa yang kalian putuskan? Rencana pernikahan antara Citra dan Sulistyo akan dilanjutkan, kan?"Suryanto berdiri tegak di tengah ruangan, menarik napas panjang sebelum akhirnya membuka suara. "Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya..." Ia berhenti sejenak, membuat suasana terasa begitu tegang, "Tapi, kami menolak rencana pernikahan Sulistyo dan Citra."Keheningan yang mencekam menyelimuti ruangan. Wajah keluarga Sulistyo berubah muram, kecewa, dan penuh kemarahan yang mereka tahan. Sorot mata mereka seolah menuduh Suryanto telah melakukan penghinaan besar terhadap keluar

    Last Updated : 2024-12-13
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 41

    “Jadi, apa sekarang?!” Sulistyo menghentakkan kakinya ke lantai marmer, suaranya menggelegar. “Apa yang harus aku lakukan dengan Aisyah?!”Ratri, yang duduk di sofa dengan ekspresi geram, langsung merespons dengan nada penuh kebencian. “Anak itu terus saja membuat masalah! Bukankah sudah berkali-kali ibu bilang? Bunuh saja dia! Buat semuanya terlihat seperti kecelakaan!”Jatmiko mengangkat tangannya, mencoba menenangkan istrinya yang emosinya memuncak. “Ratri, tenanglah. Masalah ini tidak bisa kita selesaikan dengan cara gegabah.”Namun, Sulistyo langsung menoleh, tatapannya tajam seperti pisau. “Apa? Ayah pikir aku harus terus bersabar menghadapi perempuan itu?”Jatmiko menghela napas panjang. “Dengarkan aku dulu,” katanya dengan suara rendah tapi penuh wibawa. “Kalau menurut ayah, saat ini kau harus bersikap baik kepada Aisyah.”“APA?!” Sulistyo dan Ratri berteriak hampir bersamaan. Keduanya memandang Jatmiko seolah dia baru saja menyam

    Last Updated : 2024-12-14
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 42

    Sulistyo duduk di kursi ruang wakil presiden dengan lelah. Punggungnya bersandar, matanya terpejam sejenak, sementara pikirannya bergelut dengan sesuatu yang membuatnya tidak nyaman. Dia menengadah, menghela napas panjang, mencoba memahami perasaan yang menyelimuti hatinya sejak meninggalkan perpustakaan. Kenapa senyuman itu membuatnya terusik? Kenapa Aisyah... kenapa Mahendra? Pikirannya penuh, dipenuhi kebingungan dan kemarahan yang tidak jelas sumbernya. Sulistyo menggertakkan giginya, kepalan tangannya mengencang. “Wanita...” ia berbicara pada dirinya sendiri. “Kenapa kalian begitu keras kepala untuk mengejar pendidikan? Apa gunanya? Itu bukan kodrat kalian!” Pernyataan itu bergema di ruangannya. Tapi saat Sulistyo mencoba meyakinkan dirinya, sebuah kenangan lama tiba-tiba muncul, menampar keras pikirannya. 19 tahun yang lalu. Sulistyo, seorang anak gubernur yang duduk di bangku SMA, berjalan malas-malasan menuju perpustakaan sekolah. Di tangannya ada sebuah buku tugas liter

    Last Updated : 2024-12-14
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 43

    Sulistyo pulang ke rumah dengan langkah berat. Pikirannya kalut, dadanya sesak oleh rasa marah dan kecewa yang bercampur aduk. Sesampainya di ruang tamu, ia langsung menemui kedua orang tuanya. Matanya yang merah dan berkaca-kaca membuat Ratri, ibunya, panik. "Ayah... Ibu..." Sulistyo memanggil dengan suara bergetar. Ratri segera mendekat, memeluk putranya erat. "Ada apa, Nak? Kenapa menangis? Siapa yang menyakitimu?" tanyanya cemas, matanya memindai wajah putranya, mencari tanda-tanda luka. Dari arah ruang kerja, Jatmiko, ayahnya, muncul dengan ekspresi datar. "Ada apa? Laki-laki tidak boleh menangis, ingat? Kau sudah besar!" ucapnya dengan nada tegas, mencoba mengintimidasi. Sulistyo menarik napas panjang, berusaha mengendalikan emosinya. "Ayah... Ibu... Ainun..." katanya akhirnya, dengan suara parau. Ratri memiringkan kepala, bingung. "Ainun? Teman sek

    Last Updated : 2024-12-15
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 44

    "Nak, kau teman sekelasnya Ainun, ya?" Suara berat seorang pria paruh baya menyentak lamunan Sulistyo. Pria itu adalah ayah Ainun. Dengan langkah berat dan mata sembab, ia menepuk pundak Sulistyo, mencoba menciptakan percakapan di tengah keheningan yang menyesakkan.Sulistyo hanya mengangguk lemah. Tenggorokannya tercekat, tidak mampu mengeluarkan sepatah kata pun.Pria itu mengulurkan beberapa buku tulis ke arahnya. "Ini buku-buku PR-mu. Semuanya sudah Ainun kerjakan dengan sangat baik." Suaranya bergetar. "Sepertinya... mendiang putri saya memang sangat suka belajar. Bahkan di saat-saat sulitnya, ia tetap mengerjakan PR. Saya tahu... Saya telah gagal sebagai seorang ayah. Saya seharusnya lebih mendengarkan keinginannya, lebih memahami perasaannya. Tapi sekarang sudah terlambat... Ainun yang malang."Sulistyo menatap buku-buku di tangannya, lalu menatap pria itu dengan sorot mata tajam, penuh kemarahan yang tertahan. "Anda ayah Ainun? Lalu kenapa, sebagai

    Last Updated : 2024-12-15
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 45

    Sulistyo menutupi wajahnya dengan sebelah tangan, mencoba meredam emosinya yang bergejolak. Air matanya mengalir perlahan, seperti aliran luka yang tak kunjung kering. Detik-detik berlalu, dan senyuman miring mulai muncul di bibirnya. Sarkasme menggantikan kepedihan, menodai air matanya dengan tawa getir.“Lucu! Lucu sekali!” Sulistyo tertawa terbahak-bahak, namun tawanya terasa seperti jeritan seorang yang kalah dalam perang melawan dirinya sendiri. “Apa yang aku lakukan tadi? Menangis? Hah! Hahahaha!”Ia berdiri dengan tiba-tiba, menghapus air matanya dengan kasar, seolah berusaha menyingkirkan kelemahannya. Matanya terarah ke tumpukan berkas di mejanya, dokumen penting yang akan segera diserahkan kepada Presiden. Dengan dingin, ia menyusun berkas-berkas itu satu per satu, mencoba memusatkan pikirannya pada pekerjaan.Namun, pikiran Sulistyo kembali melayang pada kematian Ainun—dan pada seluruh kenyataan yang pernah ia pelajari sepanjang hidupnya. Bibirn

    Last Updated : 2024-12-16
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 46

    Mahendra berdiri tegak di hadapan Aisyah, menahan langkahnya. Tatapannya penuh amarah dan kekecewaan, seperti tembok yang tidak bisa ditembus.“Berhenti di sini!” serunya tegas. “Kau tidak boleh masuk!”Aisyah mengangkat alisnya, tatapannya dingin namun polos seolah tak bersalah. “Ada apa, Kak?” tanyanya ringan, tanpa sedikit pun menunjukkan rasa bersalah.Mahendra menatap tajam, matanya menyipit, seakan berusaha menembus ketenangan di wajah Aisyah. “Wanita paruh baya yang menangis di gerbang itu, dia ibumu, bukan?”Aisyah mengangguk kecil. “Benar. Lalu kenapa?”Mahendra mengepalkan tangan, wajahnya memerah oleh emosi yang ditahan. “Aisyah! Kau benar-benar keterlaluan!” bentaknya, membuat suasana semakin tegang. “Apa kau tidak malu dibilang anak durhaka? Itu ibumu sendiri! Wanita yang telah melahirkan dan membesarkanmu! Bisa-bisanya kau membuatnya menangis seperti itu? Itu balasanmu sebagai anak?”Aisyah menatap Mahendra dengan m

    Last Updated : 2024-12-16
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 47

    Mahendra mencoba memecah keheningan di dalam mobil, sambil tetap fokus menyetir. Ia melirik Aisyah sekilas melalui kaca spion. "Aisyah, hari ini pakai hijab ya? Kau terlihat lebih anggun dengan hijab seperti itu."Aisyah tetap menatap keluar jendela, menjawab singkat dengan nada datar, "Mumpung Sulistyo tidak lihat."Jawaban itu membuat Mahendra mengernyit. "Kenapa? Ada apa dengan Sulistyo?"Aisyah menghela napas panjang sebelum menjawab, "Keluarga alergi agama itu selalu melarangku pakai hijab. Sama seperti saat aku jadi anggota paskibra waktu upacara kemerdekaan. Semua wanita diwajibkan melepas hijab. Itu perintah langsung."Nurhayati yang duduk di samping Aisyah menundukkan kepala, menahan rasa bersalah yang begitu besar. Dengan suara lirih, ia mencoba berbicara, "Nak... Maafkan ibu... Harusnya ibu dulu—"Namun, Aisyah memotongnya dengan tajam. "Sudah terlambat untuk menyesal! Semua itu sudah terjadi. Tak ada gunanya mengungkitnya lagi

    Last Updated : 2024-12-17

Latest chapter

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 150

    Sulistyo melangkah masuk ke kamar dengan wajah penuh percaya diri. Namun, langkahnya terhenti ketika melihat Aisyah duduk meringkuk di sudut ranjang, tubuhnya gemetar hebat. Wajahnya tersembunyi di balik bantal yang ia tekan erat-erat ke kepalanya, seolah mencoba memblokir sesuatu yang tak terlihat. Sesekali, isakan kecil terdengar dari balik bantal itu. Matanya menyipit, bingung dan sedikit terganggu. Dalam hitungan detik, dia berlari menghampiri Aisyah, lututnya berlutut di samping ranjang. Dengan lembut, tangannya menarik bantal dari wajah istrinya. "Ada apa, sayang? Kenapa menangis?" Wajah Aisyah basah oleh air mata, matanya sembab dan penuh ketakutan. Suaranya bergetar saat ia berbicara. "Dari tadi… Aku terus mendengar suara tembakan dan teriakan orang-orang." Ia menggigit bibir bawahnya, suaranya semakin lirih. "Aku tidak berani melihat ke jendela. Apa yang terjadi di luar sana?" Sulistyo terdiam sejenak, menyusun kata-kata dalam pikirannya. Kemudian, dengan suara yang mene

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 149

    Sulistyo berdiri angkuh di atas balkon istana negara, tubuhnya dibalut setelan formal yang memancarkan kekuasaan. Matanya menatap ke bawah dengan pandangan tajam penuh kepuasan, seolah dunia ini adalah panggung kecil yang ia kendalikan sepenuhnya. Udara malam yang dingin menyapu wajahnya, namun tak mampu mengusir kehangatan memabukkan dari rasa kemenangan yang memenuhi dirinya."Damai sekali…" gumamnya pelan, tapi penuh arogansi. Sebuah senyum licik mengembang di wajahnya. "Memang tidak ada yang tidak bisa diselesaikan dengan uang."Ia berbalik, langkahnya perlahan namun penuh wibawa. Namun, saat punggungnya baru saja meninggalkan pandangan dari balkon, suara kerumunan mulai terdengar dari kejauhan. Raungan protes yang membakar udara malam bergema seperti guntur. Sulistyo berhenti di tengah langkah, mendengarkan dengan tenang, lalu kembali ke tepi balkon, kali ini dengan alis sedikit mengernyit.Di bawah sana, gelombang manusia mulai berkumpul di gerbang i

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 148

    Malam itu, suasana di rumah Anisa sangat sunyi. Angin malam bertiup lembut, menggoyangkan tirai jendela di ruang tamu tempat ia duduk sendiri, hanya ditemani oleh cahaya televisi yang menampilkan berita nasional. Adik-adiknya sudah terlelap di ranjang, tubuh kecil mereka bersandar dengan damai, tidak menyadari betapa resah hati kakak mereka.Anisa memeluk lututnya, matanya menatap layar televisi dengan raut penuh kebencian yang ia coba tahan agar tidak meledak. Lagi-lagi, layar kaca itu dipenuhi dengan berita selebriti yang sama sekali tidak penting. Perdebatan soal drama percintaan artis yang dipoles sedemikian rupa memenuhi setiap segmen, menggantikan pemberitaan luar negeri yang sebelumnya sempat membahas kebobrokan sistem pemerintahan di Dwipantara.Pemberitaan itu hanya bertahan sejenak, seperti embun pagi yang menguap sebelum sempat menyentuh tanah. Anisa tahu alasannya. "Tch! Pasti televisi sudah disogok pemerintah lagi!" gumamnya dengan suara pelan, meluapk

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 147

    Keesokan harinya, layar-layar televisi di seluruh penjuru negeri dipenuhi berita yang sama: "GDP Dwipantara Mengalami Penurunan Tajam, Negara Terancam Krisis Ekonomi." Gambar-gambar grafik ekonomi yang menukik tajam ke bawah terpampang jelas, diselingi laporan dari para analis ekonomi lokal dan internasional."Rendahnya daya beli masyarakat akibat kenaikan pajak yang melambung tinggi telah melumpuhkan perekonomian nasional," ucap salah satu pembawa berita dengan nada serius. "UMKM yang menjadi tulang punggung ekonomi rakyat kini bertumbangan satu per satu, tak mampu bertahan di tengah himpitan ekonomi."Rekaman jalanan yang sepi dari aktivitas jual beli ditampilkan, diikuti visual mall-mall besar yang kosong melompong, dengan hanya segelintir orang yang terlihat berjalan cepat, sekadar untuk membeli kebutuhan pokok."Masyarakat Dwipantara kini bekerja tanpa henti, bagaikan kuda, hanya untuk mengisi perut mereka sendiri," lanjut pembawa berita, suaranya pen

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 146

    Aisyah berbaring di ranjang dengan tubuh yang terasa seolah terkunci. Di sebelahnya, Sulistyo bersandar santai, dengan senyum puas menghiasi wajahnya. Cahaya dari televisi menerangi kamar yang megah namun terasa sesak bagi Aisyah. Film romantis yang sedang diputar menambah ironi dalam hatinya, karena adegan-adegan penuh cinta itu jauh dari apa yang ia rasakan sekarang."Aku kurang suka film romantis," ucap Aisyah akhirnya, mencoba terdengar selembut mungkin agar tidak memicu amarah suaminya. Ia menyandarkan kepalanya di lengan Sulistyo, memasang senyum kecil yang dipaksakan. "Boleh ganti dengan film action atau thriller?" nada manjanya terasa aneh di telinganya sendiri, tetapi ia harus terus memainkan peran ini.Sulistyo menoleh ke arahnya, matanya yang tajam memerhatikan Aisyah seolah sedang membaca pikirannya. Ia terdiam beberapa detik, membuat suasana di antara mereka menjadi tegang. "Tapi, film seperti itu temanya berat," katanya akhirnya, suaranya rendah namun

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 145

    Aisyah duduk di atas ranjangnya yang dingin, memegangi kepala dengan kedua tangannya. Napasnya berat, penuh rasa frustrasi yang sulit ia tahan. Matanya berkaca-kaca saat kata-kata itu akhirnya keluar dari bibirnya dalam bisikan getir. "Bagaimana ini? Aku sudah hamil… Aku benar-benar mengandung anak dari tirani itu."Dengan gemetar, ia menyandarkan tubuhnya pada sandaran ranjang, kedua tangannya perlahan bergerak mengusap perutnya yang masih rata. Sentuhan itu terasa asing, seperti menghubungkan dirinya dengan sesuatu yang sekaligus membangkitkan cinta sekaligus kebencian. "Aku harus melahirkannya," gumamnya pelan. "Harus tetap melahirkannya, meskipun kemungkinan besar dia akan mewarisi tahta ayahnya sebagai presiden KKN."Aisyah mendongak, menatap kosong ke langit-langit kamar. "Tapi aku berjanji… sebagai ibunya, aku akan mendidiknya dengan benar. Kalau bisa… aku akan membuatnya menjadi senjata untuk melawan ayahnya sendiri." Matanya menyipit, penuh tekad. Ia menga

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 144

    Sulistyo duduk di tepi ranjang, menatap perut Aisyah yang mulai membesar. Tangannya terulur, dengan lembut mengusap perut itu seolah mencari kehangatan dari kehidupan yang tumbuh di dalamnya."Jika sudah lahir, ingin diberi nama apa bayi kita?" tanyanya dengan suara yang terdengar tenang, namun mata tajamnya tetap memancarkan dominasi.Aisyah menoleh pelan, menatapnya dengan mata yang lelah. Air mukanya penuh kebingungan dan ketidakpastian. "Entahlah…" jawabnya, suaranya hampir seperti bisikan.Sulistyo tersenyum kecil, seolah menemukan sesuatu yang menghibur di balik sikap Aisyah yang bingung. "Bagaimana dengan nama seperti Kusumo?" tanyanya, suaranya terdengar penuh kebanggaan.Namun, Aisyah hanya menggeleng pelan. "Kita belum tahu yang lahir adalah anak perempuan atau anak laki-laki."Sejenak, suasana menjadi sunyi. Wajah Sulistyo yang sebelumnya terlihat tenang tiba-tiba menggelap. Matanya menyipit, dan rahangnya mengeras saat dia men

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 143

    Sulistyo memandang Aisyah dengan cemas saat ia menggenggam tubuh istrinya yang terasa lemah di pelukannya. Dalam diam, ia membawa Aisyah menuju kamar mereka. Langkahnya mantap, namun di balik ekspresi dingin yang biasa terpancar, ada ketegangan yang sulit disembunyikan.Setelah membuka pintu kamar, Sulistyo membaringkan Aisyah di atas ranjang dengan hati-hati, seperti memegang barang paling rapuh di dunia. Pandangannya tidak lepas dari wajah Aisyah yang terlihat pucat, namun tetap memancarkan kelembutan. "Aisyah, apa kau baik-baik saja? Kau tidak merasa sakit hati dengan ucapan ibu kan?"Aisyah, yang tubuhnya masih terasa lelah, hanya menggeleng pelan. Suaranya terdengar kecil, nyaris berbisik. "Tidak masalah, aku sudah biasa."Namun bagi Sulistyo, jawaban itu justru menambah perih di hatinya. Wajahnya mengeras, tetapi jemarinya tetap lembut saat menggenggam tangan Aisyah. "Jangan terlalu dipikirkan!" katanya dengan nada tegas, nyaris seperti perintah. "Ka

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 142

    Dua minggu berlalu sejak peristiwa terakhir, dan kini Aisyah duduk diam di atas ranjang, tangannya gemetar memegang test pack kecil di tangannya. Dua garis merah mencolok tertera di sana, menandakan sesuatu yang akan mengubah hidupnya selamanya. Kehamilan.Pandangannya kabur oleh air mata yang mulai menggenang, meski ia tak tahu apakah air mata itu lahir dari rasa senang, takut, atau bahkan keputusasaan. Ada kebahagiaan kecil yang menyelinap di sudut hatinya—setidaknya, Sulistyo tidak akan memaksanya lagi untuk segera hamil. Tapi di saat yang sama, ia merasa belenggu di hidupnya kini bertambah erat. Dengan kehamilan ini, kebebasan yang nyaris tak ada sebelumnya kini hilang sepenuhnya.Aisyah cepat-cepat menyembunyikan test pack itu di bawah bantal ketika mendengar langkah kaki mendekat dari luar kamar. Suara langkah itu, meski terdengar tenang, selalu membawa ketegangan di hatinya. Pintu terbuka perlahan, memperlihatkan sosok Sulistyo yang tersenyum lebar sambil me

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status