Semua Bab Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir: Bab 181 - Bab 190

199 Bab

Bab 181. Semakin Mendekat

Hari yang dinanti telah tiba. Hari ini adalah hari terakhir Naura menjejakkan kakinya di perusahaan besar milik Reval. Ia akan segera meninggalkan kota yang penuh kenangan itu. Untuk terakhir kalinya, Naura ingin meminta maaf dan berterima kasih kepada Reval. Langkah kaki Naura menggema pelan di lantai marmer kantor. Setiap langkahnya terasa berat, seolah setiap jejak yang ia tinggalkan adalah perpisahan dengan semua kenangan yang pernah terukir di tempat ini. Jantungnya berdetak tak menentu saat ia berdiri di depan pintu ruangan yang sudah begitu familiar. Ruangan di mana banyak kisahnya dengan Reval tercipta. Tangannya terangkat, mengetuk pintu kayu itu dengan ragu. Tok. Tok. Tok. Tak ada jawaban. Naura menunggu sejenak, berharap mendengar suara yang selama ini mampu menggetarkan hatinya. Namun, keheningan tetap menyelimuti ruangan di balik pintu itu. Perlahan, ia memutar kenop pintu. Tidak terkunci. Naura mendorong pintu dan melangkah masuk. Udara di dalam terasa sedikit
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-25
Baca selengkapnya

Bab 182. Dalam Genggamannya

Naura memejamkan mata, menolak perasaan yang menggumpal di dadanya. Tangannya mengepal di sisi tubuh, berusaha mengendalikan getaran emosi yang berkecamuk. Tapi, getar suara Reval menembus pertahanannya. “Aku tidak peduli siapa ayah dari bayi yang kamu kandung. Yang kuinginkan... hanya kamu, Naura.” Sebuah bulir air mata jatuh di pipi Naura, entah karena keterkejutan atau rasa yang tak mampu dia jelaskan. Reval terdiam melihatnya, tatapannya melunak. Perlahan, jemarinya terangkat, menghapus jejak air mata itu dengan sentuhan yang begitu lembut seolah takut merusak sesuatu yang rapuh. “Saya... tidak bisa.” Suara Naura lirih namun tegas, meski dadanya terasa sesak. “Saya istri orang lain, Pak Reval. Dan sebentar lagi Bapak akan menikah dengan Callista.” Reval tersenyum pahit, matanya menyimpan luka yang tak terucapkan. “Pernikahan itu tidak pernah kuinginkan. Hanya kamu... sejak awal, hanya kamu yang mengisi ruang kosong dalam hatiku, Naura.” Reval terdiam sejenak. Lalu, tanpa p
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-26
Baca selengkapnya

Bab 183. Tentang Dion

Dinda menghela napas panjang, lalu memaksa bibirnya tersenyum meski matanya masih berlinang. “Hadiah kecil untukmu. Jangan pernah lupakan aku, ya?” Jemari Naura bergetar saat menerima kotak itu. Rasanya berat sekali untuk menggenggamnya, seolah kotak kecil itu membawa seluruh kenangan yang pernah mereka lalui bersama. Ia menatap Dinda, lalu Ervan. Keduanya memiliki ekspresi yang berbeda. Dinda yang emosional, sementara Ervan lebih menahan, tetapi sorot matanya jelas menunjukkan kepedulian yang mendalam. Naura tersenyum tipis, menahan sesak yang mengganjal di dadanya. “Terima kasih ... untuk segalanya,” ujar Naura pelan, tetapi cukup jelas untuk keduanya dengar. Dinda menggigit bibirnya, menahan tangis yang hendak pecah. “Kalau kamu butuh tempat pulang ... aku di sini, Naura.” Ervan mengangguk pelan, menambahkan, “Kami di sini.” Naura tidak sanggup berkata apa-apa lagi. Ia hanya menatap mereka dalam diam, menghafal wajah mereka untuk terakhir kalinya sebelum akhirnya melangkah mun
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-04
Baca selengkapnya

Bab 184. Tidak Percaya

Jantung Naura berdegup lebih cepat dari biasanya. Ia menegakkan duduknya, menatap wajah wanita paruh baya itu dengan perasaan tak menentu. “Ada apa dengan Mas Dion, Bu?” tanyanya hati-hati. Ibu Lastri menghela napas. Tangannya saling bertaut, pertanda bahwa ia sedang berusaha menyusun kata-kata. “Tadi Dion sempat menghubungi Ibu. Katanya dia sangat sibuk dengan pekerjaan, jadi tidak bisa menjemputmu.” Naura mengerutkan kening. “Kenapa Mas Dion nggak bilang langsung kepadaku, Bu? Dihubungi juga susah.” Ibu Lastri terdiam sesaat. “Em, itu….” Naura menangkap kegugupan di raut wajah wanita itu. Matanya yang biasanya lembut kini seperti menyimpan sesuatu. “Ada apa, Bu?” desaknya, nada suaranya sedikit lebih tinggi dari yang ia maksudkan. Ibu Lastri tersenyum tipis, tapi senyumnya terasa tidak natural. “Mungkin sinyalnya sedang buruk, Nak.” Naura terdiam, berusaha mencerna jawaban itu. Tapi sesuatu dalam dirinya berteriak bahwa ada yang janggal. Ia menatap wajah wanita itu le
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-05
Baca selengkapnya

Bab 185. Menyakitkan

Koper milik Naura tergeletak begitu saja. Wanita itu tidak lagi peduli. Tangannya gemetar saat memasukkan ponselnya kembali ke dalam tas, napasnya tersengal. Ia baru saja menerima sebuah kabar yang menghantamnya lebih keras dari apa pun. Dion. Ditemukan di kamar hotel. Bersama seorang wanita. Tak sadarkan diri. Keadaannya … tak berbusana. Perut Naura terasa seperti dipukul keras. Otaknya berusaha mencerna, tapi semuanya terasa begitu absurd, begitu menyakitkan. Tangannya melambai, menghentikan taksi yang melintas. Tanpa ragu, ia masuk dan menyebutkan satu tujuan. Rumah sakit. Sepanjang perjalanan, bayangan Dion berputar di pikirannya. Pria yang selama ini menjadi harapan terakhirnya, tempatnya berpulang setelah semua yang terjadi dengan Reval. Namun sekarang, seolah takdir kembali menertawakannya. Air mata sudah berlinang di pipinya. Ia tak peduli. Taksi berhenti dengan rem mendadak di depan rumah sakit. Naura bergegas keluar, hampir tersandung karena langkahnya yang terbu
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-06
Baca selengkapnya

Bab 186. Licik

Naura tertawa kecil, getir. Matanya kembali menatap Dion. “Bukankah saya bodoh?” Suaranya bergetar. “Saya berusaha percaya bahwa dia pria yang baik, bahwa dia adalah orang yang bisa saya cintai tanpa takut dikhianati lagi. Tapi lihat sekarang ... ternyata saya tidak lebih dari seorang wanita bodoh yang terus saja berharap pada sesuatu yang sia-sia.” Suara Naura pecah di akhir kalimat. Dan saat itu, pertahanannya runtuh. Tangannya menutup wajahnya, tubuhnya bergetar hebat menahan isakan. Reval tak bisa lagi hanya diam. Tanpa ragu, ia menarik Naura ke dalam pelukannya. Naura semula memberontak, kedua tangannya mendorong dada Reval, tetapi pria itu tak goyah. “Lepaskan,” ucapnya lirih, suaranya teredam di dada Reval. “Tangismu tidak akan membuat semua ini berubah, Naura.” Reval semakin mengeratkan pelukannya. Naura kembali mencoba melawan, tetapi kekuatannya sudah habis. Ia akhirnya menyerah. Tangannya mengepal di dada Reval, lalu tanpa bisa ditahan lagi, ia menangis sejadi-jad
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-07
Baca selengkapnya

Bab 187. Menggeleng Lemah

Sebuah tepuk tangan nyaring terdengar di ruangan itu. “Jadi ini semua perbuatan Mama?” ujar Reval, suaranya rendah tetapi penuh tekanan. Wanita paruh baya yang masih duduk itu tersentak. Wajahnya yang semula tenang kini dipenuhi keterkejutan. “Reval! Ka–kamu ...” “Kenapa, Ma?” Reval melangkah maju, ekspresinya dingin. “Terkejut karena aku dan Naura mendengar pembicaraan kalian?” Di belakang Reval, Naura berdiri dengan tubuh menegang. Jantungnya berdetak kencang, sulit mempercayai apa yang baru saja ia dengar. Kata-kata dokter dan mama Reval masih terngiang di telinganya. Dion dan Callista memang berselingkuh. Bukan jebakan. Mereka benar-benar mengkhianati dirinya. Mama Reval hanya berusaha menutupi fakta itu dengan kebohongan lain. Ruangan itu terasa semakin menyempit. Napas Naura tersengal, seakan udara mendadak menipis. Dadanya berdenyut, bukan hanya karena kekecewaan, tetapi juga karena rasa bodoh yang terus menyergap. “Jadi ...” Suara Naura bergetar. “Tidak ada yang menj
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-08
Baca selengkapnya

Bab 188. Milik Mereka Berdua

Ekspresi Reval mengeras. “Itu bukan urusan kita, Naura.” “Tapi dia masih tak sadarkan diri—” “Dia akan baik-baik saja. Ada dokter dan perawat di sini. Naura, kamu tidak perlu merasa bertanggung jawab atas seseorang yang tidak pernah memikirkan perasaanmu.” Naura terdiam. Ada sesuatu dalam nada suara Reval yang membuat hatinya bergetar. Seakan pria itu bukan hanya berbicara tentang Callista, tetapi juga tentang Dion. Ia tahu Reval benar. Callista bukan tanggung jawabnya. Dion juga bukan. Namun, rasa iba itu tetap ada, menggantung di sudut hatinya. “Saya tidak ingin pergi dalam keadaan seperti ini,” gumamnya. Reval menghembuskan napas panjang. “Naura.” Ia meraih bahu gadis itu, menatapnya dalam-dalam. “Kalau kamu tetap di sini, apa yang akan berubah?” Naura menggigit bibir. Ia tidak bisa menjawab. “Kamu hanya akan terus terjebak dalam rasa sakit dan keraguan.” Suara Reval melembut. Kini Naura merasa ada seseorang yang benar-benar mengerti perasaannya. Reval berbicara dengan n
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-09
Baca selengkapnya

Bab 189. Aku mencintaimu, Naura.

Reval masih menatap Naura setelah ciuman panjang mereka terhenti. Napas keduanya masih tersengal, dan mata mereka tetap terkunci dalam keheningan yang berbicara lebih dari seribu kata. Perlahan, Reval mengangkat tangannya, membelai lembut pipi Naura dengan ujung jemarinya. Jari-jarinya menyusuri pipi halus itu dengan penuh kelembutan, lalu bergerak menyelipkan helai rambut yang tertiup angin ke belakang telinga Naura. “Aku mencintaimu, Naura.” Suaranya rendah, dalam, namun tegas. Tidak ada keraguan di sana. Naura membeku. Bibirnya sedikit terbuka, seolah ingin berkata sesuatu, tetapi tidak ada suara yang keluar. Kata-kata Reval begitu tiba-tiba, begitu nyata, hingga Naura tidak siap untuk menghadapinya. Reval memiringkan kepalanya sedikit, memperhatikan ekspresi Naura yang kebingungan. “Apakah kamu juga merasakan hal yang sama?” tanyanya lagi, suaranya lebih lembut kali ini. Naura menunduk. Jemarinya saling meremas di atas pangkuannya. Jantungnya berdegup begitu cepat hingga ia
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-10
Baca selengkapnya

Bab 190. Ingin Makan Es Krim

Naura menggeleng cepat. “Tidak. Saya sudah ganti baju yang lebih nyaman. Masa Bapak tetap dengan pakaian basah seperti itu? Saya tidak bisa membiarkan itu.” Reval menatapnya lama, menyadari bahwa wanita di depannya ini benar-benar keras kepala. “Jadi kalau aku tidak ganti baju, kamu tidak mau makan?” tanya Reval sekali lagi untuk memastikan. Naura mengangguk mantap. Reval mendesah panjang. “Baiklah,” ujar Reval pasrah. Naura tersenyum puas. “Ayo kita cari baju untuk Bapak.” Mereka kembali berkeliling dan kali ini, Naura yang mengambil alih pencarian. Ia dengan serius memilihkan pakaian untuk Reval, membandingkan warna dan bahan dengan ekspresi sangat fokus, seolah sedang mengambil keputusan penting dalam hidupnya. Reval hanya bisa mengamati dari belakang, tersenyum kecil melihat keseriusan Naura. “Bagaimana dengan ini?” Naura mengangkat sebuah kaus berwarna hitam dengan gambar kelapa dan tulisan besar Life’s a Beach. Reval melirik kaus itu, lalu menaikkan satu alisnya. “Aku t
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-11
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
151617181920
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status