All Chapters of Satu Malam Bersama Adik Suamiku: Chapter 81 - Chapter 90

142 Chapters

Bab 81: Pilihanku, Cintaku

“Kamu… memilih aku?” gumamnya lembut, suaranya terdengar ragu, seakan-akan dia sedang berbicara pada dirinya sendiri lebih dari pada orang lain.Adrian mengangguk perlahan, tatapannya mendalam dan tidak bergeming dari wajahnya. “Aku mengerti apa arti keputusan ini,” ucapnya dengan suara yang penuh keyakinan.“Aku sadar ini mungkin membuatku kehilangan keluarga untuk selamanya. Namun, aku tak bisa lagi hidup dalam kepura-puraan. Aku mencintaimu, Ayla. Aku siap menghadapi segala risiko demi kita.”Kata-kata Adrian itu menghantam Ayla bagai ombak besar yang menggulung. Hati kecilnya terasa dipenuhi oleh haru yang mendalam, namun juga dibayangi rasa bersalah yang tak kalah kuatnya. Air mata mulai membasahi pipinya, dan dengan cepat ia menutupi wajahnya dengan kedua tangan.“Adrian…” suaranya bergetar, tercekat oleh derasnya emosi yang bercampur aduk. “Aku... aku tak tahu harus berkata apa.&rd
last updateLast Updated : 2025-02-12
Read more

Bab 82: Rasa Sakit yang Menguatkan

Hujan yang turun tadi malam telah meninggalkan keharuman tanah basah yang memenuhi udara pagi yang sejuk. Di sebuah kafe kecil yang menghadap taman kota yang indah, Adrian dan Ayla duduk bersama di sudut yang nyaman.Di antara mereka, suasana terasa hangat, meski sesekali terselip keheningan yang mendalam. Ayla, dengan kedua tangan menggenggam cangkir tehnya, mencoba menyerap kehangatan yang perlahan-lahan meresap ke dalam tubuhnya.Adrian tampak menatap ke luar jendela, matanya menerawang ke kejauhan. Dia tampak lebih tenang dari malam sebelumnya, namun masih ada sedikit ketegangan yang tersirat di wajahnya.Ayla memperhatikannya dari sisi lain meja, berusaha untuk memahami gelombang kegelisahan yang mungkin sedang menghantui pikiran Adrian."Bagaimana perasaanmu pagi ini?" tanya Ayla, suaranya lembut, memecahkan keheningan yang sempat terasa berat.Adrian menoleh dari jendela, menatap Ayla dengan senyum tipis yang sayup-sayup terlihat. "Aku baik-
last updateLast Updated : 2025-02-12
Read more

Bab 83: Bayang Masa Lalu Bram

Malam itu, atmosfer di kamar apartemen Adrian terasa lebih berat dari biasanya. Ia duduk termenung di tepi tempat tidurnya, menyaksikan ponselnya yang tergeletak tak jauh di meja sampingnya. Ponsel itu bergetar lembut, menyampaikan kedatangan sebuah pesan baru yang ia buka dengan hati-hati.Adrian memang selalu berharap agar setiap pesan yang datang bukanlah ancaman atau kabar buruk lainnya. Namun, kali ini, pesan tersebut datang dari sumber yang tak kalah beratnya—ibunya."Pikirkan lagi keputusanmu, Adrian. Ingat, keluarga adalah segalanya. Jika kau tetap memilih jalan ini, jangan pernah kembali."Dengan gerakan lambat, Adrian meletakkan kembali ponselnya. Ia memejamkan mata, mencoba meredam rasa sakit yang menusuk-nusuk hatinya. Meski terasa seperti luka yang tak kunjung sembuh, Adrian enggan membiarkan rasa sakit itu menguasai dirinya.Keputusan sudah diambil, jalannya sudah dipilih, dan ia tahu tak ada lagi jalan untuk kembali.Memandang
last updateLast Updated : 2025-02-13
Read more

Bab 84: Pengakuan Terakhir Bram

“Tidak,” jawab Bram dengan cepat, matanya terbelalak lebar. “Kamu bukan pelarian, Ayla. Memang, awalnya aku menikahimu karena aku ingin melupakan Sasha, tapi seiring waktu, perasaanku tumbuh. Aku benar-benar mencintaimu, Ayla. Hanya saja, mungkin cara aku mencintai tidak tepat.”Ayla terkekeh kecil, suara tawanya terdengar pahit dan sarat ironi. “Cinta yang salah, begitu? Itulah alasannya kau bersikap dingin? Itulah alasanmu... mengkhianati aku?”Wajah Bram memucat. “Aku tahu aku telah melakukan kesalahan. Aku sadar aku tidak layak memintamu untuk memaafkanku, tapi percayalah, aku tidak pernah bermaksud menyakitimu, Ayla.”“Namun kau tetap melakukannya,” potong Ayla, suaranya bergetar sementara air mata mulai mengalir di pipinya. “Kau tidak pernah benar-benar ada untukku, Bram. Kau selalu lebih memilih pekerjaanmu, selalu lebih terikat dengan kenanganmu tentang Sasha, dan pada akhirnya, kau bahkan
last updateLast Updated : 2025-02-13
Read more

Bab 85: Berusaha untuk Merelakan

Pertanyaan tersebut membuat Bram terdiam untuk beberapa saat yang terasa panjang. Matanya menatap Ayla, dan wajahnya menyimpan cerita yang tak mudah untuk diurai—sebuah perpaduan dari rasa bersalah, kejujuran, dan kelelahan yang mendalam.Setelah sesaat, ia menarik napas dan mengungkapkan isi hatinya.“Aku mencintaimu, Ayla,” ucapnya dengan suara yang berat. “Namun, perasaanku terhadapmu tidak sekuat cintaku pada Sasha.”Ucapan Bram itu menghantam hati Ayla bak gelombang yang menghempas pantai. Meski sebagian dari dirinya telah menduga, tetapi mendengar hal itu langsung dari suaminya terasa menyakitkan. Matanya berkaca-kaca, tapi dengan keras ia menahan air mata yang siap tumpah.“Jadi, selama ini aku hanya pelarian bagimu?” suaranya bergetar, mencoba memahami kenyataan.Bram menggeleng perlahan, ekspresinya menjadi lebih lembut.“Tidak, Ayla. Aku menikahimu dengan harapan bisa memulai lembaran
last updateLast Updated : 2025-02-14
Read more

Bab 86: Keputusan untuk Lepas

Pagi itu, cahaya matahari menerobos masuk dengan lembut melalui celah-celah tirai di kamar Ayla, mengirimkan serpihan-serpihan keemasan yang menari di udara. Udara segar dari jendela yang sedikit terbuka membawa aroma tanah yang baru saja basah oleh hujan semalam, mengingatkannya bahwa setiap akhir seringkali diikuti oleh awal yang baru.Duduk di tepi tempat tidurnya, Ayla memainkan cincin kawin yang masih melingkar di jarinya, matanya sesekali tertuju pada cermin di seberang ruangan. Di sana, ia melihat bayangan dirinya yang tampak lebih tenang, walaupun jelas terlihat ada keputusan besar yang sedang dihadapinya.Mengambil napas dalam-dalam, Ayla merasa ada beban besar yang terangkat dari bahunya. Pengakuan Bram semalam, meskipun menyakitkan, telah menutup bab panjang yang telah menghantui hidupnya bertahun-tahun.
last updateLast Updated : 2025-02-14
Read more

Bab 87: Memulai Dari Awal

Malam itu, Ayla berada di balkon apartemennya yang menghadap ke lampu-lampu kota yang berkedip, menciptakan pemandangan bak permadani bercahaya. Dengan ponsel di tangan, ia merasakan getaran lembut pada jari-jarinya saat mengetik pesan yang berat hati untuk Bram."Terima kasih atas segalanya, Bram. Aku harap kita berdua dapat menemukan kebahagiaan sejati, meskipun kita harus berjalan di jalur yang berbeda." Setelah menekan tombol kirim, Ayla menghela napas panjang, seolah-olah dengan itu, ia menutup satu bab penting dalam hidupnya.Tak lama, ponselnya bergetar. Bram telah membalas, "Aku juga berharap yang terbaik untukmu, Ayla. Maafkan aku atas segalanya." Membaca kata-katanya, Ayla tersenyum tipis; air mata berlinang di kedua pipinya.Meski berat, ada rasa lega dan harapan yang bermunculan dari dalam hatinya. Masa depan mungkin masih terlihat kabur, namun, untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, ia merasa siap menghadapi apapun yang mungkin datang.
last updateLast Updated : 2025-02-15
Read more

Bab 88: Menyongsong Harapan Baru

Namun, di tengah kesunyian yang mereka cari jauh dari keramaian kota, bayangan masa lalu Ayla dan Adrian masih sesekali muncul, mengusik kedamaian. Suatu malam, saat Ayla sedang merapikan dapur, getaran ponselnya memecah kesunyian. Di layar, terpampang nama Rita."Halo, Rita," sapa Ayla dengan nada yang hangat dan lembut."Ayla!" seru Rita. Suaranya ceria, namun ada semburat kekhawatiran yang terdengar. "Bagaimana kabarmu? Sudah lama sekali kita tidak berbicara."Ayla tersenyum, meski sadar bahwa Rita tidak dapat melihatnya. "Aku baik-baik saja, Rita. Adrian dan aku baru saja pindah ke tempat yang baru. Kami mencoba untuk memulai segalanya dari awal."Sejenak Rita terdiam, kemudian berkata, "Itu sungguh kabar yang menggembirakan, Ayla. Aku benar-benar senang mendengar kamu telah menemukan keberanian untuk melakukannya. Tapi, apakah semuanya benar-benar baik-baik saja di sana?""Ya, semuanya sangat baik," jawab Ayla dengan tulus. "Tempat ini... bena
last updateLast Updated : 2025-02-15
Read more

Bab 89: Berusaha Menikmati Momen

Saat fajar menyingsing, Ayla dan Adrian duduk berdua di sebuah meja kecil di teras depan, menyaksikan panorama lembah yang mulai berkilau terkena cahaya mentari pagi. Angin sejuk berhembus lembut, namun tidak mampu mengusir kehangatan yang terasa meresap di antara mereka.Ayla dengan hati-hati memotong sepotong pancake dan menyantapnya dengan lahap. Dengan senyum puas, ia berkomentar, "Hmm, lumayan enak juga, ya."Adrian, dengan sorot mata yang genit, menantangnya. "Cuma 'lumayan enak'? Padahal menurutku pancake ini bisa jadi yang terenak sejagat, loh."Ayla terkekeh, matanya berkilau penuh gembira saat memandang Adrian. "Ah, kamu ini, selalu saja berlebihan.""Memang," Adrian mengakui dengan senyuman yang mengembang, sambil menikmati tegukan kopinya. "Apalagi jika itu berkaitan dengan kamu."Merona, pipi Ayla memerah mendengar kata-kata manis itu, tapi dia memilih untuk tidak menjawab. Sebaliknya, ia menatap lembah yang terhampar luas di depan mer
last updateLast Updated : 2025-02-16
Read more

Bab 90: Membangun Kepercayaan

“Bram...” Ayla mencoba menyela, tapi Bram mengangkat tangannya, memberi isyarat untuk diberi kesempatan berbicara lebih dulu.“Aku tahu aku telah menyakitimu,” ujarnya, suaranya tergoyah sedikit.“Dan aku sadar, aku telah kehilangan kesempatan untuk memperbaiki segalanya. Tapi melihatmu di sini, menjalani hidup dengan bahagiamu... itu membuatku lega. Karena setidaknya kau telah menemukan kebahagiaan yang seharusnya selalu menjadi milikmu.”Kata-kata Bram membekukan kata-kata di bibir Ayla. Dia kehilangan kata-kata untuk diucapkan. Namun, di sudut hatinya, ada kelegaan bahwa Bram akhirnya menerima kenyataan tersebut.“Terima kasih, Bram,” ucapnya akhirnya, nada suaranya penuh kelembutan. “Semoga kau juga menemukan kebahagiaanmu sendiri.”Bram hanya mengangguk, lalu perlahan berdiri. “Aku harus pergi sekarang. Tapi ingat, aku selalu mendoakan yang terbaik untukmu.”Ayla me
last updateLast Updated : 2025-02-16
Read more
PREV
1
...
7891011
...
15
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status