Beranda / Rumah Tangga / Istri yang Tak Dinafkahi / 86 Penutup Malam yang Sempurna

Share

86 Penutup Malam yang Sempurna

Penulis: Setia_AM
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-31 08:14:42

Tidak butuh waktu lama bagi Sindy dan Zayyan untuk saling menggulung seperti ombak di tengah lautan diiringi debur lembut yang datang menghantam tubuh mereka silih berganti.

Sindy selalu membiarkan Zayyan yang sepenuhnya memegang kendali, karena dia memahami dengan baik kapan waktu yang tepat bagi pesawat yang dikemudikannya harus mendarat di landasan.

Zayyan mengakhiri penyatuan cinta mereka dengan menebar pasukannya ke kawasan di mana seharusnya mereka berada sebagai penutup malam yang sempurna. Jika beruntung, salah satu pasukan itu akan memberinya jalan untuk menemukan ratunya yang sedang ditawan.

“Aku mau setiap hari kita seperti ini,” bisik Zayyan di telinga Sindy saat keduanya selesai menghabiskan malam indah bersama. Kini mereka terkapar dengan bermandikan keringat yang timbul akibat tenaga yang mereka keluarkan begitu maksimal.

“Bukan ide yang bagus,” ucap Sindy lelah. “Setidaknya kamu harus membiarkan tim kamu mencari ketuanya. Kalau kebetulan dia sedang masa subur, maka ki
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Istri yang Tak Dinafkahi    87 Cuma Pencitraan Demi Sindy?

    “Halo, Nek?” sahut Alan ketika hubungan dengan neneknya telah tersambung. “Rey agak mengganggu hari ini, apa dia tidak ada pekerjaan di kantornya?”“Sebentar, mengganggu bagaimana maksud kamu?” tanya Julia. “Perusahaan yang kamu kelola selama ini kan milik nenek, milik keluarga besar kita. Itu artinya siapa saja boleh datang untuk memajukan perusahaan sama-sama.”Butuh beberapa saat bagi Alan untuk mencerna semua kalimat yang diucapkan neneknya.“Jadi Nenek sudah tahu kalau Rey ada di kantor aku?” tanya Alan penuh selidik. “Atau jangan-jangan malah dia datang ke sini atas persetujuan Nenek?”“Kalau iya kenapa, Alan?” tukas Miranti. “Nenek juga punya hak untuk mengizinkan siapa-siapa saja yang boleh berada di kantor.”Alan menarik napas gusar.“Nggak bisa begitu, Nek. Bukankah yang tanda tangan kontrak kerja itu aku, bukan Rey? Jadi dia nggak perlu ikutan sibuk mengurusi pekerjaan aku.” Dia memberanikan diri mendebat Julia karena kelakuan Rey sudah melewati batas. “Kita juga suda

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-31
  • Istri yang Tak Dinafkahi    88 Mau Bertemu Sisil

    Zayyan memahami kekesalan Sindy terhadap Ardi yang merupakan ayah kandung Sisil. “Kita masih bisa kok menafkahi Sisil,” hiburnya. “Aku tahu, Mas. Makanya sebelum dia menuntut hak, aku tanya dulu kewajibannya terhadap Sisil selama ini gimana? Sudah bagus tadi aku kasih izin buat ketemuan.” Zayyan tidak ingin banyak berkomentar karena urusan Sisil jauh lebih berwenang jika diurus Sindy, dia tidak ingin dianggap sebagai pihak yang menghalangi Ardi jika akan bertemu anak kandungnya. Hari itu Zayyan sedang mengantar Keke untuk cek kesehatan rutin di klinik, Sindy sibuk membereskan rumah sementara Sisil bermain masak-masakan di depan televisi yang menyala. Saat Sindy baru saja selesai membuang sampah di depan rumah, dia melihat motor Ardi menepi di seberang jalan. “Mau apa kamu ke sini?” tanya Sindy sebagai ucapan selamat datangnya, dia tidak perlu bertanya dari mana Ardi mengetahui alamat tempat tinggal Zayyan. “Aku mau bertemu sama Sisil,” jawab Ardi tenang. “Sekalian aku baw

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-31
  • Istri yang Tak Dinafkahi    89 Menampung Mantan Suami

    Seluruh tubuh Ardi dingin seperti es, bahkan wajahnya pun pucat sekali dengan kedua mata terpejam rapat. Rambut cepaknya kini basah membeku setelah terguyur hujan selama berjam-jam.Sindy tidak bisa membiarkannya begitu saja, dia berusaha keras mendudukkan tubuh Ardi dan memaksanya berdiri. Kemudian dia mengalungkan satu lengan Ardi ke bahunya sendiri dengan hati-hati.“Bertahanlah sebentar,” ucap Sindy sambil memapah Ardi masuk ke rumah.“Ibu, itu siapa?” tanya Sisil ingin tahu saat melihat Sindy muncul dengan memapah orang asing ke rumahnya.“Ini ayah kamu,” jawab Sindy terengah. “Sil, ibu minta tolong ambilkan lima handuk besar di lemari Papa Yayan, ya?”“Iya Bu,” angguk Sisil sambil berjalan pergi ke kamar Zayyan.Sementara itu Sindy lebih memilih untuk membawa Ardi ke kamar Sisil dan membaringkannya di sana. Tidak berapa lama kemudian, putri semata wayangnya muncul sambil membawa setumpuk handuk tebal ke kamarnya.Berdua dengan Sisil, Sindy melepas kemeja Ardi kemudian mem

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-31
  • Istri yang Tak Dinafkahi    90 Cemburu Itu Menguasainya

    Sindy tahu kalau Zayyan marah besar kali ini, tetapi dia juga merasa tidak terlalu bersalah hanya karena dirinya memberikan pertolongan pertama kepada Ardi yang pingsan.Zayyan menunggu jawaban Sindy dengan napas memburu, kemarahannya sudah mencapai batas maksimal sampai dia tidak dapat mengungkapkannya dengan kata-kata. Sudah untung tadi dia tidak menerobos masuk dan mengusir Ardi tepat di depan mata Sisil.Kebisuan tetap menyelimuti mereka sampai Zayyan berbalik menuju kamar. Dia berjalan cepat memasuki ruangan tanpa menunggu Sindy yang tertinggal jauh di belakangnya.“Mas, tunggu!” seru Sindy sambil bersusah payah menyusul Zayyan yang sudah lebih dulu mendaki tangga menuju kamarnya di lantai dua.Saat Sindy berhasil menyusulnya, Zayyan baru saja melepas jasnya dan sedang mengendurkan dasi yang terasa semakin mengikat lehernya seiring dengan gejolak kemarahan yang sedang dia rasakan.“Mas, kamu ... marah?” tanya Sindy hati-hati.Zayyan menjawabnya dengan mencampakkan jasnya ke

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-31
  • Istri yang Tak Dinafkahi    91 Kemungkinan Masih Mencintai Kamu

    Sindy menarik napas dalam-dalam sebelum menjelaskan.“Aku Cuma melobi, kan kamu sendiri yang jadi saksi,” katanya. “Nesi juga ikut menyaksikan saat aku membujuk Pak Jonan via telepon, kenapa sih kamu jadi berlebihan begini?”“Karena kamu merayu Pak Jonan agar dia mau membuat acara di tempat kita?” tuduh Ezra dengan wajah curiga. “Itu yang bikin aku jadi berpikir ... kenapa semudah itu Pak Jonan terbujuk sama kamu sedangkan dia termasuk pelanggan yang sulit?”“Aku Cuma melakukan tugas sebagai karyawan,” bantah Sindy bingung. “Saat kamu suruh aku melobi, maka akan aku lakukan. Karena di sini, kamu adalah bos aku.”Zayyan masih kelihatan tidak puas dengan penjelasan Sindy.“Pak Jonan bisa dengan mudah terbujuk sama kamu,” komentar Zayyan datar. “Saya lihat sendiri saat itu ...”Sindy tahu jika Zayyan sedang dikuasai cemburu.“Itu karena dari awal kamu yang suruh aku maju,” jelasnya. “Apa yang aku lakukan nggak seperti yang kamu pikirkan, kami semua Cuma makan siang dan menyaksikan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-31
  • Istri yang Tak Dinafkahi    92 Lebih Pantas Jadi Bawahan

    Alan mengedarkan pandangannya ke sekitar, sebagian besar tamu rata-rata sibuk mengobrol satu sama lain sambil memegang cangkir minum masing-masing. “Meriah sekali,” komentar Alan singkat, dia berjalan beriringan dengan Mita untuk ikut bergabung bersama Santy yang sedang bercengkrama di tengah ruangan.“Alan, ke sini sebentar!” Santy menoleh dan melambai ke arah sang putra. “Sini ngobrol dulu!”Alan sebetulnya malas bergabung dengan teman-teman Santy yang begitu riuh kalau sudah berkumpul dan mengobrol sedemikian rupa.“Kenapa, Bu?” tanya Alan begitu dia tiba di hadapan ibunya bersama Mita.“Kamu sudah bertemu Pak Arka? Atau mungkin anaknya?” sahut Santy bersemangat. “Iya, Lan. Jangan lupa ngobrol-ngobrol sama Pak Tian juga,” timpal teman Santy yang berada paling dekat. “Selagi nama kamu bersinar seperti ini, mereka akan menyambut kamu dengan tangan terbuka.”“Ya, Bu. Terima kasih,” angguk Alan sambil bersiap mengajak Mita pergi.“Itu ngapain sih istri kamu digandeng terus?”

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-31
  • Istri yang Tak Dinafkahi    93 Jangan Pernah Memulai Pertikaian

    “Kalau begitu jaga tingkah kamu,” tegas Alan dengan mata menyipit ke arah Clara. “Ini di tempat umum, bukan di rumah kamu sendiri.”Clara melipat kedua tangannya di depan, dia melempar pandang tidak suka ke arah Sindy meskipun jelas-jelas Alan yang mengusirnya pergi.“Kalau sampai kamu mengacaukan pesta ini, aku nggak akan segan-segan mengusir kamu pakai tanganku sendiri.” Alan menambahkan, setelah itu dia menoleh menatap Sindy. “Anda tidak apa-apa?”Sindy menggeleng.“Cuma basah,” katanya kalem.“Lihat apa yang istrinya lakukan ke aku!” Clara masih berani menyulut masalah di antara mereka. “Dia mengguyurku dengan minuman, mustahil kamu sama sekali nggak melihatnya.”“Itu karena kamu duluan yang mendorongku,” balas Sindy tenang. “Aku cuma membela diri. Lain kali kalau kamu nggak mau diserang, jangan pernah memulai pertikaian.”Clara menatap Sindy dengan sorot mata tajam penuh kebencian, tapi istri Zayyan itu tidak peduli.“Daripada kamu terus mengganggu istri aku, lebih baik kamu keri

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-31
  • Istri yang Tak Dinafkahi    94 Mengumbar Kemesraan

    “Saya tidak ingin bertemu Pak Zayyan,” ungkap Tristan jujur. “Saya mau mendiskusikan sesuatu dengan Anda, bisa?”"Maaf Pak, saya harus kerja!" Sindy menangkup dua tangannya di depan sebagai gesture minta maaf."Nanti kamu ikut aku ke restoran hotel, ada acara makan-makan dengan beberapa rekan.” Zayyan memberi tahu.“Kok mendadak, kamu yakin mau ajak aku dengan tampilan seperti ini?” tanya Sindy tidak percaya.“Kita masih sempat pulang dulu,” jawab Zayyan santai.Sore itu Zayyan pulang sesuai janji, dia segera mandi dan mengenakan setelan terbaik yang sudah sindy siapkan untuknya.Supaya serasi dengan Zayyan yang mengenakan jas formal, Sindy juga memilih gaun resmi dengan bahu tertutup dan riasan sempurna yang membuat wajahnya semakin bersinar.Begitu mereka berdua tiba di restoran, Sindy menyelipkan tangannya ke lengan Zayyan dan menebar senyuman ke orang-orang yang menyambut mereka.“Aku akan kenalkan kamu,” ucap Zayyan dengan nada seakan dia sudah menunggu saat ini tiba. “Marko!”S

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-31

Bab terbaru

  • Istri yang Tak Dinafkahi    105

    Ekspresi wajah Sindy langsung berubah tegang."Kok cepat amat, Ma?""Tidak apa-apa kalau memang rejeki kalian, kan?""Tapi aku masih mau kerja di resto, Ma. Syukur-syukur nanti bisa berkembang pesat dan buka cabang, sekalian nunggu Sisil agak besar. Mama tidak keberatan kan?"Keke tersenyum."Tidak, kamu benar. Sisil juga masih butuh perhatian dari kalian berdua, atur saja deh.""Terima kasih banyak, Ma. Semoga aku tidak pernah mengecewakan Mama sebagai menantu."Keke mengusap bahu Sindy seraya tersenyum. "Kita saling memahami saja, meski tidak semudah mama ngomong."Sindy mengangguk. "Ingatkan aku kalau ada salah, Ma."Keke balas berbisik. "Sisil biar tidur sama mama, kamu sama Zayyan fokus saja."Sindy merespons dengan semburat merah yang terlihat pada wajahnya."Semoga kamu nyaman di kamar ini," bisik Zayyan saat Sindy sedang sibuk menata pakaian-pakaiannya di dalam lemari. "Kalau ada perabotan yang kamu butuhkan, tinggal bilang saja.""Beres, Pak Bos!"Zayyan mulai gemas setiap ka

  • Istri yang Tak Dinafkahi    104

    Nyawa belum terkumpul sepenuhnya, tapi dia tetap harus melakukan kewajibannya dengan status baru yang kini telah dia sandang."Sisil masih tidur, Bu?" tanya Sindy lirih ketika berpapasan dengan Rita di dapur."Masih, Sisil biar ibu yang urus. Kamu urus suami kamu, bikin dia nyaman selama menginap di sini."Sindy mengangguk dengan wajah mengantuk bercampur lelah. Usai mandi dan merapikan diri, Sindy menyeduh dua cangkir kopi untuknya dan Zayyan.Mereka berdua merasa masih canggung satu sama lain saat berada di satu ruangan seperti ini."Maaf kalau kamar ini agak sempit, tidak seluas kamar di rumah kamu, Mas ...""Memangnya kamu tahu kamar di sana seluas apa?"Sindy menggeleng, lalu meraih cangkir kopinya sendiri. "Cuma nebak saja sih.""Kapan-kapan aku kasih lihat kamar kita.""Jangan buru-buru ya, masih betah di rumah orang tua.""Bukan buru-buru, tapi disegerakan itu lebih baik."Zayyan ikut mengambil cangkir kopinya."Sisil diajak juga kan?" tanya Sindy ragu-ragu."Tentu saja, dia k

  • Istri yang Tak Dinafkahi    103

    Beberapa saat sebelum itu ....Mita terpaksa ikut keluarganya kembali ke rumah."Berhasil rencana kalian?" tanya ayah Ardi yang sedang menikmati secangkir kopi, terlihat begitu damai dan tenteram.Berbanding terbalik dengan anggota keluarganya yang tampak pias karena kegagalan mereka."Berhasil apanya, Yah?" gerutu Sani. "Dapat malu, iya.""Kok bisa?""Tahu tuh Kak Mita, teriak-teriak terus kayak orang gila sampai kita dilihatin banyak orang ..."Mendengar Sani terus menerus menyalahkannya, tentu saja Mita tidak terima."Kamu itu masih bau kencur, San! Kamu mana paham perasaan aku kayak gimana, apa kamu bisa bayangkan saat orang yang kamu sukai bersanding sama perempuan lain?"Sani melengos, dia justru bingung dengan pola pikir Mita. Usia masih begitu muda, tapi kenapa malah jatuh hati sama lelaki yang usianya jauh lebih dewasa di atasnya.Kayak nggak ada laki-laki lain saja, batin Sani."Terus apa saja yang kalian lakukan di sana tadi?" tanya ayah menengahi keributan itu, sementara A

  • Istri yang Tak Dinafkahi    102

    Sindy menantang Ardi lewat sorot matanya yang setajam pisau."Salah kamu sendiri karena nggak bisa jaga omongan di depan anak kecil," desis Sindy dalam bisikan rendah."Lebih nggak tahu malu mana dibandingkan kamu yang malah sayang-sayangan sama lelaki lain di depan Sisil?""Siapa yang sayang-sayangan?"Sindy hampir saja menggebrak meja saking emosinya, tapi Rita buru-buru menengahi."Ehem, sudah mau gelap ini, Di! Apa nggak sebaiknya kamu pulang dulu, dicariin ibu kamu nanti."Ardi mengembuskan napas panjang, seolah baru saja berlari dari tempat yang lumayan menguras energi."Nantinya aku akan sering-sering datang ke sini, Bu. Aku nggak mau Sisil melupakan aku sebagai ayah kandungnya ...""Biarkan saja Sisil lupa, orang kamu juga melupakan kewajiban kamu sebagai ayahnya kok." "Kewajiban apa?""Kasih nafkah buat Sisil!"Menyadari jika nada bicara keduanya semakin lama semakin keras, Rita cepat-cepat mengajak Sisil untuk masuk ke dalam rumah."Oh, itu ...""Itu apa?" tantang Sindy mur

  • Istri yang Tak Dinafkahi    101

    Sindy mengamati layar ponselnya yang sunyi, meski sebenarnya ada beberapa pesan yang masuk dari Ardi, Mita, dan juga Nesi.Namun, pihak yang ditunggu-tunggu malah tidak hadir ke permukaan dan itu cukup membuat hati Sindy gelisah tidak nyaman.Sejak pengakuan di dalam mobil, hingga disepakati niat baik untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih serius, bahkan ketika keluarganya selesai berembug mengenai acara resepsi pernikahan, Zayyan jarang sekali menghubunginya. Interaksi mereka di restoran pun terlampau sedikit, sehingga terkadang Sindy merasa ragu dengan kesungguhan Zayyan yang berniat ingin menikahinya.Memangnya apa sih yang aku harapkan, batin Sindy sambil menjatuhkan dirinya ke tempat tidur, lalu memeluk bantal guling dengan erat. Kami sama-sama janda dan duda, masa iya mau mesra-mesraan kayak anak remaja?Saat sedang galau-galaunya melanda, tiba-tiba Sindy mendengar dering singkat dari ponsel miliknya.Dengan ogah-ogahan, dia mengulurkan tangan untuk mengambil ponsel itu. Dilir

  • Istri yang Tak Dinafkahi    100

    “Kok cemberut begitu?” Keke menyambut kepulangan Zayyan di rumah dengan senyum merekah, tetapi langsung surut ketika melihat wajah masam putranya.“Biasalah, Ma ...” Zayyan lantas menceritakan pembicaraan dengan Sindy tadi, sementara Keke mendengarkan dengan sungguh-sungguh.“Godaan menjelang pernikahan, biasa itu. Yang penting keyakinan kamu sama Sindy nggak goyah sedikitpun, dia sendiri tanggapannya gimana?”“Sindy nggak goyah sih, Ma. Dia bilang kalau mantan suami dan keluarganya nggak usah dipedulikan, mereka seringkali omong kosong tanpa ada bukti.”Keke mengangguk paham. “Lagian seyakin itu mereka meng-klaim kalau kamu adalah jodoh si Mita ... Laris sekali sih anak mama ini!”“Aku bukan dagangan, Ma.”“Tapi banyak yang ngejar. Ada cewek labil, Clara ... Eh iya, ngomong-ngomong soal Clara gimana, Zay?”“Nggak gimana-gimana, Ma.”“Setidaknya kamu harus antisipasi kalau dia tahu dan mencoba melakukan hal-hal yang bisa mengancam keberlangsungan acara kita.” Zayyan merenung

  • Istri yang Tak Dinafkahi    99

    Ratna balas menatap kedua anaknya bergantian. "Ibu usahakan, tapi kamu juga harus bertindak." Wanita berumur itu melirik anak lelakinya. "Dekati Sisil, siapa tahu dia bisa kasih info meski masih kecil." "Apa yang mau diharapkan dari Sisil sih, Bu? Dia ngomong saja belum bener!" tukas Mita meremehkan. "Kamu nggak ngerti kalau ingatan anak kecil itu kuat, Mit! Dari Sisil, Ardi bisa tanya-tanya kapan pemilik resto itu ke rumah, terus mereka ngapain saja ... Minimal Sisil pasti ingat Sindy sudah dikasih apa saja sama laki-laki itu, siapa tahu malah anak itu juga dijanjikan beli baju baru untuk acara ..." Ardi terdiam merenungi ucapan Ratna. Meskipun tidak ingin membayangkannya, tapi dia merasa jika ucapan Ratna lumayan masuk akal. Kalau Ardi ada di posisi Zayyan, tentu dia akan berusaha mendekati Sindy dengan mencari perhatian anaknya. Karena itulah Ardi berencana untuk menemui Sisil dan ngobrol dengannya, tidak peduli Sindy akan memberi izin atau tidak. ** Tidak membutuhkan waktu

  • Istri yang Tak Dinafkahi    98 Sikap Manja Sindy

    “Kamu nggak lemah, kamu tetap kuat seperti yang biasanya aku kenal.” Zayyan menghibur Sindy yang masih terisak-isak di bahunya. “sisil dulu nggak kenal sama aku, kamu sendirian ... makanya dia nggak rewel.”Sindy masih sesenggukan, meskipun tidak sekencang tadi.“Tapi sekarang, adiknya Sisil tahu kalau ibunya nggak sendirian lagi,” sambung Zayyan sembari membelai punggung Sindy. “Ada ayahnya di sini yang setiap saat menemani, kapanpun dibutuhkan.”Zayyan melepas Sindy dan mengusap sisa-sisa air mata di wajahnya.“Kamu sedang hamil,” kata Zayyan mengingatkan. “jadi jangan stres atau berpikir yang macam-macam, kasihan yang ada di dalam.”Dia mengusap perut Sindy yang masih rata.“Maaf ... aku jadi manja begini sama kamu ...” ucap Sindy lirih.“Jangan minta maaf,” tepis Zayyan. “aku justru senang karena ini pertama kalinya aku bisa menemani kamu di masa kehamilan kamu yang berat.”Sindy menganggukkan kepalanya tanpa berkata apa-apa lagi.Setelah itu sikap manja sindy justru sering menjad

  • Istri yang Tak Dinafkahi    97 Alasan untuk Menyentuhnya

    “Pa, kita belikan ibu sop ayam, ayo!” seru Sisil setelah selesai dua putaran mengelilingi taman.“Di rumah sudah ada Bibi Imel yang masak,” sahut Zayyan sambil mengusap keringat di dahinya. “Kita pulang saja yuk, ibu kamu sedang nggak enak badan soalnya.”“Sebentar, aku mau beli kue dadar.” Sisil menoleh memandang berkeliling taman yang mulai ramai dengan para penjual makanan ringan.Zayyan mengabulkan permintaan putranya sekalian membelikan Sindy cemilan yang serupa.Setibanya di rumah, Sisil langsung sibuk dengan kotak mainannya sementara Zayyan memilih pergi ke kamarnya untuk melihat keadaan Sindy.“Kamu belum bangun?” sapanya sambil membawa sekotak kue dadar yang tadi dibelinya. “Lihat aku bawa apa.”Sindy menoleh dengan mata terpejam.“Aku lemas ... maunya tidur terus,” keluhnya sambil berbaring miring. “Semua pekerjaan rumah dipegang Imel, tapi aku yang capek ...”Zayyan mendengarkan keluhan istrinya dengan sabar.“Kamu mau saya pijat?” katanya menawarkan diri.“enggak,” sahut S

DMCA.com Protection Status