Semua Bab Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir: Bab 171 - Bab 180

197 Bab

Bab 171. Tak Ada Gunanya

Seperti terkena sengatan listrik, ekspresi Dion langsung berubah. Senyum yang tadi mengembang di wajahnya perlahan memudar, digantikan dengan tatapan tidak suka. “Kenapa? Ini kan perjalanan kita berdua, Sayang. Aku ingin menikmati waktu hanya dengan kamu,” jawab Dion dengan nada yang terdengar sedikit kesal. Naura mengerutkan kening. “Tapi Mas, mereka juga pasti ingin jalan-jalan. Apalagi Ibu, dia jarang sekali keluar kota. Lagipula, kalau ada mereka, kita bisa lebih santai.” “Dion benar, Naura,” suara lembut Ibu Lastri memecah keheningan. “Kalian butuh waktu berdua. Biarkan ibu di sini saja bersama Bi Mirna.” Naura menghela napas pelan. “Tapi, Bu … kapan lagi kita bisa pergi bersama? Aku hanya ingin ibu juga menikmati waktu di luar kota.” Ibu Lastri tersenyum, namun sorot matanya menunjukkan sesuatu yang sulit Naura pahami. “Tidak usah, Nak. Ibu sudah cukup senang melihat kalian berdua pergi. Lagipula, siapa yang akan menjaga rumah kalau ibu ikut?” Naura melirik Bi Mirna yang
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-16
Baca selengkapnya

Bab 172. Bisa Secantik Ini?

Siang itu, matahari bersinar terik, tetapi angin bertiup cukup sejuk, membawa aroma bunga dari halaman belakang rumah. Naura duduk di bangku kayu, menatap kosong ke taman kecil di hadapannya. Sejak menerima undangan itu dua hari lalu, pikirannya terus dipenuhi berbagai pertanyaan yang tidak menemukan jawaban. Reval dan Callista akan bertunangan. Semua orang di kantor diundang, termasuk dirinya. Naura menunduk, mengusap perutnya yang masih datar. Ia tahu, dalam tubuhnya ada kehidupan baru yang kelak akan mengubah hidupnya. “Haruskah aku datang?” lirih Naura. Batinnya berkecamuk. “Untuk apa? Aku tidak punya alasan untuk berada di sana.” Naura menghela napas panjang, lalu memejamkan mata. Reval sudah membuat keputusan. Apa pun alasannya, Reval memilih Callista. Sekalipun ada banyak pertanyaan di hatinya, dia tidak berhak untuk mencari jawaban. Mendadak— Sebuah tepukan pelan di bahunya membuatnya tersentak. Naura menoleh cepat. “Sayang, ikut aku. Kita harus bersiap-siap,” kata
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-17
Baca selengkapnya

Bab 173. Tunggu Dulu!

Naura langsung menegang. Dion hanya tertawa ringan. “Aku bilang juga apa, kan?” Naura merasa ada sesuatu yang panas menjalar di dadanya. Tatapan pria-pria itu kepadanya terasa berbeda. Bukan sekadar kagum, melainkan menelanjangi. Mereka menatapnya terlalu lama, seolah menikmati pemandangan di depan mata mereka. Naura menggigit bibirnya, menahan rasa tidak nyaman yang semakin menguasai dirinya. Para pria tersebut berbicara santai dengan Dion, sesekali tertawa, tetapi mata mereka terus melirik ke arah Naura. Naura semakin erat menggenggam lengan Dion, berharap suaminya menyadari kegelisahannya. Tetapi Dion seolah tak menyadari apa pun, atau lebih tepatnya, tidak peduli. Salah satu pria menyenggol Dion sambil melirik Naura. “Kau benar-benar beruntung, Dion.” Dion hanya tertawa, tidak memberikan reaksi lain. Lelaki itu melepaskan tangan Naura perlahan. “Mau minum?” tawar Dion kemudian. Naura hanya menggeleng pelan. “Kamu saja, Mas. Aku tidak haus.” Naura menatap pu
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-17
Baca selengkapnya

Bab 174. Katakan Naura!

“Aku janji, aku cuma sebentar,” teriak Dion. Lalu, tanpa menunggu jawaban, lelaki itu melangkah pergi, menghilang di antara tamu-tamu yang berpakaian mewah. Naura mematung di tempatnya. Pesta ini tidak lagi terasa menyenangkan. Sejak awal, ia sebenarnya enggan datang. Naura menghela napas panjang. Terasa sesak. Naura menegakkan tubuhnya. Tidak, ia tidak boleh sedih. Wanita itu hanya perlu mencari tempat yang lebih sepi. Tanpa banyak berpikir, ia melangkah keluar dari keramaian, menuju tempat kolam renang berada. Tempat itu lebih tenang. Lampu-lampu taman menerangi air yang tampak berkilauan. Angin berembus lembut, membawa sedikit ketenangan bagi hatinya yang kalut. Naura melangkah lebih dekat ke tepi kolam. Senyum tipis muncul di wajahnya saat melihat seorang anak kecil tertawa riang, bermain gelembung sabun bersama teman-temannya. Wajah mereka berseri-seri tanpa beban, tanpa tahu bahwa dunia orang dewasa begitu rumit. Perlahan, tangannya terangkat, mengelus perutnya yang ma
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-18
Baca selengkapnya

Bab 175. Sakit

“Naura, jawab aku!” desak Reval, nadanya terdengar putus asa. Naura menelan ludah, kemudian menggeleng sangat pelan. “Tidak, Pak Reval…” suaranya terputus, menahan nyeri yang terus menyerang. “Ini… anak Mas Dion.” Perkataan itu seolah menghantam Reval. Rahangnya mengeras, matanya menyiratkan emosi yang sulit diartikan. Campuran antara marah, kecewa, dan luka. Dengan gerakan cepat, ia mencengkeram pergelangan tangan Naura yang lemah, seakan tak ingin mempercayai penolakannya. Reval menahan napas, menyadari Naura sudah kesakitan dan ketakutan. Tubuh wanita itu menggigil, wajahnya pucat pasi. Perlahan, genggamannya mengendur. Ia menarik napas panjang, mencoba meredam luapan emosi yang hampir meledak. Tetapi keadaan Naura yang menegang, tangannya menekan perut, dan darah yang terus menetes ke lantai memaksanya untuk mengambil tindakan cepat. “Ervan!” teriak Reval, menoleh mencari sosok asistennya di antara kerumunan yang mulai berdatangan. Seketika, seorang pria berjas rapi munc
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-19
Baca selengkapnya

Bab 176. Tak Selamat

Kelopak mata Naura perlahan terbuka. Mata beningnya tampak buram, seolah belum sepenuhnya sadar dari tidurnya yang lemah. “Pak Reval...?” “Iya, aku di sini. Kamu baik-baik saja?” Naura berkedip beberapa kali, lalu matanya turun ke perutnya. Sontak ia meraba perutnya dengan panik. “Bayi saya...” Reval segera menenangkan. “Tenang, bayi kamu baik-baik saja. Dokter sudah memastikan kondisinya stabil.” Air mata Naura menetes. Ia menutup wajahnya dengan tangan yang masih terhubung dengan selang infus. “Saya takut ... saya takut kehilangan dia.” Reval merasakan ada sesuatu yang mencubit hatinya. Ia meraih tangan Naura kembali, menggenggamnya dengan lembut. “Aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Kamu harus beristirahat dan jangan terlalu banyak berpikir.” Naura menatapnya dengan mata berkaca-kaca. “Tapi ... Mas Dion ...” Reval menghela napas panjang, tetapi ia tidak ingin menambah beban Naura saat ini. “Aku sudah mencoba menghubungi Dion, tapi dia tidak bisa dihubungi. Aku akan
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-20
Baca selengkapnya

Bab 177. Jangan Macam-macam

Wajah Dion memucat seketika. Jemarinya melemah, cengkeramannya mengendur. Namun, amarahnya belum padam. “Jangan sok jadi pahlawan! Aku tahu kau punya niat lain terhadap Naura!” “Dan kau? Di mana kau saat istrimu nyaris kehilangan nyawa?” Tatapan Reval menusuk tajam. “Saat dia memanggil namamu, kau tidak ada. Kau bahkan tak bisa dihubungi. Aku yang menemukannya terkapar di kolam, aku yang membawanya ke rumah sakit. Sekarang kau datang dan menuduhku?” Dion terdiam. Napasnya masih memburu, namun sorot matanya goyah. Callista memandang keduanya dengan cemas. Matanya berpindah dari Dion ke Reval, seolah mencoba membaca situasi. “Sudah, Dion. Cukup! Jangan buat keributan di sini. Aku akan membawa Reval pulang.” “Tidak perlu.” Reval melepas tangan Dion dari kerahnya dengan tenang. “Aku akan pergi setelah Naura sadar. Tapi sebelum itu, aku ingin kau ingat satu hal.” Ia melangkah maju, berdiri tepat di depan Dion. Suaranya rendah namun tajam. “Jika kau tidak bisa menjaga Naura dan anak
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-21
Baca selengkapnya

Bab 178. Bisikan Berbahaya

Mendengar itu, senyuman di wajah Reval kian lebar. Ia menjauhkan wajahnya sedikit, namun tatapannya tetap mengunci mata Callista. Lalu, dengan gerakan tenang, ia merogoh saku jasnya dan mengeluarkan sebuah ponsel. Layar ponsel menyala, memantulkan cahaya redup yang menerangi wajahnya. Jempolnya bergerak cepat, membuka sebuah video yang tersimpan di galeri. Saat video mulai diputar, suara samar terdengar. Suara langkah kaki, suara pintu yang terbuka, dan suara seseorang yang berbicara dengan nada terburu-buru. Callista menoleh ke arah layar, dan seketika wajahnya memucat. Bola matanya melebar, bibirnya ternganga tanpa mampu mengeluarkan suara. “Apakah kamu ingat kejadian ini, Callista?” tanya Reval, suaranya terdengar tenang, namun setiap kata mengandung tekanan yang tak bisa diabaikan. Tubuh Callista membeku. Di layar, sosoknya sendiri terlihat dengan jelas. Berdiri di depan sebuah pintu kamar hotel, berbicara dengan seseorang yang wajahnya tak terlihat jelas karena sudut peng
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-22
Baca selengkapnya

Bab 179. Menangkap Kalian

Namun, Reval tak menjawab mamanya. Alih-alih, ia melangkah mendekati Callista, membuat gadis itu mundur setapak demi setapak hingga punggungnya hampir menyentuh dinding. “Kamu pikir aku tidak tahu apa yang kamu lakukan di pesta malam itu?” Suaranya rendah, namun setiap kata menghantam Callista seperti cambukan. “Aku sudah melihat semuanya, Callista.” Mata Callista membesar. Bibirnya terbuka, tetapi tak ada kata yang keluar. Jantungnya berdegup kencang, hampir menenggelamkan suara di sekitarnya. “Kamu salah paham, Reval. Bukan aku pelakunya.” Suara Callista terdengar gemetar, meski ia berusaha tetap tenang. Namun, Reval tak bergeming. Napasnya berat, dada naik-turun cepat seolah menahan badai amarah yang siap meledak. Jemarinya mengepal erat di sisi tubuhnya. Adelia melangkah maju, berdiri di antara mereka dengan wajah penuh amarah. “Kamu lebih membela perempuan itu daripada tunanganmu sendiri?” Suaranya menggema di ruangan luas, mengguncang udara seolah-olah dinding ikut menya
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-23
Baca selengkapnya

Bab 180. Di Bawah Langit Kelabu

Rintik hujan turun pelan, mengetuk dedaunan dan memercik tanah merah yang masih basah. Udara di pemakaman terasa lembap, bercampur aroma tanah yang khas setelah hujan pertama. Angin semilir membawa desah dedaunan, seolah menjadi bisikan dari mereka yang beristirahat abadi di bawahnya. Di antara barisan nisan berwarna abu-abu, seorang pria berdiri diam. Jas hitam membungkus tubuhnya, tetapi dingin tetap merasuk hingga ke tulang. Rambutnya yang basah menempel di dahi, sementara tetesan air mengalir pelan di sepanjang rahangnya yang tegas. Sepasang mata kelamnya menatap nisan di depannya. Tatapan yang menyimpan luka tak terucap. Nama yang terukir di sana terasa seperti belati yang menusuk jantungnya setiap kali ia membacanya. Kirana A. Wijaya Reval berjongkok perlahan, membiarkan lututnya menyentuh tanah yang basah. Jemarinya terulur, menyentuh ukiran nama itu seolah berharap kehangatan masa lalu dapat merembes melalui batu yang dingin. Bibirnya bergerak, tetapi tak ada suara
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-24
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
151617181920
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status