All Chapters of Gugatan Cerai Setelah Malam Pertama : Chapter 31 - Chapter 40

52 Chapters

Bab 31. Nasi Goreng Spesial

“Just kidding,” kataku sambil tertawa sumbang. Aku tidak mau terlihat menyedihkan dengan memperlihatkan harapanku bisa sedekat itu dengan suamiku sendiri. Walaupun Mas Denis tidak menolak maupun menjawab apapun, aku bisa menebak rasa keberatannya atas permintaanku. Aku mengambil segelas susu di meja, dan meneguknya hingga habis. Baru setelahnya, mengajak Mas Denis untuk ke kamar dan tidur. Aku mendengar bunyi spray dengan disusul aroma parfum Mas Denis. Ternyata Mas Denis sungguhan menuruti permintaanku untuk tidur dengan parfum yang aku maksud. Aku tidur di ranjang bagianku dengan posisi miring membelakangi bagian Mas Denis. Rasanya tidak sanggup untuk berhadapan dengan Mas Denis, saat mengingat permintaan konyol yang terkesan tidak tahu diri itu. Dadaku bahkan sampai berdebar saat merasakan ranjang bergoyang ketika Mas Denis turut naik ke atas ranjang. Hal yang tidak aku duga sebelu
last updateLast Updated : 2024-12-02
Read more

Bab 32. Latar Belakang Calon Adik Ipar

“He he, nunggu diucapin selamat sarapan dulu sama Mas Denis,” jawabku sambil terkekeh. Mak Ijah sampai menepuk dahinya saat mendengar jawabanku. “Lha Mbak Dila udah bilang sama Mas Denisnya?” Aku menggeleng. “Dila cuma kirim foto nasi gorengnya aja, Mak.” “Emangnya gitu doang Mas Denis bakalan paham?” Aku kembali menggeleng. “Kayaknya gak ngerti deh, Mak. Dari tadi cuma dibaca aja pesanku, gak dibalas. Boro-boro ngucapin selamat sarapan, kasih tanggapan emot aja nggak.”Mak Ijah tergelak puas. Kami memang sedekat itu, sehingga Mak Ijah bisa dengan santainya mengejekku dengan tawa kerasnya. “Lagian Mbak Dila juga ada-ada aja. Pengen diucapin selamat sarapan, tapi gak bilang apa-apa sama Mas Denis. Tau sendiri Mas Denis kakunya kayak apa.”Aku hanya memanyunkan bibirku saja. Walaupun aku tahu apa yang dikatakan Mak Ijah semuanya
last updateLast Updated : 2024-12-02
Read more

Bab 33. Buah Kiriman

Besanan dengan keluarga pemilik toko besar di Pusat Kota Yogyakarta? Aku hanya bisa menanggapi kelakar Andini dengan kekehan saja. Sedikit takut membayangkannya, tetapi juga tidak berani menyanggah karena takut disalahartikan oleh Andini. Apalagi kami sama-sama tahu jika si bungsu di keluarga mereka sedang mendekati Risa, adikku. “Sudah dulu, ya, Dila. Aku mau lanjut kerja dulu. Kalau dilanjut teleponnya, bisa lupa waktu aku,” kata Andini setelah cukup lama mengobrol denganku. “Halah, perusahaan punya orang tua Mbak Dini ini,” balasku menggodanya. Andini dan Astuti memang bekerja di kantor pemasaran untuk toko milik orang tuanya. Walaupun usaha itu milik orang tuanya sendiri, tetapi mereka tetap ingin diperlakukan seperti karyawan lainnya. Bahkan, mereka juga meminta posisi dari bawah sesuai dengan kemampuan mereka saat ini. Tidak berniat menggunakan privilege yang sebenarnya bisa saj
last updateLast Updated : 2024-12-02
Read more

Bab 34. Salah Paham

Aku sangat terkejut saat mendengar Mak Ijah dengan panik memintaku tidak memakan nanas potong yang dibawakan oleh Dewi. Padahal ini buat kesukaanku, tetapi gagal masuk ke dalam mulut atas cegahan dari Mak Ijah tersebut. “Mbak Dila kok mau makan buah nanas, sih? Kan, lagi hamil?” katanya sambil berjalan mendekat ke arahku. “Nanas muda lagi ini,” imbuhnya lagi setelah melihat dengan jelas buah potong di tanganku. “Lho, emangnya gak boleh? Tapi ini kiriman dari Mas Denis, Mak.” “Astaghfirullah! Mas Denis gak tau apa, kalau nanas muda itu salah satu makanan yang rawan buat ibu hamil muda kayak Mbak Dila gini,” gerutu Mak Ijah terlihat kesal sekali. Jujur aku cukup syok mendengarnya. Segala pikiran negatif memenuhi kepalaku. Tanganku lekas meletakkan buah kesukaanku itu dengan lemah ke atas meja.‘Maksud Mas Denis apa, sih, kirim buah beresiko ke aku gini?’ monologku dal
last updateLast Updated : 2024-12-02
Read more

Bab 35. Mengatasi Dewi

Aku masih tidak bergeming melihat Mas Denis pergi dengan wajah marah. Sebelumnya, aku sempat mendengar Mas Denis bermonolog untuk mengancam Dewi. Aku rasa, saat ini Mas Denis hendak menemui Dewi atas kelakuannya yang sudah memberikan buah nanas muda kepadaku, dengan mengatasnamakan Mas Denis. “Mbak Dila, ada apa? Kenapa Mas Denis keluar rumah dengan emosi kayak gitu? Mbak Dila sama Mas Denis gak habis berantem, kan?” Mak Ijah bertanya dengan napas terengah karena sepertinya beliau pun buru-buru sekali menghampiriku. Mak Ijah juga mendekatiku, memeriksa bagian depan hingga belakang tubuhku, seakan memastikan aku tidak kenapa-kenapa.“Mbak Dila kok diam saja?” Mak Ijah gelisah. Aku menggeleng sebelum bisa menceritakan tentang kesalahpahamanku dengan Mas Denis. “Sudah, Mbak Dila duduk dulu aja kalau gitu. Mak Ijah ambilkan air putih.”Aku memang masi
last updateLast Updated : 2024-12-02
Read more

Bab 36. Sisi Negatif

“Kamu tuh kebiasaan banget, deh. Gampang kagetan. Gitu aja udah keselek, kan?”Aku yang baru sembuh dari batuk-batuk akibat tersedak hanya bisa memasang wajah cemberut saat mendengar omelan dari Mas Denis. Padahal jelas-jelas ini akibat dari ulahnya yang kalau bicara sering bercanda, tetapi dengan tampang datar. “Kan, sekarang malah manyun, ngambek. Kayaknya Mas salah mulu, ya, sama kamu.” Aku masih melengos karena bukannya minta maaf, Mas Denis masih saja mengomentari tampangku. “Udah, ah. Jangan marah lagi. Mas minta maaf kalau Mas bikin kamu kaget dan tersedak. Mas gak ada maksud kok. Sekarang kamu lanjutkan makannya, ya? Ini Mas juga temani makan, udah terlanjur kamu ambilkan soalnya.”Melihat aku yang belum bergeming, Mas Denis kembali menegur. “Dik, bisa dengar apa yang Mas bilang?” tandasnya mulai tegas. “Iya,” jawabku sambil menyentuh kemb
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more

Bab 37. Cerita Masa Lalu

“Alhamdulillah, semua bisnis yang keluarga mereka jalani terdeteksi bersih, Dik. Justru mereka sangat teliti hingga pekerjanya pun tidak ada yang bisa korupsi. Selain itu juga termasuk pebisnis yang cukup effort buat mensejahterakan karyawannya untuk mencegah tindak kecurangan.”Lega sekali mendengarnya. Karena mereka termasuk kalangan menengah ke atas, aku jadi khawatir jika sumber pendapatan mereka tidak halal. Kemudian, kembali pada sisi negatif keluarga mereka yang belum juga dijelaskan oleh Mas Denis, tentu saja kembali aku pertanyakan. “Lantas, kalau bukan masalah korupsi, sisi negatif apa, sih, yang sebenarnya ada di keluarga itu?” “Itu tentang masa lalu rumah tangga Pak Bima dan Bu Raya. Jadi, berdasarkan informasi yang didapatkan intel suruhanku, ternyata dulu saat Bu Raya hamil si Abi itu, Pak Bima pernah diam-diam menikah siri dengan karyawannya sendiri hingga hamil bersamaan dengan kehamilan Bu Raya, Dik.” 
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more

Bab 38. Bertemu Risa

“Titip Dila, ya, Bu. Kebetulan di rumah lagi gak ada yang bisa nemenin Dila sewaktu Denis tinggal ke kantor. Denis khawatir kalau Dila di rumah sendirian, apalagi nanti Denis lembur sampai malam. Nanti malam Denis jemput sepulang kerja.” “Iya, Nak Denis. Santai saja sama Ibu. Dila aman kok di sini. Nak Denis fokus saja sama kerjanya. Kalau nanti malam gak sempat jemput, biarin Dila menginap di rumah Ibu.” “Makasih, ya, Bu, tapi nanti malam Denis pasti jemput Dila.” “Ya sudah, terserah Nak Denis saja.”Setelah selesai menitipkan aku kepada Ibu, Mas Denis berpamitan kepada kami untuk berangkat ke kantor. Di rumah hanya ada Ibu dan aku. Kata Ibu, Risa masih keliling mengantar kue ke warung-warung. Sedangkan Bapak sedang ke ladang. “Sudah sarapan, Nduk? Kamu sehat, kan? Kayaknya Nak Denis banyak berubah, ya? Lebih ramah, walaupun sebelumnya juga ramah, sih. Cuma yang se
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more

Bab 39. Menunda Cerita

“Mbak Dila tumben banget ngajak baca novel barengan gini? Biasanya juga, kalau aku mau pinjam, harus nunggu sampai Mbak Dila selesai baca dulu.” “Ya sekarang kita jarang bisa barengan gini, kan? Jadi gak apa lah, biar keliatan rukun sesekali,” jawabku beralasan. “Iya, sih. Gak ada Mbak Dila, jadi gak ada yang diajak ribut lagi,” lirihnya sambil memajukan bibirnya  “Makanya, cari partner yang bisa diajak ribut, dong.”“Males! Mbak Dila ke arah situ lagi.” Aku tertawa mendengar kritikan Risa. Seharian di rumah orang tuaku kali ini memang banyak dihabiskan dengan bersama Risa. Kami mengobrol banyak hingga menghabiskan satu buku novel yang untungnya tidak begitu tebal untuk dibaca maraton bersama-sama. Risa belum tahu tentang asal usul buku yang sedang kami baca. Pasti dia mengira jika buku ini adalah buku fiksi biasa, yang tidak ada kaitannya dengan
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more

Bab 40. Nafkah Batin

“Kenapa harus repot-repot bawa makanan segala, sih, Nak Denis?”“Gak repot kok, Bu,” balas Mas Denis sambil bersalaman dan mencium punggung tangan ibu. Aku yang berdiri di sebelah ibu hanya tersenyum kecil mendengar obrolannya dengan Mas Denis yang begitu manis. Menunggu saat Mas Denis bergantian menghampiri dan mencium keningku di depan ibu dan Risa. “Uhuk, uhuk,” Risa pura-pura terbatuk, kemudian terkekeh kecil.Adik tidak berakhlak itu sepertinya puas sekali setelah melihat aku dan Mas Denis tersipu malu di depan ibu. “Assalamu’alaikum.” Bapak yang baru pulang menyelamatkan kami berdua dari godaan Risa. “Wa'alaikumsalam warohmatullahi wabarokatuh.” Kami semua bersalaman dengan bapak secara bergantian. Kemudian makanan yang dibawa Mas Denis aku ambil alih dan dibantu Risa untuk disiapkan di meja makan. Samar-samar aku mendeng
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status