Share

Permintaan Victor

Penulis: Reinz Jr
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-21 11:43:13

Baru saja Eliza menghabisi Isabel, suara pengeras terdengar mengabarkan bahwa gedung pertemuan para pejabat kota telah dikuasai oleh kelompok radikal.

“Victor!” Eliza mendesis geram.

Melalui pengeras suara, Victor terdengar mengancam. “Jika pihak pemerintah tidak memenuhi permintaan kami—helikopter dan uang, gedung ini akan meledak. Jangan coba-coba menghalangi!”

Eliza menatap tajam ke arah pengeras suara yang memudar, matanya penuh kemarahan. “Bajingan itu.”

Ia segera bergegas mendekati jendela dan mengambil teropong. Mengamati gedung tempat pertemuan yang kini dipenuhi polisi dengan senjata terarah, sementara negosiasi sedang berlangsung antara pihak pemerintah dan Victor.

“Aku harus kesana,” kata Eliza dengan suara penuh tekad, matanya tidak lepas dari gedung yang dipenuhi ancaman itu. “Diego dan Renzo pasti di dalam.”

Eliza segera menghubungi Daniel. Ponselnya berdering beberapa detik sebelum terhubung.

"Daniel, kita bergerak. Gedung itu sudah dikuasai. Aku butuhmu siap untuk masu
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • ISTRI YANG TAK DIAKUI   Apes

    Eliza merangkak perlahan di jalur sempit plafon, tubuhnya bergerak tanpa suara. Dari celah kecil di bawahnya, ia mengintip ke ruang utama. Sandera duduk dengan tangan terikat, sebagian besar terlihat lelah dan ketakutan.Eliza mengamati setiap sudut. Ia mencoba mencari Diego dan Renzo di antara mereka, tapi tak menemukan keduanya."Astaga," gumam Eliza dalam hati, matanya menyipit. "Mereka tidak ada di sini."Pikiran Eliza berputar cepat. Ia memperhatikan situasi dengan cermat—posisi anak buah Victor yang berjaga dan perangkat pengeras suara yang terus mengeluarkan ancaman. Namun, saat ia melihat lebih dekat, sesuatu terasa aneh."Tunggu," pikir Eliza. "Suara itu... bukan berasal dari Victor langsung. Itu hanya saluran telepon yang dihubungkan ke pengeras suara. Ini semua jebakan!"Rasa marah dan frustasi bergejolak di dadanya, tapi ia berusaha tetap tenang. Eliza menekan tombol kecil di alat komunikasinya, menghubungi Daniel."Daniel," bisik Eliza. "Diego dan Renzo tidak ada di sini.

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-21
  • ISTRI YANG TAK DIAKUI   Selangkah lebih maju

    Daniel dan Eliza melangkah memasuki taman bermain yang dipenuhi suara tawa anak-anak dan hiruk-pikuk pengunjung. Suasana liburan membuat tempat itu tampak normal, bahkan menyenangkan, namun ketegangan di wajah Eliza tidak bisa disembunyikan. Matanya tajam, memperhatikan setiap pergerakan mencurigakan di sekitarnya.Di belakang mereka, beberapa anak buah Daniel berpencar, menyamar di antara kerumunan, siap mengawasi dan melaporkan apa pun yang tidak beres."Aku mulai ragu, Eliza, gumam Daniel pelan. Suaranya nyaris tertelan oleh suara riuh taman.Eliza menoleh cepat, tatapannya penuh tanda tanya. "Kenapa? Apa yang kamu lihat?"Daniel menunduk sedikit, seolah mencoba berbicara tanpa menarik perhatian. "Aku punya firasat buruk tentang ini. Terlalu ramai. Terlalu... sempurna."Eliza menghela napas, matanya terus menyapu area taman. Jantungnya berdegup cepat, tapi dia mencoba tetap tenang. "Kita nggak punya pilihan, Dan. Kelvin ada di sini. Kalau kita mundur sekarang, dia bisa hilang selam

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-21
  • ISTRI YANG TAK DIAKUI   Interogasi

    Eliza duduk dengan wajah tegang di kursi interogasi. Tangan dan kakinya terasa kaku setelah berjam-jam diinterogasi tanpa henti. Dua intelijen kembali masuk, kali ini dengan raut wajah lebih serius."Eliza," pria pertama memulai, suaranya penuh tekanan. "Kami sudah memeriksa jejak komunikasimu, dan tidak mungkin kau tidak tahu apa-apa soal bom itu. Kau bekerja untuk Silanoa, dan kau tahu persis rencana mereka. Katakan di mana bom itu sebelum ada nyawa yang melayang!"Eliza menghela napas dalam, menahan gejolak di dadanya. Ia menggelengkan kepala dengan tegas. "Saya tidak tahu apa-apa. Sudah saya bilang, saya tidak ada kaitannya dengan Silanoa atau bom itu."Pria kedua meletakkan setumpuk dokumen di atas meja. "Kami sudah melakukan tes kebohongan. Detak jantungmu meningkat saat kami menanyakan soal Daniel dan Silanoa. Kau sedang menyembunyikan sesuatu, Eliza!""Tes kebohongan bukan alat yang sempurna," jawab Eliza dingin. "Jantung ku berdetak karena aku belum mati!" Jawab Eliza sekenan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-21
  • ISTRI YANG TAK DIAKUI   Rencana pembebasan

    Di markas yang sunyi, Antonio berdiri memandang dua bocah kecil di hadapannya. Kelvin dan Miko, memegang erat tangan satu sama lain. Mata mereka yang polos memandang Antonio dengan campuran kebingungan dan ketakutan, tak memahami situasi tegang di sekitar mereka.Antonio berlutut agar sejajar dengan mereka, suaranya melembut meski ada nada tegas di dalamnya. "Dengar, kalian harus pergi dari sini. Tempat ini tidak aman lagi untuk kalian berdua."Kelvin memiringkan kepalanya, suaranya gemetar. "Kenapa, Om Antonio? Kita nggak boleh tinggal di sini?"Miko, yang lebih pendiam, menggenggam tangan Kelvin lebih erat. "Aku takut, Om... Kita nggak mau pergi."Antonio menghela napas dalam, mencoba menenangkan hati yang bergejolak. "Aku tahu kalian takut, tapi Om janji, ini untuk kebaikan kalian. Orang-orang jahat sedang mencari kita, dan Om tidak akan membiarkan mereka menyakiti kalian. Om punya teman yang akan membawa kalian ke tempat aman, jauh dari sini."Kelvin menggeleng kuat. "Tapi Om Anto

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-21
  • ISTRI YANG TAK DIAKUI   Melarikan diri

    Tubuh Eliza penuh dengan luka lebam, sementara wajahnya terdapat sayatan yang masih mengeluarkan darah kering. Daniel pun tidak kalah parah; luka-luka di tubuhnya menunjukkan jejak siksaan berat. Keduanya digiring dengan tangan terborgol ke dalam mobil yang akan membawa mereka ke penjara khusus para penjahat kelas atas.Perjalanan berlangsung sunyi. Jalanan yang mereka lalui terasa mencekam, dikelilingi oleh hutan lebat. Tiga mobil polisi mengawal, dua di depan dan satu di belakang mobil yang membawa Eliza dan Daniel. Namun, ketenangan itu pecah oleh suara ledakan menggelegar.DUAR!Mobil pertama di depan meledak, disusul mobil kedua yang mengawal. Tak lama kemudian, mobil polisi di belakang mereka juga hancur dalam kobaran api. Sopir mobil yang membawa Eliza dan Daniel segera menghentikan kendaraan. Suasana berubah kacau.Pintu mobil tiba-tiba terbuka lebar. Sosok Antonio muncul, wajahnya penuh keseriusan. "Cepat keluar!" perintahnya tegas. "Kita tidak punya banyak waktu!"Eliza dan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-21
  • ISTRI YANG TAK DIAKUI   Diam diam

    Daniel dan Antonio sedang beristirahat di kamar masing-masing, namun tidak demikian dengan Eliza. Ia duduk di kursi ruang tengah, tatapannya kosong, tenggelam dalam pikirannya sendiri. Wajahnya menegang, memikirkan Diego dan semua kejahatan yang telah mereka lakukan. Tiba-tiba, ponsel milik Antonio yang tergeletak di meja berdering, memecah keheningan. Eliza meraihnya dan menjawab tanpa sepatah kata pun. Di seberang sana, terdengar suara laki-laki yang familiar. Suara itu dingin, terkesan penuh teka-teki. "Datanglah ke tempat di mana kau mencari bukti tentang pembunuhan pejabat pemerintah," ujar suara itu. Eliza tetap diam, tidak memberikan respon. Tapi suara itu seolah tahu siapa yang sedang mengangkat telepon. "Kau mendengarku, bukan? Datanglah sendirian, tuntaskan dendammu," lanjutnya, sebelum telepon terputus. Eliza perlahan meletakkan ponsel itu. Napasnya berat, pikirannya berkecamuk. Ia bangkit dari kursi, matanya melirik ke arah kamar Daniel dan Antonio. Suara dengku

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-21
  • ISTRI YANG TAK DIAKUI   Jebakan untuk Eliza

    Eliza menepikan mobil di pinggir jalan berdebu. Ia keluar perlahan, berdiri menatap sebuah bangunan tua yang berdiri suram di tengah padang tandus. Angin malam berhembus kencang, membawa debu dan aroma tanah kering.“Di sinilah aku meregang nyawa,” gumam Eliza pelan, suaranya nyaris tenggelam oleh deru angin. Ia mengepalkan tangan, menahan semua emosi yang mulai membanjiri pikirannya, lalu berlari menuju bangunan tua itu.Sesampainya di depan tembok tinggi yang mengelilingi gedung, matanya menyapu area sekitar. Gerbang utama sudah dililit kawat berduri, mustahil untuk dilewati. Ia menghela napas dalam-dalam, mencoba mengingat setiap detail dari masa lalunya.“Jalan rahasia…” bisiknya, mengingat sesuatu. Ia memutari tembok besar itu dengan langkah pelan, penuh kewaspadaan. Setelah beberapa menit, ia sampai di bagian belakang gedung.Eliza berjongkok di depan semak liar yang tumbuh lebat. Dengan cekatan, ia merobek-robek rumput yang menutupi pintu logam kecil yang tersembunyi di bawah t

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-21
  • ISTRI YANG TAK DIAKUI   Drama yang menghibur

    Pasukan Victor mundur beberapa langkah dan berjajar rapi, memberi ruang bagi pintu rahasia yang terbuka. Di baliknya, Victor terlihat duduk di kursi kebesarannya, dengan Komisaris John di sampingnya. Keduanya tertawa terbahak-bahak, seolah-olah sedang menonton panggung komedi."Lihatlah, dia benar-benar letnan yang bodoh! Masuk kembali ke dalam jebakan!" ujar Victor sambil menunjuk ke arah Eliza, yang masih berdiri dengan tegang.Komisaris John menyeringai, matanya tajam menilai. "Aku mulai ragu," katanya dengan nada meremehkan. "Dia hanya tikus yang berusaha menjadi macan!""Hahahahah!" Victor dan Komisaris John tertawa terbahak-bahak, suara tawa mereka menggema di ruangan itu, penuh dengan penghinaan."Anggap saja aku tikus!" sela Eliza dengan tajam, suaranya bergetar, namun penuh percaya diri. "Lantas, kenapa kalian begitu takut padaku?"Victor dan Komisaris John terdiam sejenak, saling bertukar pandang, sebelum akhirnya kembali tertawa terbahak-bahak."John, apa kau takut tikus?"

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-21

Bab terbaru

  • ISTRI YANG TAK DIAKUI   Akhir segalanya.

    Eliza berdiri mematung di bawah langit senja, warna keemasan menyelimuti halaman rumah Renzo. Karangan bunga memenuhi halaman rumah Renzo. membawa aroma kesedihan yang bercampur dengan rasa hormat. Senyum tipis menghiasi bibirnya, tapi matanya memancarkan kesedihan yang sulit disembunyikan."Kau senang? Ini yang kau inginkan?" tanya Diego, suaranya datar, namun sorot matanya penuh tanya.Eliza menoleh perlahan, menatap Diego. Untuk sesaat, tak ada jawaban yang terucap. Kata-kata terasa seperti beban yang sulit diungkapkan. Benarkah ini yang ia inginkan? Dia bahkan tidak tahu apa yang sebenarnya dia harapkan selama ini."Aku tidak tahu, Diego," jawab Eliza akhirnya, suaranya lirih. "Aku hanya menjalani apa yang ada di hadapanku. Takdir ini... bukan pilihanku."Diego menghela napas, matanya menatap jauh ke arah bunga-bunga itu, seolah mencoba membaca makna yang tersembunyi di baliknya. "Takdir memang bukan pilihan, El. Tapi apa yang kau lakukan setelahnya, yang akan menentukan segalanya

  • ISTRI YANG TAK DIAKUI   Berkumpul lagi

    Di tengah keheningan mencekam, hanya terdengar suara sirene mobil polisi dan percakapan samar melalui radio petugas. Asap tebal membubung dari reruntuhan gedung, menyelimuti area dengan aura suram dan menyesakkan.Diego dan Renzo terduduk lemas di tanah, wajah mereka memancarkan keputusasaan yang mendalam. Namun, di tengah keputusasaan itu, mereka menangkap gerakan kecil di rerumputan yang bergoyang tak jauh dari mereka."Apa itu?" Renzo bergumam, matanya penuh harapan bercampur rasa tak percaya.Tiba-tiba, sebuah penutup logam perlahan terangkat dari bawah tanah. Asap mengepul keluar dari dalam, dan detik berikutnya, kepala Eliza menyembul keluar, wajahnya berlumur darah dan debu, matanya penuh tekad meski lelah."Eliza!"Diego dan Renzo berteriak serempak, seruan mereka memecah keheningan. Dengan cepat, mereka berlari ke arahnya, tak peduli dengan luka di tubuh mereka.Mereka membantu Eliza keluar dari pintu bawah tanah. Eliza terbatuk-batuk, tubuhnya limbung, tetapi senyumnya tipis

  • ISTRI YANG TAK DIAKUI   Akhir sebuah dendam

    "Ibu!" teriak Kelvin, suaranya penuh kebahagiaan dan kelegaan."Mama!" seru Miko, matanya bersinar cerah meskipun situasi masih mencekam.Eliza menatap kedua anaknya dengan lembut. "Kalian baik-baik saja?" tanyanya, khawatir.Keduanya mengangguk dengan senyum kecil, meskipun masih tampak cemas."Kita harus pergi dari sini!" kata Diego tegas, wajahnya serius."Victor sudah memasang bom di gedung ini!" Sela Renzo.Kekhawatiran langsung melintas di mata Eliza. Waktu mereka sangat terbatas. "Kalian bawa anak-anak!" perintah Eliza, sambil menyentuh bahu Diego. "Aku akan melindungi kalian. Cepat!"Diego tanpa ragu menggendong Miko, dan Renzo segera menggendong Kelvin. Dengan langkah cepat dan hati-hati, mereka berlari keluar dari ruangan, menuju pintu utama. Eliza tetap berada di belakang, memastikan mereka aman, sembari mempersiapkan diri untuk menghadapi apapun yang ada di depan. Tembakan terdengar di kejauhan, namun Eliza hanya fokus pada satu tujuan, melindungi keluarganya dan memastika

  • ISTRI YANG TAK DIAKUI   Damon

    Damon tersenyum tipis, lalu mengangkat tangannya memberi isyarat kepada pria berjas hitam di belakangnya. Tanpa sepatah kata pun, pria itu berjalan ke meja dan menekan tombol yang memulai proses di layar monitor. Monitor besar itu menyala, menampilkan berbagai gambar dan data yang berpindah dengan cepat."Lihatlah," kata Damon, suara rendah namun penuh ketenangan. Dia memperhatikan ekspresi Eliza yang berubah saat layar memperlihatkan rekaman markas yang meledak, diikuti dengan gambaran tubuh Letnan Quenza yang terluka parah, tergeletak tanpa nyawa. Namun, di detik-detik terakhir, seorang pria bertubuh kekar, salah satu anak buah Damon, muncul membawa tubuh Letnan Quenza yang sekarat ke rumah sakit terdekat. Proses transfer memori yang menegangkan terlihat jelas di layar, alat-alat medis canggih digunakan untuk memindahkan semua ingatan Quenza ke tubuh Eliza yang telah dinyatakan mati."Tidak mungkin!" teriak Eliza, wajahnya berubah kaget dan marah. Dengan cepat, ia mengangkat senjata

  • ISTRI YANG TAK DIAKUI   Teroris

    Sesampainya di pusat kota, Eliza dengan cekatan menyembunyikan senjatanya di balik jaket panjang yang ia kenakan. Diego dan Renzo melakukan hal yang sama, memastikan tak ada yang mencurigai mereka.Mereka melangkah keluar dari mobil yang diparkir di sudut jalan, tubuh mereka sudah bersih dari luka-luka yang sempat mereka rawat seadanya. Hiruk-pikuk kota menyambut mereka, dengan keramaian manusia yang memadati jalan untuk merayakan hari kemerdekaan Mazatlán.Karnaval Mazatlán berlangsung meriah. Jalanan penuh dengan parade warna-warni, musik tradisional mengalun keras, dan sorak-sorai warga menambah semarak suasana. Polisi tampak berjaga di setiap sudut kota, mengawasi kerumunan dengan ketat.Eliza mengedarkan pandangannya dengan hati-hati. Matanya menelusuri setiap wajah di kerumunan, setiap gerakan yang terasa sedikit janggal. Renzo dan Diego berjalan di belakangnya, sikap mereka sama waspadanya.Namun, suasana meriah itu berubah dalam sekejap.DUAR!Sebuah ledakan keras mengguncang

  • ISTRI YANG TAK DIAKUI   Ide gila Diego

    Mobil melaju dengan kecepatan maksimal membuat jalanan sepi di depan terasa semakin sempit. Diego mengepalkan tangan di setir, matanya fokus ke mobil musuh yang melaju dari arah berlawanan."Aku akan adu banteng dengan mereka!" serunya."Diego, kau gila! Kita bisa mati!" Renzo berteriak, suaranya penuh kepanikan. la memegang dashboard dengan erat, keringat mengucur di wajahnya."Menunduk!" perintah Diego tanpa ragu, suaranya tegas.Eliza langsung merunduk, tapi matanya tetap memperhatikan situasi, rahangnya mengatup rapat. Sementara Renzo hanya bisa berteriak lagi. "Diego! Aku belum mau mati!"Mobil Diego dan musuh semakin mendekat, jarak di antara mereka hanya hitungan detik.BRAK!!Tabrakan keras terjadi. Mobil Diego menghantam mobil musuh dengan kekuatan penuh. Bunyi logam beradu memekakkan telinga, pecahan kaca beterbangan ke segala arah. Benturan itu begitu hebat hingga mobil Diego terlempar ke luar jalur, berputar beberapa kali di udara sebelum menghantam tanah dengan keras.Tub

  • ISTRI YANG TAK DIAKUI   Pantang mundur

    Eliza duduk di kursi belakang mobil, pandangannya tajam menatap ke luar jendela. Diego mengemudi dengan fokus, sementara Renzo duduk di kursi penumpang depan, menggenggam senjatanya dengan cemas. Ketiganya telah siap dengan senjata masing-masing, meninggalkan markas Antonio dan Daniel tanpa banyak bicara. Eliza tahu mereka tak bisa terus melibatkan orang lain dalam urusannya. Ia hanya berjanji akan menghubungi Antonio jika benar-benar dalam keadaan terdesak.Mobil melaju dengan kecepatan tinggi di jalan raya yang ramai oleh kendaraan lain. Tujuan mereka adalah perbatasan kota, tetapi perjalanan itu akan memakan waktu berjam-jam. Suasana di dalam mobil terasa tegang, dan setiap suara dari luar terdengar lebih nyaring dari biasanya."Sepertinya kepergian kita ada yang membocorkannya lagi," kata Eliza tiba-tiba, matanya menatap kaca spion dengan waspada.Diego melirik spion tengah. "Kau yakin?"Renzo, yang penasaran, menyembulkan kepalanya keluar jendela, mencoba memastikan. "Sial! Tiga

  • ISTRI YANG TAK DIAKUI   Musuh atau sahabat

    Dari kejauhan, suara deru mobil mendekat, memecah keheningan malam yang hanya diisi oleh gemuruh api dari puing-puing markas Victor. Eliza, Diego, dan Renzo segera bangkit, tubuh mereka menegang dengan kewaspadaan tinggi.Sebuah mobil berhenti tak jauh dari tempat mereka. Pintu mobil terbuka, dan dua pria muncul dari dalam—Antonio dan Daniel. Wajah mereka penuh kekhawatiran saat mereka bergegas menghampiri."Eliza, kau tidak apa-apa?" tanya Daniel, suaranya penuh kekhawatiran.Diego dengan cepat memotong, suaranya terdengar kesal. "Hei, jangan terlalu banyak bicara. Istriku terluka. Cepat bantu!"Daniel hanya mengangguk, memahami situasi tanpa membantah. Bersama Antonio, mereka membantu Eliza ke mobil, sementara Diego dan Renzo tetap berada di sisi Eliza, memastikan dia tidak semakin terluka.Di perjalanan, Eliza hanya diam, mencoba menahan rasa sakit yang menjalar dari lukanya. Renzo, yang duduk di sampingnya, sesekali melirik dengan penuh perhatian, sementara Diego menggenggam tanga

  • ISTRI YANG TAK DIAKUI   Lolos dari maut

    Dentuman tembakan bergema, memantul di sepanjang koridor sempit dengan dinding-dinding beton. Eliza, Diego, dan Renzo bersembunyi di balik pilar besar, dada mereka naik turun seiring napas yang tak beraturan. Bau mesiu memenuhi udara, bercampur dengan keringat dan darah."Mereka semakin dekat," bisik Diego, matanya melirik ke arah lorong tempat musuh terus menembakkan peluru secara membabi buta."Diam!" bisik Eliza, wajahnya penuh dengan konsentrasi meskipun bahunya berdarah. Dia mengintip sedikit, cukup untuk melihat posisi musuh tanpa terlalu terekspos.Dor! Dor! Peluru menghantam pilar, serpihan beton terbang ke segala arah, memercik seperti hujan kecil."Kita tidak bisa terus di sini," Renzo berkata, tangannya menggenggam pistol erat-erat, suaranya gemetar tetapi penuh tekad.Eliza menyeka keringat di dahinya, rasa sakit dari luka tembak di pahanya hampir membuatnya lumpuh, tapi dia menolak menyerah. "Kita akan maju. Aku di depan, kalian di belakangku. Hitung sampai tiga, lalu kit

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status