Cheryl meletakkan cangkir kopi di atas meja dengan gerakan terkendali, berusaha sekuat tenaga agar ekspresinya tetap netral. "Silakan, Tuan," ucapnya, suaranya terdengar stabil meski ada ketegangan samar yang menyusup di tengkuknya.Tuan Sigit mengangkat cangkir itu dengan tenang, mengendus uapnya sebelum menyesap perlahan. Sejenak, ekspresinya sulit ditebak, hanya kesunyian yang menggantung di antara mereka."Hmm," gumamnya akhirnya, senyum kecil terukir di wajahnya. "Terima kasih, Cheryl."Ada sesuatu dalam senyum itu yang terasa seperti pujian. Pujian dari seorang pria yang selama ini hanya Cheryl lihat lewat televisi nasional dan majalah bisnis."Baiklah, Tuan. Saya permisi dulu. Tuan Bara meminta saya kembali ke dapur," katanya, sedikit tergesa, ingin menjauh secepat mungkin.Tuan Sigit mengangguk, dan Cheryl segera melesat ke dapur, seakan bara api mengejarnya.Di dapur, Bara yang menyadari kedatangan Cheryl segera menoleh. "Kenapa? Wajahmu pucat begitu?" tegurnya dengan tatapan
Terakhir Diperbarui : 2025-02-28 Baca selengkapnya