Home / Romansa / ISTRI YANG TAK DIAKUI / Chapter 91 - Chapter 100

All Chapters of ISTRI YANG TAK DIAKUI: Chapter 91 - Chapter 100

111 Chapters

Permintaan Victor

Baru saja Eliza menghabisi Isabel, suara pengeras terdengar mengabarkan bahwa gedung pertemuan para pejabat kota telah dikuasai oleh kelompok radikal.“Victor!” Eliza mendesis geram.Melalui pengeras suara, Victor terdengar mengancam. “Jika pihak pemerintah tidak memenuhi permintaan kami—helikopter dan uang, gedung ini akan meledak. Jangan coba-coba menghalangi!”Eliza menatap tajam ke arah pengeras suara yang memudar, matanya penuh kemarahan. “Bajingan itu.”Ia segera bergegas mendekati jendela dan mengambil teropong. Mengamati gedung tempat pertemuan yang kini dipenuhi polisi dengan senjata terarah, sementara negosiasi sedang berlangsung antara pihak pemerintah dan Victor.“Aku harus kesana,” kata Eliza dengan suara penuh tekad, matanya tidak lepas dari gedung yang dipenuhi ancaman itu. “Diego dan Renzo pasti di dalam.”Eliza segera menghubungi Daniel. Ponselnya berdering beberapa detik sebelum terhubung."Daniel, kita bergerak. Gedung itu sudah dikuasai. Aku butuhmu siap untuk masu
last updateLast Updated : 2025-01-21
Read more

Apes

Eliza merangkak perlahan di jalur sempit plafon, tubuhnya bergerak tanpa suara. Dari celah kecil di bawahnya, ia mengintip ke ruang utama. Sandera duduk dengan tangan terikat, sebagian besar terlihat lelah dan ketakutan.Eliza mengamati setiap sudut. Ia mencoba mencari Diego dan Renzo di antara mereka, tapi tak menemukan keduanya."Astaga," gumam Eliza dalam hati, matanya menyipit. "Mereka tidak ada di sini."Pikiran Eliza berputar cepat. Ia memperhatikan situasi dengan cermat—posisi anak buah Victor yang berjaga dan perangkat pengeras suara yang terus mengeluarkan ancaman. Namun, saat ia melihat lebih dekat, sesuatu terasa aneh."Tunggu," pikir Eliza. "Suara itu... bukan berasal dari Victor langsung. Itu hanya saluran telepon yang dihubungkan ke pengeras suara. Ini semua jebakan!"Rasa marah dan frustasi bergejolak di dadanya, tapi ia berusaha tetap tenang. Eliza menekan tombol kecil di alat komunikasinya, menghubungi Daniel."Daniel," bisik Eliza. "Diego dan Renzo tidak ada di sini.
last updateLast Updated : 2025-01-21
Read more

Selangkah lebih maju

Daniel dan Eliza melangkah memasuki taman bermain yang dipenuhi suara tawa anak-anak dan hiruk-pikuk pengunjung. Suasana liburan membuat tempat itu tampak normal, bahkan menyenangkan, namun ketegangan di wajah Eliza tidak bisa disembunyikan. Matanya tajam, memperhatikan setiap pergerakan mencurigakan di sekitarnya.Di belakang mereka, beberapa anak buah Daniel berpencar, menyamar di antara kerumunan, siap mengawasi dan melaporkan apa pun yang tidak beres."Aku mulai ragu, Eliza, gumam Daniel pelan. Suaranya nyaris tertelan oleh suara riuh taman.Eliza menoleh cepat, tatapannya penuh tanda tanya. "Kenapa? Apa yang kamu lihat?"Daniel menunduk sedikit, seolah mencoba berbicara tanpa menarik perhatian. "Aku punya firasat buruk tentang ini. Terlalu ramai. Terlalu... sempurna."Eliza menghela napas, matanya terus menyapu area taman. Jantungnya berdegup cepat, tapi dia mencoba tetap tenang. "Kita nggak punya pilihan, Dan. Kelvin ada di sini. Kalau kita mundur sekarang, dia bisa hilang selam
last updateLast Updated : 2025-01-21
Read more

Interogasi

Eliza duduk dengan wajah tegang di kursi interogasi. Tangan dan kakinya terasa kaku setelah berjam-jam diinterogasi tanpa henti. Dua intelijen kembali masuk, kali ini dengan raut wajah lebih serius."Eliza," pria pertama memulai, suaranya penuh tekanan. "Kami sudah memeriksa jejak komunikasimu, dan tidak mungkin kau tidak tahu apa-apa soal bom itu. Kau bekerja untuk Silanoa, dan kau tahu persis rencana mereka. Katakan di mana bom itu sebelum ada nyawa yang melayang!"Eliza menghela napas dalam, menahan gejolak di dadanya. Ia menggelengkan kepala dengan tegas. "Saya tidak tahu apa-apa. Sudah saya bilang, saya tidak ada kaitannya dengan Silanoa atau bom itu."Pria kedua meletakkan setumpuk dokumen di atas meja. "Kami sudah melakukan tes kebohongan. Detak jantungmu meningkat saat kami menanyakan soal Daniel dan Silanoa. Kau sedang menyembunyikan sesuatu, Eliza!""Tes kebohongan bukan alat yang sempurna," jawab Eliza dingin. "Jantung ku berdetak karena aku belum mati!" Jawab Eliza sekenan
last updateLast Updated : 2025-01-21
Read more

Rencana pembebasan

Di markas yang sunyi, Antonio berdiri memandang dua bocah kecil di hadapannya. Kelvin dan Miko, memegang erat tangan satu sama lain. Mata mereka yang polos memandang Antonio dengan campuran kebingungan dan ketakutan, tak memahami situasi tegang di sekitar mereka.Antonio berlutut agar sejajar dengan mereka, suaranya melembut meski ada nada tegas di dalamnya. "Dengar, kalian harus pergi dari sini. Tempat ini tidak aman lagi untuk kalian berdua."Kelvin memiringkan kepalanya, suaranya gemetar. "Kenapa, Om Antonio? Kita nggak boleh tinggal di sini?"Miko, yang lebih pendiam, menggenggam tangan Kelvin lebih erat. "Aku takut, Om... Kita nggak mau pergi."Antonio menghela napas dalam, mencoba menenangkan hati yang bergejolak. "Aku tahu kalian takut, tapi Om janji, ini untuk kebaikan kalian. Orang-orang jahat sedang mencari kita, dan Om tidak akan membiarkan mereka menyakiti kalian. Om punya teman yang akan membawa kalian ke tempat aman, jauh dari sini."Kelvin menggeleng kuat. "Tapi Om Anto
last updateLast Updated : 2025-01-21
Read more

Melarikan diri

Tubuh Eliza penuh dengan luka lebam, sementara wajahnya terdapat sayatan yang masih mengeluarkan darah kering. Daniel pun tidak kalah parah; luka-luka di tubuhnya menunjukkan jejak siksaan berat. Keduanya digiring dengan tangan terborgol ke dalam mobil yang akan membawa mereka ke penjara khusus para penjahat kelas atas.Perjalanan berlangsung sunyi. Jalanan yang mereka lalui terasa mencekam, dikelilingi oleh hutan lebat. Tiga mobil polisi mengawal, dua di depan dan satu di belakang mobil yang membawa Eliza dan Daniel. Namun, ketenangan itu pecah oleh suara ledakan menggelegar.DUAR!Mobil pertama di depan meledak, disusul mobil kedua yang mengawal. Tak lama kemudian, mobil polisi di belakang mereka juga hancur dalam kobaran api. Sopir mobil yang membawa Eliza dan Daniel segera menghentikan kendaraan. Suasana berubah kacau.Pintu mobil tiba-tiba terbuka lebar. Sosok Antonio muncul, wajahnya penuh keseriusan. "Cepat keluar!" perintahnya tegas. "Kita tidak punya banyak waktu!"Eliza dan
last updateLast Updated : 2025-01-21
Read more

Diam diam

Daniel dan Antonio sedang beristirahat di kamar masing-masing, namun tidak demikian dengan Eliza. Ia duduk di kursi ruang tengah, tatapannya kosong, tenggelam dalam pikirannya sendiri. Wajahnya menegang, memikirkan Diego dan semua kejahatan yang telah mereka lakukan. Tiba-tiba, ponsel milik Antonio yang tergeletak di meja berdering, memecah keheningan. Eliza meraihnya dan menjawab tanpa sepatah kata pun. Di seberang sana, terdengar suara laki-laki yang familiar. Suara itu dingin, terkesan penuh teka-teki. "Datanglah ke tempat di mana kau mencari bukti tentang pembunuhan pejabat pemerintah," ujar suara itu. Eliza tetap diam, tidak memberikan respon. Tapi suara itu seolah tahu siapa yang sedang mengangkat telepon. "Kau mendengarku, bukan? Datanglah sendirian, tuntaskan dendammu," lanjutnya, sebelum telepon terputus. Eliza perlahan meletakkan ponsel itu. Napasnya berat, pikirannya berkecamuk. Ia bangkit dari kursi, matanya melirik ke arah kamar Daniel dan Antonio. Suara dengku
last updateLast Updated : 2025-01-21
Read more

Jebakan untuk Eliza

Eliza menepikan mobil di pinggir jalan berdebu. Ia keluar perlahan, berdiri menatap sebuah bangunan tua yang berdiri suram di tengah padang tandus. Angin malam berhembus kencang, membawa debu dan aroma tanah kering.“Di sinilah aku meregang nyawa,” gumam Eliza pelan, suaranya nyaris tenggelam oleh deru angin. Ia mengepalkan tangan, menahan semua emosi yang mulai membanjiri pikirannya, lalu berlari menuju bangunan tua itu.Sesampainya di depan tembok tinggi yang mengelilingi gedung, matanya menyapu area sekitar. Gerbang utama sudah dililit kawat berduri, mustahil untuk dilewati. Ia menghela napas dalam-dalam, mencoba mengingat setiap detail dari masa lalunya.“Jalan rahasia…” bisiknya, mengingat sesuatu. Ia memutari tembok besar itu dengan langkah pelan, penuh kewaspadaan. Setelah beberapa menit, ia sampai di bagian belakang gedung.Eliza berjongkok di depan semak liar yang tumbuh lebat. Dengan cekatan, ia merobek-robek rumput yang menutupi pintu logam kecil yang tersembunyi di bawah t
last updateLast Updated : 2025-01-21
Read more

Drama yang menghibur

Pasukan Victor mundur beberapa langkah dan berjajar rapi, memberi ruang bagi pintu rahasia yang terbuka. Di baliknya, Victor terlihat duduk di kursi kebesarannya, dengan Komisaris John di sampingnya. Keduanya tertawa terbahak-bahak, seolah-olah sedang menonton panggung komedi."Lihatlah, dia benar-benar letnan yang bodoh! Masuk kembali ke dalam jebakan!" ujar Victor sambil menunjuk ke arah Eliza, yang masih berdiri dengan tegang.Komisaris John menyeringai, matanya tajam menilai. "Aku mulai ragu," katanya dengan nada meremehkan. "Dia hanya tikus yang berusaha menjadi macan!""Hahahahah!" Victor dan Komisaris John tertawa terbahak-bahak, suara tawa mereka menggema di ruangan itu, penuh dengan penghinaan."Anggap saja aku tikus!" sela Eliza dengan tajam, suaranya bergetar, namun penuh percaya diri. "Lantas, kenapa kalian begitu takut padaku?"Victor dan Komisaris John terdiam sejenak, saling bertukar pandang, sebelum akhirnya kembali tertawa terbahak-bahak."John, apa kau takut tikus?"
last updateLast Updated : 2025-01-21
Read more

Penyiksaan Eliza

"Aku bosan, John," ujar Victor sambil menguap kecil, seolah yang terjadi di depannya hanyalah tontonan biasa."Apa yang kau inginkan?" tanya Komisaris John, melirik bosnya dengan alis terangkat."Lenyapkan mereka!" perintah Victor dingin, namun ia segera menambahkan dengan nada santai, "Tapi jangan langsung dibunuh. Gunakan tangan kosong. Aku ingin melihat bagaimana mereka berjuang untuk hidup."Komisaris John tersenyum tipis, lalu berjalan mendekati Eliza. Tanpa basa-basi, ia merogoh senjata api di pinggang Eliza dan membuangnya ke lantai. la juga merebut tas di punggungnya, memeriksanya sekilas sebelum melemparkannya ke arah Victor."Pastikan semuanya adil," kata Komisaris John dengan nada penuh sindiran. la lalu berbalik ke arah anak buahnya. "Kalian, letakkan senjata sekarang!"Anak buah Victor, tanpa ragu, menurunkan senjata mereka dan membiarkannya tergeletak di lantai. Ruangan itu seketika menjadi lebih tegang, seperti arena gladiator yang siap menyaksikan pertarungan tanpa amp
last updateLast Updated : 2025-01-21
Read more
PREV
1
...
789101112
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status