"Bagas, rumah itu buat anak setanmu, ya?" Suara itu terdengar begitu familiar. Bagas mengernyit. Sejak dulu, mereka—warga desa yang selalu mencaci makinya—tak pernah berubah. Saat dia miskin, mereka menghinanya. Saat dia kaya, mereka tetap merendahkannya. Bagas berusaha mengabaikan mereka. Tangannya sibuk menggergaji kayu, mencoba fokus pada pekerjaannya. "Hei, urus saja hidup kalian sendiri! Jangan ikut campur urusan orang lain!" teriak Bagas. Namun, bukannya pergi, warga malah semakin berani. "Sombong banget! Miskin tapi belagu!" seseorang berteriak lantang. Bagas mengepalkan tangan, mencoba menahan emosi. Namun, kesabarannya kini hampir habis. Matanya yang tadinya cokelat perlahan berubah merah. Dia berdiri, menatap mereka satu per satu. Napasnya mulai memburu, ada sesuatu yang bergolak dalam dirinya. Buk! Tanpa sadar, kepalan tangannya melayang dan mendarat di wajah salah satu warga. Warga yang lain langsung terperanjat. Mereka tak menyangka Bagas akan melawan. "Kurang
Huling Na-update : 2025-03-13 Magbasa pa