All Chapters of Gugatan Cerai Setelah Malam Pertama : Chapter 21 - Chapter 30

52 Chapters

Bab 21. Cemburu

Aku tidak bisa berkata-kata mendengar cibiran dari Mas Denis. Dengan tanpa perasaan, dia mengataiku seperti itu. Aku bahkan sampai kembali melihat penampilanku yang menurutku masih santun dan tidak berlebihan seperti yang dikatakan olehnya. “Berlebihan dari mananya, sih?” gumamku lirih setelah pegangan tangan Mas Denis sudah dilepas. Karena kesal, aku pun meminta izin ke pantry saat Mas Denis sudah mulai sibuk dengan pekerjaannya. Aku berniat membuatkan kopi untuk Mas Denis sekaligus mencari udara segar selain ruangan Mas Denis yang pengap karena terlalu sunyi. “Bu, tumben buat kopi sendiri?” sapa salah satu karyawati dengan sopan. “Iya, lagi gabut,” jawabku asal. Aku lupa jika saat ini aku harus menjaga citra suamiku, tetapi sepertinya mereka tidak terganggu dengan pembantu yang santai, dan justru terlihat nyaman. “Bu Dila cantik banget, sih, Bu. Gak tau ya, dari
last updateLast Updated : 2024-11-30
Read more

Bab 22. Bertengkar

“Benar, Mas. Kamu benar kalau jabatanmu sebagai CMO memang sudah sangat wajar buat sering bertemu dan makan siang dengan klien, baik itu perempuan maupun laki-laki. Aku gak akan menyanggah hal itu karena aku pun tidak bodoh. Aku punya pengalaman kerja yang tidak jauh berbeda. Masalahnya disini adalah, sebelumnya kamu baru aja marah sama aku karena menganggap aku kecentilan sama cowok lain, iya kan? Terus, kalau kamu lihat aku didekati cowok lain aja marah, kenapa kamu gak bisa mikir kalau aku pun bisa demikian? Kenapa kamu sebagai suami bukannya ngasih contoh, justru seakan bangga bisa membalas pada sesuatu yang tidak aku sengaja.”“Aku gak ada niat begitu, Dik.” “Oh, ya? Terus kenapa kamu gak bilang sama aku kalau kamu mau makan siang sama klien? Karena aku gak sepenting itu, yang perlu tahu dimana dan sama siapa kamu pergi? Ah, iya. Aku hampir saja lupa. Memangnya aku siapa buat kamu? Selain HANYA alat untuk menampung anak kamu.” 
last updateLast Updated : 2024-11-30
Read more

Bab 23. Gangguan Pagi

“Beneran gak mau ikut Mas ke kantor?” Aku mengangguk sambil mengunyah sarapan yang sudah masuk ke mulut. Baru setelah makanannya ku telan, aku baru meneruskan jawaban. “Iya, Mas. Di rumah saja lah sama Mak Ijah. Di kantor juga mau ngapain, cuma pindah tidur.” Mas Denis tertawa kecil mendengarnya. Beruntung pagi ini suasana sudah jauh lebih baik. Tidak ada lagi perang dingin seperti kemarin. Aku sudah memaafkan Mas Denis, dan Mas Denis pun rasanya juga begitu.“Nanti siang Mas pulang di jam istirahat. Makan siang bareng, ya?”Aku mengangguk senang. Kesannya begitu menyenangkan jika suami terlihat ingin sering memastikan keadaan kita baik-baik saja. Apalagi jika sampai meluangkan berbagai kesempatan untuk selalu bersama. “Mas mau dimasakin sesuatu?” tanyaku kemudian. “Gak usah. Masak apa yang pengen kamu makan aja.” Aku kembali m
last updateLast Updated : 2024-11-30
Read more

Bab 24. Memberi Pelajaran

“Ya memangnya kenapa? Memang istriku mau ikut aku ke kantor, kok. Kamu cuma numpang, kenapa sewot?” “Hah? Apa? Jadi kata Tante kalau kamu ngajak Dila ke kantor itu beneran?” Aku tertegun sejenak. Baru tahu jika ternyata mamanya Mas Denis sedekat itu dengan Dewi, sampai-sampai perkara aku yang diajak ke kantor oleh anaknya saja, diceritakan kepada orang lain. “Iya, memangnya kenapa?” Mas Denis masih saja menjawabnya dengan ketus. Mas Denis langsung masuk ke pintu kemudi dan menyalakan mesin. Dewi yang panik segera masuk ke kursi belakang. Dewi terlihat masih syok sekaligus kesal. Dia pasti berharap bisa duduk bersebelahan dengan Mas Denis jika tidak ada aku. Sayangnya, aku tidak akan memberikan kesempatan seperti itu selama ada aku. “Mas, nanti jadi mampir ke bubur ayam yang depan gang sana, ya? Anak kamu kayaknya lagi ngidam bubur ayam Bandung, deh.” 
last updateLast Updated : 2024-11-30
Read more

Bab 25. Ide Mengidam

Sesuai dugaanku. Begitu aku dan Mas Denis melewati kubikel tim kerjanya Mas Denis, mereka semua menyapa sambil tersenyum penuh arti kepadaku. Ini pasti erat kaitannya dengan Mas Denis yang mengatakan aku mendadak mengidam bubur ayam di saat kami perjalanan ke kantor. Beruntung Mas Denis punya jabatan cukup tinggi di perusahaan. Sehingga tidak ada yang berani menggoda terang-terangan di depan kami berdua saat sedang melewati mereka. “Bisa bikinin kopi, Dik?” “Bisa, Mas. Tunggu, ya.”Sejak aku ikut ke kantornya Mas Denis, Mas Denis tidak pernah lagi mau dibuatkan kopi oleh Office Boy atau sekretarisnya. Dia selalu meminta tolong kepadaku, dengan alasan katanya takaran seleranya yang paling pas adalah yang aku buat. Tentu saja aku tidak keberatan sama sekali, dan justru merasa bangga akan hal itu. Artinya, pelayanan yang aku berikan bisa diterima dengan baik oleh suamiku. 
last updateLast Updated : 2024-11-30
Read more

Bab 26. Bebek Goreng

“Gak pernah, Dik.”“Bohong.” “Kamu nanya, apa ngajak ribut, sih?” “Nanya, tapi jawaban kamu gak meyakinkan, Mas.” “Ck,” Mas Denis berdecak. “Repot, ya, debat sama cewek. Tanya, dijawab jujur salah. Gak dijawab salah. Apalagi kalau nanti jawabnya bohong, bisa tambah salah,” gerutunya kemudian. Baru setelah mendengar gerutuan itu dari Mas Denis, aku bisa sedikit mempercayai ucapannya. “Jadi beneran, belum pernah sekalipun sama Mbak Indah.”“Belum, Dik. Kenapa emangnya? Aku bukan tipe cowok gila yang tertarik buat begituan di segala tempat.” “Tapi aku mau kamu sedikit gila kalau sama aku,” desisku lirih. “Hah, apa?” tanya Mas Denis entah sungguhan tidak mendengar atau hanya memastikan pendengarannya saja. “Em, enggak, kok, Mas. Gak ada apa-apa,” elakku. Aku memang menginginkan kegilaan Mas Denis sedikit untukku, tetapi aku tahu bukan sekarang waktunya. Mas Denis belum ada rasa denganku. Memintanya berbuat gila tanpa cinta, jelas hal yang mustahil akan dilakukannya. “Dokumennya
last updateLast Updated : 2024-12-01
Read more

Bab 27. Pakaian Baru

Mas Denis sudah berprasangka buruk saja mendengar aku minta mampir ke rumah orang tuaku. Jika aku berniat untuk marah padanya dan tinggal di rumah orang tuaku, tentu saja aku tidak akan meminta izin hingga diantarkan kesana olehnya. “Aku cuma mau mampir sebentar buat menyapa dan lihat kabar mereka, Mas. Bahkan aku juga berniat setelah dari rumah Bapak dan Ibu, mau ajak kamu ke rumah Mama buat makan malam.” “Serius kamu punya rencana gitu? Untuk acara apa? Aku gak melupakan sesuatu, kan?” “Mengunjungi orang tua gak perlu pakai acara khusus, Mas.” Mas Denis menggaruk leher belakangnya karena salah tingkah. “Mas cuma takut saja kalau tanpa sengaja Mas melupakan hari penting di keluarga kita.” “Gak kok, Mas. Aman. Aku memang sudah niat sejak sebelum kita pergi makan siang tadi,” terangku menjelaskan. “Mendadak pengen, gitu? Masa iya kamu ngidamnya k
last updateLast Updated : 2024-12-01
Read more

Bab 28. Teman Dekat Risa

“Nduk, Nak Denis, kalian ke sini kok gak ngabarin dulu, sih.” Ibuku protes begitu melihat aku dan Mas Denis tiba-tiba mampir ke rumah. Mas Denis melirikku, meskipun kemudian berbohong kepada Ibu untuk menutupi kesalahanku. “Iya, Bu. Soalnya mendadak tadi, tanpa rencana. Tau-tau di jalan Dik Dila ngajak mampir ke sini,” katanya. Padahal jelas Mas Denis sudah mengingatkan aku untuk memberi kabar kepada Ibu dan Bapak terlebih dahulu jika kami akan datang. “Yah, di rumah lagi gak masak apa-apa. Ibu tadi cuma masak sayur lodeh sama goreng ikan asin,” sahut ibuku terlihat menyesal. “Kalian makan malam sekalian disini, kan? Biar Ibu masakin dulu, ya?” imbuhnya dengan semangat. “Bu, maaf, Dila lagi ngidam pengen makan malam sama mamanya Mas Denis. Jadi, nanti dari sini kita mau ke rumah Mama. Gak apa, ya?” bujukku. Sekali lagi aku menggunakan kehamilanku sebagai alasan dim
last updateLast Updated : 2024-12-01
Read more

Bab 29. Makan Seafood

Aku dan Mas Denis terpaksa menunda obrolan tentang teman dekatnya Risa karena harus berkunjung ke rumah mamanya Mas Denis sesuai rencana sebelumnya. Hanya saja, pikiranku yang tidak tenang jadi ikut terbawa suasana. “Kita bisa tunda ke rumah Mama kapan-kapan lagi jika kamu hari ini tidak siap, Dik,” ujar Mas Denis. Aku menggeleng pelan. “Nggak perlu, Mas, aku gak apa-apa kok, kita bisa ke rumah Mama sekarang.”“Kamu kelihatan lesu sejak dari rumah Bapak dan Ibu.”“Keliatan banget, ya?” “Hm, makanya aku bilang, ke rumah Mama tunda dulu aja. Jangan dipaksakan!” “Tapi aku pengen ke rumah Mama, Mas. Gak mau ditunda,” balasku masih keras kepala. “Iya sudah, it’s okay. Apa katamu aja, ya?” Aku baru mengangguk puas setelah Mas Denis tidak lagi mencegah. Aku mengajak Mas Denis membelikan seafood kesukaan Mama terleb
last updateLast Updated : 2024-12-01
Read more

Bab 30. Aromaterapi Khusus

Hoek! Aku terus mengeluarkan isi perutku hingga sudut mataku turut serta mengeluarkan air karena rasa tidak nyaman yang tidak kunjung mereda. Mas Denis masih setia memijat bagian tengkuk sambil mengusap punggungku dengan tangan satunya. “Harusnya kamu tadi jangan maksain makan kalau ternyata bikin kamu mual.”Aku tidak mempedulikan kritikan Mas Denis karena masih fokus dengan gejolak di perut yang tidak kunjung hilang. Sejak mencium aroma seafood di meja makan mamanya Mas Denis, aku sudah merasa mual. Hanya saja, demi tekadku mengambil simpatinya Mama, aku tetap memaksa makan dan mengabaikan rasa tidak nyaman di perut hingga kami pulang. Belum sampai di rumah, aku memberi kode kepada Mas Denis untuk menghentikan mobilnya dan membiarkan aku memuntahkan isi perut di pinggir jalan. Mas Denis mengambil botol air mineral dari mobil, dan memberikannya padaku. 
last updateLast Updated : 2024-12-01
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status