Home / Horor / Pesugihan Genderuwo / Kabanata 241 - Kabanata 250

Lahat ng Kabanata ng Pesugihan Genderuwo: Kabanata 241 - Kabanata 250

256 Kabanata

241. Firasat

"Mas Bagas!"Ratih terbangun dengan napas memburu. Tangannya terulur seolah ingin meraih sesuatu yang tidak ada di sana. Matanya membelalak, keringat dingin membasahi dahinya."Kenapa aku mimpi seperti itu?" gumamnya, masih berusaha menenangkan detak jantungnya yang tidak beraturan.Dalam mimpi itu, dia melihat suaminya berdiri di tepi sungai dengan tubuh yang tidak lagi seperti manusia. Matanya merah menyala, kulitnya ditumbuhi bulu lebat, dan tubuhnya membesar seperti raksasa. Dia tidak mengenali Bagas dalam sosok itu.Ratih turun dari tempat tidur. Perasaan gelisah semakin menguasainya. Rumah terasa begitu sunyi, hanya suara jangkrik dan burung hantu yang terdengar. Dia membuka pintu depan dan melangkah keluar. Angin malam yang dingin menerpa kulitnya, tapi itu tidak menghentikan langkahnya untuk memandang ke sekeliling."Mas Bagas mana, ya? Kenapa sudah malam begini belum pulang?" suaranya terdengar gemetar.Dia kembali masuk ke dalam rumah dan melihat jam dinding. Sudah pukul set
last updateHuling Na-update : 2025-03-14
Magbasa pa

242. Menghilang

"Mas, apa yang kamu lakukan?" Bagas berdiri di pojok rumah dengan tubuh besarnya. Cahaya redup dari lampu minyak membuat bayangannya tampak semakin menyeramkan. Namun, dia tidak menjawab ucapan Ratih. "Mas, kamu kenapa?" suara Ratih bergetar, mencoba mendekati suaminya. Bagas hanya menggeram. Suaranya terdengar berat dan dalam. Tubuhnya semakin tinggi, lebih besar dari sebelumnya. Ratih mencoba meraih tangan besar itu, tapi Bagas malah menghempaskannya dengan kasar. Hrgh! Erangan itu menggema di ruangan. Ratih mundur selangkah, dadanya berdebar kencang. Lalu, tiba-tiba, Bagas menghilang begitu saja ke balik dinding kayu rumah mereka. Ratih terperangah. Matanya membelalak tidak percaya. "Mas ... Mas!" Dia menggedor dinding itu, berharap Bagas kembali muncul. Tidak ada jawaban. Ratih meremas rambutnya. Napasnya tersengal. Dia benar-benar tidak menyangka Bagas bisa menghilang begitu saja. Tangannya gemetar, menggigit jarinya sendiri sambil mondar-mandir tidak karuan.
last updateHuling Na-update : 2025-03-15
Magbasa pa

243. Perubahan Tak Bisa Kembali

"Kiai, tunggu!" Ratih berteriak sekencang mungkin. Dia tahu tidak ada waktu untuk menenangkan diri. Waktu terus berjalan, dan setiap detik terasa berharga. "Kiai, tunggu saya!" napasnya memburu, jantungnya berdetak tak beraturan. Kiai Ahmad, yang baru saja pulang dari masjid, menghentikan langkahnya dengan dahi berkerut. "Ada apa?" tanyanya. "Mas Bagas, Kiai... itu... Mas Bagas!" suara Ratih terdengar gemetar, ucapannya terbata-bata. Kiai Ahmad segera memahami ada sesuatu yang serius. Dia menepuk bahu Ratih dengan lembut, mencoba menenangkannya. "Coba jelaskan perlahan. Apa yang terjadi?" Ratih menarik napas dalam-dalam. Dia berusaha mengatur jantungnya yang masih berdegup kencang. Setelah beberapa saat, dia mulai menceritakan apa yang telah terjadi. "Mas Bagas sudah berubah sepenuhnya!" kata Ratih dengan mata berkaca-kaca. Kiai Ahmad tersentak. Dia memang sudah menduga hal ini akan terjadi pada Bagas. Bagaimana tidak? Bagas telah bersekutu dengan iblis. Silsilah keluarganya p
last updateHuling Na-update : 2025-03-16
Magbasa pa

244. Sukma

"Astaghfirullah, Mbak Siti!" Mata Ratih terbelalak melihat Siti terbujur kaku di lantai. Kulitnya gosong dan kering, matanya melotot ke atas seolah menyaksikan sesuatu yang mengerikan sebelum ajal menjemput. "Mbak Siti, kenapa?" suara Ratih bergetar, dadanya sesak oleh ketakutan. Dia berlutut di samping jasad Siti, tangannya gemetar saat mencoba meraba denyut nadinya. Tidak ada detak, tidak ada kehidupan. Siti telah tewas dengan cara yang mengenaskan. Ratih menelan ludah, berusaha mengendalikan kepanikannya. "Kiai, bagaimana ini?" tanyanya dengan suara tercekat. Kiai Ahmad memandang jasad Siti dengan dahi berkerut. "Kenapa bisa seperti ini?" Ratih menghela napas berat. "Aku... aku meminta tolong padanya untuk menjaga Jagat dan Kala, Kiai," ucapnya, sedikit ragu. Kiai Ahmad mundur selangkah. Wajahnya menegang, dia mulai menyadari sesuatu yang mengerikan. "Tapi, kamu kasih tahu, kan? Dia nggak boleh menatap Jagat dan Kala terlalu lama?" Ratih terdiam sejenak, mencoba meng
last updateHuling Na-update : 2025-03-17
Magbasa pa

245. Pemakaman Siti

"Wah, ini persis seperti kematian Bu Ajeng!" Bisik-bisik warga mulai terdengar, mereka saling berpandangan dengan wajah penuh kecemasan. Jasad Siti terbujur kaku dengan kondisi yang mengenaskan, sementara suaminya tersedu di depan tubuh tak bernyawa istrinya. "Maafkan saya, Pak..." ucap Ratih lirih. Suami Siti hanya menatapnya dengan mata sayu, penuh kesedihan dan kebingungan. Dia sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada istrinya. Kyai Ahmad maju ke tengah kerumunan, lalu mengarahkan warga untuk segera memandikan jenazah. "Semua perlengkapan sudah disiapkan?" "Sudah, Pak Kyai," jawab seorang lelaki paruh baya. Jasad Siti diangkat dengan hati-hati dan diletakkan di atas meja panjang. Para ibu-ibu mulai menyiram tubuhnya dengan air perlahan. Namun, saat air siraman pertama mengenai wajahnya, sesuatu yang tak terduga terjadi. Mata Siti terbuka lebar! Jeritan histeris langsung memenuhi ruangan. Beberapa orang berhamburan keluar, sementara yang lain hanya bisa berdiri ka
last updateHuling Na-update : 2025-03-18
Magbasa pa

246. Korban selanjutnya

"Jagat... Kala...."Ratih melihat kedua anaknya berjalan perlahan ke arah Hutan Terlarang—tempat yang seharusnya tak boleh dimasuki siapa pun. Panik, dia segera berlari mengejar mereka. Namun, semakin cepat dia berlari, semakin jauh jarak mereka."Jangan ke sana! Jangan!"Dia berteriak sekuat tenaga, tetapi kedua anaknya tidak menoleh. Seolah-olah mereka tidak mendengar suara ibunya sama sekali.Lalu, di dalam kegelapan hutan, sesosok makhluk besar bertanduk berdiri tegak di hadapan Jagat dan Kala. Makhluk itu berbicara kepada mereka dalam bahasa yang tak dimengerti Ratih. Suaranya bergemuruh seperti kilat yang menyambar."Jagat... Kala, jangan—"Ratih tersentak. Tatapan anak-anaknya kini berubah. Mata mereka bersinar merah menyala, seperti bara api yang menyala-nyala dalam kegelapan.Tiba-tiba saja, tubuh mereka melesat cepat—dalam sekejap, wajah mereka sudah tepat di depan wajah Ratih!Ratih gemetar. "Nak, kalian anakku! Mau seperti apa pun diri kalian... kalian tetap anakku!" ucapn
last updateHuling Na-update : 2025-03-19
Magbasa pa

247. Teror di Desa Sumberarum

"Bu, kenapa mereka takut?"Suara kecil itu membuat Ratih tersentak. Dia menoleh, melihat Jagat dan Kala duduk di ambang pintu, mata merah mereka berkilat dalam gelap."Kenapa mereka ketakutan, Bu?" ulang Jagat, kepalanya sedikit miring, seperti tidak mengerti.Ratih menggigit bibirnya. Tangannya mengepal di sisi tubuhnya, berusaha menahan gemetar yang perlahan merayapi dirinya.Mereka tidak tahu? Atau mereka hanya berpura-pura?Malam semakin larut. Di ujung desa, Pak Tarjo duduk di depan kandangnya, menggenggam obor yang menyala redup.Sejak kematian tragis istri Pakde Karto, warga Sumberarum mulai ketakutan. Kini, kejadian aneh terus berulang—ternak mati kehabisan darah, dan mayat ditemukan dengan luka mengerikan.Pak Tarjo menguap kecil, namun matanya tetap awas. Sudah tiga ekor kambingnya mati dalam dua malam terakhir.“Aku tidak akan membiarkan kejadian itu terulang lagi,” gumamnya, mempererat genggaman pada
last updateHuling Na-update : 2025-03-20
Magbasa pa

248. Hutan Terlarang

"Ibu... kita di sini!"Suara itu kembali terdengar, menggetarkan udara malam yang dingin. Ratih menoleh ke kanan dan kiri, matanya liar mencari sumber suara. Namun, yang dia temukan hanyalah pepohonan tinggi yang menjulang, menciptakan bayangan gelap yang bergerak seiring tiupan angin."Di sini, Bu... di sini!"Ratih menelan ludah. Suaranya semakin dekat, tapi bayangan kedua anaknya tak juga terlihat.Bagaimana mereka bisa keluar rumah?Jantungnya berdebar kencang. Rasa takut menyusup ke setiap sudut pikirannya."Jagat... Kala!" teriaknya, suaranya bergetar.Namun, hanya sunyi yang menjawabnya.Argh!Sebuah erangan tajam menggema di kegelapan.Ratih terperanjat, tangannya mencengkeram bajunya sendiri. Dia melangkah mundur, matanya liar mencari sumber suara.Tapi tidak ada siapa-siapa.Srek!Sesuatu bergerak di antara dedaunan kering. Ratih menahan napas. Dia tahu dia tidak sendirian di sini."Ibu... kami di sini!"Suara itu kembali terdengar, kali ini dari arah yang berbeda. Ratih mel
last updateHuling Na-update : 2025-03-21
Magbasa pa

249. Cakaran Anaknya

"Siapa yang telah terbunuh?"Jantung Ratih berdegup kencang. Keringat dingin mengalir di pelipisnya.Tidak... ini tidak mungkin terjadi lagi.Ratih menggigit bibir, mencoba menenangkan napasnya yang tersengal. Dadanya naik turun dengan cepat, pikirannya berkecamuk."Mayat siapa itu? Ke—kenapa...?"Tangannya mencengkeram gagang pintu dengan erat. Tubuhnya terasa kaku, namun ketakutan yang mencekam membuatnya tidak bisa berdiam diri.Dia harus melihatnya.Ratih melangkah maju, lalu berhenti. Ragu.Tangannya gemetar saat dia meraih sebilah pisau di atas meja. Genggamannya erat, seakan itu satu-satunya hal yang bisa melindunginya dari kengerian di balik pintu.Duka dan ketakutan menyelimuti hatinya.Lalu, dengan gerakan perlahan, dia mendorong pintu kamar itu.Kreek...Suara engsel berderit, membuka pemandangan yang membuat Ratih membeku.Darah.Darah ada di mana
last updateHuling Na-update : 2025-03-22
Magbasa pa

250. Pendopo

"Astagfirullah, Kiai!"Ratih mundur beberapa langkah, tubuhnya bergetar hebat.Darah.Darah mengalir di lantai kayu, merembes ke sela-sela papan yang mulai lapuk. Tubuh Kiai Ahmad terkulai di atas tikar dengan napas yang tersengal-sengal.Matanya setengah terbuka, tapi pandangannya kosong."Ya Allah, Kiai! Apa yang telah terjadi!" Seluruh tubuhnya dipenuhi luka. Sayatan panjang di dadanya menganga, dan bekas cakaran mencabik kulit di lengannya.Ada sesuatu yang telah menyerangnya.Ratih menutup mulutnya, rasa mual merayap di tenggorokannya.Ini ulah mereka.Jagat dan Kala."Na—Nak Ratih..."Suara Kiai Ahmad bergetar, nyaris tak terdengar.Ratih buru-buru berlutut di sampingnya, berusaha mencari cara untuk menghentikan pendarahan. Namun, darah terus mengalir, membasahi jubah putihnya."Kiai, bertahanlah!" Ratih menahan air matanya. "Saya akan minta bantuan!""A—anak ... anak mu! ha—harus segera—"Dengan tangan gemetar, Ratih berlari ke luar rumah."Tolong! Ada yang bisa membantu?!"Be
last updateHuling Na-update : 2025-03-23
Magbasa pa
PREV
1
...
212223242526
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status