"Astaghfirullah, Mbak Siti!" Mata Ratih terbelalak melihat Siti terbujur kaku di lantai. Kulitnya gosong dan kering, matanya melotot ke atas seolah menyaksikan sesuatu yang mengerikan sebelum ajal menjemput. "Mbak Siti, kenapa?" suara Ratih bergetar, dadanya sesak oleh ketakutan. Dia berlutut di samping jasad Siti, tangannya gemetar saat mencoba meraba denyut nadinya. Tidak ada detak, tidak ada kehidupan. Siti telah tewas dengan cara yang mengenaskan. Ratih menelan ludah, berusaha mengendalikan kepanikannya. "Kiai, bagaimana ini?" tanyanya dengan suara tercekat. Kiai Ahmad memandang jasad Siti dengan dahi berkerut. "Kenapa bisa seperti ini?" Ratih menghela napas berat. "Aku... aku meminta tolong padanya untuk menjaga Jagat dan Kala, Kiai," ucapnya, sedikit ragu. Kiai Ahmad mundur selangkah. Wajahnya menegang, dia mulai menyadari sesuatu yang mengerikan. "Tapi, kamu kasih tahu, kan? Dia nggak boleh menatap Jagat dan Kala terlalu lama?" Ratih terdiam sejenak, mencoba meng
Huling Na-update : 2025-03-17 Magbasa pa