Home / Rumah Tangga / Istri yang Tak Dinafkahi / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of Istri yang Tak Dinafkahi : Chapter 81 - Chapter 90

126 Chapters

81 Aku yang Lebih Berhak

“Berani-beraninya kamu menikah tanpa restu dari aku, Mas!” kata Clara dengan suara menggelegar karena marah. “Lancang sekali kamu, kamu sudah nggak menganggap aku lagi sebagai mantan istri kamu?” Zayyan tidak menjawab. “Tante yang memberi Zayyan restu untuk menikahi Sindy,” kata Keke tenang. “Anak tante berhak bahagia dengan perempuan pilihannya sendiri. Jadi jangan memakai standar kamu untuk memaksanya rujuk sama kamu.” Clara menoleh dan menatap tajam mantan ibu mertuanya. “Aku nggak minta Tante bicara, oke? Jelas banget kalau Mas Zayyan adalah bukti kegagalan Tante dalam mendidiknya,” kecam Clara dingin. “Mama tidak pernah salah mendidik aku,” tukas Zayyan tidak terima. “Jadi jaga ucapan kamu, Cla. Aku tidak akan segan-segan kasih peringatan ...” “Oh ya? Aku yang lebih berhak menikah lagi sama kamu, Mas. Bukan janda gatal itu!” raung Clara sambil menarik bagian depan kemeja Zayyan sekuat tenaga. “Cukup!” Keke menghardik sambil menempatkan dirinya di antara anak dan mant
last updateLast Updated : 2024-12-30
Read more

82 Istri Idaman ala Ardi

Mita mengangguk-angguk mengerti dengan ucapan kakaknya itu. “Kalau begitu bagi duit dong, Kak!” “Buat apa lagi sih?” “Aku kan harus sering-sering ke restoran buat mantau!” Ardi garuk-garuk rambutnya yang tidak gatal. “Nanti dulu lah, sibuk ini ...” “Jangan pelit-pelit begitu, Kak.” “Diam dulu, Mit!” Kali ini Ratna yang menegur. “Itu kakakmu lagi fokus hitung gajinya, jangan dulu kamu ganggu.” “Kayak biasa ini buat ibu, Sani sama Mita ...” Ardi yang sudah membagi-bagi uang itu menjadi tiga kelompok menyerahkannya kepada Ratna. “Sisanya aku yang pegang buat kebutuhan pribadi.” Ratna manggut-manggut dan meraih uang bagiannya dan juga Sani. Dalam hati dia berpikir jika nantinya harus berbagi lagi dengan istri baru Ardi, itupun kalau anak lelakinya ingin kembali meniti rumah tangga dengan orang baru. “Kamu nggak usah buru-buru nikah deh, Di.” “Lho, memangnya kenapa, Bu? Masa iya aku jadi duda selamanya sementara Sindy sudah menikah lagi?” Mita ikut memandang ibunya d
last updateLast Updated : 2024-12-30
Read more

83 Nafkah untuk Anak

“Pasti karena sudah punya pacar, jadi cuma ada kamu sama si dia. Yang lainnya numpang lewat saja.” Tanpa sadar Sindy malah melamun, mengingat kembali hal-hal apa saja yang membuatnya tidak terlalu terkenang dengan masa putih abu-abu. Sadar dengan perubahan ekspresi di wajah istrinya, Zayyan meletakkan foto itu di atas meja dan mendatanginya. “Kok jadi sedih begitu?” Sindy terperanjat, lalu menggeleng perlahan. “Cuma lagi mengingat-ingat sesuatu ...” “Ada yang kamu ingat tentang aku?” tanya Zayyan dengan mata berbinar. “Tidak ada,” sahut Sindy sambil nyengir minta maaf. “Masa-masa SMA itu benar-benar menguras tenaga dan pikiran, jadi aku tidak terlalu ingat siapa saja teman aku.” Zayyan menatap Sindy, seolah tidak percaya dengan kata-katanya. Namun, sebelum dia sempat berkomentar, tiba-tiba ponsel yang tergeletak di atas meja samping tempat tidur berdering nyaring. “Halo?” “Pak, saya sudah mulai dapatkan titik terang mengenai kecelakaan mobil yang Anda alami!” Sahu
last updateLast Updated : 2024-12-31
Read more

84 Kamu Pikir Aku Buaya, Mbak?

“Itu Affan atau Aftar, ya?” gumam Sindy yang mendapati Mita sedang berbincang dengan salah satu dari adik iparnya. “Kok bisa mereka saling kenal?” Meskipun merasa curiga, tetapi Sindy enggan untuk menegur karena Mita sama sekali tidak membuat keributan seperti yang biasa dia lakukan. “Lagi ngapain, Kak?” Tegur seseorang yang langsung membuat sindy refleks menoleh. “Oh ini ... buang sampah dapur! Kamu ... Af—fan atau ...” “Affan, Kak. Itu setiap hari sampah harus dibuang?” “Kalau yang di dapur iya, Fan. Yang di depan sini sih nanti ada yang ambil beberapa hari sekali, kamu nggak makan siang? Jangan lupa ajak Aftar juga.” “Nanti saja deh, Kak. Suka lihat para pelanggan datang dan pergi kayak orang hajatan, Kak Zayyan benar-benar top.” “Iya, kakak kamu hebat karena bisa membalikkan keadaan resto ini.” “Kakak juga terlibat, kan?” “Oh, aku Cuma kebetulan bisa masak dan butuh kerjaan. Beruntung, para pelanggan cocok sama resep buatan aku.” “Itu artinya Kakak punya bakat .
last updateLast Updated : 2024-12-31
Read more

85 Hidangan Penutup

“Kalau iya, bagaimana? Mama jadi khawatir, Zay.” “Masa ketemuan sama satu cewek saja sampai berjam-jam, palingan nongkrong sama teman-teman kampus yang kebetulan ada di sekitar sini.” Zayyan berpendapat. “Justru itu, bagaimana kalau cuma sama satu cewek? Ngeri mama membayangkannya.” Lebih ngeri lagi kalau cewek itu Mita, batin Sindy dalam hati. Dia tidak berani berpendapat, takut salah bicara. “Nanti jangan lupa Aftar suruh makan, Fan.” “Oke, Ma. Nggak usah dipikirin, Aftar kan sudah dewasa.” “Tapi pergaulan zaman sekarang ngeri-ngeri, Fan. Mama sering tuh lihat di berita, ngeri pokoknya.” “Urusan Aftar biar aku sama Affan yang pantau, Ma.” Zayyan yang khawatir, langsung menengahi. “Ya sudah, mama mau ngelonin Sisil dulu di kamar.” Zayyan dan Affan saling pandang usai ibu mereka pergi meninggalkan dapur. “Aku akan coba telepon Aftar,” kata Affan tanpa diminta, dia mengeluarkan ponsel dan segera menghubungi saudara kembarnya. “Tar, cepat pulang! Bucin banget ... iy
last updateLast Updated : 2024-12-31
Read more

86 Memuji-muji Lelaki Lain

“Apa sih, biasa saja kali ...” “Aku kira kamu sudah move on.” “Memang sudah, kamu saja yang telat info. Sibuk bisnis sih,” ujar Mita tanpa menatap adiknya. “Ya iyalah, mumpung ada kesempatan nih. Lagian tinggal posting-posting doang, barang nggak usah nyetok. Kalau laku, tinggal ambil di toko.” Mita mencibir, meski dengan mata terarah lurus ke layar ponsel. “Serius amat, sudah ada gebetan baru?” Tanya Sani penasaran. “Kamu bikinkan aku kopi dulu, nanti aku kasih tahu cerita lengkapnya.” “Dih, ogah banget!” “Nggak ada salahnya berbakti sama kakak, San.” “Kakak macam apa dulu?” “Sudah deh, cepetan!” Dengan bibir maju, Sani pergi ke dapur dan menyeduh kopi untuk Mita. “Jadi tuh aku lagi dekat sama seseorang, kali ini usianya nggak terlalu jauh. Memang lebih tuaan dia, tapi nggak sebanyak kakak bos.” Mita mulai bercerita, saat Sani menyajikan secangkir kopi panas untuknya. “Oh, terus?” “Orangnya asyik, ramah, dan menyambut baik pertemanan kita.” Mita melanjutkan
last updateLast Updated : 2024-12-31
Read more

87 Hak Penuh Atas Sisil

“Sindy sekarang sombong banget, Bu.” “Sombong gimana, Di?” Sore itu Ardi tengah menikmati tenggelamnya matahari di halaman belakang rumah, ditemani sang ibu sekaligus secangkir kopi susu panas dan pisang goreng yang masih hangat. “Dia bilang kalau Sisil jauh lebih berbahagia sama ayah tirinya sekarang ...” “Serius Sindy bilang begitu, Di?” “Serius lah, makanya aku benci banget. Niat aku kan baik nanyain kabar Sisil, eh malah dia menyombongkan diri.” Ratna geleng-geleng kepala, rasa tidak sukanya terhadap Sindy jadi semakin besar. “Benar-benar sombong, apa dia nggak takut kualat sama kamu?” “Tahu tuh ...” “Lagian ayah tiri juga nggak selamanya baik, apalagi kalau nantinya si dia sudah bosan ... Bisa-bisa nangis darah itu Sindy.” Ardi manggut-manggut. “Nah, dia nggak mikir ke arah sana, malah sibuk menyombongkan diri.” “Lagian tumben kamu telepon Sindy segala?” Cibir Ratna tidak suka. “Niat aku kan baik, Bu. Mau tahu kabar anak kami, makanya aku telepon Sindy. Kan
last updateLast Updated : 2024-12-31
Read more

88 Kita Hadapi Berdua

“Terus apa yang harus aku lakukan kalau Ardi memaksa, Mas? Kejadian yang dulu itu fatal sekali, aku tidak mau terjadi lagi!” Suasana hati Sindy berubah gusar, dia tidak sanggup membayangkan hal-hal buruk yang bisa saja terjadi akibat perbuatan ceroboh Ardi. Entah disengaja atau tidak. “Nanti kita hadapi berdua, tapi ada baiknya juga kamu tanya Sisil dulu.” “Sisil masih kecil, Mas. Dia pasti mau-mau saja kalau diajak pergi, apalagi sama ayahnya.” Zayyan terdiam sebentar. Sebagai ayah sambung, tentu dia sependapat dengan sindy karena mengizinkan Sisil menginap di rumah Ardi memiliki risiko yang sangat luar biasa mengerikan. Namun, sekali lagi dia kalah secara status jika dibandingkan dengan ayah kandung Sisil. Bahkan orang tua Sindy sendiri juga menolak keras saat putri mereka menelepon untuk meminta pendapat. “Aduh Sin, nanti cucu ibu hilang lagi kayak dulu! Ardi itu kan ceroboh ... beruntung Sisil nggak ketemu sama orang jahat ...” Rita langsung menyatakan ketidaksetu
last updateLast Updated : 2024-12-31
Read more

89 Perbuatan yang Sangat Ceroboh

“Sampai di sana, baru aku tahu kalau Sisil seharusnya menginap di rumahmu. Pertanyaannya, kenapa anak sekecil itu bisa jalan sendirian malam-malam?” Ardi terenyak, pertanyaan Zayyan seolah menamparnya dengan sangat keras. “Setelah kejadian seperti itu, kamu kira aku bisa dengan gampang kasih izin kamu untuk membawa Sisil menginap lagi?” Tanya Sindy dengan emosi tertahan, biar bagaimanapun dia tidak ingin mengumbar amarahnya berlebihan di depan Zayyan. Malu dan segan. “Aku ... aku cuma pergi sebentar buat makan,” kilah Ardi. “Apa pun alasannya, meninggalkan anak kecil sendirian itu perbuatan yang sangat ceroboh. Apalagi dia sedang tidur!” Sindy menepis alasan Ardi. “Kenapa kamu nggak kirim pesan ke salah satu adik kamu untuk antar makanan? Apa gunanya mereka selain cuma bisa minta uang kamu?” “Mbak ...” “Diam dulu, aku belum selesai.” Sindy melotot ke arah Mita. “Untung saja Sisil nggak ketemu orang jahat, kalau dia sampai diculik atau celaka gimana?” Meski mulai merasa
last updateLast Updated : 2024-12-31
Read more

90 Ardi Baru Menyadari

“Sekalian lah, modus tipis-tipis buat cuci mata lihat kakak bos.” “Ya ampun, katanya kamu sudah punya gebetan baru?” “Ini sambil menyelam minum air, kak. Yang gebetan baru itu masih kuliah dan lagi libur, mungkin dia jadi agak sibuk. Makanya buat ngisi waktu, nggak ada salahnya aku cuci mata dulu sama kakak bos.” Ardi geleng-geleng kepala. “Nggak takut ditempeleng sama sindy kamu?” “Tipis-tipis saja lah, Kak. Lagian ya Mbak Sindy itu harusnya berterima kasih sama aku karena sudah merelakan Kakak Bos buat dia,” kilah Mita dengan begitu percaya diri. “Terserah kamu lah, Mit. Yang penting aku bisa ketemuan sama Sisil, nggak rela aku kalau dia lebih dekat sama ayah sambungnya daripada aku.” “Makanya itu, buang gengsi kamu kalau kamu mau lebih dekat sama Sisil.” Ego Ardi yang tadinya tinggi, seketika sedikit turun setelah berdiskusi dengan Mita. Dia sudah kehilangan Sindy, tidak akan dibiarkannya Zayyan juga merebut perhatian Sisil seutuhnya. “Bu, kalau aku coba-coba ambil h
last updateLast Updated : 2024-12-31
Read more
PREV
1
...
7891011
...
13
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status